BAB
II
GAMBARAN
UMUM DESA KERTAJAYA
KECAMATAN
CIRANJANG KABUPATEN CIANJUR
Komunitas Kristen Ciranjang banyak
berdomisili di desa Sindangjaya dan Kertajaya. Orang sering menyebut desa
Sindangjaya dan Kertajaya dengan nama Palalangon. Dalam bab ini akan diuraikan
gambaran umum desa Kertajaya, karena dari segi pemerintahan kampung Palalangon
berada dalam lingkup Desa Kertajaya. Dalam bab yang sama juga diuraikan tentang
sejarah perkembangan kekristenan di daerah Palalangon, sejarah berdirinya GKP
di Palalangon, dan kondisi kerohanian orang Kristen masa kini di Palalangon.
Letak
Geografis
Desa Kertajaya adalah salah satu
Desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Desa
Kertajaya berbatasan langsung dengan empat desa, yaitu: sebelah Utara berbatasan
langsung dengan kabupaten Bandung, sebelah Selatan berbatasan langsung dengan
desa Karang Wangi, sebelah Timur berbatasan langsung dengan desa Gunung Sari, dan
sebelah Barat berbatasan langsung dengan desa Sindangjaya. Desa Kertajaya memiliki
luas 382.44 Ha/m2, terdiri dari 190.447Ha/m2 lahan sawah irigasi teknis, 65 Ha/m2
ladang/tegal, serta 57 Ha/m2
pemukiman. Tinggi desa Kertajaya jika diukur dari permukaan laut sekitar 2,50 mdl dengan curah hujan rata-rata 0,5 mm, dan suhu
rata-rata hariannya 26-270C. [1]
Dari segi transportasi, desa Kertajaya dapat ditempuh dengan kendaraan
bus, angkot, dan sepeda motor. Jarak
desa Kertajaya ke ibu kota kecamatan adalah 6 km, dapat ditempuh selama 30 menit
dengan kendaraan bermotor. Jarak dari desa Kertajaya ke ibu kota kabupaten
adalah 18 km. Jarak dari desa Kertajaya ke ibu kota propinsi adalah 42 km.
Kependudukan
Komposisi penduduk desa Kertajaya
cukup beragam baik dari segi etnis, pendidikan, maupun matapencaharian. Berikut
ini pengelompokan penduduk desa Kertajaya berdasarkan ketiga unsur di atas:
1.
Jumlah
penduduk dan Etnis
Berdasarkan jumlah kepala keluarga, Desa Kertajaya dihuni oleh
2.209 KK dengan jumlah jiwa 7.298 orang, terdiri dari
3.766 laki-laki dan 3.535
perempuan.[2] Jika dikelompokkan lagi ke
dalam kelompok usia, maka akan sangat bervariasi mulai dari kelompok anak-anak,
remaja, pemuda, dewasa, sampai usia lanjut. Demikian juga dengan kelompok etnis
sangat beragam, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 1: Pengelompokan berdasarkan Etnis
No
|
Etnis
|
Jumlah Jiwa
|
1
|
Sunda
|
7.210
|
2
|
Jawa
|
22
|
3
|
Batak
|
4
|
4
|
Nias
|
4
|
5
|
Flores
|
4
|
6
|
Ambon
|
9
|
7
|
Bugis
|
1
|
8
|
Minang
|
2
|
9
|
Betawi
|
30
|
10
|
Bali
|
3
|
11
|
Dayak
|
1
|
12
|
Makassar
|
1
|
13
|
Papua
|
2
|
14
|
Timor
|
1
|
15
|
Ternate
|
1
|
Tabel 1 di atas memperlihatkan setidaknya terdapat 15
etnis di desa Kertajaya. Etnis terbesar adalah Sunda karena mereka merupakan
penduduk lokal. Selanjutnya diikuti oleh etnis Betawi, Jawa, Ambon, dan etnis
lainnya yang jumlahnya tidak begitu banyak. Etnis Sunda, Betawi, Bugis, Minang
dan Jawa umumnya adalah orang-orang Muslim, dan secara khusus untuk etnis Sunda
di desa Kertajaya mereka juga banyak yang menganut agama Kristen.
2.
Pendidikan
Masyarakat Desa Kertajaya
Tingkatan
pendidikan adalah salah satu tolak ukur untuk melihat tingkat kemajuan suatu
daerah. Berdasarkan buku daftar isian potensi desa dan kelurahan, maka tingkatan
pendidikan masyarakat Desa Kertajaya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2: Pengelompokan berdasarkan
Tingkatan Pendidikan
No
|
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah Jiwa
|
1
|
Buta
Aksara
|
0
|
2
|
Tidak
Tamat SD
|
7
|
3
|
Tamat
SD
|
372
|
4
|
Tamat
SLTP
|
511
|
5
|
Tamat
SMU
|
272
|
6
|
Tamat
Akademi (D-1/D-3)
|
73
|
7
|
Tamat S-1, S2,
S3
|
Pada tabel 2 di atas mengindikasikan
bahwa pendidikan SLTP menduduki peringkat pertama yang berjumlah 511 orang.
Penduduk yang lulus SD menduduki peringkat kedua dengan jumlah 372 orang. Penduduk
yang lulus SMU sekitar 272 orang, menduduki peringkat ketiga. Penduduk
yang lulus akademi (D1, D2, D3)-sarjana (S1, S2, S3) sebanyak 73 orang. Tingkat buta
aksara sudah tidak ada, dan yang tidak tamat SD masih terdapat 7 orang.[3] Melihat tingkatan
pendidikan di desa Kertajaya dapat dikatakan bahwa penduduk Desa Kertajaya tidak
begitu tertinggal karena mayoritas penduduknya sudah pernah mengenyam
pendidikan sekolah, bahkan sudah ada yang sampai ke tingkat perguruan tinggi.
Keberadaan sarana pendidikan merupakan pendukung
utama bagi terciptanya masyarakat yang berpendidikan. Sarana pendidikan yang
ada di Kertajaya baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta, meliputi:
tingkat TK ada 4 buah, tingkat SD/sederajat 3 buah, tingkat SLTP/sederajat 1
buah, tingkat SMU/sederajat 1 buah. Khusus lembaga pendidikan keagamaan
terdapat 4 buah Ibtidayah, 1 buah Tsanawiyah, 1 buah Aliyah, 1 buah Pondok
Pesantren, dan 1 buah STT yang diselenggarakan oleh lembaga Kristen.[4]
3.
Mata
Pencaharian Penduduk Desa Kertajaya
Mayoritas penduduk Desa Kertajaya berprofesi
sebagai petani, mereka pada umumnya menanam padi sawah, jagung, kacang kedelai,
kacang tanah, kacang panjang, ubi kayu dan ubi jalar. Padi sawah menjadi
prioritas utama para petani dalam menanam, sedangkan jagung, kacang-kacangan,
dan tanaman lain biasanya ditanam ketika musim kemarau datang. Para petani
tersebut memanen hasil pertaniannya sebanyak tiga kali setahun. Perairannya
menggunakan sistem irigasi, yang mengalirkan air kepersawahan penduduk yang
mencapai puluhan hektar luasnya. Sebagai pekerjaan sampingan mereka memelihara ternak seperti: ayam kampung,
bebek, domba, kambing, dan sapi.
Selain persawahan desa Kertajaya juga
memiliki danau Cirata. Danau yang awalnya difungsikan sebagai pembangkit
listrik juga dimanfaatkan sebagai tempat wisata dan tempat budidaya ikan air
tawar. Jenis ikan yang dihasilkan antara lain ikan mujair, nila, ikan mas dan ikan
jambal. Produksi rata-rata mencapai 286 ton pertahun. Berikut ini
pengelompokan berdasarkan mata pencaharian penduduk desa Kertajaya.
Tabel 3: Pengelompokan berdasarkan profesi
No
|
Status
|
Jumlah Jiwa
|
1
|
PNS
|
18
|
2
|
ABRI/POLRI
|
1/1
|
3
|
Petani
|
92
|
4
|
Buruh
Tani
|
1.374
|
5
|
Pedagang
|
11
|
6
|
Peternak
|
77
|
7
|
Karyawan
Swasta
|
75
|
8
|
Nelayan
|
32
|
9
|
Dukun
Kampung
|
3
|
Struktur
Sosial, Budaya dan Ekonomi
Kultur
desa Kertajaya sangat plural disebabkan latar belakang penduduknya yang sangat
majemuk. Hal ini dapat digambarkan dari tingkah laku masyarakat setempat yang sangat
terbuka dan mempunyai solidaritas yang tinggi terhadap orang lain. Masyarakat desa
Kertajaya mempunyai sistem kekerabatan yang sangat erat. Dalam kehidupan
sehari-hari mereka berpegang teguh pada adat istiadat yang berlaku. Kehidupan
kemasyarakatan mereka tidak mengenal perbedaan-perbedaan golongan atau kasta. Setiap orang diakui
mempunyai hak yang sama. Batas pergaulan antara satu dengan yang lainnya tidak
begitu dipermasalahkan selagi berada dalam kewajaran adat istiadat desa
Kertajaya secara umum. Dalam kehidupan sosialnya, mereka satu sama lain selalu
menjaga dan berusaha baik. Dalam hidup bermasyarakat, bila ada suatu masalah,
masyarakat desa Kertajaya berusaha menyeleseikan masalah dengan cara musyawarah
ataupun mereka menerima petuah dari tokoh masyarakat atau agama setempat
sebagai jalan penyelesaian. Selain itu, tampak pula di desa Kertajaya pola hidup
yang tentram, tenang dan rukun. Pola interaksi yang dijalankan pun sangat terlihat
dinamis, ini bisa dilihat dari adanya kerjasama yang dilakukan warga masyarakat
desa Kertajaya. Tolong menolong dan gotong royong merupakan perwujudan dari
interaksi yang mereka bangun dari semenjak nenek moyang mereka.
Dari penjelasan di atas bahwa kehidupan sosial masyarakat desa Kertajaya
mengalami perkembangan yang sangat signifikan sekali dalam kehidupan sosialnya,
baik itu dalam interaksi antar agama yang berlainan keyakinan atau interaksi sosial
yang nyata, misalnya pembuatan jalan, pembangunan rumah, di mana orang muslim dan
Kristen secara bersama-sama mengerjakan pekerjaan sosial tersebut. Sebagian
besar mata pencaharian desa Kertajaya adalah bertani, berdagang, dan lainnya.
Mereka yang berdagang adalah mereka yang awalnya petani, tetapi kemudian mereka
menjual tanahnya. Pola perekonomian desa Kertajaya bersumber dari tanah yang
mereka miliki. Tanah bagi mereka merupakan sumber kehidupan bagi
keluarga dan keturunannya. Pemanfaatan tanah sebagai seumber kehidupan hasilnya
dikonsumsi sendiri dan lebihnya dijual.
Paradigma
tersebut kemudian berubah seiring perkembangan jaman. Mereka kemudian tidak
hanya mengolah tanah untuk pertanian, tanah tersebut kemudian digunakan untuk usaha
lain, ada yang membuat kolam ikan, kios, maupun toko. Masyarakat yang berdekatan
dengan danau Cirata banyak bermata pencaharian sebagai peternak ikan air tawar.
Namun ada juga yang lebih memanfaatkan kondisi danau Cirata sebagai daerah
wisata yang indah dengan membuka warung-warung nasi, menyewakan perahu dan sebagainya.
Kehidupan
Keberagamaan
Kehidupan keberagamaan penduduk Desa Sindangjaya cukup beragam,
jika dilihat dari agama yang dianut, terdapat lebih dari satu agama. Mayoritas
penduduk desa Kertajaya memeluk agama Islam, kemudian diikuti oleh agama
Kristen. Agama Islam dianut oleh 6.246 orang, dan Kristen dianut oleh 1.052
orang.[5] Kedua agama tersebut
saling berinteraksi satu sama lain dengan saling menghargai dan penuh tenggang
rasa. Masing-masing agama bebas melakukan kegiatan keagamaannya. Orang-orang
muslim mengadakan pengajian mingguan di mushola, masjid, atau majlis taklim
yang diikuti oleh bapak-bapak, ibu-ibu maupun remaja. Demikian juga dengan
orang Kristen, mereka melakukan kegiatan-kegiatan keagamaannya setiap minggu di gereja masing-masing.
Tabel 4: Pengelompokan berdasarkan
agama yang dianut
No
|
Agama
|
Jumlah Jiwa
|
1
|
Islam
|
6.246
|
2
|
Kristen
|
1.052
|
Tabel 5:
Pengelompokan berdasarkan sarana peribadatan
No
|
Sarana Peribadatan
|
Jumlah
|
1
|
Masjid
DKM
|
10
|
2
|
Mushola/Langgar/Surau
|
43
|
3
|
Gereja
Kristen Protestan
|
3
|
Kekristenan
di Palalangon
Palalangon merupakan daerah yang masuk
dalam wilayah desa Kertajaya, di mana Palalangon merupakan sebuah kampung yang
memiliki keunikan tersendiri di tatar tanah Pasundan. Dikatakan unik karena
merupakan sebuah perkampungan Kristen dari penduduk asli suku Sunda sejak zaman
kolonial Belanda. Atribut Kristen inilah yang membuat Palalangon berbeda atau
mudah dibedakan dari desa atau kawasan disekitarnya yang pada umumnya didiami
oleh komunitas Islam. Palalangon menjadi perhatian bagi berbagai kalangan dari
luar desa, khususnya mereka yang beragama Kristen. Banyak organisasi gereja dan
lembaga Kristen yang berasal dari luar desa yang memberi perhatian kepada
Palalangon, setidaknya dalam bentuk bantuan-bantuan fisik.
Masyarakat
Palalangon menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kebanyakan masyarakat
berprofesi sebagai petani (buruh tani). Petani penggarap dan buruh tani
mengerjakan lahan melalui sistim sakap (bagi hasil), sewa atau gadai. Buruh
tani tidak mempunyai lahan sawah untuk digarap sendiri. Pekerjaan buruh tani
adalah bekerja pada lahan pertanian orang lain, termasuk yang bekerja di budidaya
ikan jaring apung di waduk Cirata. Pekerjaan di luar pertanian relatif sedikit
yaitu sebagai pegawai negeri (sipil dan pemerintahan daerah) dan pedagang atau
wiraswasta.
Sejarah
Berdirinya Kampung Palalangon
Palalangon adalah salah satu bentuk
perwujudan dari sebuah model pembentukan jemaat pedesaan di tanah Jawa bagian
Barat yang diselenggarakan atas prakarsa dari pihak lembaga pekabaran Injil
Zending dari Belanda yang bernama Nederlandsche
Zendings Vereeninging (NZV) yang didirikan oleh komunitas Kristen yang
berlatar belakang dari gereja “hermormd” di
kota Rotterdam pada tanggal 2 Desember 1858. Lembaga ini memulai pelayanannya
di Jawa Barat pada tahun 1862 atas saran dari Lembaga Pekabaran Injil yang ada
di Batavia (Jakarta), yang bernama: “Genotschap
voorlnen Uitwedinge Zending te Batavia”(GIUZ).
Menurut Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Gereja Kristen Pasundan Palalangon (disusun oleh Pdt. Alex
Fernando Banua, S.Th), lembaga NZV memulai pelayanannya di wilayah Cianjur
berawal dari sebuah keprihatinan terhadap kondisi dan keberadaan komunitas
orang Kristen pribumi (orang sunda), baik yang berada di wilayah Batavia (sekarang
Jakarta) maupun daerah-daerah sekitar Batavia, seperti: Depok, Jatinegara,
Kampung Sawah, Gunung Putri, Cikembar, Cigelam.
Komunitas Kristen Sunda ini mengalami
“diaspora” akibat intimidasi, penganiayaan, bahkan pembunuhan. Komunitas yang
telah berserakan tersebut kemudian diupayakan untuk dapat dihimpun kembali dan
disatukan di bawah naungan pelayanan lembaga NZV. Kemudian lembaga NZV mengutus
B.M. Alkena untuk mencari lahan yang
cocok untuk pemukiman sekaligus untuk lahan pertanian. Upaya untuk pencarian
lokasi dimulai di wilayah keresidenan Cianjur. Bantuan diperoleh dari seorang
pembantu bupati Cianjur (seorang Wedana) yang bernama Sabri dan disertai oleh
tujuh orang yang telah dihimpunkan kembali, yaitu: Miad Aliambar, Jena
Aliambar, Hasan Aliambar, Akim Muhiam, Naan Muhian, Yusuf Sairin dan Elipas
Kaiin, ketujuh orang ini kemudian disebut generasi perintis berdirinya kampung
Palalangon.
Upaya pencarian pemukiman cukup lama,
memakan waktu dan melelahkan, dengan menyusuri aliran sungai Cisokan dan sungai
Citarum akhirnya membuahkan hasil. Rombongan terperosok ke sebuah tebing
pinggir aliran sungai Citarum (tepatnya di daerah Leuwi Kuya). Mereka kemudian
menaiki tebing tersebut dan menemukan sebuah hutan belantara yang tanahnya agak
datar. Setelah B.M. Alkena melihat tempat tersebut cocok untuk lahan pemukiman
dan pertanian, maka B.M Alkena menancapkan tongkatnya di tanah dan berikrar:
“di tempat inilah saya tetapkan sebagai tempat pemukiman bagi orang-orang
Kristen (Sunda). “Sejak itulah dimulai pembukaan dan pembabatan hutan untuk
keperluan pemukiman dan pertanian. Setelah menemukan tempat pemukiman, maka masing-masing
keluarga diberikan lahan garapan seluas 5 bau, selanjutnya pihak NZV membatu
menyediakan modal sebesar 1.200 Gulden. Setelah itu ketujuh orang mulai
mengajak dan menjemput keluarga masing-masing, sehingga pada saat itu terdapat
sekitar 21 jiwa yang bermukim di perkampungan yang baru tersebut. Setelah
semuanya dirasakan cukup mapan, maka dirasakan adanya suatu kebutuhan untuk
tempat ibadat. Pada tahun 1902, dibangunlah sebuah tempat ibadat sementara
(darurat) yang terbuat dari “ilalang” dan kebaktian minggu perdana dilaksanakan
(diperkirakan) pada tanggal 17 Agustus 1902 yang dilayani dan dipimpin
langsung oleh B.M Alkena.
Sejarah
Berdirinya GKP Palalangon
Gereja Kristen Pasundan Palalangon mulai
dirintis pada tahun 1901, jemaat mula-mula merupakan orang-orang Kristen hasil
penginjilan Zending Belanda yang
dibawa dari daerah-daerah di Jawa Barat, yaitu: Pangharepan, Cikembar
(Sukabumi), Gunung Putri dan Depok ke Palalangon. Gereja Kristen Pasundan resmi
berdiri pada tanggal 14 November 1934 (sebagai hari berdirinya Gereja Kristen
Pasundan), setelah serah terima dari pihak Zending
kepada pihak Kristen pribumi di Jawa Barat. Sejak itu keberadaan komunitas
Kristen di Palalangon mulai dilayani oleh para hamba Tuhan, baik yang berasal dari
negeri Belanda maupun oleh pelayan “pribumi”. Pelayanan yang dilakukan oleh
pihak Zending di Palalangon hanya bersifat temporer, akibat tugas yang diemban
oleh pihak Zending dapat berubah sewaktu-waktu, apalagi jemaat Palalangon waktu
itu baru merupakan pos PI (pos luar) dari NZV, dengan demikian tidak ada pihak
Zending yang menetap di Palalangon. Hamba Tuhan dari pihak Zending tercatat ada
10 orang, dari pihak pribumi ada 6 orang guru Injil (1902-1930), dan ada 10
pendeta jemaat (1930-1911). Pelayanan Gereja Kristen Pasundan Palalangon mencakup
dua desa yaitu desa Kertajaya dan desa Sindangjaya dan dibagi ke dalam enam sektor
yaitu: Palalangon Wetan (Timur), Palalangon Kulon (Barat), Pasir Kuntul, Pasir
Saar, Mekarsaluyu/Cigurubuk dan Pasir Sereh.
Gereja Kristen Pasundan (GKP)
Palalangon adalah gereja tertua di wilayah Ciranjang, berdiri pada tahun 1901.
Pada tahun 1902 berdiri Gereja Kerasulan Pusaka di Rawaselang, selanjutnya
berdiri jemaat lokal yang lain, seperti Gereja Kristen Pasundan Sindangjaya,
Gereja Kristen Pasundan Ciranjang, Gereja Kerasulan Baru Rawaselang, Gereja
Persekutuan Injili Eliezer, GPdI Pasirnangka, Gereja Pantekosta Ciranjang,
Gereja Kristen Indonesia Ciranjang, Gereja Masehi Adven dan Gereja Betel
Indonesia Ciranjang. Kini tercatat sebelas gereja lokal yang berdiri di
kabupaten Ciranjang.
Walaupun hidup di tengah-tengah
masyarakat yang mayoritas beragama Islam dan masuk dalam Kabupaten yang
menerapkan syariat Islam, namun demikian tidak ada gesekan dan permasalahan
yang merusak hubungan antara Kristen dan Islam. Toleransi antara umat Islam dan
Kristen dapat terlihat ketika ada warga yang meninggal, umat Kristen dan Muslim
bahu membahu untuk mengurus segala keperluan dan perlengkapan hingga pemakaman
dilaksanakan. Bahkan ditingkat Desa Sindangjaya, pemerintah memfasilitasi
dibentuknya Forum Majelis Gereja (MG), sebagai lembaga yang setara dengan MUI.
Lembaga ini menjadi mediator antar anggota jemaat dengan aparat pemerintah
desa. Kepentingan jemaat Kristen diakomodir dalam lembaga MG ini.
Kondisi
Jemaat GKP Palalangon
Secara umum jemaat GKP Palalangon
bermata pencaharian buruh tani (petani penggarap). Hal ini disebabkan karena
telah banyak lahan milik mereka dijual kepada orang-orang kota, untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi. Selain bekerja sebagai petani, selebihnya bekerja sebagai
karyawan swasta/industri, pegawai negeri, wiraswasta, guru, dan tenaga medis.
Di bawah ini dikelompokkan dalam tabel.
Tabel 6:
Pengelompokan jemaat berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan
|
Pria
|
Wanita
|
Jumlah
|
Pegawai
Negeri
|
6
|
7
|
13
|
Karyawan
swasta/industry
|
20
|
58
|
30
|
Buruh
tani/bangunana
|
164
|
155
|
319
|
Wiraswasta
|
5
|
2
|
7
|
Profesi
pendidikan/guru/dosen
|
5
|
6
|
11
|
Profesi
kesehatan/dokter/bidan/perawat
|
2
|
2
|
4
|
Profesi
hukum/pengacara/notaries/jaksa/hakim
|
-
|
-
|
-
|
Profesi
peneliti/akuntan/konsultan
|
1
|
-
|
1
|
Profesi
kerohanian/pendeta/guru agama
|
1
|
1
|
2
|
Dengan tingkat pendapatan yang sangat
minim, berdampak langsung kepada tingkat ekonomi jemaat. Banyak jemaat yang
tidak dapat menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
rata-rata hanya sampai tingkat SLTP atau SLTA. Tingkat pendidikan jemaat dapat
dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 7:
Pengelompokan jemaat berdasarkan pendidikan
Pendidikan
Formal Terakhir
|
Pria
|
Wanita
|
Jumlah
|
Sekolah
Dasar
|
200
|
130
|
330
|
Sekolah
Lanjutan Pertama
|
100
|
80
|
180
|
Sekolah
Lanjutan Atas
|
150
|
100
|
250
|
Program
Diploma I (D-1)
|
1
|
1
|
2
|
Program
Diploma II (D-2)
|
2
|
3
|
5
|
Program
Diploma III (D-3)
|
5
|
7
|
12
|
Sarjana
Strata I (S-1)
|
2
|
2
|
4
|
Sarjana
Strata II (Magister)
|
-
|
-
|
-
|
Sarjana
Strata III (Doktor)
|
-
|
-
|
-
|
Tingkat pendidikan yang rendah membawa
dampak kepada masa depan generasi muda. Selain berdampak pada masa depan generasi
muda, juga menyebabkan tingkat penganguran bertambah. Kebanyakan generasi muda
yang di satu sisi masih ber-utopia dengan masa depan yang cerah namun tidak
mempunyai kesempatan, di sisi lainnya mereka juga tidak dapat berkiprah dikampungnya
(mungkin karena faktor “gengsi”) terutama untuk mereka ini mau menyingsingkan
lengan bajunya untuk turun ke sawah. Banyak di antara generasi muda Palalangon
yang mengadu nasib untuk mencari pekerjaan ke kota, namun tidak sedikit yang
pulang dengan tangan hampa dan kekecewaan, hal ini dikarenakan mereka tidak
mempunyai bekal keterampilan dan kemampuan yang cukup, sehingga mereka kalah
bersaing dan akhirnya “tertindas” dalam persaingan tersebut.[6]
Selain masalah ekonomi dan pendidikan
keberadaan PLTA Cirata membawa pembaharuan pola hidup dan budaya di Palalangon.
Terjadinya “penetrasi” dan heterogenitas masyarakat merupakan dampak langsung
dari keberadaan PLTA Cirata. Pergesekan budaya “pendatang” dengan masyarakat
Palalangon telah mengakibatkan perubahan pola dan gaya hidup (gengsi dan
konsumerisme sampai kepada pergaulan bebas, kenakalan remaja). Sedangkan dampak
dari Objek Wisata Calincing yang bersebelahan dengan kampung Palalangon mulai
menimbulkan permasalahan, seperti prostitusi, minuman keras, dan obat-obatan
terlarang.[7]
Hidup
Kerohanian Jemaat GKP Palalangon
Dalam menjalankan kegiatan pelayanan
gerejawi di GKP Palalangon, majelis gereja dibantu oleh komisi/seksi pelayanan
anak KPA/Sekolah Minggu, Kaum Wanita, Pemuda, Urusan Kematian dan Penguburan
(UKP) dan Pelawatan (kunjungan). Kegiatan diakonia yang mengelola kegiatan sosial dan pendidikan
termasuk pengelolaan bantuan dilakukan secara insidentil bila ada bantuan untuk
orang miskin. Demikian juga dengan kegiatan pelayanan sudah dijadwalkan dalam
sepekan.
Tabel 8. Jadwal
Kegiatan Pelayanan GKP Palalangon
Hari
|
Kegiatan
Pelayanan
|
Waktu (Pukul)
|
Minggu
|
a.
Kegiatan umum
b.
Kegiatan Sekolah Minggu
|
09.00-11.00
07.00-09.00
|
Senin
|
Pemahaman
Alkitab (PA)
|
16.00-18.00
|
Selasa
|
Rapat
dan persiapan pelayanan komisi wanita
|
16.00-18.00
|
Rabu
|
Kebaktian
Rumah Tangga (KRT)
|
16.00-18.00
|
Kamis
|
Kebaktian
Kaum Wanita
|
16.00-18.00
|
Jumat
|
Rapat
Majelis Gereja
|
17.00-18.00
|
Sabtu
|
Kebaktian
Pemuda
|
19.00-21.00
|
Kebaktian hari minggu diadakan dua
kali yaitu pada pukul 05.30 dan 09.00. Dalam kebaktian digunakan dua bahasa
sebagai bahasa pengantar yaitu bahasa Indonesia dan pada minggu ke dua
digunakan bahasa Sunda. Ibadah umum dilayani oleh pendeta/vikaris setempat,
majelis jemaat, dan warga jemaat (tokoh). Bahan pembacaan Alkitab disesuaikan
dengan jadwal yang dibuat oleh Pekerja Majelis Harian (MP sinode GKP).
Tingkat kehadiran jemaat dalam
kebaktian umum rata-rata mencapai 225 orang (berdasarkan tahun 2010) atau hanya
<25 1.082="" anggota="" dari="" jemaat="" jumlah="" orang="" seluruh="" span="">7
KK).[8]
Kebaktian Sekolah Minggu dilayani oleh pemuda dan dibantu oleh mahasiswa STT
SAPPI. Pemahaman Alkitab yang dilakukan setiap hari Senin dipimpin oleh pendeta
atau majelis setempat. Materi pembahasan menggunakan bahan dari Santapan Harian
PPA (Persekutuan Pembaca Alkitab, Jakarta). Persiapan pelayanan komisi wanita
diadakan setiap hari Selasa dipimpin oleh pendeta. Berikut ini gambaran komposisi jemaat dan kehadiran jemaat dalam
peribadatan (umum dan kategorial).25>
1. Komposisi
Jemaat[9]:
Tabel 9: Pengelompokan berdasarkan komposisi
jemaat
Wilayah Pelayanan
|
KK
|
Jenis Kelamin
|
Jumlah
L+P
|
||||
L
|
%
|
P
|
%
|
N
|
%
|
||
Palalangon
Kulon
|
75
|
116
|
10,7
|
119
|
11
|
235
|
21,7
|
Palalangon
Wetan
|
64
|
118
|
10,9
|
104
|
9,6
|
222
|
20,5
|
Pasir
Kuntul
|
95
|
154
|
14,2
|
159
|
14,7
|
313
|
28,9
|
Pasir
Saar
|
33
|
65
|
6
|
78
|
7,3
|
143
|
13,3
|
Mekar
Saluyu
|
33
|
93
|
8,6
|
76
|
7
|
169
|
15,6
|
Jumlah Total
|
300
|
546
|
50,4
|
536
|
49,6
|
1082
|
100
|
2. Kehadiran
dalam kebaktian umum[10]:
Tabel 10:
Pengelompokan berdasarkan kehadiran dalam kebaktian umum
Tahun
|
Kebaktian
|
Pria
|
Wanita
|
Jumlah
|
Total
|
2005
|
Pagi
|
42
|
49
|
91
|
260
|
Siang
|
70
|
99
|
169
|
||
2006
|
Pagi
|
47
|
58
|
105
|
269
|
Siang
|
66
|
98
|
164
|
||
2007
|
Pagi
|
45
|
65
|
110
|
290
|
Siang
|
76
|
104
|
180
|
||
2008
|
Pagi
|
43
|
52
|
95
|
267
|
Siang
|
47
|
98
|
172
|
||
2009
|
Pagi
|
43
|
52
|
95
|
258
|
Siang
|
66
|
97
|
163
|
||
2010
|
Pagi
|
41
|
52
|
93
|
243
|
Siang
|
62
|
88
|
150
|
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa
kehadiran jemaat dalam mengikuti ibadah di gereja kurang dari 25% dari total
jumlah jemaat secara keseluruhan, ± 1082 jiwa. Demikian juga dengan jumlah
kehadiran dari tahun ke tahun jumlah kehadiran naik turun, bahkan cenderung
statis.
3. Kehadiran
dalam Peribadahan/Pembinaan Kategorial[11]
Tabel 11:
Pengelompokan berdasarkan kehadiran dalam pembinaan kategorial
Bentuk
Pelayanan / Tahun
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
Sekolah
Minggu
|
279
|
289
|
263
|
271
|
268
|
253
|
Pemuda
Remaja
|
47
|
50
|
60
|
55
|
57
|
25
|
Komisi
Wanita
|
57
|
68
|
69
|
70
|
72
|
72
|
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa
kehadiran dalam ibadah kategorial naik turun, bahkan ada kecenderungan
mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
[1] Daftar isian potensi desa dan
kelurahan, Pemerintah Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur
2009, hlm.2-5
[2] Daftar isian potensi desa dan
kelurahan, Pemerintah Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur
2009, hlm. 20
[3] Daftar isian potensi desa dan
kelurahan, Pemerintah Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur
2009, 19
[4] Daftar isian potensi desa dan
kelurahan, Pemerintah Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur
2009, 36
[5] Daftar isian potensi desa dan
kelurahan, Pemerintah Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur
2009, 20
[6] Profil Gereja Kristen Pasundan
Jemaat Palalangon, hal.4-5
[7] Profil Gereja Kristen Pasundan
Jemaat Palalangon, 10
[8] Buku acara syukuran tahunan GKP
Jemaat Palalangon 2010
[9] Profil gereja Kristen Pasundan
(GKP) Palalangon
[10] Laporan Pertanggungjawaban
Kegiatan Pelayanan Majelis Gereja Kristen Pasundan (GKP) Palalangon, periode
2005-2010
[11] Laporan Pertanggungjawaban
Kegiatan Pelayanan Majelis Gereja Kristen Pasundan (GKP) Palalangon, periode
2005-2010
Saya ingin berkunjung ke palalangon
BalasHapusSaya mendapat info, benarkah disalah satu desa ciranjang ada kabar kristenisasi dan ada kabar istilah lagi mualafisasi satu kampung. Mohon info yg valid yg mNa ya, salam
BalasHapus