23 September 2013

“HIDUP DI ATAS GELOMBANG” | SLAMET | PURWAKARTA

P R A K A T A

Laporan buku tentang "HIDUP DI ATAS GELOMBANG" ini ditulis dalam
rangka memenuhi tugas penelitian literature dalam mata kuliah
'Sosiologi'.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Adrianus Pasasa selaku
narasumber materi Sosiologi, keluarga, gembala, serta rekan-rekan
seangkatan yang menginspirasi saya untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah ini.

Judul buku "HIDUP DI ATAS GELOMBANG" adalah buku yang di tulis oleh
Romo Markus Tukiman SCJ yang bertugas di daerah Pasang Surut,
Keuskupang Agung Palembang.

Penulis menuangkan pengalamannya dalam melayani di daerah terpencil
dengan prasarana angkutan sungai dan hanya dengan menggunakan speed
boat sebagai sarana transportasi yang bisa digunakan.

Dalam pelayanan tersebut tergambar dengan jelas suatu pelayanan yang
penuh dengan suka duka dengan kondisi geografis dan prasarana yang
tidak dapat diprediksi apakah pelayanan tersebut dapat berjalan sesuai
rencana atau tidak.


BAB I

PENDAHULUAN

Pengalaman beliau saya rangkum dalam bab-bab berikut ini:

Pertengahan bulan Juni tahun 2004, untuk pertama kali Romo Markus
Tukiman SCJ – selanjutnya saya sebut saja dengan inisial Roma MT –
menginjakkan kakinya di daerah Pasang Surut. Tepatnya di Paroki Allah
Mahamurah, desar Purwodadi, Jalur 20, Jembatan dua, Air Sugihan,
Sumatera selatan. Perjalanan ini tidak bisa ditempuh dengan kendaraan
darat, tetapi harus ditempuh melalui jalan air, dengan menggunakan
kendaraan "speed boat".

Dari bawah jembatan Ampera, kota Palembang speed boat menyusuri sungai
Musi menuju daerah sebagaimana tersebut di atas. Dalam perjalanan yang
memacu adrenalin karena baru pertama kali naik speed boat dan akhinya
setelah dua jam maka sampailah ia ke daerah yang dituju.

Dengan perasaan lega dan mengucap syukur kepada Tuhan Romo MT sampai
disambut oleh konfraternya dan beberapa suster Charitas yang sudah
menunggu di dermaga.



BAB II

PENGALAMAN PERJALAN DAN PELAYANAN

Dalam pengalaman pelayanan tersebut Romo MT dapat belajar dari sopir
speed boat, dari alam – sungai dengan segala karaternya – dari
pelayanan, dari kahidupan bermasyarakat.

Berikut pengalaman tersebut:

1. Belajar dari sopir speed boat; dalam perjalanan Romo MT
dengan speed boat dan mengarungi sungai maka dapat ditarik pelajaran
bahwa seorang sopir speed boat harus tahu jenis-jenis gelombang, arus
sungai – ada saatnya sungai surut atau pasang – di mana speed boat
harus melawan atau mengikuti arus maupun gelombang.

Jadi Sopir harus tahu dan mengerti karakter arus maupun gelombang
sehingga mampu mengambil arah untuk speed boatnya agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, semisal speed boat terbalik, rusak
maupun kandas karena pasang surut, juga adanya kotoran atau kayu yang
terbawa hanyut oleh arus air.

2. Belajar dari alam; dalam perjalanan menyusuri sungai Romo
MT dapat mengenal beberapa gelombang sungai, yaitu: gelombang pasang
yang disebabkan atau ditimbulkan oleh air pasang naik.

Ada gelombang surut, gelombang ini ditimbulkan oleh air pasang surut.
Pasang naik jika air mengalir dari muara ke hulu sungai, sedangkan
pasang surut jika air mengalir dari hulu menuju ke muara sungai dan
akhirnya ke laut.

Selain gelombang pasang naik dan gelombang pasang surut juga ada
gelombang yang disebabkan oleh kapal atau speed boat yang lewat – yang
searah yang mendahului atau pun berlawanan arah. Cirri gelombang ini
berirama, kadang besar dan tingginya bisa mencapai 2 meter. Gelombang
ini tidak berbahaya bahkan mengasikan jika sopir sudah berpengalaman
dengan gelombang ini.

Ada jenis gelombang yang berbahaya yang disebabkan oleh angin.
Gelombang yang disebabkan angin ini bisa datang dari depan, dari
belakang, dari samping searah datangnya angin tersebut.

3. Belajar dari pelayanan; dalam pelayanan Romo MT menyusun
rencana dengan hari, waktu, dan desa yang akan dilayani. Namun
ternyata untuk daerah Pasang Surut, bukan rencana yang menentukan,
tetapi bergantung pasang surutnya air sungai; sehingga betapa baiknya
rencana yang dibuat dalam pelaksanaannya bisa gagal total.

Dan begita juga tentang keberadaan umat Katolik/Kristen yang sering
dikucilkan, padahal sebagai manusia tidak bisa hidup sendiri dan harus
bermasyarakat. Ketika ada jemaat yang sakit yang disebabkan kalainan
pada levernya yang memerlukan pengobatan dengan waktu yang lama dan
harus berobat jalan. Karena sudah berbulan-bulan penyakit tidak sembuh
maka jemaat yang sakit ini diobati oleh "orang pintar". Menurut orang
pintar ini, sakit yang dialaminya dikarenakan guna-guna, dan orang
pintar ini sanggup menyembuhkan penyakitnya bila ia dan keluarganya
pindah agama separti agama yang dianut orang pintar ini. Dan Jemaat
yang sakit ini pun pada akhirnya pindah keyakinan atau agama.

Kejadian ini membuat prihatin, dan membuat Romo MT merasa gagal dalam
mendampingi umat dalam menemukan iman sejati dalam diri Yesus
Kristus.Namun keprihatinan dan merasa gagal tersebut tidak membuat
Romo MT, patah semangat, karena Ia telah berbuat semaksimal mungkin
dari apa yang bisa diperbuat – keterbatasan prasarana medis, dokter,
rumah sakit, dan kondisi medan.

4. Dari kehidupan bermasyarakat; Indahnya kebersamaan dalam
hidup bermasyarakat juga dialami oleh Romo MT. Salah satu tradisi
masyarakat Pasang Surut yakni memperingati tanggal satu suro
bersama-sama. Satu suro adalah tahun baru yang didasarkan pada
penanggalan Jawa.

Dalam perkembangannya tradisi ini dimasuki beberapa nilai keagamaan,
sehingga terjadi inkulturasi kebudayaan dalam sebuah agama. Hal yang
menarik dalam pelaksanaannya adalah mengundang semua orang dengan
latar belakang beragama Islam, Katolik, dan Kristen. Masing-masing
orang membawa makanan kemudian dikumpulkan untuk dimakan bersama-sama
pada waktunya.

Pada acara suronan ini yang paling berkesan adalah diadakannya doa
bersama yang melibatkan keberagaman agama, yaitu Islam, Katolik, dan
Kristen. Doa diadakan dakam dua agama secara bergantian, biasanya
dibawakan secara Muslim dan Katolik. Ketika doa dibawakan secara
Katolik, saudara yang beragama lain ikut dalam keheningan dan
ketenangan. Demikian juga ketika doa dibawakan secara Muslim, orang
yang beragama Katolik dan Kristen mengikuti secara khusuk.

Keberterimaan orang Muslim terhadap orang Kristen dan orang Katolik
tidak terlepas dari usaha para Pastur dan Pendeta dalam kegiatan
bermasayakat dengan apa yang dinamakan "gotong royong" dalam membangun
sarana dan prasarana yang ada di daerah di mana masyarakat tinggal.



BAB III

TANGGAPAN

Dari apa yang menjadi pengalaman Romo MT tersebut dapat disimpulkan
bahwa dalam pelayanan kepada jemaat kita tidak boleh menolak di
manapun kita ditempatkan – kondisi tempat dalam segala kondisi,
sarana, dan prasarana – sehingga kita tidak merasa kecewa.

Dalam pelayanan kita juga tidak bisa sepenuhnya mencegah umat yang
kita layani berpindah keyakinan, karena pengaruh situasi dan kondisi
yang ada, namun kita hanya bisa berusaha secara optimal dari yang
dapat kita lakukan, dan menyerahkan semua apa yang telah kita lakukan
kepada Tuhan.

Agar kita diakui dan dianggap sebagai suatu intentitas dari suatu
masyarakat maka kita harus dapat menyesuaikan diri dengan budaya
setempat yang tidak melarutkan keyakinan kita sendiri.



BAB IV

PENERAPAN DALAM PELAYANAN

Kita sebagai Gereja – organnya, gembala, pelayan mimbar, dan
jawatan-jawatan lain – perlu meneladani apa yang telah dilakukan oleh
Romo MT, sehingga kita tahu persis startegi dalam membawa hati
masyarakat bersimpati kepada kita yang pada akhirnya kita bisa
menyampaikan – langsung atau tidak langsung – Injil kepada orang yang
belum mengenal Injil melalui suatu kegiatan yang bersifat
kemasyarakatan, kedaerahan, nasional maupun yang bersifat keagamaan.

Adapun cara atau strategi yang kita lakukan seperti halnya sopir speed
boat yang harus belajar mengetahui sifat arus dan gelombang air sungai
pasang naik dan pasang surut, sehingga dapat menempuh
gelombang-gelombang tersebut dengan berhasil. Demikian pula dalam
pelayanan kita harus tahu karakteristik, budaya atau adat istiadat
daerah di mana kita melayani, sehingga kita dapat beradaptasi, namun
tidak larut dalam budaya itu.

Namum adakalanya juga kita hrus relaistis bila terjadi kegagalan yang
tidak bisa kita capai dikarenakan situasi dan kondisi di luar pikiran
dan kasanggupan kita.


Purwakarta, 12 September 2013



PUSTAKA:

"HIDUP DI ATAS GELOMBANG" Oleh: MARKUS TUKIMAN SCJ

PENERBIT: CHARISSA PUBLISER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar