30 September 2012

Tak Mengembang dan Tak Meleset/Diselamatkan oleh Anugerah

SEKOLAH TINGGI ALKITAB TIRANUS
Mata Kuliah : Soteriologi dan Kehidupan Kristen
Dosen : Mika Sulistiono
Tugas : Analisis Buku
Nama : Adrianus

Buku tak mengembang dan tak meleset memberikan informasi yang sangat
penting, supaya setiap orang percaya tidak hanya puas karena sudah
diselamatkan, tetapi orang percaya juga harus memahami dengan benar
kepercayaannya di dalam Kristus. Dengan memiliki pemahaman yang benar
akan membuat imannya semakin teguh dan dapat menyaksikan imannya itu
kepada orang lain.
Dalam penguraiannya, penulis selalu berangkat dan berpatokan pada
Alkitab. Penulis menguraikan dari hal-hal yang paling dasar yaitu
bagaimana sikap seseorang supaya Kristus bisa masuk ke dalam hatinya.
Sikap pertama yaitu harus terbuka, penulis menguraikan hal ini dengan
mengambil peristiwa dalam Lukas 23. Sikap terbuka sangat penting,
karena Yesus hanya mau berbicara kepada orang yang terbuka. Contoh
dalam hal ini adalah dua penjahat yang disalib bersama Yesus mengalami
nasib yang berbeda, satu binasa karena tertutup dan satunya selamat
karena hatinya terbuka dan bersedia mendengarkan Yesus, mengaku orang
berdosa yang tidak mampu menyelamatkan dirinya dan membutuhkan
keselamatan dari Yesus. Lebih dalam lagi penulis menjelaskan bahwa
sikap membuka hati tidak cukup, tetapi yang lebih utama adalah
mengenal siapa Yesus, kita harus sadar bahwa Yesus di salib untuk
menanggung dosa kita dan merelakan Yesus masuk ke dalam kehidupan
kita.
Langkah awal untuk menuju keselamatan adalah pertobatan. Pertobatan
berarti menyesali perbuatan yang buruk dan mengambil suatu keputusan
untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Penyesalan harus
benar-benar dilakukan bukan dengan kepura-puraan, karena penyesalan
yang hanya pura-pura sama dengan menipu diri sendiri. Pertobatan yang
dipenuhi dengan kepura-puraan bukan pertobatan yang menyelamatkan.
Pertobatan yang benar adalah menyadari bahwa dirinya sudah rusak total
karena dosa, tidak lagi melihat sesuatu faedah dalam dirinya yang
berguna bagi Allah. Pertobatan yang benar adalah pertobatan yang tidak
menuntut syarat. Jadi langkah pertama untuk menuju keselamatan bukan
perbaikan hidup, melainkan pertobatan yaitu kesadaran bahwa seluruh
hidupnya telah ternoda oleh dosa. Tetapi harus diingat bahwa
pertobatan dengan sendirinya tidak dapat menyelamatkan. Pertobatan
barulah langkah awal menuju keselamatan.
Untuk memperoleh keselamatan/hidup kekal seseorang harus mengalami
kelahiran baru. Kelahiran baru mutlak dibutuhkan oleh siapapun juga,
tak peduli betapa salehnya seseorang. Kelahiran baru tidak dapat
dilakukan oleh manusia, tetapi sesuatu pemberian Allah atau kelahiran
baru datangnya dari Allah dan dikaruniakan oleh Allah. Untuk menerima
kelahiran baru syaratnya hanya menerima dan percaya kepada Yesus
Kristus. Dengan menerima dan percaya kepada Yesus maka Allah akan
mengubahkan tabiat kita yang lama menjadi manusia baru yang didiami
oleh Roh Allah. Jadi keselamatan hanya anugerah dari Allah, kebaikan
pribadi dan perbuatan-perbuatan baik tidak akan pernah menyelamatkan.
Usaha apapun yang kita lakukan tidak akan pernah mencapai norma yang
ditentukan oleh Allah. Kita diselamatkan oleh iman, bukan atas
kebaikan kita, dan juga bukan atas perbuatan baik kita. Kita
diselamatkan karena kekayaan kasih Allah yang dilimpahkan kepada kita
dalam Yesus Kristus. Tidak ada seorang manusia, siapapun yang memenuhi
persyaratan Allah. Keselamatan kita terjamin oleh iman, bukan
berdasarkan perbuatan.
Orang yang sudah diselamatkan oleh anugerah wajib melakukan perbuatan
baik dan perbuatan baik harus menjadi kebiasaan hidup orang yang sudah
lahir baru. Seseorang yang sudah percaya dan dilahirbarukan mempunyai
segala hak sebagai anak Allah. Pertanyaannya, apakah seseorang yang
sudah dilahirbarukan masih memiliki kemungkinan untuk jatuh?,
kemungkinan itu ada, tetapi tidak akan mempengaruhi statusnya sebagai
orang yang sudah diselamatkan. Harus dipahami bahwa rohani kita sudah
diselamatkan, tetapi tubuh kita masih bertempat tinggal dalam dunia
yang penuh dosa. Hati kita telah disucikan, tetapi lingkungan kita
masih tetap sama.
Untuk mengetahui kepastian keselamatan, maka seseorang harus menguji
dirinya berdasarkan Firman Allah (Alkitab) bukan berdasarkan perasaan.
Alkitab mengatakan bahwa satu-satunya syarat untuk diselamatkan adalah
percaya kepada Yesus Kristus. Syarat Alkitab hanyalah percaya dengan
pengakuan aktif. Seseorang yang percaya Yesus adalah Juruselamat
satu-satunya dan menyambut Yesus dalam kehidupannya, orang itu sudah
selamat walaupun belum menyatakan buah kemenangan dan kesucian hidup.
Jadi tidak ada syarat dalam Alkitab bahwa seseorang harus berhenti
berdosa supaya diselamatkan. Kesucian merupakan buah iman bukan syarat
supaya selamat. Hanya Alkitab yang layak dijadikan dasar penilaian
kebenaran. Jika kita mendalami Firman Allah pasti kita tidak akan ragu
akan keselamatan kita, tetapi sebaliknya memiliki kepastian
keselamatan.
Tanda bahwa seseorang telah diselamatkan adalah Orang tersebut
mengalami perubahan hidup. Perubahan itu terjadi tidak terlepas dari
peranan dari Roh Kudus. Ketika kita percaya Yesus maka kita
dimateraikan dengan Roh Kudus. Roh Kudus bekerja tetap bertalian
dengan Alkitab, setiap kita membaca Alkitab Roh Kudus bersaksi dalam
hati kita. Bukti bahwa kita telah diselamatkan tidak dilihat dari
kesempurnaan hidup, melainkan pembaharuan hidup. Dasar kepastian
satu-satunya adalah Alkitab yang dimateraikan dalam hati kita oleh Roh
Kudus. Jika kita meragukan dan tidak mempercayai Alkitab, berarti kita
juga memperlakukan Allah sebagai pendusta karena memberi berita bohong
dalam Alkitab.
Orang yang sudah mendapatkan keselamatan dalam Yesus tidak secara
otomatis hidupnya tanpa tantangan. Justru orang Kristen yang mau
menikmati kemenangan dalam Kristus harus belajar menghadapi kenyataan
hidup. Kunci untuk memperoleh kemenangan yaitu haruslah kita bersandar
sepenuhnya pada Yesus.
Bagi saya, apa yang dikemukakan oleh penulis dalam buku ini, akan
sangat menolong dalam membimbing pembaca untuk memiliki pemahaman yang
benar tentang imannya kepada Yesus Kristus. Apa yang dibahas dalam
buku ini sangat relevan dengan kondisi yang dialami oleh orang-orang
Kristen pada umumnya. Jika kita berbicara tentang kepastian
keselamatan masih banyak orang Kristen yang masih ragu-ragu tentang
keselamatannya. Umumnya mereka membandingkan keselamatan dengan pola
hidupnya yang masih "tidak hidup suci", atau sebaliknya mengukur
keselamatannya berdasarkan hasil perbuatannya. Dengan membaca buku
ini, pemahaman-pemahaman seperti itu akan terjawab. Saya menilai apa
yang diungkapkan penulis dalam buku ini sangat Alkitabiah karena
setiap persoalan selalu dikaitkan dengan Alkitab.

Buku: Diselamatkan Oleh Anugerah
Oleh: Anthony A. Hoekema
Buku ini membahas tentang soteorologi atau doktrin keselamatan.
Soteorologi yang dibahas dalam buku ini lebih ke arah teologi Injili,
di mana penekanannya ke perspektif Reformed atau Calvinistis. Beberapa
penekanan-penekanan di dalam teologi Reformed yaitu: walaupun
keputusan manusia memainkan peranan yang signifikan dalam proses
keselamatan, tetapi faktor utama yang menentukan seseorang
diselamatkan bukanlah keputusan seseorang tetapi kedaulatan anugerah
Allah. Keselamatan seseorang tidak diukur berdasarkan kebaikan, tetapi
semata-mata berdasarkan kerelaan kehendak-Nya. Anugerah Allah yang
menyelamatkan tidak bersifat universal, tetapi partikular (tertentu) ,
yaitu dikaruniakan hanya kepada kaum pilihan Allah (mereka yang telah
dipilih-Nya di dalam Kristus untuk beroleh keselamatan). Keselamatan
bersifat efektif dan tidak akan hilang, dalam arti Allah tidak akan
membiarkan orang-rang pilihan-Nya kehilangan keselamatan mereka,
dengan kata lain Allah yang memegang orang-orang percaya, bukan orang
percaya yang berpegang pada Allah. Hal-hal inilah yang akan membentuk
seluruh alur pemikiran dalam teologi Reformed.
Manusia adalah ciptaan yang secara mutlak bergantung kepada Allah,
tetapi manusia juga pribadi yang membuat keputusan yang bertanggung
jawab. Orang-orang percaya yang telah mendapat anugerah keselamatan
memiliki tanggung jawab di dalam proses keselamatan mereka. Jika
demikian halnya, akan muncul suatu persoalan, bagaimana menyelaraskan
kedua hal ini yaitu: di satu sisi Allah yang harus menguduskan kita
secara keseluruhan, tetapi di sisi lain kita harus mengerjakan
keselamatan kita. Allah yang memiliki kedaulatan atas hidup kita,
mengarahkannya sesuai kehendak-Nya, tetapi kita juga diharuskan untuk
membuat keputusan kita sendiri dan harus bertanggung jawab atasnya.
Untuk menjawab persoalan seperti ini, kita harus kembali ke Alkitab
sebagai titik ukur pemikiran kita. Alkitab mengajarkan kedua-duanya,
misalnya: Alkitab dengan jelas mengajarkan mengenai kedaulatan Allah
(Amsal 21:1; Ef. 1:11; Rm. 9:21). Alkitab juga dengan jelas
mengajarkan mengenai tanggung jawab manusia (Yoh.3:36; Mat.16:2;
Why.22:12). Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah kita dapat
dikatakan setia kepada ajaran Alkitab jika kita berpegang kepada
keduanya, tetapi karena Allah adalah pencipta dan kita ciptaan-Nya,
maka Allah-lah yang lebih utama, kita harus menyadari bahwa faktor
yang paling menentukan di dalam proses keselamatan kita adalah
anugerah Allah yang berdaulat. Seringkali pemahaman kita yang terbatas
tentang Allah, membuat kita bersikap berat sebelah yang hanya
menekankan semata-mata pada kedaulatan Allah yang akan menimbulkan
kesan bahwa Allah menyelamatkan umat-Nya seperti komputer
mengendalikan robot-robot. Demikian juga sebaliknya penekanan yang
semata-mata hanya ditujukan pada tanggung jawab manusia akan
menghasilkan Allah yang sepenuhnya bergantung pada keputusan manusia,
tanpa memiliki kendali sedikitpun atas manusia. Pemahaman soteorologi
seperti ini tidak sesuai dengan ajaran Alkitab.
Jika Soteorologi dikaitkan dengan doktrin mengenai manusia, maka akan
muncul pandangan yang berbeda, seperti Seteorologi Palagian, yang
mengajarkan bahwa manusia dilahirkan di dalam suatu kondisi moral dan
rohani yang netral sehingga mereka tidak perlu diregenerasi, dan hanya
perlu dilatih dengan benar dan diberikan teladan-teladan yang benar.
Lain halnya dengan soteriologi Semi-Pelagian, yang mengajarkan bahwa
natur manusia setelah jatuh hanya bobrok sebagian, di mana manusia
tidak mati di dalam dosa dan hanya sakit, sehingga manusialah yang
harus mengambil langkah awal di dalam regenerasi, dan dapat kehilangan
keselamatan setelah menerimanya. Kedua pandangan ini tidak melihat
natur manusia yang sudah jatuh rusak total, berbeda dengan pandangan
Soteorologi Reformed, yang mengajarkan bahwa natur manusia setelah
kejatuhan mengalami kerusakan total dan menyeluruh, dan perlu
diregenerasi atau diberikan kehidupan rohani yang baru oleh tindakan
anugerah yang merupakan karya Allah semata, dan keselamatan yang
dikaruniakan oleh Allah tidak mungkin hilang.
Roh Kudus sangat berperan dalam proses keselamatan kita yaitu untuk
menyatukan kita dengan Kristus. Regenerasi atau kelahiran baru yang
kita alami adalah karya Roh Kudus. Dalam Efesus 4:30, Roh Kudus adalah
materai final dari keselamatan kita. Untuk lebih jauh memahami
bagaimana peranan Roh Kudus dalam proses keselamatan, maka harus
dihubungkan dengan pengajaran Alkitab tentang karunia Roh dan buah
Roh. Masalah karunia Roh ini memunculkan beberapa perbedaan pandangan
di antara teolog, semua setuju bahwa karunia-karunia non mujizat masih
ada saat ini, tetapi karunia-karunia yang bersifat mujizat ada yang
mengatakan masih terjadi, dan ada juga yang mempertanyakan. Para
teolog yang mempertanyakan, mereka memberi alasan bahwa
karunia-karunia mujizat seperti penyembuhan dan berbahasa lidah tidak
disebutkan dalam daftar karunia-karunia Roh (Rom.12:6-8) yang
dinasehati oleh Paulus. Perbedaan pandangan seperti ini masih menjadi
polemik dalam gereja masa kini. Para teolog dapat mengatakan bahwa
tidak ada lagi karunia-karunia yang berbentuk mujizat, tetapi tidak
dapat disangkal Allah terkadang menjawab doa-doa umatnya dengan cara
mujizat. Apa yang terjadi di gereja-gereja di Amerika Latin, di mana
terjadi banyak mujizat penyembuhan yang menjadi jawaban doa. Bagaiman
kita menjawab kejadian seperti ini?
Demikian juga halnya dengan peran medis dalam proses kesembuhan, kita
harus memahami bahwa terjadi kombinasi antar medis dan doa untuk
meperoleh kesembuhan, kalau kita mengabaikan medis berarti kita
mengabaikan apa yang telah disediakan Allah, dan ini merupakan
ketidaktaatan kepada Allah. Paradigma yang selalu menghubungkan
penyakit dengan dosa, perlu pencerahan karena tidak semua penyakit
disebabkan oleh dosa tertentu yang dipernah dilakukan. Jadi ketika
kita mendoakan orang sakit dan tidak sembuh, kita tidak boleh berkata,
dia tidak cukup beriman. Perlu kita pahami bahwa tujuan utama dari doa
adalah untuk keselamatan jiwanya, menguatkan dia supaya tetap teguh
dalam menghadapi penyakitnya, apakah sembuh atau tidak keputusan semua
di tangan Tuhan, kehendak Tuhan yang jadi.
Karunia-karunia Roh dengan buah Roh saling berhubungan dan tidak
terpisah. Orang yang sudah dimerdekakan harus menghasilkan buah-buah
Roh. Buah Roh memiliki peran yang penting dalam kehidupan orang
percaya. Menarik apa yang dikatakan penulis dalam buku ini, kita dapat
diselamatkan tanpa mendapatkan banyak karunia, tetapi kita tidak dapat
diselamatkan tanpa buah Roh. Ini jelas memeperlihatkan bahwa buah Roh
memiliki peran yang sangat penting. Dapat disimpulkan bahwa, kita
memerlukan baik karunia-karunia maupun buah Roh, tetapi kita tidak
pernah boleh mencari karunia-karunia tersebut terpisah dari buah Roh.
Terdapat perbedaan pandangan yang berbeda dikalangan orang Kristen
tentang babtisan Roh, ada yang berpandangan bahwa babtisan Roh berbeda
dengan proses regenerasi, babtisan Roh baru terjadi setelah
regenerasi. Itu sah-sah saja, tetapi kita harus melihat apa yang
Alkitab katakan, tentang doktrin babtisan Roh Kudus tidak ada dasar
Alkitabiah untuk mendukungnya. Apa yang dikatakan Alkitab bahwa
babtisan Roh identik dengan regenerasi, kita telah dibabtis dengan Roh
Kudus saat kita mengalami regenerasi. Orang yang sudah dibabtis dengan
Roh, hidupnya harus dipenuhi dengan Roh, dalam arti semakin sempurna,
hidup oleh kekuatan Roh, dan bersandar kepada Tuhan.
Alkitab mengajarkan bahwa hanya melalui Roh Kudus kita dapat menjadi
satu dengan Kristus, tanpa kita menjadi satu dengan Kristus kita belum
diselamatkan dan belum berada di dalam kesatuan denganNya. Pemilihan
Allah atas umatNya sudah terjadi sebelum alam semesta diciptakan.
Allah memilih kita untuk diselamatkan bukan karena perbuatan baik yang
dilihatNya di dalam diri kita sebelumnya, tetapi hanya berdasarkan
kesatuan kita dengan Kristus yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
Dia. Kesatuan antara Kristus dan umatNya telah direncanakan di dalam
kekekalan, dengan kata lain, mereka yang dipilih untuk diselamatkan
tidak pernah dipikirkan oleh Bapa terpisah dari Kristus. Jadi Kristus
tidak bisa dipikirkan terpisah dari umatNya, demikian juga umatNya
terpisah dariNya. Kesatuan dengan Kristus dimulai pada saat regenerasi
terjadi, di mana kesatuan antara Kristus dan umatNya secara aktual
dibangun.
Setelah mengalami regenerasi dan menjadi satu dengan Kristus, maka
tugas kita sebagai umatNya adalah menjalankan Amanat Agung Tuhan
Yesus. salah satu sarana yang dipakai Tuhan untuk membawa orang-orang
kepada keselamatan adalah penyampaian Injil. walaupun terdapat
perbedaan pandangan di antara denominasi, tetapi satu hal yang harus
tetap dipegang bahwa di dalam menyampaikan Injil kita harus tetap
setia kepada Alkitab. Tugas kita menyampaikan Injil, Allah sendiri
yang memampukan pendengar Injil untuk bertobat dan percaya. Panggilan
Injil bersifat universal, Perjanjian Baru dengan jelas mengajarkan
bahwa panggilan atau seruan Injil datang kepada semua orang (Luk.
14:16-24; Mat. 28:19-20; Mat.11:28; Kis 1:30; Why. 22:1). Hoeksema
berpendapat lain yaitu panggilan Injil bukan tawaran anugerah dan
keselamatan secara universal, tetapi partikuler, panggilan Injil hanya
berlaku bagi kaum pilihan. Hoeksema melihat adanya inkonsistensi
antara ajaran mengenai tawaran Injil dan doktrin penebusan terbatas.
Disatu sisi percaya pada penebusan terbatas dan bahwa Kristus hanya
mati bagi orang pilihan, akan tetapi disisi lain, mereka juga
menegaskan bahwa Allah secara tulus dan dengan maksud baik menawarkan
keselamatan bagi semua manusia. Bagi Hoeksema, mustahil untuk
menggabungkan kedua doktrin ini, karena keduanya saling
berkontradiksi. Apa yang Alkitab katakan tentang panggilan Injil:
Allah serius dan sungguh-sungguh menginginkan keselamatan semua orang
yang mendengarkan Injil, termasuk mereka yang tidak termasuk kaum
pilihanNya. Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan
supaya semua orang berbalik dan bertobat. Allah ingin supaya semua
orang yang mendengarkan Injil datang dan diselamatkan. Namun Alkitab
juga mengajarkan bahwa Allah telah menetapkan atau memilih umatNya di
dalam Kristus sebelum penciptaan dunia. Keduanya harus kita pegang
karena itulah yang Alkitab katakan, walaupun dari kacamata kita
sebagai manusia terbatas tidak mungkin menyatukan keduannya.
Bagaimana respon seseorang setelah mendengar panggilan Injil. Fakta
menyatakan bahwa ketika kita menyampaikan Injil, tidak semua orang
menyambut keselamatan ini, sejumlah orang menerimanya, tetapi lainnya
menolak. Dalam hal ini kita yang perlu ditanyakan adalah, apakah dalam
merespon panggilan Injil manusia punya andil atau hanya semat-mata
karena campur tangan Tuhan untuk memilih seseorang. Alkitab
mengajarkan tentang panggilan efektif, di mana Allah secara efektif
memapukan kita untuk menanggapi panggilan Injil. Namun, persoalan ini
telah menimbulkan sejumlah keberatan, misalnya: jika hanya orang yang
dipanggil secara efektif yang dapat menanggapi panggilan Injil, buat
apa lagi kita berkotbah dan bermisi? Keberatan lain, jika Allah telah
menentukan orang yang diselamatkan, orang yang menolak Injil akan
memberi alasan dengan mengatakan bahwa mereka tidak dipanggil yang
pada akhirnya mereka akan menyalahkan Allah, karena Allah dianggap
tidak adil. Jika hanya Allah yang berperan dalam keselamatan kita,
bukankah Allah memperlakukan kita seperti robot? Untuk menjawab
keberatan-keberatan ini kembali kepada pandang seseorang terhadap
kondisi natural manusia setelah kejatuhan. Jika seseorang percaya pada
pandangan Pelagian, Semi Pelagian, Armenian, maka panggilan efektif
tidak diperlukan, sebaliknya jika seseorang percaya pada pandangan
Reformed maka akan membutuhkan panggilan efektif dari Allah.
Kejatuhan menyebabkan manusia mengalami kerusakan total, sehingga
memerlukan regenerasi. Regenerasi merupakan karya Allah sendiri yang
berasal dari Allah. Regenerasi sangat diperlukan, jika seseorang ingin
melihat Kerajaan Allah. Seseorang yang telah mengalami regenerasi
tidak akan terus menerus hidup dalam dosa (1 Yoh. 3:9) dan orang yang
telah diregenerasikan akan dijaga sedemikian oleh Kristus, sehingga
tidak akan berpaling dari imannya. Dalam proses regenerasi manusia
hanya bersikap pasif secara total, semua dilakukan oleh Allah. Jadi
regenerasi bukan merupakan hasil kerjasama manusia dengan Allah,
tetapi suatu karya di mana hanya Allah sebagai pelaku tunggalnya.
Konversi adalah tindakan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang
yang telah mengalami regenerasi di mana dia berpaling kepada Allah di
dalam pertobatan dan iman. Konversi merupakan langkah di dalam proses
keselamatan. Setiap orang akan mengalami konversi yang berbeda-beda.
Konversi yang dialami oleh Petrus, berbeda dengan konversi yang
dialami oleh Paulus. Jadi kita tidak dapat menetapkan pola konversi
yang sama untuk semua orang, karena ini akan sangat berbahaya dan
bertentangan dengan Alkitab. yang paling penting dari konversi bukan
cara terjadinya atau waktu terjadinya, melainkan kesejatiannya.
Salah satu aspek dari konversi adalah pertobatan. Pertobatan adalah
suatu tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang yang telah
diregenerasi untuk berbalik dari dosa kepada Allah di dalam suatu
perubahan kehidupan sepenuhnya. Pertobatan merupakan karya Allah dan
juga sebagai karya manusia. Orang-orang berdosa harus bertobat, dan
dalam pertobatan itu Allah-lah yang memampukan mereka untuk bertobat.
Tugas kita sebagai orang percaya adalah memanggil orang-orang kepada
pertobatan dan konversi, tetapi harus kita sadari bahwa hanya Allah
yang dapat memampukan mereka untuk bertobat. Tugas pokok kita adalah
mendesak orang-orang kepada pertobatan, dan Allah yang berdaulat
mengaruniakan kepada orang tersebut karunia pertobatan yang memampukan
untuk berbalik kepada Allah.
Alkitab mengatakan bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman dan bukan
oleh perbuatan-perbuatan berdasarkan hukum taurat. Tetapi iman yang
sejati adalah iman yang menyatakan dirinya di dalam kasih dan
kehidupan yang benar. Iman adalah sesuatu yang dikaruniakan atau
diberikan secara Cuma-Cuma kepada kita oleh Allah. Jadi kemampuan
seseorang untuk percaya kepada Kristus haruslah dikaruniakan oleh
Bapa, tanpa kemampuan itu, maka tidak ada seorang pun yang mampu untuk
percaya, dan kemampuan itu diberikan melalui kuasa Roh Kudus. Paulus
mengatakan bahwa keselamatan yang kita peroleh adalah karunia Allah
yang diberikan secara Cuma-Cuma, bukan hasil usaha tetapi pemberian
Allah. Seseorang diselamatkan semata-mata oleh anugerah, dan sama
sekali tidak tergantung pada perbuatan baiknya.
Tidak ada orang yang dibenarkan dihadapan Allah dengan jalan menaati
hukum taurat, atau berbuat sesuai dengan hukum taurat, tetapi manusia
dibenarkan hanya oleh karena iman. Pembenaran tidak didapatkan dengan
perbuatan, melainkan hanya oleh iman kepada Yesus Kristus. Jika
demikian halnya, apakah yang dimaksud oleh Yakobus bahwa iman tanpa
perbuatan adalah nol. Disini dapat kita lihat bahwa Yakobus mengatakan
bahwa iman disempurnakan atau dibawa mencapai sasarannya oleh
perbuatan. Jadi seseorang tidak akan dibenarkan hanya oleh iman
semata, melainkan hanya oleh iman yang menyatakan kesejatiannya di
dalam perbuatan-perbuatan. Oleh karena itu, hanya iman saja yang
membenarkan, akan tetapi iman yang membenarkan itu bukanlah iman yang
tanpa perbuatan. Proses pembenaran terjadi satu kali untuk selamanya
ketika seseorang menerima Kristus dengan iman, dan anugerah pembenaran
ini tidak akan hilang. Muncul pertanyaan jika kita dibenarkan satu
kali untuk selamanya, mengapa kita harus mengakui dosa-dosa kita? Jadi
memang pembenaran hanya terjadi satu kali untuk selamanya, tetapi
pengakuan dosa dan doa permohonan bagi pengampunan harus diulangi.
Pengudusan berarti sedang diperbaharui supaya kita semakin meyerupai
Allah, dengan cara mengikuti teladan-Nya. Keserupaan dalam hal
sifat-sifat Allah, bukan dalam hal kemahatahuan, kemahahadiran dan
kemahakuasaan-Nya. Pengudusan bukanlah hal yang kita kerjakan sendiri,
dengan usaha kita sendiri atau dengan kekuatan kita sendiri.
Pengudusan bukanlah aktivitas manusia, melainkan suatu karunia ilahi.
Walaupun demikian, pengudusan juga meliputi partisipasi penuh tanggung
jawab dari kita. Allah tidak akan pernah mengizinkan orang-orang yang
telah dikarunia iman sejati untuk meninggalkan iman-Nya. Kenyataan
banyak orang yang dianggap sebagai orang Kristen yang sejati tetapi
kemudian menjadi murtad, namun kita harus berasumsi bahwa kelak Allah
akan membawa mereka kembali, jika memang dipilih Allah.
Setelah membaca buku diselamatkan oleh anugerah saya dapat
menyimpulkan bahwa pembahasan dalam buku ini selalu berangkat dari
Alkitab. Setiap persoalan yang dibahas selalu mengacu kepada Alkitab
sebagai dasar untuk mengambil suatu kesimpulan. Dari 13 bab, semua
persoalan yang dibahas, penuis selalu melakukan studi kata untuk
meneliti apa yang Alkitab katakan untuk mendukung kebenaran dari suatu
persoalan yang dibahas. Namun ada juga beberapa persoalan yang
kelihatan kontradiksi sehingga terkadang argumentasi penulis
seakan-akan tidak menjawab suatu persoalan. Kondisi demikian akhirnya
membawa penulis untuk kembali melihat apa yang Alkitab katakan. Jadi
bagi saya buku diselamatkan oleh Anugerah ini pembahasannya sangat
Alkitabiah, karena pembahasan-pembahasannya selalu berangkat dari
Alkitab sebagai dasar pembenaran suatu persoalan.
Dari kedua buku ini, saya menilai bahwa keduanya selalu berdasarkan
Alkitab dalam setiap pembahasannya. Buku Tak Mengembang dan Tak
Meleset lebih simpel dan lebih mudah dipahami, sedangkan buku
Diselamatkan oleh Anugerah pembahasannya lebih mendalam, tetapi kedua
buku ini sama-sama menekankan Allah sebagai pemeran utama dalam proses
keselamatan umat manusia.

Rangkuman Bacaan Alkitab (Ibrani)

SEKOLAH TINGGI ALKITAB TIRANUS
Mata Kuliah : Soteriologi dan Kehidupan Kristen
Dosen : Mika Sulistiono
Tugas : Rangkuman Bacaan Alkitab (Ibrani)
Nama : Adrianus

Dalam kitab Ibrani, Kristus adalah sentralitas dalam menyelamatkan
orang-orang percaya. Pasal pertama menjelaskan bagaimana Allah telah
berfirman dalam berbagai cara kepada nenek moyang kita melalui
perantaraan nabi-nabi-Nya. Pernyataan itu dimulai dari Adam, Tuhan
telah menyatakan bagaimana Kristus akan meremukkan kepala setan (Kej
3:15). Kepada Abraham, Kristus akan datang dari bangsa yang dikepalai
Abraham (Kej 12:1-2). Kepada Yakub, Kristus akan berasal dari suku
Yehuda (Kej 49:10). Kepada Daud, Kristus akan berasal dari keturunan
Daud (Mzm 132:11). Kepada Mikha, Kristus akan lahir di Betlehem (Mi
5:2). Kepada Daniel, Kristus akan disalibkan (Dan 9:26). Kepada
Zakharia, Kristus akan dijual seharga tiga puluh keping perak (Za
11:13). Kepada Yesaya, Kristus akan dianiaya karena dosa kita (Yes
53:7).
Apa yang difirmankan Allah dengan perantraan nabi-nabi dalam
berbagai cara memang benar, tetapi belum genap dan belum sempurna.
Kristus telah dinyatakan dalam Perjanjian Lama dengan ibarat dan
ilustrasi, namun baru digenapi di dalam Perjanjian Baru. Wahyu Allah
menjadi genap dan sempurna di dalam Yesus Kristus. Kristus adalah
sentralitas dari seluruh rencana Allah untuk menyelamatkan umat
manusia. Yesus adalah satu-satunya pengantara antara Allah dan
manusia. Kristus adalah wahyu Allah yang genap dan sempurna dan paling
tinggi di antara segala nabi maupun malaikat-malaikat dan lebih besar
daripada Musa dan Harun. Yesus adalah gambar wujud Allah dan setara
dengan Allah. Nabi-nabi, Musa dan Harun tidak sempurna, tetapi Yesus
sempurna dan tidak bercacat cela. Penulis surat Ibrani meyakinkan
pembacanya bahwa Yesus Kristus adalah pusat dari keselamatan.
Malaikat-malaikat dan nabi-nabi hanya sarana yang dipakai Allah untuk
menyatakan kedatangan Juruselamat yang sempurna yaitu Yesus Kristus.
Yesus datang untuk mengerjakan keselamatan yang besar. Orang yang
percaya kepada-Nya akan diselamatkan dan memasuki hidup berkemenangan
di dalam Yesus Kristus. Orang yang masuk ke tempat perhentian di dalam
Kristus hanya melalui iman kepada Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah
Imam yang lebih tinggi dari pada Imam Harun. Yesus Kristus adalah Imam
Besar yang sempurna. Imamat Harun tidak sempurna dan tidak kekal
karena ia sendiri masih berdosa, tetapi sebaliknya Yesus Kristus tidak
berdosa malah Dia sendiri menjadi "korban karena dosa". Imamat Harun
hanya mengibaratkan pekerjaan Kristus, tetapi pekerjaan Kristus adalah
korban yang benar, sempurna dan kekal. Hanya Yesus Kristus
satu-satunya pintu menuju kepada Bapa dan hanya Yesus Kristus saja
yang memenuhi syarat-syarat untuk menjadi Imam Besar kita.
Yesus adalah Imam Besar menurut peraturan Melkisedek. Yesus adalah
Iman Besar yang kekal dan sempurna yang tidak menurut peraturan Harun,
tetapi menurut peraturan Melkisedek. Yesus adalah Imam yang kekal dan
sempurna, Yesus lebih besar daripada Melkisedek, sebab Melkisedek
menjadi lambang dari suatu Imamat yang kekal yaitu Imamat Yesus
Kristus. Imamat yang kekal dan sempurna tidak terdapat di dalam Imamat
Harun, tetapi terdapat di dalam satu Pribadi yaitu Yesus Kristus.
Yesus Kristus lebih tinggi dari pada Harun dan Imamat-Nya lebih unggul
daripada imamat Lewi. Yesus Kristus adalah imam yang sempurna.
Taurat yang menjadi dasar imamat Harun tidak mempunyai kekuatan dan
tidak dapat membawa kita kepada keadaan dibenarkan dan dikuduskan di
hadapan Allah. Taurat tidak membawa apa-apa kepada kesempurnaan,
karena Taurat hanya lambang pekerjaan Kristus. Hanya di dalam Yesus
Kristus kita mempunyai pengharapan yang lebih baik dan keselamatan
yang sempurna serta kekal selama-lamanya. Imamat Lewi dan Taurat tidak
tetap dan tidak sempurna, karena itu harus dibatalkan.
Perjanjian Lama (Hukum Taurat) merupakan bayangan dari segala berkat
yang akan datang dalam Perjanjian Baru. Segala berkat yang akan datang
diberikan oleh Yesus Kristus. Taurat hanyalah bayangan dari berkat
yang sesungguhnya yang akan dinyatakan di dalam Injil Yesus Kristus.
Yesus adalah pengantara dari perjanjian yang baru. Perjanjian yang
baru digenapkan Yesus di atas kayu salib. Perjanjian yang baru itu
lebih unggul daripada perjanjian yang pertama, karena perjanjian yang
pertama bercacat dan tidak sempurna dan bersifat sementara yang
dinyatakan di dalam perjanjian baru sebagai anugerah Allah untuk
selama-lamanya. Dalam diri Yesus Kristus wahyu dari Allah sudah
disempurnakan.
Tabiat manusia yang berdosa membuat manusia jauh dari Allah dan tidak
dimiliki sepenuhnya oleh Allah. Manusia yang berdosa harus dikuduskan
supaya menjadi milik Allah sepenuhnya. Hanya korban Yesus Kristus yang
dilakukan satu kali untuk selama-lamanya, korban itulah yang dapat
memulihkan hubungan manusia dengan Allah.

Keunggulan dan kekayaan karya kristus dalam menyelamatkan manusia
Keunggulan pekerjaan Kristus dalam menyelamatkan manusia adalah
sesuatu yang luar biasa. Dalam wujudnya sebagai Allah, Ia menjelma
menjadi manusia dan menyatakan diri-Nya kepada manusia yang berdosa,
Dia yang tidak berdosa mau menjadi korban penebus dosa orang yang
percaya kepada-Nya. Kristus yang adalah Allah yang tidak berdosa telah
merendahkan diri-Nya dan mati di kayu salib demi menebus dosa orang
percaya. Dalam karya penebusannya Kristus tidak menggunakan binatang
sebagai korban penghapus dosa, tetapi Dia mempersembahkan diri-Nya
sendiri untuk menjadi korban penghapus dosa. Kematian-Nya tidak
seperti kematian orang-orang biasa. Kematian-Nya dengan kesakitan yang
hebat, kesengsaraan batin dan jiwa dan kesakitan badani. Kematian-Nya
adalah korban dosa-dosa manusia supaya Ia memenangkan kembali
kemuliaan dan kehormatan bagi manusia yang percaya, yang telah
kehilangan kemuliaan karena Adam.
Karya Kristus untuk menyelamatkan manusia dicapai melalui
penderitaan, dalam ketaatan-Nya keselamatan manusia menjadi sempurna.
Keselamatan dalam Yesus Kristus adalah kekal dan sempurna karena hanya
dilakukan satu kali untuk selamanya melalui pengorbanan Yesus Kristus
di kayu salib. Pengorbanan-Nya telah menyempurnakan untuk
selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan. Sedangkan apa yang dilakukan
oleh imam Harun harus diulangi tiap-tiap tahun dan apa yang dilakukan
imam Harun tidak dapat menghapus dosa atau menghilangkan dosa, tetapi
pengorbanan yang dilakukan oleh Yesus Kristus akan melepaskan orang
dari dosa. Yesus adalah imam yang sempurna, Ia tidak berdosa sehingga
tidak usah mempersembahkan korban untuk diri-Nya, tetapi mengorbankan
diri-Nya untuk orang lain. Iman-imam keturunan Harun mempersembahkan
darah binatang, tetapi Yesus mempersembahkan darah-Nya sendiri. Tanpa
darah Yesus tidak ada pengampunan dosa dan tidak ada penyucian diri
dan hati. Darah Yesus yang tertumpah dari kayu salib, itulah yang
membuat orang yang percaya kepada-Nya dapat menghampiri Allah. Darah
Yesus telah menyucikan sehingga orang yang percaya kepada-Nya dapat
masuk ke tempat yang mahakudus. Oleh darah-Nya, surga disediakan bagi
orang yang percaya kepada-Nya dan oleh darah-Nya orang percaya
dibangkitkan dan tinggal bersama Yesus untuk selama-lamanya. Dengan
demikian Darah Yesus memiliki kekayaan dan jauh lebih unggul daripada
darah binatang yang dipersembahkan oleh imam-imam keturunan Lewi.
Pengorbanan Yesus memiliki keunggulan dibanding dengan korban-korban
yang dilakukan oleh keturunan Harun. Korban yang dilakukan keturunan
Harun hanya menyucikan secara lahir dan tidak sampai kepada batin.
Korban Yesus menyucikan roh dan batin orang. Pengorbanan Yesus untuk
menyelamatkan umat manusia jauh lebih unggul dibanding dengan apa yang
dilakukan oleh imam-imam keturunan Harun. Korban Kristus adalah atas
kehendak-Nya sendiri sedangkan korban-korban Harun bukan atas kehendak
binatang-binatang itu. Korban Kristus adalah korban penghapus dosa,
korban Harun tidak menghapuskan dosa. Karena keunggulan tabiat dan
korban-Nya, maka Allah menetapkan Yesus sebagai pengantara perjanjian
baru.
Perjanjian yang lama (Taurat) bagi segenap kaum secara kelompok
sedangkan perjanjian baru berlaku bagi masing-masing orang secara
pribadi. Perjanjian lama dengan banyak korban dan tidak dapat
menghapus dosa orang, tetapi Yesus Kristus telah menetapkan Perjanjian
Baru dengan hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya untuk
menghapuskan dosa oleh pengorbanan-Nya. Pengorbanan-Nya lewat
kematian di kayu salib berkuasa untuk menghapuskan dosa yang dilakukan
orang sebelum dan sesudah kematian-Nya. Yesus telah mati untuk
orang-orang dalam Perjanjian Lama dan orang-orang dalam Perjanjian
Baru. Pengorbananya mempunyai kuasa untuk menghapus dosa sebelum dan
sesudah kematian-Nya. Pengorbanan Yesus Kristus berlaku bagi semua
orang pada segala masa. Pengorbanan-Nya membuat tiap-tiap orang yang
percaya kepada Yesus dapat menghampiri Allah. Sebelum pengorbanan-Nya
hanya Imam Besar boleh masuk ke tempat Mahakudus.
Dalam Perjanjian Baru hukum Allah ditulis dalam hati umat-Nya untuk
membaharui hati mereka, sehingga dari hati mereka muncul kerinduan
untuk melakukan kehendak Allah. Sedangkan dalam Perjanjian Lama hukum
itu ada di luar mereka, sehingga di dalam hati mereka tidak ada
kerinduan untuk mentaati hukum itu. Puncak dari Perjanjian Baru adalah
persekutuan dengan Allah secara pribadi. Kasih manusia dipusatkan pada
Allah.
Kesempurnaan hanya dapat dicapai melalui iman kepada Yesus Kristus.
Kesempurnaan hanya datang melalui pengorbanan Yesus Kristus. Iman
Yesus Kristus jauh lebih besar daripada imam semua orang dan iman kita
disempurnakan di dalam Yesus Kristus. Pada waktu kita mengalami
kekurangan, kesakitan, penganiayaan dan kesusahan dalam kehidupan,
Tuhan tidak akan meninggalkan kita.
Yesus Kristus adalah Pribadi yang tidak berubah, Ia tetap Allah. Yesus
sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia dalam satu Pribadi

Persoalan-persoalan kritis dalam kitab ini:
Apakah orang yang benar-benar percaya kepada Yesus Kristus tidak akan
murtad? Ketidakpercayaan menyebabkan orang murtad dari Tuhan (3:12)
kata murtad merupakan peringatan kepada jemaat. Jika jemaat tidak
memiliki iman akan mengakibatkan kemurtatan dari Tuhan dan berpaling
dari imannya kepada Yesus Kristus. Penulis surat Ibrani memberitahukan
jalan untuk menghindari kemurtatan, yaitu dengan saling mengasihi dan
saling menasehati setiap hari. Iman kepada Yesus Kristus memberikan
pengharapan sehingga tidak mengalami kebimbangan apakah tetap mengikut
Yesus atau undur dari Dia.
Menolak Yesus sama dengan memutuskan semua pengharapan untuk mendapat
keselamatan. Hanya ada satu "korban karena dosa" yang benar. Jika
seseorang yang telah memperoleh pengenalan dan sungguh-sungguh menjadi
orang Kristen yang benar-benar telah percaya kepada Kristus, kemudian
membuangnya dan berbalik dari Kristus, maka tidak ada lagi korban bagi
dia. Orang demikian telah murtad dari Kristus dan jalan untuk
menghampiri Allah sudah lenyap. Orang yang murtad dari Kristus akan
binasa.
Paulus memberi gambaran teladan-teladan iman dari pahlawan-pahlawan
dari Perjanjian Lama. Mereka telah menderita, bersabar dan tabah
sampai akhirnya. Walaupun mereka mengalami macam-macam penganiayaan
dan siksaan, tetapi mereka tidak menyangkal imannya. Demikian juga
halnya dengan orang-orang percaya di Ibrani yang masih kuat memegang
apa yang menjadi tradisi pendahulu-pendahulu mereka dan takut akan
penderitaan, sehingga mereka tidak melihat keselamatan yang begitu
besar dalam Yesus Kristus. Orang-orang percaya di Ibrani ada yang
ragu-ragu dan tidak percaya kepada pengorbanan Yesus, sehingga mereka
mau kembali ke pola hidup lama mereka yaitu berbalik ke agama Yahudi.
Dalam pasal Pasal 10:14, Apakah orang yang sudah dikuduskan tidak
mungkin berbuat dosa lagi. Kemungkinan untuk berbuat dosa lagi ada,
tetapi tentu sikap hatinya terhadap Allah adalah sempurna. Orang yang
sudah dibenarkan dan dikuduskan harus menanggalkan hal-hal yang
menghalangi kesempurnaan di dalam Yesus Kristus. Hal-hal yang
menghalangi kemajuan dalam kerohanian harus ditanggalkan.
Halangan-halangan dapat berupa kesusahan-kesusahan dalam kehidupan dan
ejekan-ejekan dari dunia ini. Harus diingat bahwa penderitaan yang
kita alami belum ada apa-apanya dibanding dengan penderitaan yang
dialami oleh Yesus Kristus untuk menyelamatkan kita. Sebagai orang
yang telah dikuduskan harus tetap memandang kepada Yesus Kristus
sebagai pusat sasaran. Yesus adalah penawar bagi setiap persoalan
umat-Nya. Orang percaya jangan putus asa karena penderitaan, ingat
bahwa Yesus Kristus justru disempurnakan oleh penderitaan-Nya.

Batas-Batas Iman

SEKOLAH TINGGI ALKITAB TIRANUS
Mata Kuliah : Soteriologi dan Kehidupan Kristen
Dosen : Mika Sulistiono
Tugas : Analisis Pemikiran
Batas-Batas Iman
Nama : Adrianus

Buku ini membahas tentang isu-isu teologis yang berkaitan dengan
kepercayaan dan ketidakpercayaan, dan hal-hal yang berhubungan dengan
orang-orang yang meninggalkan imannya kepada Yesus Kristus. Buku ini
lebih memfokuskan kepercayaan dan ketidakpercayaan dari perspektif
kemanusiaan, kisah-kisah yang dibahas dalam buku ini adalah nyata.
Kisah-kisah berasal dari kesaksian orang-orang yang pernah mengaku
sebagai orang Kristen, bahkan banyak di antara mereka pernah terlibat
di dalam pelayanan Kristen untuk kurun waktu yang lama, tetapi
kemudian meninggalkan imannya. Pertanyaan yang perlu kita renungkan,
apakah seseorang yang sudah diselamatkan masih dapat kehilangan
keselamatannya. Kita akan mengatakan tidak akan hilang, namun,
bagaimana kita menyikapi fakta bahwa ada orang yang telah
betahun-tahun dengan setia melayani di gereja tetapi kemudian
meninggalkan imannya. Bagaimana kita memandang hal seperti ini?
Alasan-alasan apa yang mendorong orang-orang percaya meninggalkan
imannya. Bagaimana kita harus menafsirkan kesaksian-kesaksian banyak
pribadi yang telah meninggalkan kepercayaan mereka di masa lalu dan
masa kini?
Sebelum mengambil keputusan meninggalkan imannya, tentu mereka
mengalami pergumulan-pergumulan tentang kepercayaan mereka.
Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh mereka yang meninggalkan
imannya adalah keraguan akan doktrinal, seperti meragukan keilahian
Kristus, kelahirannya dari seorang perawan, kebangkitan, dan yang
paling parah adalah keraguan mereka akan keberadaan Allah. Hal ini
semakin didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah baru yang menempatkan
Allah semakin jauh dari jangkauan mereka. Selain itu
pengalaman-pengalaman hidup yang mereka rasakan, membuat mereka
semakin merasakan Allah membiarkan dan tidak mencegah hal-hal yang
buruk terjadi dalam kehidupan mereka. Masalah mulai muncul ketika
mereka mulai merasakan kebisuan atau kebungkaman Allah. Apakah
sesungguhnya ada Allah di luar sana atau yang mengatakan Allah ada
hanya tradisi yang dibuat oleh manusia?
Kisah Chuck dan Billy menggambarkan misteri kepercayaan dan
ketidakpercayaan. Apa yang menyebabkan orang menjadi percaya, apakah
seseorang percaya disebabkan oleh suatu gen keluarga, atau kepercayaan
seseorang disebabkan oleh lingkungan keluarga tempat mereka
dibesarkan? Apa yang dialami Chuck dalam keluarganya sangat berbeda
dengan Billy, Chuck hanya mengenyam pendidikan rendah dan menjalani
kehidupan yang duniawi, sedangkan Billy hidup dalam keluarga yang
saleh dan rajin ke gereja. Biily dibentuk menjadi seorang
pelayan/penghotbah melalui universitas, tetapi Chuch menjadi seorang
pelayan/penghotbah dengan belajar sendiri. Walaupun pelayanan Chuck
pertumbuhannya sangat pesat, tetapi keragu-raguannya terhadap imannya
selalu menghantui hidupnya. Chuck berkesimpulan bahwa keragu-raguannya
disebabkan oleh kurangnya pendidikan teologi, akhirnya Chuck
mendaftarkan diri ke sebuah seminari. Keberhasilan Chuck sebagai
seorang penginjil menjadikan popularitasnya naik dan mendapat
pengakuan umum, pelayanan Chuck berkembang luar biasa. Tetapi pada
saat yang sama Chuck justru mengalami masa yang berat, keraguan akan
imannya tidak dapat hilang, ia mengalami kekacauan rohani, keraguannya
terus berlanjut dan menguat, akhirnya Chuck tidak tahan lagi dan
meninggalkan pelayanan. Chuck tidak dapat lagi berpura-pura
mempercayai sesuatu yang ia tidak yakini. Dalam suatu pertemuan dengan
Billy, Chuck mengatakan bahwa ia tidak sependapat dengan semua
pandangan Bily tentang Allah dan kekristenan, Chuck menganggap bahwa
banyak hal yang disampaikan Billy di mimbar adalah omong kosong dan
usang. Tetapi, tidak ada kepura-puraan dalam diri Billy Graham: ia
mempercayai apa yang ia percayai dengan ketulusan yang tak
tergoyahkan.
Kisah keluarga Smith juga mengalami keraguan dan ketidakpercayaan
ketika mengalami berbagai permasalahan dalam hidupnya. Mereka memiliki
tujuh anak namun hanya tiga yang bertahan hidup sampai dewasa. Dari
keluarga besar yang memiliki iman kristen yang dalam, hanya iman
Hannalah yang bertahan, walaupun imannya itu sering diluputi oleh
keragu-raguan. Masa-masa sulit dalam hidupnya, kepedihan-kepedihan
membuat Hannah mulai mempertanyakan Allah. Ujian selanjutnya yang
dialami oleh Hannah adalah dari suaminya sendiri Robert, ia seorang
tokoh internasional yang mempersona banyak pendengar dengan
khotbahnya, Robert menjadi seorang penghotbah terkenal di dunia.
Tetapi badai kembali melanda keluarga Hannah, suaminya diberhentikan
dari tugas berkhotbahnya, akibat laporan dari seorang gadis bahwa
Robert masuk ke kamarnya dan melakukan perbuatan amoral. Robert
akhirnya memutuskan untuk tidak berkhotbah lagi, dengan alasan ia
benar-benar meragukan kepercayaannya, dan akhirnya ia benar-benar
meninggalkan imannya. Dari seorang yang menyelamatkan jiwa-jiwa
menjadi meninggalkan imannya. Alasan yang dijumpai dalam keluarga
Smith, adalah depresi dan penyakit mental, amoralitas, alasan
filosofis, kritisme alkitabiah, dan kekecewaan kepada Allah. Tidak
seperti suami dan anak-anaknya, Hannah tetap memegang imannya dengan
teguh sampai akhir hidupnya.
Kemisterian Allah telah menimbulkan berbagai pertanyaan, siapakah
Allah? Di manakah Allah? Kesamaan apa yang Allah dan manusia miliki?
Pertanyaan inilah yang menjadi isu kepercayaan dan ketidakpercayaan.
Walaupun keberadaan Allah adalah suatu yang misteri, dan Allah yang
tetap tersembunyi membuat orang berpikir bahwa Dia tidak ada, tetapi
Dia tetap melakukan rancangan-rancangannya dalam banyak peristiwa
sejarah. Banyak orang meninggalkan imannya diakibatkan oleh persepsi
yang keliru tentang Allah, mereka tidak dapat memahami keberadaan
Allah. Orang menggunakan berbagai cara untuk mengenal Allah, misalnya:
melalui peziarahan, kontemplasi, meditasi. Namun harus disadari bahwa
apapun cara yang orang gunakan dalam pencarian akan Allah, semua
diawali dengan adanya keragu-raguan terhadap iman. jika hal ini tidak
disikapi dengan baik, maka akan membawa seseorang semakin jauh dari
Tuhan atau semakin kehilangan iman, dan pada akhirnya akan mengalami
kehampaan iman. Walaupun tidak sampai kehilangan iman. Satu prinsip
yang harus kita pegang adalah selalu berpijak pada Alkitab sebagai
firman Allah yang akan mengungkapkan misteri-misteri Allah bagi kita.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keraguan dan ketidakpercayaan selalu ada
di setiap masa atau zaman. Sejak kejatuhan umat manusia memiliki
kecenderungan untuk mengarah kepada ketidakpercayaan. Bahkan
orang-orang yang memiliki keyakinana yang kuat terhadap kepercayaan
mereka kepada Allah pun ada kecenderungan untuk mengalami
ketidakpercayaan. Mereka kadang menjalani hidup seperti orang yang
tidak percaya kepada Allah yang personal, Makahkuasa, Mahatahu, dan
Mahahadir. Dalam PB, dapat kita jumpai kasus ketidakpercayaan, siapa
Yesus itu, apakah Dia sungguh Mesias, Anak Allah? Atau, apakah Dia
hanya seorang rabi, seorang anak tukang kayu? Banyak orang meragukan
klaimnya termasuk ibu dan saudara-saudaranya, bahkan Yohanes pembaptis
dan beberapa murid-Nya. Ada banyak pengikut Yesus yang mengalami
kesulitan untuk mengerti sehingga meninggalkan iman mereka. Kita dapat
menemukan bahwa apa yang dialami oleh Yohanes pembaptis, Petrus, dan
Thomas menunjukkan penyebab hilangnya iman mereka bukan karena
penyangkalan yang terburu-buru atau keragu-raguan yang serius.
Walaupun Yohanes Pembaptis mengalami kebimbangan dalam imannya, Petrus
menyangkal dan mengutuk, Tomas menuntut bukti, tetapi keraguan dan
ketidakpercayaan mereka tidak menyebabkan apa yang disebut dosa tidak
terampuni. Allah yang berkuasa dan Dia mengetahui berbagai keraguan
dan penyangkalan kita, bahkan sebelum semua terjadi. Tokoh reformasi
seperti Matin Luther dan Calvin juga pernah mengalami keraguan, tetapi
mereka selalu kembali kepada Alkitab sebagai firman Allah.
Perkembangan teknologi di abad ke-20, menjadi ancaman terbesar
terhadap kekristenan. Ilah teknologi dan kemajuan telah menantang
Allah Alkitab. Umat Kristen jaman sekarang hanya berbasa-basi tentang
kebergantungan kepada Allah, tetapi dalam kenyataannya lebih
tergantung pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, di mana Allah
hanya dipikirkan setelahnya. Selain tantangan Ilmu pengetahuan,
filsafat juga menjadi tantangan orang Kristen. Tidak sedikit orang
Kristen yang goyah imannya setelah mereka belajar filsafat. Banyak
filsuf yang tidak percaya kepada Allah, mereka sampai pada kesimpulan
tentang "kematian Allah". Terdapat ratusan bahkan ribuan kaum lelaki
dan beberapa perempuan yang memainkan peran penting dalam merintis
jalan supaya ketidakpercayaan menjadi sebuah sudut pandang yang dapat
diterima dalam masyarakat modern. Para filsuf agama berusaha untuk
membuktikan keberadaan Allah melalui berbagai garis agrumen yang
rasional, tetapi semuannya mengalami kesia-siaan. Serangan paling
hebat bagi iman Kristen adalah munculnya teori evolusi Charles Darwin
dan sampai saat ini teori evolusi menjadi penguasa ilmu pengetahuan.
Teori evolusi membuka jalan bagi ketidakpercayaan yang semakin keras,
bahkan membawa banyak orang menjadi ateis. Para ilmuwan berpendapat
bahwa apa yang dulu dipercaya berasal dari Allah kini dapat dengan
mudah dijelaskan dengan data ilmiah.
Bebrapa hal yang mempengaruhi seseorang sehingga meninggalkan imannya,
antara lain: adanya kontadiksi-kontadiksi Alkitab yang nyata dan ini
sangat mengganggu kalangan yang memandang Alkitab tidak mungkin salah.
Isu-isu yang berkaitan dengan kebaikan Allah dan persoalan kejahatan,
mengapa Allah yang baik, yang Mahakuasa, membiarkan kejahatan terjadi,
membiarkan kaum teroris menghilangkan nyawa ribuan orang, membiarkan
bencana alam memusnakan jutaan orang. Banyak orang yang dulunya
memiliki hubungan yang intim dengan Allah, namun setelah belajar
tentang teologi, ilmu tentang Allah, sering kali justru merusak
kepercayaan seseorang kepada Allah. Tetapi inilah yang terjadi.
Berusaha memahami Allah melalui pikiran saja merupakan suatu upaya
sia-sia yang telah membuat banyak teolog jatuh ke jalan yang salah.
Tidak sedikit para pelayan Tuhan yang masih aktif dalam pelayanan
sedang bergumul dengan keragu-raguan dan ketidakpercayaan. Tidak
sedikit di antara mereka adalah orang-orang jebolan dari seminari.
F.W. Robertson seorang pengkhotbah yang mampu membuat sidang
pendengarnya terpaku, namun ia pun bergumul dengan keragu-raguan akan
Allah yang dikotbahkannya. Seringkali terbalik, mereka yang tidak
memiliki latar belakang religius, tetapi kemudian menjadi orang-orang
Kristen yang kuat ("orang percaya yang mengagumkan") dan mereka yang
memiliki latar belakang religius yang kuat, tetapi kemudian
meninggalkan iman ("orang murtad yang mengagumkan").
Pergumulan yang banyak membuat orang mengalami keraguan adalah
pertanyaan tentang keberadaan Allah. Apakah Allah itu ada? Kalau ada
mengapa membisu terhadap setiap persoalan, mengapa Allah membiarkan
kejahatan berkembang, kenapa Allah tidak mencurahkan murkanya atas
orang-orang jahat dan membuat orang-orang benar hidup sejahtera.
Dimanakah Allah di tengah penderitaan dan kejahatan? Persoalan
penderitaan dan kejahatan ketika dikaitkan dengan kebisuan Allah,
sering kali menjadi kendala bagi orang Kristen. Cara untuk menanggapi
kebisuan Allah terhadap rasa sakit dan penderitaan adalah meninggalkan
iman. Selain itu, faktor-faktor psikologis dan sosial kadang kala
membuat seseorang cenderung ke arah kepercayaan dan ketidakpercayaan.
Kematian juga merupakan penyebab seseorang meninggalkan imannya, rasa
kehilangan karena orang yang dikasihinya meninggal. Jadi tidak heran
kalau Karl Mark memandang agama sebagai racun yang mesti dihapuskan
dari masyarakat karena bagi Karl agama adalah penindas, senjata
kontrol sosial. Agama tidak memberikan solusi bagi persoalan yang
dihadapi manusia. Bagi Karl Mark Allah tidak ada.
Banyak orang Kristen membayangkan hidup tanpa iman sebagai suatu
kesedihan, ketidakamanan, dan tanpa pengharapan. Tetapi lain halnya
dengan orang yang sudah meninggalkan imannya mengatakan bahwa mereka
telah menemukan damai sejahtera yang sejati setelah meninggalkan iman
mereka. Bagi mereka meninggalkan iman saja belum cukup, mereka terus
berusaha untuk membawa orang lain pada cara berpikir mereka, mereka
menjadi misionaris ketidakpercayaan. Mereka yang dulunya pengijil
Kristen, kini mereka memanfaatkan keterampilan penginjilannya untuk
berbicara dan menulis, untuk mengajak orang meninggalkan iman. Mereka
dulunya mengkotbahkan Yesus sebagai Mesias, kini mengajarkan Yesus
sebagai mitos. Dulu mengajarkan Injil sebagai kabar baik, kini
mengajarkan Injil sebagai kabar buruk. Namun ada juga di antara mereka
akhirnya tidak tahan menjalani hidup tanpa iman kepada Allah, mereka
kemudian kembali kepada Tuhan Yesus.
Setelah membaca buku ini cukup mengagetkan bahwa dari sekian banyak
kisah orang yang mengalami ketidakpercayaan dan berakhir pada
meninggalkan iman, tidak sedikit diantaranya memulai masa kecil mereka
dengan suatu keyakinan yang sangat mantap, bahkan itu terjadi sampai
mereka menginjak masa remaja. Persoalan mulai terjadi ketika mereka
masuk ke seminari/universitas, di mana mereka mulai belajar teologi,
filsafat dan ilmu pengetahuan. Pikiran mereka mulai mempertanyakan apa
yang menjadi keyakinan mereka sejak kecil, keraguan mulai menghantui
pikiran mereka dan itulah yang menghantar mereka kepada
ketidakpercayaan yang berujung pada meninggalkan iman. Lebih
menyedihkan lagi bahwa banyak di antara mereka yang mengambil
keputusan untuk meninggalkan imannya adalah orang-orang yang pernah
eksis dalam pelayanan. Banyak di antara mereka pelayanannya luar biasa
membawa orang-orang bertobat dan datang kepada Yesus.
Menjadi tanda tanya besar, bagaimana mungkin ada orang yang mengalami
kuasa Injil dalam hidupnya dan dalam hidup orang lain dapat berpaling
dan meninggalkan imannya yang pernah diberitakannya kepada khalayak
umum? Apakah mereka memang tidak dipilih dari mulanya? Hanya Tuhan
yang tahu. Satu hal yang perlu kita pegang sebagai orang percaya bahwa
ketika kita memiliki kekayaan pengetahuan, pengalaman, dan hubungan
yang intim dengan Yesus, tentunya kita tidak akan meninggalkan iman.
Kita harus menjadikan Alkitab sebagai dasar iman, penolakan terhadap
Alkitab berarti penolakan terhadap Allah.
Dalam buku ini penulis memaparkan perjalanan orang-orang yang pernah
beriman kepada Tuhan Yesus, tetapi pada akhirnya mereka harus
meninggalkan imannya. Apa yang dipaparkan penulis mengisyaratkan bahwa
iman itu tidak statis. Dari kasus-kasus yang penulis paparkan dapat
kita melihat bahwa banyak di antara mereka yang terlahir dalam
keluarga Kristen dan mereka pada awalnya memilih iman yang begitu
kokoh, tetapi iman yang mereka miliki itu tidak statis. Ketika mereka
mulai menginjak dewasa mereka mulai mempertanyakan iman mereka, bahkan
ada yang sudah terjun bertahun-tahun dalam pelayanan, tetapi iman
mereka juga tidak statis, mereka pada akhirnya meninggalkan iman yang
tadinya kokoh. Dalam buku ini, penulis tidak membahas tentang hubungan
antara iman dan keselamatan, penulis hanya melihat penyebab mereka
meninggalkan. Penulis tidak membahas dari sisi apakah seseorang yang
meninggalkan iman memang sudah ditentukan dari semula untuk tidak
diselamatkan. Tentang kealkitabiah buku ini, penulis kurang
menggunakan ayat-ayat Alkitab sebagai pendukung. Akan lebih menguatkan
lagi, jika setiap kasus yang dibahas didukung dengan kebenaran
Alkitab, sehingga pembaca mengambil suatu kesimpulan berdasarkan
kebenaran Alkitab.
Bagi saya pribadi buku ini mengingatkan bahwa tanpa kita memiliki
pemahaman (pribadi dan karya) dan hubungan pribadi yang benar dengan
Tuhan Yesus, maka tidak menutup kemungkinan kita pun akan mengalami
hal yang sama dengan orang-orang yang meninggalkan imannya.

26 September 2012

Pengantar Filsafat

A. PENGANTAR
Apakah orang Kristen perlu belajar Filsafat?
Tiga sikap orang Kristen terhadap Filsafat:
1. Bersikap Antipati
2. Sangat Positif
3. Terbuka namun Kristis

Pertama, Sikap antipati terhadap filsafat! Kelompok ini menganggap
filsafat adalah hikmat dunia dan Alkitab adalah hikmat Tuhan. Orang
yang mau hidup dalam Tuhan harus menjauhkan diri bahkan memusuhi
filsafat. Ayat yang sering dikutip adalah Kolose 2:8, "Hati-hatilah,
supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan
palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak
menurut Kristus.
Kelompok ini percaya bahwa belajar filsafat berarti menuju kesesatan
dan hikmat dunia. Mereka berpandangan bahwa belajar filsafat adalah
sesuatu sesat. Hal ini bisa dimaklumi karena mereka telah menyaksikan
beberapa orang yang belajar filsafat akhirnya meninggalkan Tuhan atau
menjadi sangat kritis terhadap Alkitab. Jika ada orang yang belajar
filsafat maka kelompok ini segera mengingatkan, "hati-hati nanti kamu
berubah menjadi sinkretis dan tidak biblikal."
Sikap seperti ini muncul akibat adanya rasa takut bahwa jemaat akan
sesat jika belajar filsafat. Hal ini bisa terjadi karena pendidikan
teologi dari sang pendeta/pengkhotbah ketika ia berada di seminari
atau mengikuti kursus Alkitab tidak memuat pelajaran filsafat.
Beberapa bahkan tidak pernah sekolah teologi sama sekali. Jadi wajar
kalau mereka tidak melihat pentingnya belajar filsafat. Mereka lebih
melihat dampak buruk dari filsafat, yaitu kemungkinan orang tersesat
karenanya. Jika hamba Tuhan memiliki pandangan seperti ini, maka tidak
mengherankan jika jemaatnya juga memiliki sikap demikian.

Orang yang memiliki pandangan seperti ini berpotensi menemui beberapa masalah:
1. Pertama, jika mereka harus melayani orang yang memiliki pengetahuan
tentang filsafat, maka dalam dialog dapat terjadi kebuntuan. Penganut
pandangan anti filsafat biasanya tidak mau belajar filsafat dan
akibatnya tidak mampu berinteraksi dan meyakinkan orang tersebut bahwa
Kekristenan sendiri adalah sebuah filsafat hidup yang terbaik
dibandingkan dengan filsafat lain. Namun demikian, dari sisi orang
yang dilayani, mereka akan merasa bahwa orang Kristen yang tidak
bersedia belajar filsafat tersebut akan dianggap "tidak tahu apa-apa"
atau "fanatik" dan kadang-kadang kelompok intelektual tertentu tidak
mau berdiskusi atau mendengarkan orang Kristen yang demikian. Hal ini
tentu berpotensi menjadi sebuah hambatan dalam penginjilan khususnya
kepada kaum intelektual yang menyukai filsafat.
2. Masalah kedua dapat muncul ketika orang Kristen yang anti filsafat
tiba-tiba karena situasi tertentu belajar filsafat dan "terhipnotis"
olehnya. Misalnya, seorang Kristen yang "steril" dan tidak pernah
belajar filsafat tiba-tiba mendapat kesempatan studi ke luar negeri di
mana dosennya menggempur dia dengan berbagai filsafat anti Kristen.
Bisa saja terjadi kegoncangan iman yang besar karena orang Kristen
tersebut baru menyadari bahwa filsafat itu menarik. Atau ketika
seorang Kristen yang dahulunya anti filsafat lalu menenggelamkan
dirinya dalam karya-karya filsafat anti Kristen, walaupun ia sendiri
belum memiliki fondasi yang cukup memadai tentang Kekristenan.
Akibatnya, mudah ditebak, ia mudah berbalik pandangan dan menentang
Alkitab. Hal seperti ini adalah kisah yang cukup umum di sekitar kita,
khususnya di kalangan kaum terpelajar.

Sikap kedua adalah sikap sangat positif terhadap filsafat,
orang-orang ini secara tulus kagum kepada pemikiran para filsuf kuno
maupun modern. Mereka benar-benar merasa semakin berhikmat setelah
belajar filsafat. Filsafat menolong mereka untuk berpikir kritis,
progresif dan satu lagi, terlepas dari subyektifitas alias obyektif,
demikianlah keyakinan mereka.
Bagi kelompok yang sangat positif terhadap filsafat ini juga muncul
bahaya bahwa kecintaan membaca Alkitab berpotensi digeser oleh
kecintaan membaca buku filsafat. Hal ini tentu merupakan sebuah tanda
bahaya. Secara tak sadar, orang Kristen yang berada dalam kelompok ini
dapat meninggalkan wawasan dunia yang alkitabiah (biblical worldview)
dan atau mencampurnya dengan wawasan dunia lain.
Semua penafsiran penulis berdasarkan Alkitab tidak dibahas namun sang
lawan bicara terus mengutip nama-nama filsuf seolah-olah acuan
tertinggi dalam kebenaran adalah pandangan filsuf dan bukan Alkitab.
Fakta bahwa seorang pendeta lebih senang mendiskusikan sebuah topik
dari perspektif filsafat dan tidak berniat menafsirkannya dari kaca
mata Alkitab adalah sesuatu yang mengherankan dan disesalkan.

Sikap ketiga terhadap filsafat adalah sikap selektif atau "terbuka
namun kritis". Sikap ini dikembangkan misalnya oleh Agustinus, bapa
gereja Barat yang dihormati oleh Gereja Katolik, Protestan dan
Ortodoks Timur. Agustinus percaya bahwa orang Kristen tidak perlu anti
terhadap semua filsafat. Agustinus berkata bahwa filsafat dunia "tidak
semuanya berisi pengajaran yang salah dan tidak masuk akal…ini juga
berisi beberapa ajaran yang sangat baik, cocok digunakan sebagai
kebenaran, dan nilai-nilai moralitas yang sangat baik." Pandangan
Agustinus yang kemudian juga dipercaya oleh Aquinas, theolog abad
pertengahan ini dikenal dalam kalimat populer "segala kebenaran adalah
kebenaran Allah." Kebenaran apa pun termasuk dalam filsafat non
Kristen adalah milik Allah yang patut dihargai.
Dalam Perjanjian Baru sendiri terdapat fakta menarik bahwa Paulus
mengutip dari penulis kafir dalam tulisannya. Sebagai contoh,
nasehatnya yang terkenal "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk
merusakkan kebiasaan yang baik." (1Kor.15:33) dipercaya sebagai sebuah
kutipan dari seorang bernama Menander yang berasal dari abad ke-4
sebelum Masehi.Fakta bahwa Paulus dapat mengutip tulisan kafir dan
memakainya dalam konteks argumen untuk kebangkitan Yesus tentu
menunjukkan bahwa belajar hikmat dunia termasuk filsafat adalah sah
dan dapat digunakan untuk kepentingan Kristen.
Sikap antipati terhadap filsafat tampaknya bukan merupakan pilihan
yang bijaksana. Sebaliknya, sikap sangat positif terhadap filsafat
juga berbahaya mengingat fakta bahwa filsafat non Kristen tidak
dibangun di atas dasar netralitas. Sikap terbuka tapi kritis tampaknya
adalah yang terbaik walaupun masih menyimpan potensi untuk secara tak
sadar membuat iman Kristen menjadi tercampur dengan filsafat non
Kristen. Dalam sikap ketiga ini, kita tetap menguji segala filsafat
dalam terang Alkitab, namun bersedia mengakui hal-hal yang positif
dalam filsafat. Filsafat dapat dipergunakan sebagai alat dalam teologi
dan pelayanan seperti yang dicontohkan oleh Paulus sendiri. Dengan
demikian belajar filsafat adalah sesuatu yang bernilai untuk dilakukan
oleh orang Kristen.

B. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara bahasa (etimologi):
filsafat adalah kata majemuk yang berasal dari bahasa Yunani, yakni
philosophia (philosophos). Philo berarti cinta, sedang sophia atau
sophos berarti pengetahuan atau kebijaksanaan (K. Bartens). Maka arti
filsafat adalah cinta pengetahuan dan kebijaksanaan. Dengan demikian,
seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata
filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM), kemudian
diperjelas dan dipopulerkan oleh Socrates dan Plato serta para filsuf
lainnya.

Secara terminologi
Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat.
Karena batasan dari filsafat itu banyak maka sebagai gambaran maka
perlu diperkenalkan beberapa batasan:
a. Plato: plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang
mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
b. Aristoteles: menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika (filsafat keindahan).
c. Rene Descartes: berpendapat bahwa filsafat adalah kumpulan semua
pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok
penyelidikan.
d. Immanuel Kant: berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan)
yang menjadi pangkal dari semua pengetahuan yang didalamnya tercakup
masalah epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan
apa yang dapat kita ketahui.
filsafat tidak berarti berfikir serampangan tetapi filsafat memiliki
ciri khas tersendiri, yakni: rasional, mendasar, sistematis, radikal,
universal (Prof. Dr. H. Sirajuddin, MA.), spekulatif (Jujun
S.Suriasumantri), juga deduktif. Deduktif di sini berarti berlawanan
dengan induktif yang merupakan ciri khas dari science modern. Sedang
objek bahasan filsafat adalah meliputi: ontologi, epistemologi dan
aksiology. Tentu dengan karakter yang demikian, filsafat adalah
sebentuk disiplin pengetahuan yang khas dan spesifik.
Dalam bukunya Elements of Philosophy, Kattsoff (1963) berpendapat bahwa:
• Filsafat adalah berpikir secara kritis.
• Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.
• Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut.
• Filsafat adalah berpikir secara rasional.
• Filsafat harus bersifat komprehensif.

Filsafat merupakan latihan untuk belajar mengambil sikap, mengukur
bobot dari segala macam pandangan yang ditawarkan kepada kita dari
pelbagai penjuru.

C. FAKTOR PENDORONG LAHIRNYA FILSAFAT
Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk "berfilsafat", sebagai berikut:
a. Keheranan
Banyak filsuf menunjukkan rasa heran (dalam bahasa Yunani Thaumasia)
sebagai asal filsafat. Plato misalnya mengatakan: "mata kita memberi
pengamatan bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini
memberi dorongan untuk menyelidiki. Dari penyelidikan ini berasal
filsafat.
b. Kesangsian
Filsuf-filsuf lainnya seperti Agustinus (254-430 SM) dan Rene
Descartes (1596-1650 SM) menunjukkan kesangsian sebagai sumber utama
pemikiran. Manusia heran, tetapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia
tidak ditipu oleh panca indranya kalau ia heran? Apakah kita tidak
hanya melihat yag ingin kita lihat? Di mana dapat ditemukan kepastian?
Karena dunia ini penuh dengan berbagai pendapat, keyakinan, dan
interpretasi.
c. Kesadaran akan keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya itu sangat
kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekitarnya.
Manusia merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada
waktu mengalami penderitaan atau kegagalan. Dengan kesadaran akan
keterbatasan dirinya ini manusia mulai berfilsafat. Ia mulai
memikirkan bahwa di luar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang
tidak terbatas.

Dalam kajian sejarahnya, filsafat terutama filsafat Barat muncul di
Yunani sejak ± abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang mulai
berpikir-pikir dan berdiskusi tentang keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada
agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Filsafat pada masa ini lebih menyiratkan sebagai filsafat kealaman,
yakni filsafat yang berpusat pada soal-soal alam (kosmosentris).

Orang Yunani pertama yang diberi gelar filosof adalah Thales dari
Mileta, pesisir barat Turki. Akan tetapi, para filosof Yunani terbesar
tentu saja Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru dari
Plato, dan Aristoteles adalah murid dari Plato.

D. FUNGSI DAN KEGUNAAN FILSAFAT
Tiga peranan/fungsi utama filsafat dalam sejarah pemikiran manusia,
sebagai berikut:
a. Pendobrak
Berabad-abad lamanya intelektualitas manusia tertawan dalam penjara
tradisi dan kebiasaan. Manusia terpenjara dalam alam mistik yang penuh
dengan hal-hal yang serba rahasia yang terungkap lewat berbagai mitos
dan mite. Manusia menerima begitu saja segala peratuan dongeng dan
takhayul tanpa mempersoalkannya lebih lanjut. Mereka berpendapat bahwa
segala dongeng dan tahayul merupakan bagian yang hakiki dari warisan
tradisi nenek moyang, sedangkan tradisi itu benar dan tidak dapat
diganggu gugat, maka dongeng dan tahayul itu pasti benar dan tidak
boleh diganggu gugat.
Orang-orang Yunani juga pernah percaya kepada dewa-dewi. Mereka
percaya kepada dewa-dewi yang saling menipu satu sama lain, licik,
sering memberontak dan kadang kala seperti anak-anak nakal. Keadaan
tersebut berlangsung cukup lama. Kehadiran filsafat telah mendobrak
pintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral yang selama ini
tidak boleh diganggu gugat. Walaupun pendobrakan itu memakan waktu
yang cukup panjang. Sejarah telah membuktikan bahwa filsafat
benar-benar telah berperan sebagai pendobrak.

b. Pembebas
Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan kebodohannya.
Filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir mistis dan
mitis. Filsafat telah, sedang, dan akan terus berupaya membebaskan
manusia dari kurangnya pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi
picik dan dangkal. Filsafat pun membebaskan manusia dari cara berpikir
yang tidak teratur dan tidak jernih. Filsafat juga membebaskan manusia
dari cara berpikir tidak kritis yang membuat manusia mudah menerima
kebenaran semu yang menyesatkan. Secara ringkas filsafat membebaskan
manusia dari segala jenis "penjara" yang mempersempit ruang gerak akal
budi manusia.

c. Pembimbing
Dalam membebaskan manusia dari "penjara", sebenarnya filsafat hanya
berfungsi atau melakukan perannya sebagai pembimbing. Filsafat
membebaskan manusia dari cara berpikir yang mistis dan mitis dengan
membimbing manusia untuk berpikir secara rasional. Filsafat
membebaskan manusia dari cara berpikir yang picik dan dangkal dengan
membimbing manusia untuk berpikir secara luas dan lebih mendalam,
yakni berpikir secara universal sambil berupaya mencapai radix
(mendalam) dan menemukan esensi suatu permasalahan. Filsafat
membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak
jernih dengan membimbing manusia untuk berpikir secara sistematis dan
logis. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak utuh
dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk bepikir secara
integral dan koheren.

Kegunaan lain Filsafat:
Dengan belajar filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan mendasar manusia yang tidak terletak dalam
wewenang metode-metode ilmu khusus. Filsafat membantu untuk mendalami
pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan ruang lingkupnya.
Kegunaan filsafat dapat dibagi menjadi dua yaitu kegunaan secara umum
dan secara khusus.
1. Kegunaan secara umum dimaksudkan manfaat yang dapat diambil oleh
orang yang belajar filsafat dengan mendalam sehingga mampu memecahkan
masalah-masalah secara kritis tentang segala sesuatu.
2. Kegunaan secara khusus dimaksudkan manfaat khusus yang dapat
diambil untuk memecahkan khususnya suatu objek di Indonesia. Jadi,
khusus diartikan terikat oleh ruang dan waktu, sedangkan umum tidak
terikat ruang dan waktu.

E. SISTEMATIKA FILSAFAT
1. Ontologi
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada.
Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang
objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta
bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa
berpikir, merasa, dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan.
Objek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu
perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal,
yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi
segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan
suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara
benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan
individu-individu. Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan
yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu:
1. Materialisme;
Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu
adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir
dari yang ada.
2. Idealisme (Spiritualisme)
Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa
hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide
yang lebih hakiki dibanding materi.
3. Dualisme
Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat
bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari
dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.
4. Agnotisisme.
Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap
skeptis, yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin
pula tidak.

2. Epistemologi
Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu
datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang
lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu
tentang sesuatu hal. Landasan epistemologi adalah proses apa yang
memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika,
bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan
moral dan keindahan seni, serta apa definisinya. Epistemologi moral
menelaah evaluasi epistemik tentang keputusan moral dan teori-teori
moral. Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu:
1. Empirisme;
Yang berarti pengalaman (empeiria), di mana pengetahuan manusia
diperoleh dari pengalaman inderawi.
2. Rasionalisme;
Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan
manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang
kerja akal. Jadi akal berada di atas pengalaman inderawi dan
menekankan pada metode deduktif.
3. Positivisme;
Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil
titik tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen,
yang mampu secara objektif menentukan validitas dan reliabilitas
pengetahuan.
4. Intuisionisme.
Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi
pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang
dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik.

3. Aksiologi
Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan
kategori: (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori
nilai yang pertama di bawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut
etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan
atau estetika.
1. Etik
Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal
dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata
mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia
istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika
adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika
adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat
lama. Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang
sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal
itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu
perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah
Deontologis dan Teologis.
a. Deontologis.
Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan
kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa
baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri,
dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai
norma-norma yang ada.
b. Teologis
Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik
jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung dari pada ruginya, di
mana untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan manusia.
Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme
(utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 –
1832), yang kemudian diperbaiki oleh John Stuart Mill (1806 – 1873).
2. Estetika
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of
beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani)
yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan
indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis
terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indah atau tidak indah.

Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang muncul
persoalan tentang estetika, yaitu: pertanyaan apa keindahan itu,
keindahan yang bersifat objektif dan subjektif, ukuran keindahan,
peranan keindahan dalam kehidupan manusia dan hubungan keindahan
dengan kebenaran. Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik
terutama jika dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan,
kepatutan, dan hukum.

Berdasarkan persoalan filsafat yang utama yaitu persoalan tentang
keberadaan, persoalan tentang pengetahuan, persoalan tentang
nilai-nilai, maka cabang filsafat adalah sebagai berikut:
1. Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Persoalan
keberadaan atau eksistensi bersangkutan dengan cabang filsafat, yaitu
metafisika.
2. Persoalan pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth).
Pengetahuan ditinjau dari segi isinya bersangkutan dengan cabang
filsafat, yaitu epistemologi. Adapun kebenaran ditinjau dari segi
bentuknya bersangkutan dengan cabang filsafat, yaitu logika.
3. Persoalan nilai-nilai (value). Nilai-nilai dibedakan menjadi dua,
nilai kebaikan tingkah laku dan nilai keindahan. Nilai kebaikan
tingkah laku bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu etika. Nilai
keindahan bersangkutan dengan cabang filsafat, yaitu estetika.
Selengkapnya download di sini...

ETIKA KRISTEN

DEFINISI UMUM
Etika, Moral, Susila
Suatu tugas etika adalah untuk mengontrol kehidupan manusia
Perbuatan itu ada tiga sekmen
1. Perbuatan yang berkaitan dengan pikiran
2. Perbuatan yang berkaitan dengan perkataan
3. Perbuatan yang berkaitan dengan kelakuan seseorang
Pengertian etika pada umumnya:
Arti istilah etika menurut penjelasan etimologis (asal usul istilah)
dan terminologis (batasan istilah)
Etika menurut penjelasan terminologis:
 J. Verkuyl
Istilah yang dipakai berdasarkan bahasa Yunani Ethos (kata awalnya
memakai huruf Eta) yang berarti; kebiasaan, adat, kata kedua Ethos
(kata awal memakai huruf epsilon) kecenderungan batin, perasaan batin.
 Robin W. Lovin
Memaknai istilah yang sama dengan Verkuyl, namun hanya memakai ethos
dengan awal kata eta. Istilah itu diartikan sebagai; adat, sifat.
Secara bebas diterjemahkan; nilai sifat keyakinan, praktik kelompok
masyarakat, namun ada hubungannya dengan kultur atau budaya.
 H. Preisker
Memakai istilah sama seperti yang telah dipakai oleh Robin W Lovin.
Namun diberi arti kebiasaan, kegunaan, adat, peraturan, kultus.
Dapat disimpulkan bahwa istilah ethos adalah seperangkat norma-norma
dan nilai-nilai yang merupakan keyakinan atau perilaku kelompok
tertentu.

Perbandingan Arti Istilah:
Perbandingan istilah Etika dan Moral
• Etika yakni perbuatan yang baik. Sedang perbuatan itu melibatkan
akal budi dan perasaan.
• Moral, perbuatan berdasarkan adat kebiasaan yang dilihat adalah
perbuatan dan tujuan dari perbuatan itu.
Perbedaan:
• Letak perbedaan kedua istilah tersebut adalah Moral adalah suatu
perbuatan yang dilakukan begitu saja sesuai dengan adat dan kebiasaan.
Itu berarti tanpa mengaitkan dengan peranan akal budi dan keputusan
batin.
Persamaan:
• Kedua perbuatan tersebut sama-sama mempunyai jenis perbuatan nyata
yakni perbuatan fisik yang dapat dilihat.
• Kedua istilah tersebut memiliki makna dan arti tujuan yang sama yakni baik.
Etika sebagai disiplin ilmu yang normatif
• Dari segi ilmu bahasa; sebetulnya hanya satu istilah yang diambil
dari bahasa Yunani, namun ada perbedaan kecil sebagai berikut:
 Ethos
 Ta Ethika
Di mana kata-kata ini berarti: rumah, yakni; rumah akal budi dan batin.
Arti Divinitif: secara divinitif; etika adalah suatu perbuatan yang
dilakukan sebagai hasil dari analisa akal budi dan keputusan batin
akan hal yang baik.

Susila: istilah ini berasal dari bahasa Sansekerta. Ada dua istilah
didalamnya, yakni: su yang berarti; baik, unggul, cantik dan sila yang
berarti; perbuatan yang berkaitan dengan hasil olahan batin, atau
tatanan batin atau ketentuan batin atau ketetapan batin. Apabila
didefinisikan demikian; Susila adalah; perbuatan nyata yang dilakukan
sesuai dengan olahan batin atau tatanan batin atau ketetapan batin
akan hal yang baik.


Perbandingan Istilah Etika dan Susila
a. Dari arti divinitif kedua istilah tersebut adalah perbuatan, yakni
perbuatan fisik yang kelihatan dan perbuatan non fisik.
b. Mempunyai tujuan yang sama, yakni baik.
c. Dalam perbuatan yang non fisik atau perbuatan yang tidak kelihatan,
etika mempunyai dua unsur yaitu; peranan akal budi untuk menganalisa
dan peranan hati nurani atau batin dalam mengambil keputusan. Namun
dalam susila, peranan akan akal budi kurang diperhatikan, sehingga
hanya mengandalkan batin atau hati nurani saja.

Sokrates: kita sedang tidak berbicara masalah yang tidak kecil, yakni
mengenai bagaimana kita harus hidup.

Konsepsi minimal untuk Moralitas
Merupakan usaha untuk membimbing tindakan seseorang, dengan akal.
Yakni melakukan apa yang paling baik menurut akal.

Tentang Relativisme Kultural
Moralitas berbeda-beda dalam setiap masyarakat dan merupakan
kesepahaman yang pas untuk kebiasaan-kebiasaan yang disetujui bersama
(Ruth Benedict)

 Masyarakat berbeda mempunyai kode moral berbeda
 Kode moral dari satu masyarakat menentukan apa yang benar dalam
masyarakat itu.
 Tidak ada "kebenaran universal" dalam etika, artinya tidak ada
kebenaran-kebenaran moral yang berlaku untuk semua orang dalam segala
zaman.
 Ada kesombongan apabila kita mencoba menilai perilaku orang lain.
Kita harus mengambil toleransi terhadap praktik kebudayaan lain.
Kesimpulan:
 Pada hakekatnya setiap istilah memiliki arti etimologis dan
terminologis yang berbeda walaupun ada sebagian kecil kesamaan.
 Tetapi sebagian kecil kesamaan itu tidak bisa menyatukan atau
membuat sinonim Etika dengan Moral serta Susila.
 Dan setiap istilah ini memiliki tujuan yakni baik. Di mana etika
bermain pada tataran akal budi dan perasaan, sedang moral pada adat
kebiasaan dan susila pada perasaan batin atau ketetapan batin.
 Kata Etika berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yang hampir
sama bunyinya, yaitu: Ethos (ta ethika) dan Ethos (ta eethika). Kata
Ethos berarti kebiasaan, adat, sedangkan kata Eethos atau Eethikos
lebih berarti kesusilaan, perasaan batin, atau kecenderungan hati
dengan mana seseorang melakukan suatu perbuatan.

Macam-macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan
kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral
(mores). Manusia etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu
memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara
kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan
jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan
penciptanya. Etika ada dua macam, yaitu :
1. Etika Deskriptif
Yaitu etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan
perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam
hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif
tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai
nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan
situasi dan realitas yang membudaya.
2. Etika Normatif
Yaitu etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan
oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi
Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia
bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai
dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat
diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai
berikut:
1. Etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan
tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
2. Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik
buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama.
3. Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif,
dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap
perilaku manusia.
Macam-macam Etika Filosofis
Prof. Dr. W. Banning dalam bukunya Typen van Zedeleer, telah
menjelaskan dengan terang macam-macan etika filsafat ini. Macam-macam
etika filsafat sebagai berikut:
1. Etika metefisika , norma-norma baik dan buruk tidak dicari di dalam
kehendak Allah, tetapi di luar firman dan kehendak Allah, aliran ini
mencari norma-norma di dalam idea, di dalam alam, di dalam pertumbuhan
evolusi dan lain-lain.
2. Etika yang didasarkan pada individu, aliran ini mencari norma
baik-buruk itu di dalam nafsu, atau di dalam keberuntungan.
3. Etika yang didasarkan pada masyarakat, aliran ini mencari normanya
di dalam guna atau kepentingan bagi golongan tertentu, atau di dalam
hasil-hasil tindakan-tindakan tertentu.
4. Etika nilai-nilai, aliran ini mencari norma baik-buruk itu di dalam
nilai-nilai tertentu, misalnya: kebaikan, kebenaran, keindahan.

Selain Prof Dr. W. Banning, ada penulis-penulis lain yang
mengikhtisarkan Etika Filosofis ini dengan membagi bentuk-bentuk
dalam:
1. Etika otonom, mendasarkan norma-normanya kepada kehidupan sendiri
(idea, nafsu, keberuntungan, vitalitas, perasaan, nilai dan
sebagainya. Etika otonom adalah etika yang aturannya bersumber ari
diri sendiri atau etika yang bersumber pada diri sendiri, pada diri
pribadi. Ego atau akulah yang membuat aturan. Misalnya seseorang yang
merencanakan hidupnya agar lebih baik dan sukses, ia membuat
aturan-aturan dari diri sendiri untuk dilakukan sendiri.
2. Etika heteronom, etika ini adalah etika yang aturannya bersumber
dari orang banyak. Masyarakatlah yang membuat aturan. Setiap anggota
msayarakat harus tunduk pada aturan masyarakat setempat. Misalnya,
tamu wajib lapor 24 jam.
3. Etika teonom, memakai penyataan Allah sebagai sumber. Tetapi di
sini haruslah, selalu ditanyakan: Siapa Allah itu dan bagaimana Ia
menyatakan diri?

Berbagai Teori tentang Kriteria Etis
Beberapa filsuf yang pandangannya masih sangat berpengaruh sampai saat ini:
1. Sokrates
Tujuan tertinggi hidup manusia adalah membuat jiwanya menjadi sebaik
mungkin. Tujuan hidup menjadi baik, jika menuju kebahagiaan. Misalnya
seorang tukang sepatu semakin hari bekerja semakin baik, akhirnya ia
menjadi ahli. Akhirnya hidupnya akan semakin baik.
2. Aristoteles
Tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah kebahagiaan. Artinya suatu
keadaan yang sedemikian rupa sehingga segala sesuatu yang harus ada
pada keadaan itu terdapat pada manusia. Manusia dapat berbahagia
apabila ia menjalankan aktivitasnya dengan baik. Kebahagiaan yang
sebenarnya tidak hanya berlangsung beberapa detik saja, atau sesekali
saja tetapi dalam waktu yang lama atau stabil.
3. Thomas Aquinas
Memandang manusia sebagai monodualis, artinya manusia sebagai makluk
individu sekaligus makluk sosial, oleh sebab itu etika bersifat
individual dan sosial. Etika individual bersifat pribadi, khususnya
kesusilaan. Apabila manusia hidup sesuai dengan akalnya, maka
seseorang disebut manusia yang berbahagia. Etika sosial adalah hidup
baik dalam masyarakat, ukuran baik dalam etika adalah apa yang diakui
oleh Tuhan sesuai dengan akal Tuhan. Kebaikan Tuhan terikat pada
pengetahuan dan kebijakan Allah sendiri.
4. John Stuart Mill
Memandang etika sebagai ilmu kesusilaan. Tujuan etika adalah hubungan
timbal balik antaran individu atau perorangan dengan masyarakat atas
dasar utilitarisme (paham yang menganggap apa yang baik itu memuaskan
sehingga timbul perasaan bahagia). Misalnya suatu benda, bukan
bendanya yang dicari orang, melainkan kebahagiaan yang ditimbulkan
benda itu.
5. Henri Bergson
Manusia adalah makluk sosial yang hidup bersama dan bergaul. Pergaulan
hidup ini membawa kewajiban-kewajiban sehingga timbul tertib hidup
yang mewajibkan orang secara individu harus menyesuaikan diri di bawah
tertib sosial.
Berbagai Sumber Dalam Etika
1. Peranan Akal
Akal budi berperan dalam menganalisa dan mempertimbangkan masalah
sehingga seseorang dapat mengambil keputusan yang diwujudkan dalam
kelakuannya. Ada dua cara berpikir yaitu, berpikir sehari-hari yang
cenderung dipengaruhi oleh perasaan dan berpikir secara ilmiah atau
berpikir dalam kaitan ilmu pengetahuan di mana harus menghindari
segala prasangka yang bukan akali dan harus menolak segala pengaruh
dari luar akal. Menurut aliran rasionalisme, akal manusia cukup kuat
untuk memecahkan segala masalah dan cukup kuat untuk mencapai
kebenaran, sehingga akal manusia dianggap sebagai kunci yang dapat
membuka segala rahasia.
2. Kehendak Bebas
Tindakan atau tingkah laku manusia akan dinilai etis atau moral jika
ada kehendak yang dapat memilih atau kehendak bebas. Jadi kehendak
bebas adalah kemampuan untuk menentukan sendiri dalam memilih tanpa
dipengaruhi apapun. Bagaimana pandangan filsafat dan iman Kristen
terhadap kehendak bebas? Filsafat pada umumnya mengakui bahwa manusia
adalah ciptaan Tuhan. Artinya, Tuhan memberi ada sehingga adanya
manusia tergantung pada Tuhan. Demikian juga tindakan manusia itu
tergantung pada Tuhan. Dengan kata lain, manusia dalam melakukan
tindakan itu atas dasar perkenanan dan pertolongan Tuhan. Jadi
pandangan filsasfat pada umumnya, manusia tidak mempunyai kebebasan
dalam tindakannya. Bagaimana pandangan Alkitab tentang kehendak bebas
dalam diri manusia? Sejauh manusia masih sadar, bahwa ia mau terikat
dengan Tuhan, ia justru mendapatkan kebebasannya. Namun manusia telah
menyelewengkan kebebasan yang diberikan Tuhan dengan melepaskan ikatan
dari Tuhan. Manusia mau mendapatkan otonomi dan memerintah diri
sendiri. Akibatnya tindakan manusia tidak dapat memilih pilihan yang
baik, kecenderungan manusia melakukan yang jahat. Manusia semakin
kreatif, tetapi tindakannya cenderung salah dan dosa.

Tokoh Etika Filosofis
Satu tokoh Etika Filosofis, yaitu Emanuel Kant. Emanuel Kant
memberikan Etika Filosofis ini dalam bukunya Kritik des Praktischen
Vernunft (Kritik Akal Budi yang Praktis). Emmanuel Kant (1724-1804)
adalah filsuf yang sangat berpengaruh dalam sejarah filsafat modern,
ia juga mengajarkan tentang etika. Etika Kant adalah etika yang murni
"apriori", atau dengan kata lain, etika ini tidak didasarkan atas
pengalaman empiris, misalnya perasaan enak-tidak enak, untung-rugi,
cocok-tidak cocok dan sebagainya. tetapi, etika Kant dibangun
seluruhnya dari prinsip-prinsip intelektualitas, sehingga dapat di
pertanggungjawabkan secara rasional. Akal menggunakan susila saja
sebagai titik tolak, dan bukan pernyataan Allah.

Apakah etika teologis itu?
Sejarah singkat etika teologis: Etika pertama kali ada mulai sejak
abad pertama, namun etika tersebut tidak secara khusus dipelajari.
Namun seiring berjalannya waktu, pokok-pokok etikapun dibuat.
Tokoh-tokoh yang mulai memberikan pemikiran pada pembuatan pokok-pokok
itu seperti; Tertullianus yang menulis tentang hal-hal apa saja yang
boleh dilakukan oleh seorang Kristen, Ambrosius yang fokus pada etika
yang mengatur tentang kewajiban-kewajiban para pejabat, dan Agustinus
yang fokus pada etika tertentu yaitu; tentang kesabaran, tentang dusta
karena terpaksa, dan sebagainya.

Kemudian dalam abad pertengahan, hal-hal tentang etika dibicarakan
lagi dalam "Libri poenitentiales" (kitab-kitab mengenai pengakuan
dosa) Di masa reformasi, ketiga tokoh reformator (Luther, Calvin, dan
Zwingi) juga memberikan suaranya mengenai etika politik dan etika
jabatan. Selain tokoh reformator, ada juga Schleiermacher yang baginya
etika mencoba menerangkan tentang kehidupan orang-orang beriman. Di
abad ke-19 dan awal 20, banyak orang yang mengikutinya. Berbeda dengan
Kuyper yang menurutnya etika itu termasuk golongan dogmatika dan dapat
diuraikan secara khusus. Dan pendirian ini dipertahankan oleh Prof.
Dr. W. Geesink dan Prof. Karl Bath.
Bertolak dari sejarah yang diuraikan, dapat disimpulkan bahwa etika
teologis adalah sebuah etika yang bertolak dari
praanggapan-praanggapan tentang Allah/ilahi. Sehingga, secara singkat
dapat dikatakan bahwa etika teologis adalah sebuah etika yang
didasarkan atas unsur-unsur agama. Berbeda dengan etika flosofis,
etika teologis memiliki sifat transempiris yaitu pengalaman manusia
dengan Allah yang melampaui kesusilaan tidak dapat diamati manusia
dengan pancainderanya. Karena etika teologis berhubungan dengan yang
ilahi, maka sumber utama yang dijadikan bagi etika ini ialah Alkitab.

Persamaan dan Perbedaan Etika Filosofis dan Etika Teologis
Kedua etika ini sama-sama fokus pada objek tentang moralitas. Selain
itu kedua etika ini sama-sama berurusan dengan bagaimana seharusnya
manusia berperilaku yang benar dalam hidupnya, menentukan
prinsip-prinsip apa yang harus diikuti, dan bertanggungjawab atas
pilihan yang telah diputuskan. Perbedaannya ialah: etika filosofis
lebih menggunakan akal budi (logika) untuk menjawab masalah-masalah
hidupnya, sedangkan etika teologis berangkat dari Allah/ilahi yang
bersumber dari Alkitab untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
hidupnya.

Baik etika Filosofis maupun etika Teologis kita dapat melihat bahwa
kedua etika ini sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Meskipun
perbedaan antara kedua etika ini begitu mencolok, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa etika Teologis tidak dapat dilepaskan dari etika
Filosofis, karena etika Teologis harus peka terhadap permasalahan
kesusilaan yang jutru sering dinyatakan melalui etika filosofis.

Beberapa Prinsip Etika Perjanjian Baru
Dalam menjalankan Etika Kristen, manusia perlu memperhatikan beberapa
prinsip Perjanjian Baru sebagai berikut:
1. Mengikuti pimpinan Roh Kudus (Yoh.14:6 = Roh Kudus membawa kita
kepada kebenaran);
2. Kerinduan untuk melaku-kan Kehendak Allah (Rm.12:2/Kis.2:37);
3. Dengar-dengaran akan pedoman persekutuan orang-orang kudus (saling
menasehati, 2Tim.4:2/Kis.15 = sidang di Yerusalem);
4. Keinsyafan menurut keinsyafan batin yang telah dilahirkan baru dan
diperbaharui (band. Kis.23:1/ 2Tim.1:3/Rm.14:5/1Tim.1:5).

Definisi Etika Kristen
Berasal dari bahasa Yunani ethos, berarti kebiasaan atau adat,
merupakan suatu cabang ilmu teologi yang memajukan masalah tentang
sesuatu yang baik dari sudut pandang ke-Kristenan. Apabila dilihat
dari sudut pandang injil, maka etika Kristen adalah segala sesuatu
yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang baik. Dengan demikian,
maka etika Kristen merupakan satu tindakan yang bila diukur secara
moral baik. Saat ini, permasalahan yang dihadapi etika Kristen ialah
kehendak Allah dari manusia yang diciptakan menurut gambarNya, serta
sikap manusia terhadap kehendak Allah itu.

Kekhasan Etika Kristen
Semua etika yang ada di dunia ini memiliki tujuan yang sejajar yaitu
membimbing orang menuju kehidupan yang layak. Hal yang berbeda antara
etika Kristen dengan etika sekuler adalah persoalan pokoknya. Pada
etika sekuler yang menjadi persoalan pokok adalah untuk mencari tahu
arti kehidupan yang baik dan bagaimana hal yang harus dilakukan untuk
mencapai kehidupan yang baik itu, sedangkan dalam etika kristen
mencari tahu hal apa yang harus dillakukan sebagai pengikut Yesus dan
bagaimana menjalankan kehidupan yang layak bagi Yesus.
Etika kristen didasari oleh iman kepada Yesus Kristus. Orang haruslah
dahulu percaya kepada Yesus bahwa Dialah Juruselamat dalam
kehidupannya maka etika Kristen ada dalam hidup orang tersebut. Etika
Kristen adalah salah satu ungkapan refleksi teologis seseorang yang
menerima dan percaya kepada Yesus dengan menjalankan kehidupan yang
layak.
Etika Kristen tidak pernah berhenti kepada suatu pemahaman. Ia tak
pernah menilai sesuatu hal pada posisi negatif atau pada posisi
positif saja. Ia selalu berkembang mengikuti perkembangan yang ada.
Hal ini disebabkan karena etika Kristen akan terus berusaha untuk
menjadi pembimbing yang baik dalam menghadapi realitas yang ada untuk
mencapai kehidupan yang layak untuk kemuliaan Yesus Kistus.

Manfaat Etika
Sebagai ilmu, maka di dalam etika pemikiran diutamakan di dalam
mengambil keputusan (usaha manusia dengan pemikirannya mengerti,
memahami dan menganalisa sebuah persoalan). Etika membantu kita dalam
memahami situasi dan kegiatan kita. Artinya setiap kegiatan dan
perbuatan yang nyata atau tidak nyata perlu dipahami mengapa kita
melakukannya, di mana kita perbuat, dalam posisi atau kondisi yang
bagaimana perbuatan itu dilakukan. Misalnya, seseorang yang pernah
studi di luar negeri, setelah kembali pasti paham etikanya sangat
berbeda sebelum ia pergi.
Pemahaman etika setiap daerah akan berbeda, tetapi keputusan etis
harus sama. Jadi setiap keputusan yang diambil harus dilihat dalam
tiga hal yaitu: terang pernyataan Allah, dalam terang ilmiah, rasional
dan objektif, benar atau salah, pantas atau tidak secara ilmiah, dalam
terang pengalaman manusia itu sendiri. Misalnya, ada orang yang telah
mendekat kepada kematian, tetapi masih diusahakan dengan pertolongan
semaksimal mungkin dengan segala peralatan yang canggih agar tetap
hidup, seperti infus, memberikan oksigen, pompa jantung, dsb.
Pertanyaannya: apakah kejadian itu etis secara terang firman Tuhan,
rasinal dan dalam terang pengalaman manusia. Jadi dapat dikatakan
bahwa etika tidak dapat mengambil keputusan dalam tiap-tiap situasi
secara sama. Manusialah yang bertindak bukan etika, etika hanya
memberi kriteria kepada manusia.
Berhubungan dengan etika Kristen, perlu juga dipahami sejauh mana
seorang rohaniawan (hamba Tuhan) boleh/berhak memberi/menunjukkan
keputusan yang benar bagi orang lain? Sampai sejauh mana sebagai
rohaniawan kita mengatakan itu benar, ini salah? selengkapnya download
di sini...
Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar