Konferensi Internasional bagi Penginjil Keliling -- Amsterdam `83 --
tidak hanya merupakan kejadian penting dalam kehidupan saya sebagai
penginjil, tetapi juga merupakan konferensi yang bersejarah. Baru
pertama kali dalam sejarah, konferensi semacam itu diselenggarakan.
Pada puncak konferensi itu, terjadilah saat-saat yang khidmat, yaitu
janji penyerahan diri. Rekan-rekan sepanggilan -- para penginjil dari
berbagai benua -- termasuk saya, menyerahkan diri kembali untuk
melayani Tuhan kita, Yesus Kristus. Dengan bersuara, kami mengucapkan
kata-kata yang sangat berarti, yang kami sebut sebagai
"Pengukuhan-Pengukuhan Amsterdam".
Kelima Belas Pengukuhan itu memuat patokan alkitabiah bagi mereka yang
dikhususkan Tuhan untuk "melakukan pekerjaan seorang penginjil". Lebih
daripada itu, Kelima Belas Pengukuhan tersebut juga ada hubungannya
dengan seluruh keluarga besar Allah. Bukankah kita semua dipanggil
untuk menjadi saksi-saksi-Nya? Oleh karena itulah buku ini, yang
berisi ulasan tentang Kelima Belas Pengukuhan tersebut, ditulis untuk
menjangkau kalangan yang lebih luas.
Perkenankan saya mengenang sejenak. Bertahun-tahun yang lalu, Tuhan
memberi visi kepada saya untuk menghimpun penginjil-penginjil dari
berbagai penjuru dunia dalam sebuah konferensi. Pada waktu itu, hal
tersebut tampaknya tidak mungkin terjadi. Saya masih terlalu muda.
Penginjil-penginjil yang lebih tua dan yang lebih berpengalaman
daripada saya mungkin saja tidak menyukai prakarsa saya itu. Namun,
gagasan itu tidak pernah memudar. Saya tidak pernah meragukan bahwa
pada suatu hari, konferensi itu akan terlaksana. Hanya saja, saya
harus peka terhadap "waktu" Tuhan, kapan Ia menghendaki konferensi itu
diselenggarakan. Kalau kami mengenang kembali, kami dapat merasakan
bimbingan-Nya langkah demi langkah sampai konferensi tersebut
terselenggara.
Sementara itu, Lembaga Penginjilan Billy Graham sering mengadakan dan
membiayai berbagai kegiatan serupa lainnya. Kongres Pekabaran Injil
se-Dunia diadakan di Berlin pada tahun 1966. Setelah itu, berbagai
konferensi regional, termasuk konferensi untuk para pemimpin injili
se-Asia diadakan di Singapura pada tahun 1968. Konferensi Pekabaran
Injil se-Eropa diadakan pada tahun 1971. Setelah itu, kami
menyelenggarakan konferensi sedunia lagi di Laussane, Swis, pada tahun
1974. Walaupun semua konferensi itu diorganisasikan dan dibiayai oleh
Lembaga Penginjilan Billy Graham, dan sebagian besar tanggung jawab
jatuh di bahu saya, sebagai ketua kehormatan, saya mengangkat ketua-
ketua rapat dan ketua-ketua panitia sebagai orang-orang yang
bertanggung jawab atas kelangsungan konferensi itu.
Pertemuan-pertemuan itu menghimpun para teolog, para pakar pendidikan,
ketua-ketua badan zending, pendeta-pendeta, pemimpin-pemimpin gereja
dan para penginjil, sangat mengesankan dan bermanfaat. Kalau kami
tinjau kembali, rupanya mereka telah menjadi peletak dasar terwujudnya
Konferensi Amsterdam `83. Namun, dalam benak dan hati saya, selalu
terbayang visi konferensi khusus bagi para penginjil. Masalahnya:
Bagaimana kita dapat membedakan antara pendeta yang memunyai karunia
sebagai penginjil, dengan orang yang seperti saya, berkeliling
mewartakan Injil dari satu tempat ke tempat yang lain? Kami
berpendapat kata "keliling" ini telah memperjelas perbedaannya.
Anehnya, waktu kami membicarakan kemungkinan dilaksanakannya
konferensi itu, ternyata hanya sedikit orang saja yang memunyai visi
yang sama. Namun, sementara waktu berjalan, kami heran bahwa ada
antusias yang kian meningkat selagi publikasi tentang konferensi itu
beredar. Pada masa itu, anggaran yang kami perkirakan tidak lebih dari
sejuta dolar. Kami tidak pernah menduga bahwa anggaran yang diperlukan
dapat melonjak sampai delapan juta dolar! Pada waktu itu, kami juga
tidak dapat memperkirakan berapa banyak penginjil yang akan turut
berperan serta, dan dari mana saja mereka akan berdatangan. Kendati
biayanya sampai mencapai delapan juta dolar, saya yakin setiap dolar
yang dikeluarkan tidaklah sia-sia. Bagaimana Tuhan menyediakan dana --
hal itu menakjubkan sekali. Orang-orang dari seluruh dunia mengirim
sumbangan. Sementara masa persiapan terus bergerak maju, orang-orang
Kristen di berbagai negara terus berdoa. Tuhan mengabulkan doa-doa
mereka -- lebih dari apa yang kami harapkan.
Di mana konferensi akan diselenggarakan? Maka Amsterdamlah yang
terpilih menjadi tuan tamu. Bangsa Belanda dikenal sebagai orang-orang
yang suka menerima tamu. Dan kami mengetahui bahwa tidak ada kesulitan
untuk mendapatkan visa bagi para peserta dari berbagai negara. Ada
fasilitas istimewa yang membuat Amsterdam menjadi salah satu tempat
konferensi yang terbaik di dunia -- sanggup menyediakan seratus
delapan puluh tempat lokakarya (dengan banyak ruang cadangan).
Maskapai Penerbangan Belanda, KLM, berjanji untuk membantu, tidak saja
dalam hal transportasi tetapi juga mau menyediakan makanan bagi setiap
peserta selama konferensi berlangsung. Mereka menepati janji dengan
memberi makan lima ribu orang secara serentak dalam waktu kurang dari
lima puluh menit.
Tuhan menyediakan beberapa orang untuk menjabat sebagai pemimpin.
Walter H. Smyth, yang bertugas menangani urusan internasional. Orang
yang diangkat menjadi direktur adalah teman lama saya. Dia juga teman
sejawat saya dan menjabat sebagai ketua dari pelayanan organisasi kami
di Jerman, yaitu Werner Burklin. Ia membawa timnya yang terdiri dari
orang-orang yang melayani tanpa pamrih. Leighton Ford diminta menjadi
ketua rapat. Campus Crusade for Christ mengutus Paul Eshleman untuk
melayani sebagai ketua acara. Saya ingat, pada suatu rapat panitia,
Paul mengutarakan garis besar dari visinya; ia meluaskan pikiran saya
seribu kali lipat tentang kemungkinan-kemungkinan jangka panjang yang
dapat lahir dari konferensi itu.
Bob William, dari staf kami, diminta untuk memimpin bagian
penyeleksian para peserta. Mula-mula kami mengira hanya ada beberapa
ratus Penginjil Keliling saja yang akan hadir. Kami tidak mengira
bahwa ada begitu banyak Penginjil Keliling di dunia ini. Selama
beberapa tahun, kami mengumpulkan nama-nama Penginjil Keliling. Itu
merupakan pekerjaan yang belum pernah kami lakukan. Besarnya jumlah
penginjil melebihi perkiraan kami. Formulir-formulir pendaftaran
peserta terus mengalir masuk, melebihi jumlah kursi yang tersedia.
Sekitar dua ratus panitia di seluruh dunia membantu untuk menyeleksi
pesertanya. Kami memerhatikan secara khusus agar para penginjil yang
tidak terkenal namanya, yang setia melayani di bagian bumi yang paling
jauh dari kami, jangan sampai terlewat.
Saya tidak dapat melupakan hari pembukaan konferensi itu. Hari itu
adalah hari yang terpanas di Amsterdam. Ruangan konferensi bagaikan
sebuah oven raksasa. Dengan mengenakan jas biru, seratus lima puluh
penerima tamu dari universitas Kristen dan berbagai organisasi Kristen
mengantar sekitar empat ribu hadirin (ditambah dengan seribu orang
lainnya yang terdiri dari para pemantau, tamu, wartawan, dll.) ke
tempat duduk mereka masing-masing.
Sementara saya menatap lautan manusia itu dari panggung, hati saya
penuh dengan rasa terima kasih kepada Tuhan. Visi yang Ia berikan
kepada saya bertahun-tahun yang lalu telah digenapi pada waktu-Nya
yang tepat.
Dalam upacara pembukaan diadakan pawai dengan membawa bendera dari
seratus tiga puluh tiga negara yang diwakilinya. Di hadapan saya
terhimpun penginjil-penginjil yang menjadi bagian dari pasukan Allah.
Mereka adalah orang-orang yang bertekad melaksanakan Amanat Agung
Yesus Kristus. Dari wajah mereka dan dari sinar mata mereka tercermin
bahwa mereka datang dengan penuh antusias. Banyak di antara mereka ada
yang baru pertama kali bepergian keluar dari negara mereka, bahkan ada
yang baru kali itu bepergian keluar dari provinsinya! Sebagian ada
yang baru pertama kali menumpang pesawat udara. Kedatangan mereka di
Amsterdam merupakan pengalaman yang istimewa. Segala sesuatunya baru.
Melalui pantulan sinar mata mereka, tercerminlah sekilas pandangan
baru tentang dunia ini. Kesungguhan mereka dalam menyimak apa yang
kami sampaikan merupakan tanda betapa dalamnya pengabdian mereka.
Di dalam buku karangan Dave Foster mengenai konferensi itu yang
berjudul Billy Graham, "A Vision Imparted", ia menggambarkan saat-saat
saya mengakhiri sidang pembukaan itu:
"Pada waktu ia mengakhiri kata-kata pembukaannya dan memimpin doa
pengabdian dan penyerahan diri, konferensi itu seakan-akan `tersulut
api`. Di situ dapat dirasakan sudah terjadi pembaharuan rohani dalam
hati para peserta. Hal itu nampak jelas dari ungkapan hati mereka
waktu menyanyikan lagu penutup yang berbunyi:
Tuhanku Allahku -- penuh kasih karunia, Tolonglah hamba mewartakan,
Memberitakan ke seluruh penjuru bumi, Kemuliaan nama-Mu.
"Ketika Walter Smyth turun dari panggung, ... ia berkata bahwa
kehadiran Roh Kudus dan persatuan di dalam kasih Kristus sudah terasa.
Suasana dipenuhi puji-pujian dan penyembahan kepada Tuhan. Konferensi
ini tampaknya dimulai dengan suasana yang pada umumnya terjadi pada
penutupan suatu konferensi."
Sahabat karib saya, yang juga teman sejawat saya, Cliff Barrows,
adalah seorang yang sangat besar peran sertanya dalam konferensi
tersebut sehingga tercipta suasana yang seperti itu. Dialah yang
bertugas mengurus panggung selama konferensi berlangsung. Sepanjang
masa pelayanan saya, saya belum pernah menemukan orang lain yang dapat
lebih baik melakukan pekerjaan semacam itu daripada dia. Acara musik
yang dipimpinnya di Amsterdam betul-betul mengagumkan. Lagu-lagu
rohani yang telah dipilihnya dengan baik, berikut refrein-refreinnya
sangat berkaitan dengan peristiwa besar itu. Setiap kali saya
mendengar atau menyanyi lagu "Emmanuel, God with us" atau "Freely,
freely, you have received ...", saya pasti terkenang akan konferensi
di Amsterdam.
Konferensi itu lebih daripada sekadar kesempatan istimewa untuk
bersekutu dan berbakti bersama para penginjil -- rekan-rekan
sepanggilan. Konferensi itu merupakan kesempatan untuk berpikir dengan
sungguh-sungguh mengenai strategi penginjilan, kesempatan untuk berdoa
bagi terlaksananya Amanat Agung. Umpamanya, banyak gagasan berbobot
telah terkumpul untuk menerbitkan sebuah buku penuntun bagi para
Penginjil Keliling di seluruh dunia. Banyak sekali penginjil yang
berminat akan hal itu. Dr. Lewis Drummond, seorang profesor bidang
penginjilan di Southern Baptist Theological Seminary, Louisville,
Kentucky, yang diberi tanggung jawab untuk menyusun buku penuntun itu
berkata, "Saya mengira, saya datang di Amsterdam ini untuk bekerja
sama dengan tidak lebih dari dua puluh profesor dari bidang
penginjilan yang akan menyiapkan buku penuntun tersebut. Saya tidak
mengira sama sekali bahwa begitu banyak penginjil yang berminat untuk
menyusun kurikulum Penginjil Keliling." Kalau begitu, bagaimanapun
juga, Amsterdam `83 akan tetap merupakan sarana yang melahirkan banyak
cara untuk melaksanakan PI yang berkesinambungan.
Lagi pula, Amsterdam `83 juga merupakan motor penggerak bagi kegiatan
penginjilan selama konferensi itu berlangsung. Supaya mereka
mempraktikkan penginjilan berdasarkan berbagai ketentuan yang
alkitabiah, para penginjil yang datang ke Amsterdam mengkhususkan
suatu sore untuk bersaksi di jalan-jalan, di pantai Laut Utara Negeri
Belanda, di taman-taman, dan di mana saja mereka dapat menjumpai
orang-orang.
Saya ingin sekali turut mengambil bagian dalam kegiatan bersaksi sore
itu, tetapi ada masalah. Setiap kali media massa memublikasikan
kehadiran saya di suatu tempat, tidak mungkin saya dapat berjalan
dengan bebas karena mereka semua mengenali saya. Maka dari itu,
sebelum saya pergi dengan rekan saya, T.W. Wilson, ke taman yang ada
banyak orang, saya mengenakan celana jins yang sudah usang, topi, dan
kaca mata hitam. Saya membagi-bagikan traktat "Empat Langkah Menuju
Perdamaian dengan Allah", dan saya mencoba bersaksi. Tanggapan yang
saya terima tidak begitu menggembirakan. Rasanya saya tidak mencapai
sasaran!
Pada waktu itu saya melihat sekelompok kecil orang Kristen Afrika dari
Pantai Gading. Mereka sedang bersaksi kepada seorang mahasiswa
Belanda. Pada mulanya mahasiswa itu kelihatan hendak mengelak. Akan
tetapi, orang-orang Afrika itu begitu ramah dan manis budi sehingga
mahasiswa itu tidak jadi menghindar! Mereka membuka Alkitab dan
menunjukkan beberapa ayat kepadanya. Saya bergabung dengan mereka dan
duduk mendengarkan. Saya belum pernah mendengar kesaksian yang
semantap itu!
Di Amsterdam, Tuhan membuka kemungkinan bagi kami untuk saling
belajar. Satu hal yang saya pelajari dari orang-orang yang kami
jangkau ialah mereka lebih tertarik kepada Pribadi Yesus Kristus
daripada kepada agama atau organisasi Kristen atau gereja. Pribadi
Kristuslah yang menarik perhatian mereka.
Ketika kami sedang berusaha menentukan siapa yang hendak kami undang
ke Amsterdam, kami terlebih dahulu harus membuat ketentuan dengan
membahas pertanyaan dasar, "Seorang penginjil itu apa?" Memang kita
mengetahui bahwa setiap orang Kristen adalah seorang saksi Kristus.
Akan tetapi, kita juga menyadari bahwa Tuhan memanggil orang- orang
tertentu untuk melaksanakan pelayanan khusus, yaitu pelayanan
penginjilan.
Penginjil adalah orang yang diberi karunia khusus dari Roh Kudus untuk
memberitakan Kabar Baik. Metode-metode yang dipakai akan berbeda-beda.
Hal itu bergantung pada kesempatan dan panggilan yang dimiliki setiap
penginjil. Namun, ada satu hal pokok yang sama: seorang penginjil
dipanggil dan diperlengkapi secara khusus oleh Tuhan untuk
memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum percaya kepada
Kristus. Tujuannya agar mereka berpaling kepada Kristus, bertobat dari
dosa-dosa mereka, serta beriman kepada-Nya. Dalam Perjanjian Baru,
kata "pemberita Injil" dalam bahasa Yunani berarti "seseorang yang
memberitakan kabar baik". Bentuk kata kerja yang berarti "memberitakan
kabar baik" itu muncul lebih dari lima puluh kali. Kata benda
"pemberita Injil" yang dipakai untuk menyebutkan seseorang yang
membawa kabar baik, agaknya merupakan kata yang jarang dipakai pada
zaman dahulu, kendati kata itu dipakai sebanyak tiga kali dalam
Perjanjian Baru. Marilah kita tinjau sejenak ketiga ayat itu, agar
kita dapat memahami apa yang dimaksudkan Alkitab dengan kata
"pemberita Injil".
Acuan yang paling umum bagi kata "pemberita Injil" dapat kita temukan
dalam Efesus 4:11. Dalam ayat itu, Rasul Paulus menyatakan bahwa
Tuhanlah yang "memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik
pemberita-pemberita Injil maupun gembala gembala dan
pengajar-pengajar". Karunia dan jabatan penginjil yang terdapat dalam
Perjanjian Baru ini tidak pernah dicabut dari gereja. Itu bukan saja
merupakan pelayanan yang penting, tetapi juga merupakan pelayanan yang
Tuhan berikan untuk dipakai -- seperti halnya dengan karunia-karunia
lainnya -- "bagi pembangunan tubuh Kristus" (Efesus 4:12).
Tragis sekali, ada kalanya gereja tidak lagi menyadari pentingnya
pelayanan seorang penginjil. Lebih buruk lagi, kadang-kadang para
penginjil itu sendiri menambah runyam persoalan karena mereka gagal
untuk bekerja sama sepenuhnya dengan gereja-gereja. Bagaimanapun juga,
tentu salah satu kebutuhan utama gereja masa kini ialah menemukan
kembali pentingnya penginjilan; gereja juga perlu memunyai keyakinan
kembali tentang perlu adanya seorang penginjil. Berikut ini adalah
kutipan perkataan mantan Uskup Besar Anglikan di Sidney, Sir Marcus
Loane yang memberi ceramah di Amsterdam.
"Mudah sekali kita mengira bahwa zaman penginjilan ... telah berakhir.
Dugaan itu menimbulkan wabah yang menjangkiti gereja yang visi
penginjilannya sudah kabur .... Bilamana visi penginjilan dan usaha
penjangkauan itu mandek, gereja akan menghadapi masalah serius: Para
anggotanya terdiri dari orang-orang Kristen KTP saja. Masalah itu
timbul dari dalam; gereja menjadi suam-suam kuku."
Dua ayat lainnya dalam Perjanjian Baru mengacu kepada orang-orang yang
secara khusus melayani bidang penginjilan. Dalam Kisah Para Rasul
21:8, Filipus disebut "pemberita Injil". Dalam 2Timotius 4:5 Rasul
Paulus berkata kepada Timotius, "Lakukanlah pekerjaan pemberita Injil"
(2 Timotius 4:5). Kami mengangkat nasihat itu menjadi tema Amsterdam
`83.
Pekerjaan seorang penginjil dengan jelas digambarkan oleh Filipus dan
Timotius. Menurut Kisah Para Rasul 8:12, kita mengetahui bahwa
"Filipus ... memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang
nama Yesus Kristus, ... " Dalam Konferensi Amsterdam, Dr. Stephen F.
Olford menyoroti tiga ciri Filipus -- ciri-ciri itu harus ada pada
tiap penginjil. Pertama, Filipus adalah seorang pelayan Tuhan di
gereja, dan penginjilan harus selalu ditanamkan sebanyak mungkin di
dalam gereja. Kedua, Filipus juga seorang pengkhotbah di dunia; ia
beranjak dari tempat yang satu ke tempat yang lain, menemui orang-
orang yang belum mendengar Injil atau yang belum mengenal Kristus.
Ketiga, Filipus tidak mengabaikan tanggung jawab atas keluarganya. Ia
memunyai empat anak perempuan yang dikenal sebagai orang-orang yang
memiliki karunia Roh; dan mereka adalah pelayan Tuhan. Begitu pula
dengan Timotius. Rasul Paulus menulis tentang Timotius sebagai
berikut, "Ia seorang pelayan Allah yang bekerja bersama kami untuk
memberitakan Kabar Baik tentang Kristus" (1Tesalonika 3:2, BIS).
Itulah yang dinamakan penginjilan, "memberitakan Kabar Baik tentang
Kristus". Penginjilan itu lebih daripada sekadar metode; penginjilan
adalah sebuah BERITA. Berita tentang kasih Allah, tentang dosa
manusia, tentang kematian Kristus, tentang penguburan-Nya, dan
kebangkitan-Nya. Penginjilan adalah berita tentang pengampunan dosa
dari Allah. Penginjilan adalah berita yang menuntut suatu tanggapan --
menerima Injil itu dengan iman, lalu menjadi murid Yesus. Istilah
"penginjilan" mencakup segala usaha untuk memberitakan Kabar Baik
tentang Yesus Kristus. Tujuannya ialah supaya orang-orang mengerti
bahwa Allah menawarkan keselamatan dan supaya mereka menerima
keselamatan itu dengan iman, lalu hidup sebagai murid Yesus. Seperti
yang ditetapkan dalam Perjanjian Lausanne, "Menginjili ialah
memberitakan Kabar Baik bahwa Yesus Kristus mati bagi dosa-dosa kita,
dan Ia sudah dibangkitkan dari antara orang mati, menurut Kitab Suci.
Yesus Kristus adalah Tuhan yang memerintah, Ia sekarang menawarkan
pengampunan dosa dan mengaruniakan Roh Kudus kepada semua orang yang
bertobat dan yang percaya. ... Penginjilan itu sendiri ialah
pemberitaan bahwa Kristus yang dikenal dalam sejarah dan dari Kitab
Suci adalah Juru Selamat dan Tuhan. Adapun tujuan pemberitaan itu
ialah supaya orang-orang mau datang kepada-Nya secara pribadi dan
dengan demikian mereka diperdamaikan dengan Allah. Waktu kita
mengundang agar orang mau menerima Kristus, kita tidak boleh
menyembunyikan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang murid
Yesus. ... Hasil dari penginjilan mencakup hidup patuh kepada Kristus,
menggabungkan diri dengan gereja-Nya, dan melayani Tuhan dengan penuh
tanggung jawab di dunia ini." [Butir ke-4, dalam Perjanjian Lausanne,
(c)1974 World Wide Publication, Minneapolis, Minnesota]
Semangat dan pengabdian dalam bidang penginjilan merupakan ciri khas
orang-orang Kristen abad pertama. Itu seharusnya juga tercermin dalam
kehidupan gereja masa kini. Pekerjaan menginjil tetap tidak berubah.
Kebutuhan rohani umat manusia tetap tidak berubah. Berita penginjilan
tetap tidak berubah. Dan karunia Allah kepada gereja-Nya -- termasuk
karunia seorang penginjil -- tetap tidak berubah.
Amsterdam `83 memberi kesan yang berbeda-beda kepada setiap peserta
yang hadir. Bagi sebagian peserta, mungkin hal yang sangat mengesankan
tentang Konferensi Amsterdam `83 itu ialah adanya penegasan tentang
peranan seorang penginjil. Bagi peserta lainnya, mungkin saja yang
sangat mengesankan adalah saat-saat mengabdikan diri kembali kepada
pelayanan pemberitaan Injil yang diwarnai dengan suasana khusyuk dan
khidmat. Akan tetapi, apa pun yang menjadi kesan dalam diri setiap
peserta, saya yakin bahwa setelah tiap peserta pulang dan meresapi
betapa pentingnya pelayanan memberitakan Injil, dan betapa besarnya
kuasa Allah yang bekerja untuk mencapai tujuan-Nya, mereka pasti akan
mengalami perubahan.
Sebagai tanda pengenal dan menyangkut keamanan, peserta konferensi
diberi gelang plastik. Gelang plastik itu dipakai siang-malam selama
konferensi itu berlangsung, dan tidak dapat dilepaskan tanpa
memotongnya. Peserta diminta untuk tetap memakai gelang plastik itu
sampai mereka meninggalkan Amsterdam. Cukup menarik. Sebagian
penginjil merasa bahwa gelang plastik yang sederhana itu memunyai arti
lebih daripada sekadar tanda pengenal. Walau konferensi sudah lama
berlalu, banyak di antara mereka masih memakai gelang plastik itu
untuk mengingat kembali janji mereka yang diteguhkan di hadapan Tuhan,
di Amsterdam, khususnya ketika mereka menyuarakan Kelima Belas
Pengukuhan. Buku ini ditulis untuk memberi ulasan tentang pengukuhan-
pengukuhan tersebut. Beberapa penginjil masih memakai gelang plastik
itu sampai saat ini, misalnya di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan di
berbagai belahan bumi ini!
Sementara membuat persiapan Amsterdam `83, banyak orang dari berbagai
negara menanyakan, apakah akan ada semacam "Keputusan Bersama" yang
akan dikeluarkan oleh konferensi itu, seperti halnya Perjanjian
Lausanne. Perjanjian itu adalah hasil dari Konferensi Lausanne pada
tahun 1974 yang membahas tema pekabaran Injil sedunia. Setelah
dipertimbangkan dengan saksama, diputuskan bahwa Amsterdam `83 tidak
akan mengeluarkan keputusan bersama yang meringkaskan hasil dari
konferensi karena tujuan utama Konferensi Amsterdam ialah berkenaan
dengan hal-hal praktis, yaitu pelaksanaan PI. Bersamaan dengan itu,
banyak penginjil dari latar belakang yang lain mengutarakan harapannya
agar patokan-patokan bagi para penginjil dapat disusun. Akhirnya,
panitia internasional yang sudah diseleksi, yang diketuai oleh Dr.
Kenneth Kantzer, ditunjuk untuk menyusunnya. Mereka bekerja keras
selama konferensi berlangsung. Naskah kasar mereka disampaikan kepada
kelompok yang mewakili para penginjil dari berbagai penjuru dunia;
mereka memberi banyak usulan yang berharga kepada panitia
internasional itu. Naskah akhir mereka -- Pengukuhan- Pengukuhan
Amsterdam -- disusun dengan singkat dan saksama, merangkum dasar-dasar
alkitabiah, pekerjaan serta integritas seorang penginjil. Pada upacara
penutupan, peserta konferensi serentak menyuarakan janji mereka
terhadap setiap pengukuhan itu yang berjumlah lima belas butir.
Disarankan, agar saya menulis ulasan yang bersifat interpretatif
tentang Kelima Belas Pengukuhan Amsterdam. Saya menyetujui. Agar saya
dapat melakukan hal itu, saya menghubungi teman-teman saya, John
Akers, Art Johnston, Dave Foster, dan Stephen F. Olford. Dalam
menyiapkan khotbah, menulis artikel dan menyusun buku, saya sering
bergantung pada pertolongan tim saya dan sahabat-sahabat saya itu.
Saya sangat berterima kasih atas kesediaan mereka menolong dan memberi
anjuran sementara saya menyelesaikan pekerjaan ini.
Doa saya ialah supaya Tuhan tidak hanya memakai buku ulasan tentang
Kelima Belas Pengukuhan Amsterdam ini untuk menolong para Penginjil
Keliling, tetapi juga untuk menolong banyak orang Kristen lainnya agar
mereka mendapat visi yang lebih luas lagi tentang pekerjaan Tuhan di
dunia ini. Allah telah menempatkan kita pada zaman yang unik ini dan
yang mendesak waktunya bagi penginjilan. Ladang-ladang sudah
"menguning dan siap untuk dituai". Memang sebagian orang dipilih
khusus untuk menjadi penginjil, tetapi bukankah semua umat Allah
adalah saksi-saksi-Nya. Oleh karena itu, saya berharap agar daya
jangkau buku ini melebihi mereka yang hadir dalam Konferensi Amsterdam
`83, dan supaya mereka melaksanakan apa yang tertuang dalam
Pengukuhan-Pengukuhan itu. Saya berharap, kita akan melihat adanya
pembaharuan pengabdian dan semangat penginjilan dalam diri setiap anak
Tuhan dalam generasi ini.
15 PENGUKUHAN AMSTERDAM `83
PENGUKUHAN I
Kita mengakui, Yesus Kristus itu Allah, Tuhan, dan Juru Selamat kita,
yang dinyatakan di dalam Alkitab -- firman Allah yang sempurna, tanpa
kesalahan.
PENGUKUHAN II
Kita bersama-sama mengukuhkan komitmen kita terhadap Amanat Agung dari
Tuhan kita, dan menyatakan bersedia untuk pergi ke mana saja,
melakukan apa saja, dan mengorbankan apa saja yang Tuhan kehendaki
dami terpenuhinya Amanat itu.
PENGUKUHAN III
Kita bersama-sama menyambut panggilan Allah untuk melaksanakan
penginjilan yang alkitabiah, dan menerima tanggung jawab untuk
memberitakan firman Allah kepada semua orang, sesuai dengan kesempatan
yang Allah berikan.
PENGUKUHAN IV
Allah mengasihi setiap orang. Orang yang tidak beriman kepada Kristus,
berada di bawah hukuman Allah, dan dengan sendirinya akan masuk
neraka.
PENGUKUHAN V
Inti pesan alkitabiah ialah Kabar Baik tentang keselamatan yang dari
Allah: keselamatan itu diterima karena kasih karunia semata-mata
melalui iman dalam Tuhan Yesus Kristus yang sudah bangkit; keselamatan
itu diterima melalui iman pada kematian-Nya di kayu salib, yang
menebus dosa-dosa kita.
PENGUKUHAN VI
Dalam memberitakan Injil, kita menyadari pentingnya memanggil semua
orang supaya mereka mengambil keputusan untuk mengikut Yesus sebagai
Tuhan dan Juru Selamat mereka; kita harus melakukan dengan kasih,
tanpa memaksa atau membujuk.
PENGUKUHAN VII
Kita perlu dan rindu dipenuhi serta dikuasai oleh Roh Kudus sementara
kita membawakan kesaksian tentang Injil Yesus Kristus karena hanya
Tuhan sajalah yang dapat membuat orang-orang berdosa bertobat dan
memperoleh kehidupan yang kekal.
PENGUKUHAN VIII
Kita mengakui kewajiban kita sebagai hamba-hamba Tuhan: kita harus
hidup suci, dan bermoral bersih karena kita tahu bahwa kita adalah
saksi-saksi Kristus kepada jemaat dan kepada dunia ini.
PENGUKUHAN IX
Kesetiaan dalam doa dan pemahaman Alkitab itu diperlukan bagi
pertumbuhan rohani kita pribadi dan bagi kekuatan kita dalam
pelayanan.
PENGUKUHAN X
Kita akan menjadi abdi yang setia dalam segala pekerjaan yang Allah
berikan kepada kita. Kita akan bertanggung jawab dalam bidang keuangan
yang dipercayakan bagi pelayanan kita, dan dengan jujur memberi
laporan data pelayanan kita.
PENGUKUHAN XI
Keluarga adalah suatu tanggung jawab yang Allah berikan kepada kita,
dan merupakan pemberian Allah yang dipercayakan-Nya kepada kita; oleh
karena itu kita harus setia kepada panggilan untuk melayani sesama.
PENGUKUHAN XII
Kita bertanggung jawab kepada gereja, dan akan selalu gigih
melaksanakan pelayanan, membangun gereja setempat dan melayani umat
Kristen pada umumnya.
PENGUKUHAN XIII
Kita bertanggung jawab untuk memelihara kerohanian orang-orang yang
menerima Yesus melalui pelayanan kita; kita bertanggung jawab untuk
menganjurkan, agar mereka menggabungkan diri dengan gereja setempat;
kita juga harus mendorong gereja agar mereka dapat membimbing para
petobat itu dan memberi petunjuk bagaimana bersaksi tentang Injil.
PENGUKUHAN XIV
Kita sehati dengan Kristus yang sangat memedulikan penderitaan manusia
secara pribadi maupun penderitaan seluruh umat manusia; sebagai orang
Kristen dan sebagai penginjil, kita menerima tanggung jawab untuk
sedapat mungkin mengurangi penderitaan manusia dengan berusaha untuk
mencukupi kebutuhan mereka.
PENGUKUHAN XV
Kita memohon agar seluruh Tubuh Kristus sehati di dalam doa dan
bekerja untuk perdamaian di dunia ini, untuk membangun kehidupan
rohani, untuk memperbaharui pengabdian dan mengutamakan Alkitab dalam
penginjilan di gereja, untuk memelihara kesatuan dan persatuan
orang-orang percaya di dalam Kristus, dan untuk melaksanakan Amanat
Agung, sampai Kristus datang kembali.
Dikutip dari:
Judul buku : Beritakan Injil; Standar Alkitabiah bagi Penginjil
Penulis : Billy Graham
Penerbit : Lembaga Literatur Baptis, Bandung dan Yayasan Andi,
Yogyakarta 1995
Halaman : 7 -- 20
tidak hanya merupakan kejadian penting dalam kehidupan saya sebagai
penginjil, tetapi juga merupakan konferensi yang bersejarah. Baru
pertama kali dalam sejarah, konferensi semacam itu diselenggarakan.
Pada puncak konferensi itu, terjadilah saat-saat yang khidmat, yaitu
janji penyerahan diri. Rekan-rekan sepanggilan -- para penginjil dari
berbagai benua -- termasuk saya, menyerahkan diri kembali untuk
melayani Tuhan kita, Yesus Kristus. Dengan bersuara, kami mengucapkan
kata-kata yang sangat berarti, yang kami sebut sebagai
"Pengukuhan-Pengukuhan Amsterdam".
Kelima Belas Pengukuhan itu memuat patokan alkitabiah bagi mereka yang
dikhususkan Tuhan untuk "melakukan pekerjaan seorang penginjil". Lebih
daripada itu, Kelima Belas Pengukuhan tersebut juga ada hubungannya
dengan seluruh keluarga besar Allah. Bukankah kita semua dipanggil
untuk menjadi saksi-saksi-Nya? Oleh karena itulah buku ini, yang
berisi ulasan tentang Kelima Belas Pengukuhan tersebut, ditulis untuk
menjangkau kalangan yang lebih luas.
Perkenankan saya mengenang sejenak. Bertahun-tahun yang lalu, Tuhan
memberi visi kepada saya untuk menghimpun penginjil-penginjil dari
berbagai penjuru dunia dalam sebuah konferensi. Pada waktu itu, hal
tersebut tampaknya tidak mungkin terjadi. Saya masih terlalu muda.
Penginjil-penginjil yang lebih tua dan yang lebih berpengalaman
daripada saya mungkin saja tidak menyukai prakarsa saya itu. Namun,
gagasan itu tidak pernah memudar. Saya tidak pernah meragukan bahwa
pada suatu hari, konferensi itu akan terlaksana. Hanya saja, saya
harus peka terhadap "waktu" Tuhan, kapan Ia menghendaki konferensi itu
diselenggarakan. Kalau kami mengenang kembali, kami dapat merasakan
bimbingan-Nya langkah demi langkah sampai konferensi tersebut
terselenggara.
Sementara itu, Lembaga Penginjilan Billy Graham sering mengadakan dan
membiayai berbagai kegiatan serupa lainnya. Kongres Pekabaran Injil
se-Dunia diadakan di Berlin pada tahun 1966. Setelah itu, berbagai
konferensi regional, termasuk konferensi untuk para pemimpin injili
se-Asia diadakan di Singapura pada tahun 1968. Konferensi Pekabaran
Injil se-Eropa diadakan pada tahun 1971. Setelah itu, kami
menyelenggarakan konferensi sedunia lagi di Laussane, Swis, pada tahun
1974. Walaupun semua konferensi itu diorganisasikan dan dibiayai oleh
Lembaga Penginjilan Billy Graham, dan sebagian besar tanggung jawab
jatuh di bahu saya, sebagai ketua kehormatan, saya mengangkat ketua-
ketua rapat dan ketua-ketua panitia sebagai orang-orang yang
bertanggung jawab atas kelangsungan konferensi itu.
Pertemuan-pertemuan itu menghimpun para teolog, para pakar pendidikan,
ketua-ketua badan zending, pendeta-pendeta, pemimpin-pemimpin gereja
dan para penginjil, sangat mengesankan dan bermanfaat. Kalau kami
tinjau kembali, rupanya mereka telah menjadi peletak dasar terwujudnya
Konferensi Amsterdam `83. Namun, dalam benak dan hati saya, selalu
terbayang visi konferensi khusus bagi para penginjil. Masalahnya:
Bagaimana kita dapat membedakan antara pendeta yang memunyai karunia
sebagai penginjil, dengan orang yang seperti saya, berkeliling
mewartakan Injil dari satu tempat ke tempat yang lain? Kami
berpendapat kata "keliling" ini telah memperjelas perbedaannya.
Anehnya, waktu kami membicarakan kemungkinan dilaksanakannya
konferensi itu, ternyata hanya sedikit orang saja yang memunyai visi
yang sama. Namun, sementara waktu berjalan, kami heran bahwa ada
antusias yang kian meningkat selagi publikasi tentang konferensi itu
beredar. Pada masa itu, anggaran yang kami perkirakan tidak lebih dari
sejuta dolar. Kami tidak pernah menduga bahwa anggaran yang diperlukan
dapat melonjak sampai delapan juta dolar! Pada waktu itu, kami juga
tidak dapat memperkirakan berapa banyak penginjil yang akan turut
berperan serta, dan dari mana saja mereka akan berdatangan. Kendati
biayanya sampai mencapai delapan juta dolar, saya yakin setiap dolar
yang dikeluarkan tidaklah sia-sia. Bagaimana Tuhan menyediakan dana --
hal itu menakjubkan sekali. Orang-orang dari seluruh dunia mengirim
sumbangan. Sementara masa persiapan terus bergerak maju, orang-orang
Kristen di berbagai negara terus berdoa. Tuhan mengabulkan doa-doa
mereka -- lebih dari apa yang kami harapkan.
Di mana konferensi akan diselenggarakan? Maka Amsterdamlah yang
terpilih menjadi tuan tamu. Bangsa Belanda dikenal sebagai orang-orang
yang suka menerima tamu. Dan kami mengetahui bahwa tidak ada kesulitan
untuk mendapatkan visa bagi para peserta dari berbagai negara. Ada
fasilitas istimewa yang membuat Amsterdam menjadi salah satu tempat
konferensi yang terbaik di dunia -- sanggup menyediakan seratus
delapan puluh tempat lokakarya (dengan banyak ruang cadangan).
Maskapai Penerbangan Belanda, KLM, berjanji untuk membantu, tidak saja
dalam hal transportasi tetapi juga mau menyediakan makanan bagi setiap
peserta selama konferensi berlangsung. Mereka menepati janji dengan
memberi makan lima ribu orang secara serentak dalam waktu kurang dari
lima puluh menit.
Tuhan menyediakan beberapa orang untuk menjabat sebagai pemimpin.
Walter H. Smyth, yang bertugas menangani urusan internasional. Orang
yang diangkat menjadi direktur adalah teman lama saya. Dia juga teman
sejawat saya dan menjabat sebagai ketua dari pelayanan organisasi kami
di Jerman, yaitu Werner Burklin. Ia membawa timnya yang terdiri dari
orang-orang yang melayani tanpa pamrih. Leighton Ford diminta menjadi
ketua rapat. Campus Crusade for Christ mengutus Paul Eshleman untuk
melayani sebagai ketua acara. Saya ingat, pada suatu rapat panitia,
Paul mengutarakan garis besar dari visinya; ia meluaskan pikiran saya
seribu kali lipat tentang kemungkinan-kemungkinan jangka panjang yang
dapat lahir dari konferensi itu.
Bob William, dari staf kami, diminta untuk memimpin bagian
penyeleksian para peserta. Mula-mula kami mengira hanya ada beberapa
ratus Penginjil Keliling saja yang akan hadir. Kami tidak mengira
bahwa ada begitu banyak Penginjil Keliling di dunia ini. Selama
beberapa tahun, kami mengumpulkan nama-nama Penginjil Keliling. Itu
merupakan pekerjaan yang belum pernah kami lakukan. Besarnya jumlah
penginjil melebihi perkiraan kami. Formulir-formulir pendaftaran
peserta terus mengalir masuk, melebihi jumlah kursi yang tersedia.
Sekitar dua ratus panitia di seluruh dunia membantu untuk menyeleksi
pesertanya. Kami memerhatikan secara khusus agar para penginjil yang
tidak terkenal namanya, yang setia melayani di bagian bumi yang paling
jauh dari kami, jangan sampai terlewat.
Saya tidak dapat melupakan hari pembukaan konferensi itu. Hari itu
adalah hari yang terpanas di Amsterdam. Ruangan konferensi bagaikan
sebuah oven raksasa. Dengan mengenakan jas biru, seratus lima puluh
penerima tamu dari universitas Kristen dan berbagai organisasi Kristen
mengantar sekitar empat ribu hadirin (ditambah dengan seribu orang
lainnya yang terdiri dari para pemantau, tamu, wartawan, dll.) ke
tempat duduk mereka masing-masing.
Sementara saya menatap lautan manusia itu dari panggung, hati saya
penuh dengan rasa terima kasih kepada Tuhan. Visi yang Ia berikan
kepada saya bertahun-tahun yang lalu telah digenapi pada waktu-Nya
yang tepat.
Dalam upacara pembukaan diadakan pawai dengan membawa bendera dari
seratus tiga puluh tiga negara yang diwakilinya. Di hadapan saya
terhimpun penginjil-penginjil yang menjadi bagian dari pasukan Allah.
Mereka adalah orang-orang yang bertekad melaksanakan Amanat Agung
Yesus Kristus. Dari wajah mereka dan dari sinar mata mereka tercermin
bahwa mereka datang dengan penuh antusias. Banyak di antara mereka ada
yang baru pertama kali bepergian keluar dari negara mereka, bahkan ada
yang baru kali itu bepergian keluar dari provinsinya! Sebagian ada
yang baru pertama kali menumpang pesawat udara. Kedatangan mereka di
Amsterdam merupakan pengalaman yang istimewa. Segala sesuatunya baru.
Melalui pantulan sinar mata mereka, tercerminlah sekilas pandangan
baru tentang dunia ini. Kesungguhan mereka dalam menyimak apa yang
kami sampaikan merupakan tanda betapa dalamnya pengabdian mereka.
Di dalam buku karangan Dave Foster mengenai konferensi itu yang
berjudul Billy Graham, "A Vision Imparted", ia menggambarkan saat-saat
saya mengakhiri sidang pembukaan itu:
"Pada waktu ia mengakhiri kata-kata pembukaannya dan memimpin doa
pengabdian dan penyerahan diri, konferensi itu seakan-akan `tersulut
api`. Di situ dapat dirasakan sudah terjadi pembaharuan rohani dalam
hati para peserta. Hal itu nampak jelas dari ungkapan hati mereka
waktu menyanyikan lagu penutup yang berbunyi:
Tuhanku Allahku -- penuh kasih karunia, Tolonglah hamba mewartakan,
Memberitakan ke seluruh penjuru bumi, Kemuliaan nama-Mu.
"Ketika Walter Smyth turun dari panggung, ... ia berkata bahwa
kehadiran Roh Kudus dan persatuan di dalam kasih Kristus sudah terasa.
Suasana dipenuhi puji-pujian dan penyembahan kepada Tuhan. Konferensi
ini tampaknya dimulai dengan suasana yang pada umumnya terjadi pada
penutupan suatu konferensi."
Sahabat karib saya, yang juga teman sejawat saya, Cliff Barrows,
adalah seorang yang sangat besar peran sertanya dalam konferensi
tersebut sehingga tercipta suasana yang seperti itu. Dialah yang
bertugas mengurus panggung selama konferensi berlangsung. Sepanjang
masa pelayanan saya, saya belum pernah menemukan orang lain yang dapat
lebih baik melakukan pekerjaan semacam itu daripada dia. Acara musik
yang dipimpinnya di Amsterdam betul-betul mengagumkan. Lagu-lagu
rohani yang telah dipilihnya dengan baik, berikut refrein-refreinnya
sangat berkaitan dengan peristiwa besar itu. Setiap kali saya
mendengar atau menyanyi lagu "Emmanuel, God with us" atau "Freely,
freely, you have received ...", saya pasti terkenang akan konferensi
di Amsterdam.
Konferensi itu lebih daripada sekadar kesempatan istimewa untuk
bersekutu dan berbakti bersama para penginjil -- rekan-rekan
sepanggilan. Konferensi itu merupakan kesempatan untuk berpikir dengan
sungguh-sungguh mengenai strategi penginjilan, kesempatan untuk berdoa
bagi terlaksananya Amanat Agung. Umpamanya, banyak gagasan berbobot
telah terkumpul untuk menerbitkan sebuah buku penuntun bagi para
Penginjil Keliling di seluruh dunia. Banyak sekali penginjil yang
berminat akan hal itu. Dr. Lewis Drummond, seorang profesor bidang
penginjilan di Southern Baptist Theological Seminary, Louisville,
Kentucky, yang diberi tanggung jawab untuk menyusun buku penuntun itu
berkata, "Saya mengira, saya datang di Amsterdam ini untuk bekerja
sama dengan tidak lebih dari dua puluh profesor dari bidang
penginjilan yang akan menyiapkan buku penuntun tersebut. Saya tidak
mengira sama sekali bahwa begitu banyak penginjil yang berminat untuk
menyusun kurikulum Penginjil Keliling." Kalau begitu, bagaimanapun
juga, Amsterdam `83 akan tetap merupakan sarana yang melahirkan banyak
cara untuk melaksanakan PI yang berkesinambungan.
Lagi pula, Amsterdam `83 juga merupakan motor penggerak bagi kegiatan
penginjilan selama konferensi itu berlangsung. Supaya mereka
mempraktikkan penginjilan berdasarkan berbagai ketentuan yang
alkitabiah, para penginjil yang datang ke Amsterdam mengkhususkan
suatu sore untuk bersaksi di jalan-jalan, di pantai Laut Utara Negeri
Belanda, di taman-taman, dan di mana saja mereka dapat menjumpai
orang-orang.
Saya ingin sekali turut mengambil bagian dalam kegiatan bersaksi sore
itu, tetapi ada masalah. Setiap kali media massa memublikasikan
kehadiran saya di suatu tempat, tidak mungkin saya dapat berjalan
dengan bebas karena mereka semua mengenali saya. Maka dari itu,
sebelum saya pergi dengan rekan saya, T.W. Wilson, ke taman yang ada
banyak orang, saya mengenakan celana jins yang sudah usang, topi, dan
kaca mata hitam. Saya membagi-bagikan traktat "Empat Langkah Menuju
Perdamaian dengan Allah", dan saya mencoba bersaksi. Tanggapan yang
saya terima tidak begitu menggembirakan. Rasanya saya tidak mencapai
sasaran!
Pada waktu itu saya melihat sekelompok kecil orang Kristen Afrika dari
Pantai Gading. Mereka sedang bersaksi kepada seorang mahasiswa
Belanda. Pada mulanya mahasiswa itu kelihatan hendak mengelak. Akan
tetapi, orang-orang Afrika itu begitu ramah dan manis budi sehingga
mahasiswa itu tidak jadi menghindar! Mereka membuka Alkitab dan
menunjukkan beberapa ayat kepadanya. Saya bergabung dengan mereka dan
duduk mendengarkan. Saya belum pernah mendengar kesaksian yang
semantap itu!
Di Amsterdam, Tuhan membuka kemungkinan bagi kami untuk saling
belajar. Satu hal yang saya pelajari dari orang-orang yang kami
jangkau ialah mereka lebih tertarik kepada Pribadi Yesus Kristus
daripada kepada agama atau organisasi Kristen atau gereja. Pribadi
Kristuslah yang menarik perhatian mereka.
Ketika kami sedang berusaha menentukan siapa yang hendak kami undang
ke Amsterdam, kami terlebih dahulu harus membuat ketentuan dengan
membahas pertanyaan dasar, "Seorang penginjil itu apa?" Memang kita
mengetahui bahwa setiap orang Kristen adalah seorang saksi Kristus.
Akan tetapi, kita juga menyadari bahwa Tuhan memanggil orang- orang
tertentu untuk melaksanakan pelayanan khusus, yaitu pelayanan
penginjilan.
Penginjil adalah orang yang diberi karunia khusus dari Roh Kudus untuk
memberitakan Kabar Baik. Metode-metode yang dipakai akan berbeda-beda.
Hal itu bergantung pada kesempatan dan panggilan yang dimiliki setiap
penginjil. Namun, ada satu hal pokok yang sama: seorang penginjil
dipanggil dan diperlengkapi secara khusus oleh Tuhan untuk
memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum percaya kepada
Kristus. Tujuannya agar mereka berpaling kepada Kristus, bertobat dari
dosa-dosa mereka, serta beriman kepada-Nya. Dalam Perjanjian Baru,
kata "pemberita Injil" dalam bahasa Yunani berarti "seseorang yang
memberitakan kabar baik". Bentuk kata kerja yang berarti "memberitakan
kabar baik" itu muncul lebih dari lima puluh kali. Kata benda
"pemberita Injil" yang dipakai untuk menyebutkan seseorang yang
membawa kabar baik, agaknya merupakan kata yang jarang dipakai pada
zaman dahulu, kendati kata itu dipakai sebanyak tiga kali dalam
Perjanjian Baru. Marilah kita tinjau sejenak ketiga ayat itu, agar
kita dapat memahami apa yang dimaksudkan Alkitab dengan kata
"pemberita Injil".
Acuan yang paling umum bagi kata "pemberita Injil" dapat kita temukan
dalam Efesus 4:11. Dalam ayat itu, Rasul Paulus menyatakan bahwa
Tuhanlah yang "memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik
pemberita-pemberita Injil maupun gembala gembala dan
pengajar-pengajar". Karunia dan jabatan penginjil yang terdapat dalam
Perjanjian Baru ini tidak pernah dicabut dari gereja. Itu bukan saja
merupakan pelayanan yang penting, tetapi juga merupakan pelayanan yang
Tuhan berikan untuk dipakai -- seperti halnya dengan karunia-karunia
lainnya -- "bagi pembangunan tubuh Kristus" (Efesus 4:12).
Tragis sekali, ada kalanya gereja tidak lagi menyadari pentingnya
pelayanan seorang penginjil. Lebih buruk lagi, kadang-kadang para
penginjil itu sendiri menambah runyam persoalan karena mereka gagal
untuk bekerja sama sepenuhnya dengan gereja-gereja. Bagaimanapun juga,
tentu salah satu kebutuhan utama gereja masa kini ialah menemukan
kembali pentingnya penginjilan; gereja juga perlu memunyai keyakinan
kembali tentang perlu adanya seorang penginjil. Berikut ini adalah
kutipan perkataan mantan Uskup Besar Anglikan di Sidney, Sir Marcus
Loane yang memberi ceramah di Amsterdam.
"Mudah sekali kita mengira bahwa zaman penginjilan ... telah berakhir.
Dugaan itu menimbulkan wabah yang menjangkiti gereja yang visi
penginjilannya sudah kabur .... Bilamana visi penginjilan dan usaha
penjangkauan itu mandek, gereja akan menghadapi masalah serius: Para
anggotanya terdiri dari orang-orang Kristen KTP saja. Masalah itu
timbul dari dalam; gereja menjadi suam-suam kuku."
Dua ayat lainnya dalam Perjanjian Baru mengacu kepada orang-orang yang
secara khusus melayani bidang penginjilan. Dalam Kisah Para Rasul
21:8, Filipus disebut "pemberita Injil". Dalam 2Timotius 4:5 Rasul
Paulus berkata kepada Timotius, "Lakukanlah pekerjaan pemberita Injil"
(2 Timotius 4:5). Kami mengangkat nasihat itu menjadi tema Amsterdam
`83.
Pekerjaan seorang penginjil dengan jelas digambarkan oleh Filipus dan
Timotius. Menurut Kisah Para Rasul 8:12, kita mengetahui bahwa
"Filipus ... memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang
nama Yesus Kristus, ... " Dalam Konferensi Amsterdam, Dr. Stephen F.
Olford menyoroti tiga ciri Filipus -- ciri-ciri itu harus ada pada
tiap penginjil. Pertama, Filipus adalah seorang pelayan Tuhan di
gereja, dan penginjilan harus selalu ditanamkan sebanyak mungkin di
dalam gereja. Kedua, Filipus juga seorang pengkhotbah di dunia; ia
beranjak dari tempat yang satu ke tempat yang lain, menemui orang-
orang yang belum mendengar Injil atau yang belum mengenal Kristus.
Ketiga, Filipus tidak mengabaikan tanggung jawab atas keluarganya. Ia
memunyai empat anak perempuan yang dikenal sebagai orang-orang yang
memiliki karunia Roh; dan mereka adalah pelayan Tuhan. Begitu pula
dengan Timotius. Rasul Paulus menulis tentang Timotius sebagai
berikut, "Ia seorang pelayan Allah yang bekerja bersama kami untuk
memberitakan Kabar Baik tentang Kristus" (1Tesalonika 3:2, BIS).
Itulah yang dinamakan penginjilan, "memberitakan Kabar Baik tentang
Kristus". Penginjilan itu lebih daripada sekadar metode; penginjilan
adalah sebuah BERITA. Berita tentang kasih Allah, tentang dosa
manusia, tentang kematian Kristus, tentang penguburan-Nya, dan
kebangkitan-Nya. Penginjilan adalah berita tentang pengampunan dosa
dari Allah. Penginjilan adalah berita yang menuntut suatu tanggapan --
menerima Injil itu dengan iman, lalu menjadi murid Yesus. Istilah
"penginjilan" mencakup segala usaha untuk memberitakan Kabar Baik
tentang Yesus Kristus. Tujuannya ialah supaya orang-orang mengerti
bahwa Allah menawarkan keselamatan dan supaya mereka menerima
keselamatan itu dengan iman, lalu hidup sebagai murid Yesus. Seperti
yang ditetapkan dalam Perjanjian Lausanne, "Menginjili ialah
memberitakan Kabar Baik bahwa Yesus Kristus mati bagi dosa-dosa kita,
dan Ia sudah dibangkitkan dari antara orang mati, menurut Kitab Suci.
Yesus Kristus adalah Tuhan yang memerintah, Ia sekarang menawarkan
pengampunan dosa dan mengaruniakan Roh Kudus kepada semua orang yang
bertobat dan yang percaya. ... Penginjilan itu sendiri ialah
pemberitaan bahwa Kristus yang dikenal dalam sejarah dan dari Kitab
Suci adalah Juru Selamat dan Tuhan. Adapun tujuan pemberitaan itu
ialah supaya orang-orang mau datang kepada-Nya secara pribadi dan
dengan demikian mereka diperdamaikan dengan Allah. Waktu kita
mengundang agar orang mau menerima Kristus, kita tidak boleh
menyembunyikan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang murid
Yesus. ... Hasil dari penginjilan mencakup hidup patuh kepada Kristus,
menggabungkan diri dengan gereja-Nya, dan melayani Tuhan dengan penuh
tanggung jawab di dunia ini." [Butir ke-4, dalam Perjanjian Lausanne,
(c)1974 World Wide Publication, Minneapolis, Minnesota]
Semangat dan pengabdian dalam bidang penginjilan merupakan ciri khas
orang-orang Kristen abad pertama. Itu seharusnya juga tercermin dalam
kehidupan gereja masa kini. Pekerjaan menginjil tetap tidak berubah.
Kebutuhan rohani umat manusia tetap tidak berubah. Berita penginjilan
tetap tidak berubah. Dan karunia Allah kepada gereja-Nya -- termasuk
karunia seorang penginjil -- tetap tidak berubah.
Amsterdam `83 memberi kesan yang berbeda-beda kepada setiap peserta
yang hadir. Bagi sebagian peserta, mungkin hal yang sangat mengesankan
tentang Konferensi Amsterdam `83 itu ialah adanya penegasan tentang
peranan seorang penginjil. Bagi peserta lainnya, mungkin saja yang
sangat mengesankan adalah saat-saat mengabdikan diri kembali kepada
pelayanan pemberitaan Injil yang diwarnai dengan suasana khusyuk dan
khidmat. Akan tetapi, apa pun yang menjadi kesan dalam diri setiap
peserta, saya yakin bahwa setelah tiap peserta pulang dan meresapi
betapa pentingnya pelayanan memberitakan Injil, dan betapa besarnya
kuasa Allah yang bekerja untuk mencapai tujuan-Nya, mereka pasti akan
mengalami perubahan.
Sebagai tanda pengenal dan menyangkut keamanan, peserta konferensi
diberi gelang plastik. Gelang plastik itu dipakai siang-malam selama
konferensi itu berlangsung, dan tidak dapat dilepaskan tanpa
memotongnya. Peserta diminta untuk tetap memakai gelang plastik itu
sampai mereka meninggalkan Amsterdam. Cukup menarik. Sebagian
penginjil merasa bahwa gelang plastik yang sederhana itu memunyai arti
lebih daripada sekadar tanda pengenal. Walau konferensi sudah lama
berlalu, banyak di antara mereka masih memakai gelang plastik itu
untuk mengingat kembali janji mereka yang diteguhkan di hadapan Tuhan,
di Amsterdam, khususnya ketika mereka menyuarakan Kelima Belas
Pengukuhan. Buku ini ditulis untuk memberi ulasan tentang pengukuhan-
pengukuhan tersebut. Beberapa penginjil masih memakai gelang plastik
itu sampai saat ini, misalnya di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan di
berbagai belahan bumi ini!
Sementara membuat persiapan Amsterdam `83, banyak orang dari berbagai
negara menanyakan, apakah akan ada semacam "Keputusan Bersama" yang
akan dikeluarkan oleh konferensi itu, seperti halnya Perjanjian
Lausanne. Perjanjian itu adalah hasil dari Konferensi Lausanne pada
tahun 1974 yang membahas tema pekabaran Injil sedunia. Setelah
dipertimbangkan dengan saksama, diputuskan bahwa Amsterdam `83 tidak
akan mengeluarkan keputusan bersama yang meringkaskan hasil dari
konferensi karena tujuan utama Konferensi Amsterdam ialah berkenaan
dengan hal-hal praktis, yaitu pelaksanaan PI. Bersamaan dengan itu,
banyak penginjil dari latar belakang yang lain mengutarakan harapannya
agar patokan-patokan bagi para penginjil dapat disusun. Akhirnya,
panitia internasional yang sudah diseleksi, yang diketuai oleh Dr.
Kenneth Kantzer, ditunjuk untuk menyusunnya. Mereka bekerja keras
selama konferensi berlangsung. Naskah kasar mereka disampaikan kepada
kelompok yang mewakili para penginjil dari berbagai penjuru dunia;
mereka memberi banyak usulan yang berharga kepada panitia
internasional itu. Naskah akhir mereka -- Pengukuhan- Pengukuhan
Amsterdam -- disusun dengan singkat dan saksama, merangkum dasar-dasar
alkitabiah, pekerjaan serta integritas seorang penginjil. Pada upacara
penutupan, peserta konferensi serentak menyuarakan janji mereka
terhadap setiap pengukuhan itu yang berjumlah lima belas butir.
Disarankan, agar saya menulis ulasan yang bersifat interpretatif
tentang Kelima Belas Pengukuhan Amsterdam. Saya menyetujui. Agar saya
dapat melakukan hal itu, saya menghubungi teman-teman saya, John
Akers, Art Johnston, Dave Foster, dan Stephen F. Olford. Dalam
menyiapkan khotbah, menulis artikel dan menyusun buku, saya sering
bergantung pada pertolongan tim saya dan sahabat-sahabat saya itu.
Saya sangat berterima kasih atas kesediaan mereka menolong dan memberi
anjuran sementara saya menyelesaikan pekerjaan ini.
Doa saya ialah supaya Tuhan tidak hanya memakai buku ulasan tentang
Kelima Belas Pengukuhan Amsterdam ini untuk menolong para Penginjil
Keliling, tetapi juga untuk menolong banyak orang Kristen lainnya agar
mereka mendapat visi yang lebih luas lagi tentang pekerjaan Tuhan di
dunia ini. Allah telah menempatkan kita pada zaman yang unik ini dan
yang mendesak waktunya bagi penginjilan. Ladang-ladang sudah
"menguning dan siap untuk dituai". Memang sebagian orang dipilih
khusus untuk menjadi penginjil, tetapi bukankah semua umat Allah
adalah saksi-saksi-Nya. Oleh karena itu, saya berharap agar daya
jangkau buku ini melebihi mereka yang hadir dalam Konferensi Amsterdam
`83, dan supaya mereka melaksanakan apa yang tertuang dalam
Pengukuhan-Pengukuhan itu. Saya berharap, kita akan melihat adanya
pembaharuan pengabdian dan semangat penginjilan dalam diri setiap anak
Tuhan dalam generasi ini.
15 PENGUKUHAN AMSTERDAM `83
PENGUKUHAN I
Kita mengakui, Yesus Kristus itu Allah, Tuhan, dan Juru Selamat kita,
yang dinyatakan di dalam Alkitab -- firman Allah yang sempurna, tanpa
kesalahan.
PENGUKUHAN II
Kita bersama-sama mengukuhkan komitmen kita terhadap Amanat Agung dari
Tuhan kita, dan menyatakan bersedia untuk pergi ke mana saja,
melakukan apa saja, dan mengorbankan apa saja yang Tuhan kehendaki
dami terpenuhinya Amanat itu.
PENGUKUHAN III
Kita bersama-sama menyambut panggilan Allah untuk melaksanakan
penginjilan yang alkitabiah, dan menerima tanggung jawab untuk
memberitakan firman Allah kepada semua orang, sesuai dengan kesempatan
yang Allah berikan.
PENGUKUHAN IV
Allah mengasihi setiap orang. Orang yang tidak beriman kepada Kristus,
berada di bawah hukuman Allah, dan dengan sendirinya akan masuk
neraka.
PENGUKUHAN V
Inti pesan alkitabiah ialah Kabar Baik tentang keselamatan yang dari
Allah: keselamatan itu diterima karena kasih karunia semata-mata
melalui iman dalam Tuhan Yesus Kristus yang sudah bangkit; keselamatan
itu diterima melalui iman pada kematian-Nya di kayu salib, yang
menebus dosa-dosa kita.
PENGUKUHAN VI
Dalam memberitakan Injil, kita menyadari pentingnya memanggil semua
orang supaya mereka mengambil keputusan untuk mengikut Yesus sebagai
Tuhan dan Juru Selamat mereka; kita harus melakukan dengan kasih,
tanpa memaksa atau membujuk.
PENGUKUHAN VII
Kita perlu dan rindu dipenuhi serta dikuasai oleh Roh Kudus sementara
kita membawakan kesaksian tentang Injil Yesus Kristus karena hanya
Tuhan sajalah yang dapat membuat orang-orang berdosa bertobat dan
memperoleh kehidupan yang kekal.
PENGUKUHAN VIII
Kita mengakui kewajiban kita sebagai hamba-hamba Tuhan: kita harus
hidup suci, dan bermoral bersih karena kita tahu bahwa kita adalah
saksi-saksi Kristus kepada jemaat dan kepada dunia ini.
PENGUKUHAN IX
Kesetiaan dalam doa dan pemahaman Alkitab itu diperlukan bagi
pertumbuhan rohani kita pribadi dan bagi kekuatan kita dalam
pelayanan.
PENGUKUHAN X
Kita akan menjadi abdi yang setia dalam segala pekerjaan yang Allah
berikan kepada kita. Kita akan bertanggung jawab dalam bidang keuangan
yang dipercayakan bagi pelayanan kita, dan dengan jujur memberi
laporan data pelayanan kita.
PENGUKUHAN XI
Keluarga adalah suatu tanggung jawab yang Allah berikan kepada kita,
dan merupakan pemberian Allah yang dipercayakan-Nya kepada kita; oleh
karena itu kita harus setia kepada panggilan untuk melayani sesama.
PENGUKUHAN XII
Kita bertanggung jawab kepada gereja, dan akan selalu gigih
melaksanakan pelayanan, membangun gereja setempat dan melayani umat
Kristen pada umumnya.
PENGUKUHAN XIII
Kita bertanggung jawab untuk memelihara kerohanian orang-orang yang
menerima Yesus melalui pelayanan kita; kita bertanggung jawab untuk
menganjurkan, agar mereka menggabungkan diri dengan gereja setempat;
kita juga harus mendorong gereja agar mereka dapat membimbing para
petobat itu dan memberi petunjuk bagaimana bersaksi tentang Injil.
PENGUKUHAN XIV
Kita sehati dengan Kristus yang sangat memedulikan penderitaan manusia
secara pribadi maupun penderitaan seluruh umat manusia; sebagai orang
Kristen dan sebagai penginjil, kita menerima tanggung jawab untuk
sedapat mungkin mengurangi penderitaan manusia dengan berusaha untuk
mencukupi kebutuhan mereka.
PENGUKUHAN XV
Kita memohon agar seluruh Tubuh Kristus sehati di dalam doa dan
bekerja untuk perdamaian di dunia ini, untuk membangun kehidupan
rohani, untuk memperbaharui pengabdian dan mengutamakan Alkitab dalam
penginjilan di gereja, untuk memelihara kesatuan dan persatuan
orang-orang percaya di dalam Kristus, dan untuk melaksanakan Amanat
Agung, sampai Kristus datang kembali.
Dikutip dari:
Judul buku : Beritakan Injil; Standar Alkitabiah bagi Penginjil
Penulis : Billy Graham
Penerbit : Lembaga Literatur Baptis, Bandung dan Yayasan Andi,
Yogyakarta 1995
Halaman : 7 -- 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar