BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Kesan yang muncul ketika kita mendengar
kata desa adalah hamparan sawah, ladang, bukit-bukit dan gunung-gunung yang
hijau, perkampungan yang jauh dari kota
serta kehidupan yang serba tradisionil. Kesan orang yang pernah berkunjung ke
desa bahwa sesederhana apapun makanan di sana,
selalu terasa enak dan dimakan lahap. Banyak orang memang senang ke desa, tetapi
berapa banyak orang yang mau pergi dan tinggal di sana? Berapa banyak orang yang mau membangun
desa, bukan sekedar menikmatinya? Berapa
banyak orang yang mau menjangkau desa bagi Kristus? Dan berapa banyak lembaga pelayanan kristen yang
peduli dengan masalah pedesaan?.
Ironisnya
desa yang kata orang menyenangkan itu, justru banyak ditinggal penduduknya. Berbekal
hasil penjualan sebidang tanah, sawah atau hewan ternak, para pemuda pergi ke kota untuk tujuan yang
tidak pasti. Tidak sedikit orang tua meninggalkan keluarganya untuk mencari
kerja ke kota
bahkan ke luar negeri sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Memang ada yang
membuahkan hasil. Tetapi bagaimana
dengan nasib ratusan ribu TKI (illegal) di luar negeri saat ini?
Tidak di pungkiri desa-desa di
Indonesia menghadapi masalah yang cukup kompleks. Penyebab munculnya masalah
tersebut antara lain rendahnya tingkat pendidikan (SDM) dan perekonomian serta
kurangnya sarana pendukung. Bukanlah hal yang mudah, hal lain yang menjadi
penghambat adalah rendahnya taraf kehidupan masyarakat Indonesia, atau
lebih dikenal dengan istilah kemiskinan. Dan salah satu pemicu rendanya taraf
kehidupan masyarakat Indonesia
adalah rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pada umumnya desa-desa di Indonesia masih bersifat
agraris belum maju dan industri pedesaannya belum berkembang.
Mengingat
tujuan pembangunan Indonesia terpusat pada peningkatan kehidupan perekonomian
yang adil dan makmur, berarti hasil pembangunan ini harus dapat dinikmati
secara merata. Hasil pembangunan tidak hanya dinikmati kelompok tertentu saja,
tetapi oleh seluruh warga negara baik di desa maupun di kota. Tetapi yang
terjadi saat ini belum seimbang masih terjadi kesenjangan antara masyarakat
kota dan desa padahal 80 persen penduduk Indonesia tersebar di desa-desa di
seluruh Nusantara.
Banyak
usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kesenjangan
yang terjadi. Seperti program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan . Namun masalah kemiskinan tetap merupakan
problem besar bagi bangsa ini. Angka kemiskinan tiap penduduk masih kelihatan
mencolok pada setiap daerah. Dan hal ini juga menimbulkan kesenjangan
yang semakin jauh. Kesenjangan ini juga terlihat jelas antara tingkat kehidupan
masayarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan.
Jika ditinjau dari segi pendapatan,
masyarakat kota
jauh lebih besar pendapatannya dari pada pendapatan masyarakat desa. Dan dari
segi pertumbuhan pendapatan, penduduk kotapun jauh lebih pesat pendapatannya
ketimbang penduduk yang berada di pedesaan. Memang benar apa yang dinyatakan
oleh Prof. Mubiyanto yang pernah menjadi
salah satu Asisten Ketua Bappenas Urusan Pemerataan dan Kemiskinan, demikian:
Bahwa
jumlah orang miskin di pedesaan jauh lebih banyak (dua kali lipat) dibanding
dengan mereka yang tinggal di kota.
Krisis moneter yang terjadi sejak
bulan Oktober 1998 membawa dampak yang besar bagi kehidupan bangsa ini.
Penderitaan semakin banyak dirasakan oleh rakyat Indonesia, banyak orang
kehilangan pekerjaan, harga-harga kebutuhan pokok dipasaran naik, pupuk untuk
kebutuhan pertanian harganya melambung tinggi sehingga tidak terjangkau oleh petani,
hal ini mengakibatkan harga kebutuhan pokok juga naik. Dan yang lebih parah
lagi keadaan ini makin lama makin tidak menentu. Dengan kondisi bangsa seperti
ini yang paling terkena dampaknya adalah masyarakat miskin – termasuk di
dalamnya masyarakat yang sebagian besar tinggal di pedesaan yang taraf kehidupan dan pendidikannya rendah..
Seiring dengan krisis yang terjadi,
jumlah penduduk yang miskin pun meningkat cukup drastis pada periode 1996-1999
sebesar 13,96 juta karena krisis moneter, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996
menjadi 47,97 pada tahun 1999. Dengan
kata lain, presentase penduduk miskin
meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode sama yaitu
1996-1999.[1]
Sepuluh tahun sudah berlalu sejak krisis
moneter Oktober 1998 melanda bangsa ini, tetapi krisis belum juga berlalu.
Badan Pusat Statistik secara resmi menerbitkan artikel dengan judul “Tingkat
Kemiskinan di Indonesia Tahun 2005-2006“ yang mengatakan:
Jumlah penduduk Indonesia yang miskin (penduduk
yang berada dibawah garis kemiskinan) pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta
jiwa (17,75 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005
yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen), berarti jumlah penduduk miskin
meningkat sebesar 3,95 juta. Presentase
kemiskinan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan pada bulan Maret
2006, sebagian besar (63,41 persen) penduduk miskin berada di wilayah pedesaan[2].
Berkaitan
dengan hal di atas, timbullah kerinduan dan harapan penulis yaitu: saatnya kini Lembaga Pelayanan Kristen juga
harus proaktif mengambil bagian dalam memulihkan keadaan negara ini dan ikut
serta dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya (jasmani dan rohani). Karena
hal ini bukan semata tugas pemerintah, tetapi Lembaga Pelayanan Kristen sebagai
bagian dari bangsa ini juga harus berperan aktif di dalamnya.
Jadi
selayaknyalah Lembaga Pelayanan Kristen dapat menerapkan prinsip:
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah:
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah
tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab pada nabi (Matius 22:37-40)
Artinya
kehadiran Lembaga Pelayanan Kristiani mampu memenuhi harapan Tuhan Yesus yaitu
memberi makan kepada mereka yang lapar, memberi pakaian kepada mereka yang
telanjang, memberikan tumpangan kepada mereka yang membutuhkan tumpangan dan
mengunjungi mereka yang dipenjara - kerena “sesungguhnya
segala sesuatu yang kami lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang
paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku“ (Matius 25:40)
Berdasarkan masalah dan krisis yang sedang
dialami bangsa Indonesia, maka sudah selayaknya Lembaga Pelayanan Kristen yang
ada mampu menjadi saksi dengan menghadirkan pelayanan yang konstektual sesuai
dengan situasi yang mengharuskannya.
1.2.
Rumusan
Masalah
Setelah memperhatikan keadaan bangsa Indonesia sekarang ini, maka
penulis ingin memaparkan:
1.
Peran dan pelayanan apa saja yang harus di lakukan oleh
lembaga pelayanan kristen dalam membantu mengentaskan kemiskinan dan
ketertinggalan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat pedesaan dan
langkah-langkah apa yang akan ditempuh untuk mempersempit kesenjangan yang
terdapat antara masyarakat kota
dan masyarakat pedesaan.
2.
Sejauh mana pendekatan prinsip-prinsip teologis dapat
diterapkan dalam menyelesaikan problem masyarakat pedesaan?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.
Memberikan dasar Alkitabiah kepada lembaga pelayanan
kristiani di Indonesia
tentang peranannya sebagai umat Allah dalam membantu mengatasi problem
masyarakat pedesaan.
2.
Memberikan wawasan dan sumbangsih kepada lembaga
pelayanan Kristen untuk tanggap terhadap krisis yang sedang melanda bangsa ini
khususnya dalam menangani kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat pedesaan.
1.4. Pembatasan Masalah
Melihat cukup banyak dan luasnya permasalahan yang berkait pelayanan
pedesaan, maka di dalam penulisan ini penulis akan membatasinya dalam hal bagaimana
lembaga pelayanan kristen mengambil peran dalam penanggulangan krisis
kemiskinan di wilayah pedesaan khususnya dalam hal peningkatan sumber daya
manusia, dengan menyiapkan tenaga-tenaga terampil, terlatih untuk membangun dan
memberdayakan masyarakatnya dalam hal jasmani dan rohani. Karena dengan
meningkatnya kualitas sumber daya manusia diharapkan dapat merubah semua sendi
kehidupan masyarakat pedesaan.
1.5.
Metode
Penulisan
Penelitian dan pengumpulan data-data yang diperlukan
dalam tesis ini dilakukan berdasarkan kajian pustaka, penelitian langsung di
lokasi dan dari nara
sumber yang bisa dipertanggung jawabkan keakuratannya.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam
penulisan tesis ini penulis membuat sistematika penulisan dalam bab-bab sebagai
berikut:
Bab
I, penulis akan menyajikan bahasan antara lain: alasan pemilihan judul, rumusan
masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika
penulisan dari tesis ini.
Bab
II, penulis akan menyajikan berbagai pengertian dan potret pedesaan dan
permasalahan yang dihadapai masayarakatnya, dari segi jasmani dan rohani.
Bab
III, penulis akan membahas tinjauan Alkitab tentang orang miskin, sejarah
gereja dalam melayani orang miskin dan pelayanan holistik Lembaga Pelayanan Kristiani,
bagaimana pelayanannya, dasar-dasar pelayanan serta tujuan pelayanan. Dan
menganalisa secara umum strategi pelayanan lembaga kristen yang sudah ada.
Bab
IV, penulis akan menjabarkan beberapa strategi untuk membantu lembaga pelayanan
kristen dalam menjangkau, membangun dan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat
pedesaan.
Bab
V, terdiri dari dua sub, yang pertama berisi kesimpulan dari penulisan,
sedangkan sub bab kedua berisi saran-saran yang memuat pertimbangan penulis.
[1]
Anonimus, “Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia, 1996-2005,” Berita Resmi Statistik, No.47/IX/1
Sepetember 2006, 2 (www.bps.go.id/releases/files/kemiskinan-01
sep06.pdf.)
[2] Anonimus, “Perkembangan Tingkat Kemiskinan”, 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar