22 September 2013

Pelayanan dan penggembalaan |HEIN MOKODASER| BANDUNG

Pelayanan dan penggembalaan dan resensi buku "Saksi Bagi Kristus dari
Jhon de Gruchy".
MASYARAKAT DAN KEKERISTENAN
Kondisi masyarakat Kecamatan Katapang, Soreang Bandung Jawa
Barat yang beraneka ragam, baik agama, suku (pribumi,pendatang),
budaya dan pekerjaan, hal tersebut yang menggambarkan keadaan
masyarakat yang ada, dan inilah yang terlebih dahulu dapat di lihat
dan memotifasi pada tahun 2000 pelayanan perintisan pekerjaan Tuhan di
mulai.
Dan dari informasi-informasi, rupanya telah ada terlebih dahulu
beberapa hamba Tuhan yang pernah memulai memberitakan Injil dan
membuka pekerjaan Tuhan bahkan sampai terbentuk beberapa persekutuan
ibadah, namun di perhadapkan dengan berbagai-bagai tantangan dari
masyarakat, aparat, dan pemerintahan setempat, seperti tidak adanya
kebebasan dalam penginjilan, adanya penolakan-penolakan untuk percaya
kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, bahkan sampai dengan
adanya tindakan-tindakan dalam membubarkan persekutuan-persekutuan doa
dan ibadah yang sudah ada, bahkan sampai pada hal yang lain lagi yaitu
bagaimana kehidupan orang-orang Kristen yang merupakan masyarakat atau
penduduk setempat juga mengalami banyak diskriminasi seperti anak-anak
Kristen yang bersekolah di sekolah negeri selalu merasah di pojokkan
baik dari teman-teman atau juga guru-guru mereka di sekolah. Hal
tersebut pun masih terus terjadi sampai sekarang.
Sementara dalam kehidupan orang-orang Kristen yang ada sekarang
mungkin dengan adanya berbagai macam hal yang terjadi bahkan
sepertinya dengan belum adanya kedewasaan rohani juga menyebabkan
kehidupan mereka di warnai dengan berbagai-bagai macam hal, baik dalam
pergaulan, dalam bermasyarakat maupun dalam bagaimana mereka mencari
atau beribadah kepada Tuhan. Seperti bermasah bodoh dgn orang lain,
tidak adanya pendekatan kepada masyarakat atau pemerintah juga belum
adanya tanggung jawab sebagai orang-orang Kristen untuk setia
beribadah maupun melakukan kebenaran Firman Tuhan.
KEHIDUPAN JEMAAT
Kehidupan jemaat dalam pelayanan terdiri dari beberapa suku,
pekerjaan dan kedudukan, sepintas kehidupan mereka dalam Kekeristenan
atau dalam beribadah terkesan tidak ada masalah dalam arti kata semua
baik, namun kenyataan dalam beberapa jemaat yang ada di jumpai
berbagai-bagai macam hal yang bertolak belakang dengan kebenaran
Firman Tuhan, seperti adanya ketidak harmonisannya antara suami dan
isteri dalam rumah tangga, terjadinya perpisahan seperti tinggal di
rumah yang berbeda, adanya pengaruh-pengaruh: kebiasaan, adat istiadat
atau tradisi, masih adanya kepercayaan kepada dukun, adanya pertikaian
atau perbedaan di antara sesama jemaat sehingga ada jemaat yang
mengundurkan diri, belum berhenti dari meminum alkohol dan merokok dan
juga belum setianya jemaat beribadah dan melakukan kebenaran Firman
Tuhan.


SIKAP KEPEMIMPINAN DALAM JEMAAT DAN PELAYANAN
Sebagai sorang hamba Tuhan di tengah-tengah masyarakat dan
pemimpin (gembala) dalam pekerjaan Tuhan melihat kondisi keadaan
masyarakat dan jemaat yang ada tentunya merupakan tantangan dan
pergumulan untuk supaya bisa keluar dari persoalan-persoalan tersebut.
Tindakan-tindakan yang di lakukan adalah dengan adanya
pendekatan-pendekatan dalam membangun hubungan baik kepada masyarakat,
pemerintah terlebih khusus bagi jemaat-jemaat yang ada. Kalau untuk
masyarakat dan pemerintah yang ada selain mendoakannya juga
bersosialisasi dgn baik seperti dengan adanya Kekeristenan atau Gereja
akan menciptakan keindahan dan kebersamaan, hormat dan menghormati,
sedangkan bagi jemaat-jemaat Tuhan yang ada dalam pelayanan adalah
dengan mengajarkan mereka untuk berani hidup sesuai dengan kebenaran
Firman Tuhan, taat dan setia beribadah dan juga berani meninggalkan
kebiasaan-kebiasan buruk dalam kehidupan mereka, sehingga mereka di
berkati dan di selamatkan, seperti yang tertulis dalam Alkitab
1Korintus 15:58 "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih,
berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan
Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih
payahmu tidak sia-sia." 1Korintus 3:23 "Tetapi kamu adalah milik
Kristus dan Kristus adalah milik Allah".
RASUL PAULUS DAN JEMAAT KORINTUS
Dalam memberi nasehat dan pengajaran bagi warga jemaat Korintus
dalam hidupnya sehari-hari, Paulus mengajar melalui pengalaman
hidupnya. Jemaat Kristen di kota Korintus awalnya masih di pengaruhi
kebiasaan-kebiasaan (tabiat) lama sebelum mereka menerima Kristus.
Sesuai fakta sejarah, Paulus banyak menghadapi tekanan, beban yang
berat di tengah pelayanannya di jemaat Korintus, antara lain:
perpecahan, pro-kontra antara pendukung (kelompok), perselisihan dan
perdebatan-perdebatan yang menimbulkan pemahaman yang salah mengenai
penatalayanan jemaat (bandingkan 1Korintus 3:6-7). Di tengah
perjumpaan Paulus dengan jemaat, tak jarang Paulus menulis surat-surat
penggembalaan (Pastoral) berisikan evaluasi secarah menyeluruh,
mencermati kehidupan jemaat secara kuantitas maupun kualitas sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari pelayanan Paulus.
Dalam suratnya, Paulus menekankan kesatuan jemaat serta memelihara
iman mereka sebagai bentuk pengenalan yang utuh tentang iman terhadap
Tuhan Yesus. Di sisi lain mengapa Paulus menekankan pentingnya
pemahaman dan pengenalan yang utuh tentang iman percaya mereka kepada
Allah, sebab hanya Allah sumber penghiburan (bdg. 2Korintus 1:3-7).
Walaupun jemaat Korintus harus menderita karena Injil, mereka tidak
boleh goyah karena Allah tidak pernah membiarkan kita di cobai dunia.
2Korintus 1:3-4, kalimat, "terpujlah Allah…" Di sini tampak jelas ada
pengakuan pribadi Paulus yang secara gamblang mengakui bahwa hanya
Allah yang memampukannya memberitakan kabar baik ke tengah-tengah
jemaat. Pengakuan ini sekaligus mengajak jemaat Korintus untuk selalu
memuji Allah, dalam gaya hidup mereka sehari-hari, antara lain:
menjaga persatuan di tengah jemaat agar tidak terjadi perpecahan,
menghindari timbulnya perselisihan agar tidak terjadi pro-kontra.
2Korintus 1:5-7: Allah senantiasa menghibur, menguatkan Paulus dalam
pelayanannya di tengah berbagai tantangan dan situasi yang
berubah-ubah, pesan ini tidak hanya sekedar kata-kata [verbal] tetapi
di buktikan dan nyata dalam gerak hidup jemaat sehari-hari. Dalam
ayat 7, kalimat: "Dan pengharapan kami akan kamu adalah teguh…" yang
berarti Paulus dengan tegas menekankan bahwa walaupun dirinya di
perhadapkan dengan berbagai penderitaan karena Injil, namun tak
sedikitpun hati rohaninya berniat meninggalkan pelayanannya di tengah
jemaat, di balik itu ada persoalan serius yaitu pengharapan Paulus
akan jemaat Korintus adalah teguh, tidak bimbang, tidak ragu, tidak,
goyah tidak ada kata menyerah, tidak sesuatu hal yang mengerikan, atau
menakutkan. Padahal di manapun Paulus menatalayani jemaat, dia selalu
di perhadapkan dengan berbagai tantangan, bahkan harus menderita di
penjara. Tapi, Paulus tidak menggantungkan masa depan pelayanannya
kepada "nasib buruk" dan "nasib baik" semata-mata! Bahkan juga tidak
Cuma menggantungkan diri kepada pertolongan jemaat.

Dilihat dari: Pemikiran Kristen tentang Pribadi dan
pemikiran-pemikiran tentang hubungan-hubungan sosial yang mendasar
Tiap pemikiran tentang persekutuan berhubungan dengan pemikiran
tentang pribadi. Pertanyaan apakah yang membentuk perekutuan hanya
dapat dijawab dengan bertanya apakah yang membentuk pribadi. Oleh
karena tujuan penyelidikan kita adalah untk mengerti satu persekutuan
yang khusus, yaitu Sanctorum Communio, maka kita harus meyelidiki
pemikirannya yang khas tentang pribadi. Secara kongkret ini berarti
bahwa kita harus menyelidiki pemikiran Kristen tentang pribadi. Kalau
kiya mengerti tentang Allah, pemikiran-pemikiran tentang pribadi,
persekutuan dan Allah pada hakikatnya saling berhubungan dengan tak
bisa dilepaskan. Dalam hubungan dengan pribadi-pribadi dan persekutuan
perseorangan pemikiran tentang Allah terbentuk. Sebenarnya sifat
pemikiran sifat Kristen tentang persekutuan dapat dicapai melalui
pemikiran tentang Allah dan juga melalui pemikiran tentang pribadi.
Kalau kita memilih yang terakhir sebagai titik permulaan, kita tidak
bisa mendapat pandangan yang mendasar dengan baik, pun tentang
persekutuan tidak, tanpa selalu menunjuk pada pemikiran tentang Allah.
Pemikiran Kristen tentang pribadi dapat dikatakan sebagai menentukan
dan sudah ada sebelum pemikiran Kristen tentang persekutuan. Kalau
diungkapkan dengan kata-kata teologis berarti: bukan pemikiran tentang
pribadi seperti dilakukan oleh manusia pertama (Mensh), melainkan
seperti dilakukan manusia setelah kejatuhan, dan ini berarti manusi
bukan manusia waktu masih hidup dalam hubungan yang utuh dengan Allah
dan sesamanya, melainkan manusia yang telah mengetahui yang baik dan
yang jahat. Pemikiran ini tentu saja dasarnya adalah sifat rohani,
sifat struktural dan individual manusia. Dalam pemikiran ini,
pemikiran Idealisme harus diatasi oeh konsep yang memelihara pemikiran
individual kongkret dari pribadi yang akhirnya dikehendaki Allah.
Dari pemikiran kita tentang waktu muncul gagasan yang sama sekali
tidak berarti bagi seorang idealis: pribadi selalu timbul dan hilang
dalam waktu. Ia tidak ada tanpa waktu, ia adalah selalu dinamis dan
tidak statis, ia hanya ada kalau seseorang bertanggung jawab moral; ia
selalu diciptakan kembali dalam perubahan yang terus-menerus yang
pasti melekat pada semua hidup. Setiap pemikiran lain merusak kekayaan
hidup orang itu. Sebab yang menentukan bagi ketidakmampuan filsafat
idealis untuk mendapatkan pemikiran tentang pribadi adalah karena
filsafat itu tidak mempunyai pemikiran voluntaris tentang Allah dan
tidak mempunyai pemikiran yang dalam tentang dosa: bersama dengan
kekurangan-kekurangan ini adalah sikapnya terhadap masalah sejarah.
Pemikiran idealitis tentang pribadi tidak menunjuk pada adanya
kekurangan logis yang kenetulan, tetapi adalah melekat pada sistemnya.
Idealisme tidak mempunyai pemikiran tentang gerakan dialektis. Rasio
adalah abstrak dan metafisis, padahal gerakan etika adalah kongkret.
Selanjutnya: idealisme tidak mempunyai pengertiann tentang saat
pribadi diancam oleh tuntunan yang absolut. Seorang moralis yang
idealis apa yang seharusnya ia perbuat, dan malahan pada asasnya ia
selalu dapat melakukannya, justru karena ia seharusnya berbuat. Di
mana tempatnya bagi penderitaan hati nurani, bagi Angst yang tanpa
batas dalam menghadapi suatu penentuan?
Ia membawa kita dekat pada soal realitas, pada halangan yang
sungguh-sungguh dan oleh karena itu pada hubungan-hubungan sosial yang
mendasar. Inilah pengakuan Kirsten, bahwa pribadi sebagai pribadi yang
sadar barulah tercipta pada saat seseorang digerakkan, saat dia
dihadapkan dengan tanggungjawab, saat dia dengan segala nafsunya
terlibat dalam pergumulan moral dan dihadapkan dengan tuntunan yang
melandanya. Pribadi yang berada secara kongkret timbul dari situasi
yang kongkret. Di sini juga seperti dalam idealisme, perjumpaannya
sama sekali dalam rasio (Geist). Tetapi rasio mempunya arti yang
berbeda dalam tiap kejadian. Bagi filsafat Kristen, pribadi orang
terjadi hanya berhubungan dengan pribadi ilahi yang lebih tinggi dari
padanya, yang menentang dan menaklukan dia. Otonomi rasio dalam arti
orang idealis individualistis adalah kristiani, karena itumencakup
bahwa rasio manudia penuh dengan nilai absolut yang hanya dimiliki
rasio ilahi. Pribadi kristen semata-mata timbul dari perbedaan mutlak
antara Allah dan manusia; hanya dari pengalamannya dengan halangan itu
diketahui semakin dalam pribadi masuk ke dalam pertanggung jawab.
Pribadi kristen bukan yang mempunyai nilai yang tertinggi, tetapi
pemikiran tentang nilai harus dihubungkan dengan eksistensinya sebagai
pribadi, artinya dengan hal bahwa ia adalah makhluk.
Lebih-lebih. Orang-perseorangan hanya berada karena "orang Lain".
Orang-perseorangan tidak sendirian. Agar orang-perseorangan ada
"orang-orang lain" juga harus ada. Tetapi siapakah"orang lain" itu?
Kalau saya menyebut orang-perseorang Akau yang kongkret, maka orang
lain adalah Engkau yang kongkret. Tetapi status filsafat apakah
dimiliki "engkau'? Pertama, tiap Engkau agaknya mengandaikan suatu
Aku, yang adalah imanen dalam Engkau dan tanpe itu suatu Engkau tidak
bisa dibedakan dari benda-benda. Jadi kelihatannya Engkau sama dengan
"Aku yang lain". Tetapi ini hanya tepat dalam batasan-batasan
tertentu, Kecuali batasan etimologi ada batasan selanjutnya, karena
pengetahuan etis dan sosial. Orang ain mungkin dialami senagai Aku,
yatu dalam arti Akua yang telah menjadi Aku karena tuntutan Engkau.
Dalam suasana realitas moral bentuk Engkau secarafundamental berbeda
dari bentuk Aku.
Kita mengenal Allah sebagai yang mutlak, artinya juga sebagai kehendak
aktif yang mengenal diri dan spontan. Ini secara formal dan metafisis
mengatakan bahwa hakikat pribadi Allah adalah semata-mata roh, yang
gambarnya ada pada tiap orang sebagai sisa dari keserupaan dengan
Allah. Jadi tidak bertentangan dengan pemikiran tentang Allah bahwa ia
dapat kita alami sebagai Engkau, jadi sebagai halangan etis.
Selanjutnya pengalaman tentang Allah sebagai engkau a priori tidak
mengakibatkan sesuatu apapun terhadap Aku- Nya, entah dalam hal yang
membatasi perseorangan-Nya ataupun dalam hal yang ia disapa secara
etis. Kalau Allah itu suatu Engkau bagi kita – artinya: kehendak yang
aktif berhadapan dengan kita- ini tidak berarti bahwa kita adalah
halangan bagi Allah. Ini mempunyai pengenaannyabagi pemikiran tentang
Allah. Allah adalah Engkau yang tidak dapat dimengerti dan pribadi-Nya
yang metafisik dimengerti sebagai kesadaran mutlak dan aktivitas pada
diri- Nya, tidak mempengaruhi apa yang telah kita katakan tentang
berada-Nya sebagai Aku.
Persoalannya adalah hubungan antara pribadi, Allahdan keadaan sosial.
Ku timbul hanya dengan Engkau: tanggung jawab mengikuti tuntutan.
"Engkau" tidak mengatakan apa-apa tentang beradanya sendiri, tetapi
hanya tentang tuntutannya. Tuntunan ini mutlak. Apakah artinya ini? Ia
menuntut segenap orang yang tidak mempunyai tuntutan itu. Tetapi ini
seolah-olah menjadikan seseorang menjadi pencipta dari pribadi moral
orang lain, dan ini adalah pikiran yang tak dapat diterima. Dapatkah
itu dihindari? Aktivitas Engkau dalam membentuk pribadi tidak
bergantung pada beradanya secara pribadi. Sekarang kita tambahkan
bahwa berada itu juga tidak tergantung pada kehendak Engkau menusia.
Tidak ada seorangpun dapat membuat orang lain menjadi aku, menjadikan
pribadi moral sadar akan tanggung jawabnya. Allah atau Roh Kudus
mendatangi Engkau yang kongkret. Hanya karena perbuatannya orang lain
menjadi Engkau bagiku dan dari ini Aku timbul. Dengan kata lain, tiap
Engkau manusia adalah gambar dari Engkau ilahi. Sifat Engkau
sebenarnya bentuk pengalaman yang akan ilahi; tiap Engkau manusia
mempunyai sifatnya dari Engkau ilahi. Ini tidak berarti bahwa ini
bukan Engkau, tetapi sifat yang teralirkan dari Allah. Tetapi Engkau
ilahi menciptakan Engkau manusia. Dan karena Allah menghendakinya dan
membuatnya, maka Engkau manusia adalah real, nyata,mutlak dan suci
seperti Engkau ilahi. Disini kita mungkin berkata bahwa manusia adalah
gambar Allah karena akibatnya terhadap orang lain. Tetapi karena kalau
satu orang menjadi Engkau bagi orang lain pada dasarnya tidak mengubah
apapun tentang Engkau sebagai pribadi, maka bukan pribadinya sebagai
Aku yang suci, melainkan Engkau Allah yang nampak dalam Engkau yang
kongkret dari hidup sosial. Orang lain adalah Engkau hanya sepanjang
Allah membuatnya demikian. Hanya dalam Allah tuntutan orang lain
mengena; tetapi justru karena inilah hal itu merupakan tuntutan orang
lain.
Kesimpulannya: pribadi dalam hidupnya yang kongkret, utuh dan khas itu
dikehendaki Allah sebagai kesatuan yang pasti. Oleh karena itu
hubungan-hubungan sosial harus dimengerti bahwa itu berdiri
antar-pribadi. Pribadi tidak bisa dikalahkan oleh roh yang bukan
pribadi, atau oleh "kesatuan" apa pun yang mungkin meniadakan
keanekaragaman pribadi. Kategori sosial yang menjadi dasar adalah
hubungan Aku-Engkau. Engkau orang lain adalah Engkau ilahi. Jadi jalan
ke orang lain adalah juga jalan ke Engkau ilahi, jalan pengenalan dan
penolakan. Pada "saatnya" individu berkali-kali menjadi pribadi karena
"orang lain". Orang lain memberikan kita persoalan kita persoalan yang
sama tentang pengenalan seperti Allah sendiri juga demikian. Hubungan
saya nyata dengan orang lain berdasarkan hubungan saya dengan Allah.
Tetapi seperti saya pertama-tama mengenal "Aku" Allah dalam penyataan
kasih-Nya, demikian juga orang lain : di sini pemikiran tentang
gereja mendapat tempat. Maka akan menjadi terang bahwa pribadi Kristen
mancapai yang benar kalau Allah tidak berhadapan dengan dia sebagai
engkau, tetapi "masuk ke dalamnya" sebagai "Aku".
KESIMPULAN
Sejarah menunjukkan bahwa proses Pekabaran Injil di tengah dunia
selalu di tandai dengan tantangan, hambatan dan masa-masa sulit.
Demikian juga saat ini umat Kristen tidak luput dari berbagai
persoalan, hambatan dan tantangan dalam perjumpaan dengan dunia
sekitarnya, antara lain: penutupan dan pembakaran gereja, sulitnya
mendirikan serta mengurus ijin Pembangunan Rumah Ibadah, munculnya
berbagai konflik internal, pro-kontra di tengah jemaat yang menjurus
pada perpecahan gereja. Dengan kata lain, persekutuan orang-orang
percaya kepada Allah tak pernah luput dari masalah. Jika kita cermati
di tengah kehidupan berbangsa yang pluralis ini, ada banyak fenomena
sosial, ekonomi dan politik yang dengan sendirinya mempengaruhi
pertumbuhan iman dan teologi gereja.
Paulus melihat bahwa hidup, karya dan teologinya mutlak hanya untuk
menatalayani jemaat. Perselisihan, perpecahan, pro-kontra di tengah
jemaat bukan sesuatu yang harus di takutkan, melainkan bagi Paulus hal
itu harus di cari akar masalahnya dengan cepat, tepat dan transparan
agar tidak mengganggu pertumbuhan iman jemaat. Paulus memberi petunjuk
mengenai bagaimana cara hidup jemaat yang benar sebagai anak-anak
Allah, antara lain: hidup saling menguatkan, hidup saling menopang,
saling menghibur sesama jemaat. Penghiburan dari Allah menguatkan dan
memampukan Paulus untuk tetap bertahan dan kuat, tidak goyah untuk
menatalayani jemaat, memberitakan Kabar Baik keseluruh tempat tanpa di
batasi waktu.
(Sumber dari buku: Saksi Bagi Kristus, Oleh Jhon de Gruchy, ditambah
dengan pemikiran pribadi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar