13 Maret 2014

DESA KERTAJAYA-CIRANJANG-CIANJUR





BAB II
GAMBARAN UMUM DESA KERTAJAYA
KECAMATAN CIRANJANG KABUPATEN CIANJUR

            Komunitas Kristen Ciranjang banyak berdomisili di desa Sindangjaya dan Kertajaya. Orang sering menyebut desa Sindangjaya dan Kertajaya dengan nama Palalangon. Dalam bab ini akan diuraikan gambaran umum desa Kertajaya, karena dari segi pemerintahan kampung Palalangon berada dalam lingkup Desa Kertajaya. Dalam bab yang sama juga diuraikan tentang sejarah perkembangan kekristenan di daerah Palalangon, sejarah berdirinya GKP di Palalangon, dan kondisi kerohanian orang Kristen masa kini di Palalangon.

Letak Geografis
            Desa Kertajaya adalah salah satu Desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Desa Kertajaya berbatasan langsung dengan empat desa, yaitu: sebelah Utara berbatasan langsung dengan kabupaten Bandung, sebelah Selatan berbatasan langsung dengan desa Karang Wangi, sebelah Timur berbatasan langsung dengan desa Gunung Sari, dan sebelah Barat berbatasan langsung dengan desa Sindangjaya. Desa Kertajaya memiliki luas 382.44 Ha/m2, terdiri dari 190.447Ha/m2 lahan sawah irigasi teknis, 65 Ha/m2 ladang/tegal, serta 57 Ha/m2 pemukiman. Tinggi desa Kertajaya jika diukur dari permukaan laut sekitar 2,50  mdl dengan curah hujan rata-rata 0,5 mm, dan suhu rata-rata hariannya 26-270C. [1]
Dari segi transportasi, desa Kertajaya dapat ditempuh dengan kendaraan bus, angkot, dan sepeda motor.  Jarak desa Kertajaya ke ibu kota kecamatan  adalah 6 km, dapat ditempuh selama 30 menit dengan kendaraan bermotor. Jarak dari desa Kertajaya ke ibu kota kabupaten adalah 18 km. Jarak dari desa Kertajaya ke ibu kota propinsi adalah 42 km.

Kependudukan
            Komposisi penduduk desa Kertajaya cukup beragam baik dari segi etnis, pendidikan, maupun matapencaharian. Berikut ini pengelompokan penduduk desa Kertajaya berdasarkan ketiga unsur di atas:
1.      Jumlah penduduk dan Etnis
Berdasarkan jumlah kepala keluarga, Desa Kertajaya dihuni oleh 2.209 KK dengan jumlah jiwa 7.298 orang, terdiri dari 3.766 laki-laki dan 3.535 perempuan.[2] Jika dikelompokkan lagi ke dalam kelompok usia, maka akan sangat bervariasi mulai dari kelompok anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, sampai usia lanjut. Demikian juga dengan kelompok etnis sangat beragam, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 1: Pengelompokan berdasarkan Etnis
No
Etnis
Jumlah Jiwa
1
Sunda
7.210
2
Jawa
22
3
Batak
4
4
Nias
4
5
Flores
4
6
Ambon
9
7
Bugis
1
8
Minang
2
9
Betawi
30
10
Bali
3
11
Dayak
1
12
Makassar
1
13
Papua
2
14
Timor
1
15
Ternate
1
                                                        
Tabel 1 di atas memperlihatkan setidaknya terdapat 15 etnis di desa Kertajaya. Etnis terbesar adalah Sunda karena mereka merupakan penduduk lokal. Selanjutnya diikuti oleh etnis Betawi, Jawa, Ambon, dan etnis lainnya yang jumlahnya tidak begitu banyak. Etnis Sunda, Betawi, Bugis, Minang dan Jawa umumnya adalah orang-orang Muslim, dan secara khusus untuk etnis Sunda di desa Kertajaya mereka juga banyak yang menganut agama Kristen.
2.      Pendidikan Masyarakat Desa Kertajaya
            Tingkatan pendidikan adalah salah satu tolak ukur untuk melihat tingkat kemajuan suatu daerah. Berdasarkan buku daftar isian potensi desa dan kelurahan, maka tingkatan pendidikan masyarakat Desa Kertajaya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2: Pengelompokan berdasarkan Tingkatan Pendidikan
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah Jiwa
1
Buta Aksara
0
2
Tidak Tamat SD
7
3
Tamat SD
372
4
Tamat SLTP
511
5
Tamat SMU
272
6
Tamat Akademi (D-1/D-3)
73
7
Tamat S-1, S2, S3      

Pada tabel 2 di atas mengindikasikan bahwa pendidikan SLTP menduduki peringkat pertama yang berjumlah 511 orang. Penduduk yang lulus SD menduduki peringkat kedua dengan jumlah 372 orang. Penduduk yang lulus SMU sekitar 272 orang, menduduki peringkat ketiga. Penduduk yang lulus akademi (D1, D2, D3)-sarjana (S1, S2, S3) sebanyak 73 orang. Tingkat buta aksara sudah tidak ada, dan yang tidak tamat SD masih terdapat 7 orang.[3] Melihat tingkatan pendidikan di desa Kertajaya dapat dikatakan bahwa penduduk Desa Kertajaya tidak begitu tertinggal karena mayoritas penduduknya sudah pernah mengenyam pendidikan sekolah, bahkan sudah ada yang sampai ke tingkat perguruan tinggi.
Keberadaan sarana pendidikan merupakan pendukung utama bagi terciptanya masyarakat yang berpendidikan. Sarana pendidikan yang ada di Kertajaya baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta, meliputi: tingkat TK ada 4 buah, tingkat SD/sederajat 3 buah, tingkat SLTP/sederajat 1 buah, tingkat SMU/sederajat 1 buah. Khusus lembaga pendidikan keagamaan terdapat 4 buah Ibtidayah, 1 buah Tsanawiyah, 1 buah Aliyah, 1 buah Pondok Pesantren, dan 1 buah STT yang diselenggarakan oleh lembaga Kristen.[4]
3.      Mata Pencaharian Penduduk Desa Kertajaya
Mayoritas penduduk Desa Kertajaya berprofesi sebagai petani, mereka pada umumnya menanam padi sawah, jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang panjang, ubi kayu dan ubi jalar. Padi sawah menjadi prioritas utama para petani dalam menanam, sedangkan jagung, kacang-kacangan, dan tanaman lain biasanya ditanam ketika musim kemarau datang. Para petani tersebut memanen hasil pertaniannya sebanyak tiga kali setahun. Perairannya menggunakan sistem irigasi, yang mengalirkan air kepersawahan penduduk yang mencapai puluhan hektar luasnya. Sebagai pekerjaan sampingan mereka  memelihara ternak seperti: ayam kampung, bebek, domba, kambing, dan sapi.
Selain persawahan desa Kertajaya juga memiliki danau Cirata. Danau yang awalnya difungsikan sebagai pembangkit listrik juga dimanfaatkan sebagai tempat wisata dan tempat budidaya ikan air tawar. Jenis ikan yang dihasilkan antara lain ikan mujair, nila, ikan mas dan ikan jambal. Produksi rata-rata mencapai 286 ton pertahun. Berikut ini pengelompokan berdasarkan mata pencaharian penduduk desa Kertajaya.

Tabel 3: Pengelompokan berdasarkan profesi
No
Status
Jumlah Jiwa
1
PNS
18
2
ABRI/POLRI
1/1
3
Petani
92
4
Buruh Tani
1.374
5
Pedagang
11
6
Peternak
77
7
Karyawan Swasta
75
8
Nelayan
32
9
Dukun Kampung
3

Struktur Sosial, Budaya dan Ekonomi
Kultur desa Kertajaya sangat plural disebabkan latar belakang penduduknya yang sangat majemuk. Hal ini dapat digambarkan dari tingkah laku masyarakat setempat yang sangat terbuka dan mempunyai solidaritas yang tinggi terhadap orang lain. Masyarakat desa Kertajaya mempunyai sistem kekerabatan yang sangat erat. Dalam kehidupan sehari-hari mereka berpegang teguh pada adat istiadat yang berlaku. Kehidupan kemasyarakatan mereka tidak mengenal perbedaan-perbedaan golongan atau kasta. Setiap orang diakui mempunyai hak yang sama. Batas pergaulan antara satu dengan yang lainnya tidak begitu dipermasalahkan selagi berada dalam kewajaran adat istiadat desa Kertajaya secara umum. Dalam kehidupan sosialnya, mereka satu sama lain selalu menjaga dan berusaha baik. Dalam hidup bermasyarakat, bila ada suatu masalah, masyarakat desa Kertajaya berusaha menyeleseikan masalah dengan cara musyawarah ataupun mereka menerima petuah dari tokoh masyarakat atau agama setempat sebagai jalan penyelesaian. Selain itu, tampak pula di desa Kertajaya pola hidup yang tentram, tenang dan rukun. Pola interaksi yang dijalankan pun sangat terlihat dinamis, ini bisa dilihat dari adanya kerjasama yang dilakukan warga masyarakat desa Kertajaya. Tolong menolong dan gotong royong merupakan perwujudan dari interaksi yang mereka bangun dari semenjak nenek moyang mereka.
Dari penjelasan di atas bahwa kehidupan sosial masyarakat desa Kertajaya mengalami perkembangan yang sangat signifikan sekali dalam kehidupan sosialnya, baik itu dalam interaksi antar agama yang berlainan keyakinan atau interaksi sosial yang nyata, misalnya pembuatan jalan, pembangunan rumah, di mana orang muslim dan Kristen secara bersama-sama mengerjakan pekerjaan sosial tersebut. Sebagian besar mata pencaharian desa Kertajaya adalah bertani, berdagang, dan lainnya. Mereka yang berdagang adalah mereka yang awalnya petani, tetapi kemudian mereka menjual tanahnya. Pola perekonomian desa Kertajaya bersumber dari tanah yang mereka miliki. Tanah bagi mereka merupakan sumber kehidupan bagi keluarga dan keturunannya. Pemanfaatan tanah sebagai seumber kehidupan hasilnya dikonsumsi sendiri dan lebihnya dijual.
Paradigma tersebut kemudian berubah seiring perkembangan jaman. Mereka kemudian tidak hanya mengolah tanah untuk pertanian, tanah tersebut kemudian digunakan untuk usaha lain, ada yang membuat kolam ikan, kios, maupun toko. Masyarakat yang berdekatan dengan danau Cirata banyak bermata pencaharian sebagai peternak ikan air tawar. Namun ada juga yang lebih memanfaatkan kondisi danau Cirata sebagai daerah wisata yang indah dengan membuka warung-warung nasi, menyewakan perahu dan sebagainya.

Kehidupan Keberagamaan
Kehidupan keberagamaan penduduk Desa Sindangjaya cukup beragam, jika dilihat dari agama yang dianut,  terdapat lebih dari satu agama. Mayoritas penduduk desa Kertajaya memeluk agama Islam, kemudian diikuti oleh agama Kristen. Agama Islam dianut oleh 6.246 orang, dan Kristen dianut oleh 1.052 orang.[5] Kedua agama tersebut saling berinteraksi satu sama lain dengan saling menghargai dan penuh tenggang rasa. Masing-masing agama bebas melakukan kegiatan keagamaannya. Orang-orang muslim mengadakan pengajian mingguan di mushola, masjid, atau majlis taklim yang diikuti oleh bapak-bapak, ibu-ibu maupun remaja. Demikian juga dengan orang Kristen, mereka melakukan kegiatan-kegiatan keagamaannya setiap  minggu di gereja masing-masing.

Tabel 4: Pengelompokan berdasarkan agama yang dianut
No
Agama
Jumlah Jiwa
1
Islam
6.246
2
Kristen
1.052

Tabel 5: Pengelompokan berdasarkan sarana peribadatan
No
Sarana Peribadatan    
Jumlah
1
Masjid DKM
10
2
Mushola/Langgar/Surau
43
3
Gereja Kristen Protestan
3

Kekristenan di Palalangon
Palalangon merupakan daerah yang masuk dalam wilayah desa Kertajaya, di mana Palalangon merupakan sebuah kampung yang memiliki keunikan tersendiri di tatar tanah Pasundan. Dikatakan unik karena merupakan sebuah perkampungan Kristen dari penduduk asli suku Sunda sejak zaman kolonial Belanda. Atribut Kristen inilah yang membuat Palalangon berbeda atau mudah dibedakan dari desa atau kawasan disekitarnya yang pada umumnya didiami oleh komunitas Islam. Palalangon menjadi perhatian bagi berbagai kalangan dari luar desa, khususnya mereka yang beragama Kristen. Banyak organisasi gereja dan lembaga Kristen yang berasal dari luar desa yang memberi perhatian kepada Palalangon, setidaknya dalam bentuk bantuan-bantuan fisik.
Masyarakat Palalangon menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kebanyakan masyarakat berprofesi sebagai petani (buruh tani). Petani penggarap dan buruh tani mengerjakan lahan melalui sistim sakap (bagi hasil), sewa atau gadai. Buruh tani tidak mempunyai lahan sawah untuk digarap sendiri. Pekerjaan buruh tani adalah bekerja pada lahan pertanian orang lain, termasuk yang bekerja di budidaya ikan jaring apung di waduk Cirata. Pekerjaan di luar pertanian relatif sedikit yaitu sebagai pegawai negeri (sipil dan pemerintahan daerah) dan pedagang atau wiraswasta.


Sejarah Berdirinya Kampung Palalangon
Palalangon adalah salah satu bentuk perwujudan dari sebuah model pembentukan jemaat pedesaan di tanah Jawa bagian Barat yang diselenggarakan atas prakarsa dari pihak lembaga pekabaran Injil Zending dari Belanda yang bernama Nederlandsche Zendings Vereeninging (NZV) yang didirikan oleh komunitas Kristen yang berlatar belakang dari gereja “hermormd” di kota Rotterdam pada tanggal 2 Desember 1858. Lembaga ini memulai pelayanannya di Jawa Barat pada tahun 1862 atas saran dari Lembaga Pekabaran Injil yang ada di Batavia (Jakarta), yang bernama: “Genotschap voorlnen Uitwedinge Zending te Batavia”(GIUZ).
Menurut Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Gereja Kristen Pasundan Palalangon (disusun oleh Pdt. Alex Fernando Banua, S.Th), lembaga NZV memulai pelayanannya di wilayah Cianjur berawal dari sebuah keprihatinan terhadap kondisi dan keberadaan komunitas orang Kristen pribumi (orang sunda), baik yang berada di wilayah Batavia (sekarang Jakarta) maupun daerah-daerah sekitar Batavia, seperti: Depok, Jatinegara, Kampung Sawah, Gunung Putri, Cikembar, Cigelam.
Komunitas Kristen Sunda ini mengalami “diaspora” akibat intimidasi, penganiayaan, bahkan pembunuhan. Komunitas yang telah berserakan tersebut kemudian diupayakan untuk dapat dihimpun kembali dan disatukan di bawah naungan pelayanan lembaga NZV. Kemudian lembaga NZV mengutus B.M. Alkena untuk  mencari lahan yang cocok untuk pemukiman sekaligus untuk lahan pertanian. Upaya untuk pencarian lokasi dimulai di wilayah keresidenan Cianjur. Bantuan diperoleh dari seorang pembantu bupati Cianjur (seorang Wedana) yang bernama Sabri dan disertai oleh tujuh orang yang telah dihimpunkan kembali, yaitu: Miad Aliambar, Jena Aliambar, Hasan Aliambar, Akim Muhiam, Naan Muhian, Yusuf Sairin dan Elipas Kaiin, ketujuh orang ini kemudian disebut generasi perintis berdirinya kampung Palalangon.
Upaya pencarian pemukiman cukup lama, memakan waktu dan melelahkan, dengan  menyusuri aliran sungai Cisokan dan sungai Citarum akhirnya membuahkan hasil. Rombongan terperosok ke sebuah tebing pinggir aliran sungai Citarum (tepatnya di daerah Leuwi Kuya). Mereka kemudian menaiki tebing tersebut dan menemukan sebuah hutan belantara yang tanahnya agak datar. Setelah B.M. Alkena melihat tempat tersebut cocok untuk lahan pemukiman dan pertanian, maka B.M Alkena menancapkan tongkatnya di tanah dan berikrar: “di tempat inilah saya tetapkan sebagai tempat pemukiman bagi orang-orang Kristen (Sunda). “Sejak itulah dimulai pembukaan dan pembabatan hutan untuk keperluan pemukiman dan pertanian. Setelah menemukan tempat pemukiman, maka masing-masing keluarga diberikan lahan garapan seluas 5 bau, selanjutnya pihak NZV membatu menyediakan modal sebesar 1.200 Gulden. Setelah itu ketujuh orang mulai mengajak dan menjemput keluarga masing-masing, sehingga pada saat itu terdapat sekitar 21 jiwa yang bermukim di perkampungan yang baru tersebut. Setelah semuanya dirasakan cukup mapan, maka dirasakan adanya suatu kebutuhan untuk tempat ibadat. Pada tahun 1902, dibangunlah sebuah tempat ibadat sementara (darurat) yang terbuat dari “ilalang” dan kebaktian minggu perdana dilaksanakan (diperkirakan) pada tanggal 17 Agustus 1902 yang dilayani dan dipimpin langsung oleh B.M Alkena.

Sejarah Berdirinya GKP Palalangon
Gereja Kristen Pasundan Palalangon mulai dirintis pada tahun 1901, jemaat mula-mula merupakan orang-orang Kristen hasil penginjilan Zending Belanda yang dibawa dari daerah-daerah di Jawa Barat, yaitu: Pangharepan, Cikembar (Sukabumi), Gunung Putri dan Depok ke Palalangon. Gereja Kristen Pasundan resmi berdiri pada tanggal 14 November 1934 (sebagai hari berdirinya Gereja Kristen Pasundan), setelah serah terima dari pihak Zending kepada pihak Kristen pribumi di Jawa Barat. Sejak itu keberadaan komunitas Kristen di Palalangon mulai dilayani oleh para hamba Tuhan, baik yang berasal dari negeri Belanda maupun oleh pelayan “pribumi”. Pelayanan yang dilakukan oleh pihak Zending di Palalangon hanya bersifat temporer, akibat tugas yang diemban oleh pihak Zending dapat berubah sewaktu-waktu, apalagi jemaat Palalangon waktu itu baru merupakan pos PI (pos luar) dari NZV, dengan demikian tidak ada pihak Zending yang menetap di Palalangon. Hamba Tuhan dari pihak Zending tercatat ada 10 orang, dari pihak pribumi ada 6 orang guru Injil (1902-1930), dan ada 10 pendeta jemaat (1930-1911). Pelayanan Gereja Kristen Pasundan Palalangon mencakup dua desa yaitu desa Kertajaya dan desa Sindangjaya dan dibagi ke dalam enam sektor yaitu: Palalangon Wetan (Timur), Palalangon Kulon (Barat), Pasir Kuntul, Pasir Saar, Mekarsaluyu/Cigurubuk dan Pasir Sereh.
            Gereja Kristen Pasundan (GKP) Palalangon adalah gereja tertua di wilayah Ciranjang, berdiri pada tahun 1901. Pada tahun 1902 berdiri Gereja Kerasulan Pusaka di Rawaselang, selanjutnya berdiri jemaat lokal yang lain, seperti Gereja Kristen Pasundan Sindangjaya, Gereja Kristen Pasundan Ciranjang, Gereja Kerasulan Baru Rawaselang, Gereja Persekutuan Injili Eliezer, GPdI Pasirnangka, Gereja Pantekosta Ciranjang, Gereja Kristen Indonesia Ciranjang, Gereja Masehi Adven dan Gereja Betel Indonesia Ciranjang. Kini tercatat sebelas gereja lokal yang berdiri di kabupaten Ciranjang.
            Walaupun hidup di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas beragama Islam dan masuk dalam Kabupaten yang menerapkan syariat Islam, namun demikian tidak ada gesekan dan permasalahan yang merusak hubungan antara Kristen dan Islam. Toleransi antara umat Islam dan Kristen dapat terlihat ketika ada warga yang meninggal, umat Kristen dan Muslim bahu membahu untuk mengurus segala keperluan dan perlengkapan hingga pemakaman dilaksanakan. Bahkan ditingkat Desa Sindangjaya, pemerintah memfasilitasi dibentuknya Forum Majelis Gereja (MG), sebagai lembaga yang setara dengan MUI. Lembaga ini menjadi mediator antar anggota jemaat dengan aparat pemerintah desa. Kepentingan jemaat Kristen diakomodir dalam lembaga MG ini.

Kondisi Jemaat GKP Palalangon
            Secara umum jemaat GKP Palalangon bermata pencaharian buruh tani (petani penggarap). Hal ini disebabkan karena telah banyak lahan milik mereka dijual kepada orang-orang kota, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Selain bekerja sebagai petani, selebihnya bekerja sebagai karyawan swasta/industri, pegawai negeri, wiraswasta, guru, dan tenaga medis. Di bawah ini dikelompokkan dalam tabel.

Tabel 6: Pengelompokan jemaat berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan
Pria
Wanita
Jumlah
Pegawai Negeri
6
7
13
Karyawan swasta/industry
20
58
30
Buruh tani/bangunana
164
155
319
Wiraswasta
5
2
7
Profesi pendidikan/guru/dosen
5
6
11
Profesi kesehatan/dokter/bidan/perawat
2
2
4
Profesi hukum/pengacara/notaries/jaksa/hakim
-
-
-
Profesi peneliti/akuntan/konsultan
1
-
1
Profesi kerohanian/pendeta/guru agama
1
1
2


Dengan tingkat pendapatan yang sangat minim, berdampak langsung kepada tingkat ekonomi jemaat. Banyak jemaat yang tidak dapat menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, rata-rata hanya sampai tingkat SLTP atau SLTA. Tingkat pendidikan jemaat dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 7: Pengelompokan jemaat berdasarkan pendidikan
Pendidikan Formal Terakhir
Pria
Wanita
Jumlah
Sekolah Dasar
200
130
330
Sekolah Lanjutan Pertama
100
80
180
Sekolah Lanjutan Atas
150
100
250
Program Diploma I (D-1)
1
1
2
Program Diploma II (D-2)
2
3
5
Program Diploma III (D-3)
5
7
12
Sarjana Strata I (S-1)
2
2
4
Sarjana Strata II (Magister)
-
-
-
Sarjana Strata III (Doktor)
-
-
-
                                                           

Tingkat pendidikan yang rendah membawa dampak kepada masa depan generasi muda. Selain berdampak pada masa depan generasi muda, juga menyebabkan tingkat penganguran bertambah. Kebanyakan generasi muda yang di satu sisi masih ber-utopia dengan masa depan yang cerah namun tidak mempunyai kesempatan, di sisi lainnya mereka juga tidak dapat berkiprah dikampungnya (mungkin karena faktor “gengsi”) terutama untuk mereka ini mau menyingsingkan lengan bajunya untuk turun ke sawah. Banyak di antara generasi muda Palalangon yang mengadu nasib untuk mencari pekerjaan ke kota, namun tidak sedikit yang pulang dengan tangan hampa dan kekecewaan, hal ini dikarenakan mereka tidak mempunyai bekal keterampilan dan kemampuan yang cukup, sehingga mereka kalah bersaing dan akhirnya “tertindas” dalam persaingan tersebut.[6]
Selain masalah ekonomi dan pendidikan keberadaan PLTA Cirata membawa pembaharuan pola hidup dan budaya di Palalangon. Terjadinya “penetrasi” dan heterogenitas masyarakat merupakan dampak langsung dari keberadaan PLTA Cirata. Pergesekan budaya “pendatang” dengan masyarakat Palalangon telah mengakibatkan perubahan pola dan gaya hidup (gengsi dan konsumerisme sampai kepada pergaulan bebas, kenakalan remaja). Sedangkan dampak dari Objek Wisata Calincing yang bersebelahan dengan kampung Palalangon mulai menimbulkan permasalahan, seperti prostitusi, minuman keras, dan obat-obatan terlarang.[7]

Hidup Kerohanian Jemaat GKP Palalangon
Dalam menjalankan kegiatan pelayanan gerejawi di GKP Palalangon, majelis gereja dibantu oleh komisi/seksi pelayanan anak KPA/Sekolah Minggu, Kaum Wanita, Pemuda, Urusan Kematian dan Penguburan (UKP) dan Pelawatan (kunjungan). Kegiatan diakonia  yang mengelola kegiatan sosial dan pendidikan termasuk pengelolaan bantuan dilakukan secara insidentil bila ada bantuan untuk orang miskin. Demikian juga dengan kegiatan pelayanan sudah dijadwalkan dalam sepekan.
Tabel 8. Jadwal Kegiatan Pelayanan GKP Palalangon
Hari
Kegiatan Pelayanan
Waktu (Pukul)
Minggu
a.       Kegiatan umum
b.      Kegiatan Sekolah Minggu
09.00-11.00
07.00-09.00
Senin
Pemahaman Alkitab (PA)
16.00-18.00
Selasa
Rapat dan persiapan pelayanan komisi wanita
16.00-18.00
Rabu
Kebaktian Rumah Tangga (KRT)
16.00-18.00
Kamis
Kebaktian Kaum Wanita
16.00-18.00
Jumat
Rapat Majelis Gereja
17.00-18.00
Sabtu
Kebaktian Pemuda
19.00-21.00

            Kebaktian hari minggu diadakan dua kali yaitu pada pukul 05.30 dan 09.00. Dalam kebaktian digunakan dua bahasa sebagai bahasa pengantar yaitu bahasa Indonesia dan pada minggu ke dua digunakan bahasa Sunda. Ibadah umum dilayani oleh pendeta/vikaris setempat, majelis jemaat, dan warga jemaat (tokoh). Bahan pembacaan Alkitab disesuaikan dengan jadwal yang dibuat oleh Pekerja Majelis Harian (MP sinode GKP).
            Tingkat kehadiran jemaat dalam kebaktian umum rata-rata mencapai 225 orang (berdasarkan tahun 2010) atau hanya <25 1.082="" anggota="" dari="" jemaat="" jumlah="" orang="" seluruh="" span="">7 KK).[8] Kebaktian Sekolah Minggu dilayani oleh pemuda dan dibantu oleh mahasiswa STT SAPPI. Pemahaman Alkitab yang dilakukan setiap hari Senin dipimpin oleh pendeta atau majelis setempat. Materi pembahasan menggunakan bahan dari Santapan Harian PPA (Persekutuan Pembaca Alkitab, Jakarta). Persiapan pelayanan komisi wanita diadakan setiap hari Selasa dipimpin oleh pendeta. Berikut ini gambaran  komposisi jemaat dan kehadiran jemaat dalam peribadatan (umum dan kategorial).
1.      Komposisi Jemaat[9]:
Tabel 9: Pengelompokan berdasarkan komposisi jemaat
Wilayah Pelayanan
KK
Jenis Kelamin
Jumlah
L+P
L
%
P
%
N
%
Palalangon Kulon
75
116
10,7
119
11
235
21,7
Palalangon Wetan
64
118
10,9
104
9,6
222
20,5
Pasir Kuntul
95
154
14,2
159
14,7
313
28,9
Pasir Saar
33
65
6
78
7,3
143
13,3
Mekar Saluyu
33
93
8,6
76
7
169
15,6
Jumlah Total
300
546
50,4
536
49,6
1082
100



2.      Kehadiran dalam kebaktian umum[10]:
Tabel 10: Pengelompokan berdasarkan kehadiran dalam kebaktian umum
Tahun
Kebaktian
Pria
Wanita
Jumlah
Total
2005
Pagi
42
49
91
260
Siang
70
99
169
2006
Pagi
47
58
105
269
Siang
66
98
164
2007
Pagi
45
65
110
290
Siang
76
104
180
2008
Pagi
43
52
95
267
Siang
47
98
172
2009
Pagi
43
52
95
258
Siang
66
97
163
2010
Pagi
41
52
93
243
Siang
62
88
150

           
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa kehadiran jemaat dalam mengikuti ibadah di gereja kurang dari 25% dari total jumlah jemaat secara keseluruhan, ± 1082 jiwa. Demikian juga dengan jumlah kehadiran dari tahun ke tahun jumlah kehadiran naik turun, bahkan cenderung statis.

3.      Kehadiran dalam Peribadahan/Pembinaan Kategorial[11]
Tabel 11: Pengelompokan berdasarkan kehadiran dalam pembinaan kategorial
Bentuk Pelayanan / Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sekolah Minggu
279
289
263
271
268
253
Pemuda Remaja
47
50
60
55
57
25
Komisi Wanita
57
68
69
70
72
72


Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa kehadiran dalam ibadah kategorial naik turun, bahkan ada kecenderungan mengalami penurunan dari tahun ke tahun.


[1] Daftar isian potensi desa dan kelurahan, Pemerintah Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur 2009,  hlm.2-5
[2] Daftar isian potensi desa dan kelurahan, Pemerintah Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur 2009, hlm. 20
[3] Daftar isian potensi desa dan kelurahan, Pemerintah Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur 2009, 19
[4] Daftar isian potensi desa dan kelurahan, Pemerintah Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur 2009, 36
[5] Daftar isian potensi desa dan kelurahan, Pemerintah Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur 2009, 20
[6] Profil Gereja Kristen Pasundan Jemaat Palalangon, hal.4-5
[7] Profil Gereja Kristen Pasundan Jemaat Palalangon, 10
[8] Buku acara syukuran tahunan GKP Jemaat Palalangon 2010
[9] Profil gereja Kristen Pasundan (GKP) Palalangon
[10] Laporan Pertanggungjawaban Kegiatan Pelayanan Majelis Gereja Kristen Pasundan (GKP) Palalangon, periode 2005-2010
[11] Laporan Pertanggungjawaban Kegiatan Pelayanan Majelis Gereja Kristen Pasundan (GKP) Palalangon, periode 2005-2010

2 komentar:

  1. Saya ingin berkunjung ke palalangon

    BalasHapus
  2. Saya mendapat info, benarkah disalah satu desa ciranjang ada kabar kristenisasi dan ada kabar istilah lagi mualafisasi satu kampung. Mohon info yg valid yg mNa ya, salam

    BalasHapus

Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar