Etika Rumah Sakit : Tentang identifikasi masalah dan mekanisme untuk
pemecahannya
Etika rumah sakit adalah etika terapan (applied ethics) atau etika
praktis (practical ethics), yaitu moralitas atau etika umum yang
diterapkan pada isu-isu praktis, seperti perlakuan terhadap
etnik-etnik minoritas, keadilan untuk kaum perempuan, penggunaan hewan
untuk bahan makanan atau penelitian, pelestarian lingkungan hidup,
aborsi, etanasia, kewajiban bagi yang mampu untuk membantu yang tidak
mampu, dan sebagainya.
Jadi, etika rumah sakit adalah etika umum yang diterpakan pada
(pengoperasian) rumah sakit. Oleh karena itu, mendahului diskusi
tentang etika rumah sakit perlu ada uraian singkat tentang etika umum.
Baru kemudian tentang etika institusional rumah sakit dan potensi
masalahnya. Uraian pendahuluan itu perlu untuk landasan identifikasi
dan kemudian upaya pemecahan masalah-masalah etika rumha sakit.
Etika (Umum)
Etika (umum) ; Istilah dengan aneka ragam arti
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang
pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika
adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah
ha-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sistem tentang
motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau
buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari
orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat
fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak ? Peter Singer,
filusf kontemporer dari Australia menilai kata etika dan moralitas
sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia menggunakan keduanya
secara tertukar-tukar.
Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang
dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk
dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan
tanggung jawab memenuhi harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat,
serta bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah
satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan
penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional dan
terhormat.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban
dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap
organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap
pemrintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap
masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat
tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman
untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang
dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.
Jenjang perkembangan dari ajaran moral sampai kode etik
1. Ajaran moral : Ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup dan
berbuat agar menjadi manusia yang baik
2. Moral : Sistem nilai atau konsensus sosial tentang motivasi,
perilaku dan perbuatan tertentu dinilai baik atau buruk.
3. Falsafah moral : Falsafah atau penalaran moral yang menjelaskan
mengapa perbuatan tertentu dinilai baik, sedangkan perbuatan lain
buruk.
4. Falsafah moral menghasilkan teori-teori etika.
5. Teori-teori etika : Kerangka untuk berpikir tentang apakah suatu
perbuatan dapat diterima dinilai dari pendekatan moral. Dua teori
etika klasik yang paling terkenal adalah Utilitiarisme dan Deontologi.
Teori utilitiarisme menilai baik-buruknya suatu tindakan dari hasil
atau dampak tindakan itu. Jika hasilnya baik (the greatest good for
the greates number), secara moral tindakan itu adalah baik. Teori
Deontologi berkata lain ; lakukan kewajiban (Deon = Kewajiban), jangan
lihat hasil atau dampaknya.
6. Asas-asas etika : Penerapan teori-teori etika dalam praktek. Dua
asas etika klasik adalah beneficence (kewajiban untuk berbuat baik)
dan normaleficence (kewajiban untuk tidak melakukan hal-hal yang
merugikan oranglain). Dua asas etika kontemporer adalah menghormati
manusia (respect for reason) dan keadilan (justice).
7. Aturan-aturan etika : Seperangkat standar atau norma yang
diturunkan dari asas-asas etika dan bertujuan mengatur perilaku
perbuatan manusia.
8. Kode etik profesi : Seperangkat aturan etika khusus sebagai
consensus semua anggota asosiasi profesi, yang memuat amar dan
larangan yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh semua anggota
asosiasi dalam menjalankan fungsi dan kegiatan profesionalnya. Perlu
pemahaman tentang jenjang dan hubungan antara konsep-konsep seperti
yang ditayangkan pada bagian di atas, terutama tentang beberapa teori
etika yang utama, tentang asas-asas etika, dan kode etik.
Oleh karena -seperti akan di elaborasi lebih lanjut di belakang nanti-
terutama asas-asas etika dan kode etik profesi adalah alat pengukur
untuk menilai apakah dalam kasus tertentu di Rumah Sakit terjadi
pelanggaran etika atau tidak.
Kelahiran Etika Rumah Sakit
Etika Rumah Sakit yaitu etika praktis yang dikembangkan untuk Rumah
Sakit sebagai suatu institusi lahir pada waktu yang hampir bersamaan
dengan kehadiran etika biomedis. Atau dapat juga dikatakan etika
institusional rumah sakit adalah pengembangan dari etika biomedika
(bioetika). Karena masalah-masalah atau dilema etika yang baru sama
sekali sebagai dampak atau akibat dari penerapan kemajuan pesat ilmu
dan teknologi biomedis, justru terjadi di rumah sakit. Sebagai contoh,
dapat disebut kegiatan reproduksi dibantu transplantasi organ.
Penggunaan alat-alat medis teknologi tinggi untuk menunjang hidup,
operasi ganti kelamin, penelitian serta uji-coba klinis, dan beberapa
terobosan baru lain dari revolusi biomedis sejak tahun 1960-an yang
semuanya dilaksanakan di Rumah Sakit.
Komponen-komponen etika Rumah Sakit
Etika rumah sakit terdiri atas dua komponen :
• Etika administratif
• Etika biomedis
Klasifikasi ini sesuai dengan dua bidang governance di rumah sakit
:corporate governance dan clinical governance dengan wilayah tumpang
tindih di antara keduanya. Dapat dikatakan pada banyak masalah etika
biomedis ada aspek etika administratifnya dan pada semua kegiatan
klinis ada potensi isu etisnya.
Isu-isu etika administratif
• Potensi isu etika administratif yang pertama terkait dengan
kepemimpinan dan manajemen di rumah sakit. Fungsi manajemen mencakup
antara lain kegiatan menentukan obyektif, menentikna arah dan memberi
pedoman pada organisasi. kegiatan-kegiatan kepemimpinan dan manajemen
ini paling sensitif secara etis. Artinya dalam pelaksanaannya seorang
pemimpin yang manajer puncak sangat mudah-disadari atau tidak
melanggar asas-asas etika beneficence, nonmaleficence, menghormati
manusia dan berlaku adil.
Apalagi jika Direktur Rumah Sakit berprilaku diskrimatif dan
menerapkan standar ganda; ia menuntut orang lain mematuhi
standar-standar yang ditetapkan. Sedangkan ia sendiri tidak mau
memberi teladan sesuai dengan standar-standar itu
• Potensi isu etika administratif berikutnya adalah tentang privasi.
Privasi menyangkut hal-hal konfidensial tentang pasien, seperti
rahasia pribadi, kelainan atau penyakit yang diderita, keadaan
keuangan, dan terjaminnya pasien dari gangguan terhadap ketersendirian
yang menjadi haknya. Adalah kewajiban etis rumah sakit untuk menjaga
dan melindungi privasi dan kerahasiaan pasiennya. Harus diakui, hal
itu tidak selalu mudah.
Misalnya kerahasiaan rekam medis pasien sukar dijaga, karena rumah
sakit modern data dan informasi yang terdapat di dalamnya terbuka bagi
begitu banyak petugas yang karena kewajibannya memang berhak punya
akses terhadap dokumen tersebut. Dapat juga terjadi dilema etika
administratif, jika terjadi keterpaksaan membuka kerahasiaan karena
suatu sebab di satu pihak lain kewajiban moral untuk menjaganya
• Persetujuan tindakan medis (Informed consent). Masalah etika
administratif dapat terjadi, jika informed consent tidak dilaksanakan
sebagaimana seharusnya, yaitu persetujuan yang diberikan secara
sukarela oleh pasien yang kompeten kepada dokter untuk melakukan
tindakan medis tertentu pada dirinya, setelah ia diberi informasi yang
lengkap dan dimengerti olehnya tentang semua dampak dan resiko yang
mungkin terjadi sebagai akibat tindakan itu atau sebagai akibat
sebagai tidak dilakukan tindakan itu. Dalam banyak hal, memang tidak
terjadi banyak masalah etika, jika intervensi medis berjalan aman dan
outcome klinis sesuai dengan apa yang diharapkan semua pihak.
Tetapi, dapat saja terjadi suatu tindakan invansif ringan yang rutin
dikerjakan sehari-hari- misalnya-apendektomi- berakibat fatal. Kasus
demikian dapat menjadi penyesalan berkepanjangan. Dapat juga terjadi
dilema etik pada dokter dirumah sakit, yang tega mengungkapkan
informasi yang selengkapnya kepada pasien, karena ia tahu jika itu
dilakukan pasien akan jadi bingung, fanik, dan takut sehingga ia minta
dipulangkan saja untuk mencari pengobatan alternatif. padahal dokter
percaya bahwa tindakan medik yang direncanakan masih besar
kemungkinannya untuk menyelamatkan pasien.
Dilema etika administratif berikutnya di rumah sakit dapat terjadi
berhubung dengan faktor-faktor situasi keuangan. Contoh-contoh berikut
ini terjadi sehari-hari.
1. Apakah kemampuan pasien membayar uang muka adalah faktor yang
mutlak bagi rumah sakit untuk memberikan pertolongan kepadanya. karena
pertimbangan tertentu, pemilik atau manajeman rumah sakit
mengalokasikan dana yang terbatas untuk proyek tertentu, dan dengan
demikian mengakibatkan kebutuhan lain yang mungkin lebih mendesak,
lebih besar manfaatnya, dan lebih efektif biaya.
2. Bagaimana sikap rumah sakit terhadap dokter tertentu sangat tinggi
tarif jasanya. Jika ditegur ia pasti akan marah, dan mungkin akan
hengkang kerumah sakit lain. padahal ia patient getter yang merupakan
'telur emas' bagi rumah sakit.
3. Bagaimana sikap terhadap pasien yang kurang tepat waktu melunasi
piutang periodiknya, padahal ia sangat memerlukan tindakan khusus
lanjutan.
4. Untuk rumah sakit milik pemodal, bagaimana sikap manajemen jika ada
konflik kepentingan antara kebutuhan pasien dengan keingginan pemegang
saham yang melihat sesuatu hanya dari perhitungan bisnis.
5. Bagaimana jika ada konflik kepentingan antara pemilik, manajemen
dan para klinis yang akar masalahnya adalah soal keuangan dan
pendapatan. Bagaimana sikap manajemen terhadap dokter tertentu yang
dapat diduga melakukan moral hazard dengan berkolusi dengan PBF.
6. Bagaimana sikap rumah sakit terhadap teknologi mahal; disatu pihak
diperlukan untuk meningkatkan posisi dan citra rumah sakit, di pihak
lain potensi moral hazard juga tinggi demi untuk membayar cicilan
kredit atau/easing.
Isu-isu Etika Biomeidis
Isu etika biomedis di rumah sakit menyangkut persepsi dan perilaku
profesional dan instutisional terhadap hidup dan kesehatan manusia
dari sejak sebelum kelahiran, pada saat-saaat sejak lahir, selama
pertumbuhan, jika terjadi penyakit atau cidera, menjadi tua, sampai
saat-saat menjelang akhir hidup, kematian, dan malah beberapa waktu
setelah itu.
Sebenarnya pengertian etika biomedis dalam hal ini masih perlu dipilah
lagi dalam:
Isu-isu etika biomedis atau bioetika yang lahir sebagai dampak
revolusi biomedis sejak tahun 1960-an, yang antara lain berakibat
masalah dan dilema baru sama sekali bagi para dokter dalam menjalankan
propesinya. Etika biomedis dalam arti ini didefinisikan oleh
International association of bioethics sebagai berikut; Bioetika
adalah studi tentang isu-isu etis, sosial, hukum, dan isu-isu lain
yang timbul dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biolagi.
• Isu-isu etika medis'tradisional' yang sudah dikenal sejak ribuan
tahun, dan lebih banyak menyangkut hubungan individual dalam interaksi
terapeutik antara dokter dan pasien. Kemungkinan adanya masalah etika
medis demikianlah yang dalam pelayanan di rumah sakit sekarang cepat
oleh masyarakat (dan media masa) ditunding sebagai malpraktek.
Isu-Isu Bioetika
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis
dalam arti pertama (bioetika) adalah antara lain terkait dengan:
kegiatan rekayasa genetik, teknologi reproduksi, eksperimen medis,
donasi dan transpalasi organ, penggantian kelamin, eutanasia, isu-isu
pada akhir hidup, kloning terapeutik dan kloning repraduktif. Sesuai
dengan definisi di atas tentang bioetika oleh International
Association of Bioethics, kegiatan-kegiatan di atas dalam pelayanan
kesehatan dan ilmu-ilmu biologi tidak hanya menimbulkan isu-isu etika,
tapi juga isu-isu sosial, hukum, agama, politik, pemerintahan,
ekonomi, kependudukan, lingkungan hidup, dan mungikin juga isu-isu di
bidang lain.
Dengan demikian, identifikasi dan pemecahan masalah etika biomedis
dalam arti tidak hanya terbatas pada kepedulian internal rumah sakit
saja-misalnya Komite Etika Rumah Sakit dan para dokter saja seperti
halnya pada penanganan masalah etika medis 'tradisional'- melainkan
kepedulian dan bidang kajian banyak ahlimulti- dan inter-displiner
tentang masalah-masalah yang timbul karena perkembangan bidang
biomedis pada skala mikro dan makro, dan tentang dampaknya atas
masyarakat luas dan system nilainya, kini dan dimasa mendatang
(F.Abel, terjemahan K. Bertens).
Studi formal inter-disipliner dilakukan pada pusat-pusat kajian
bioetika yang sekarang sudah banyak jumlahnya terbesar di seluruh
dunia. Dengan demikian, identifikasi dan pemecahan masalah etika
biomedis dalam arti pertama tidak dibicarakan lebih lanjut, yang perlu
diketahui dan diikuti perkembangannya oleh pimpinan rumah sakit adalah
tentang 'fatwa' pusat-pusat kajian nasional dan internasional,
deklarasi badan-badan internasional seperti PBB, WHO, Amnesty
International, atau 'fatwa' Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional
(diIndonesia;AIPI) tentang isu-isu bioetika tertentu, agar rumah sakit
sebagai institusi tidak melanggar kaidah-kaidah yang sudah
dikonsesuskan oleh lembaga-lembaga nasional atau supranasional yang
terhormat itu. Dan jika terjadi masalah bioetika dirumah sakit yang
belum diketahui solusinya, pendapat lembaga-lembaga demikian tentu
dapat diminta.
Isu-Isu Etika Medis
Seperti sudah disinggung diatas, masalah etika medis tradisional dalam
pelayanan medis dirumah sakit kita lebih banyak dikaitkan dengan
kemungkinan terjadinya malpraktek, terutama oleh dokter. Padahal,
etika disini terutama diartikan kewajiban dan tanggung jawab
institusional rumah sakit. Kewajiban dan tanggung jawab itu dapat
berdasar pada ketentuan hukum (Perdata, Pidana, atau Tata Usaha
Negara) atau pada norma-norma etika.
Malpraktek (medis) sebenarnya adalah istilah hukum yang berarti
kesalahan dalam menjalankan profesi. Berkhouwer dan Borstman (dikutip
oleh Veronica Komalawati) mengatakan, seorang dokter melakukan
kesalahan profesi, apabila ia tidak memeriksa, tidak membuat
penilaian, tidak melakukan tindakan atau tidak menghindari tindakan
(tertentu), sedangkan dokter-dokter yang baik pada umumnya pada
situasi yang sama akan melakukan pemeriksaan, membuat penilaian,
melakukan tindakan atau menghindari tindakan (tertentu).
Kita dapat melihat: Pertama, bahwa definisi ini bersifat relatif baik
buruknya seorang dokter menjalankan profesinya dibandingkan dengan
rata-rata dokter lain. Tentu ini ada kelemahan-kelemahannya; dapat
saja seorang dokter yang inovatif di tuduh melakukan malpraktek karena
ia melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan kebanyakan dokter
lain, padahal yang ia lakukan adalah baik dan bermanfaat bagi pasien.
Soal standar profesi tidak disinggung dalam devinisi itu, mungkin
karena belum ada, karena buku dua ahli hukum Belanda itu diterbitkan
lebih daripada setengah abad yang lalu dalam tahun 1950.
Kedua. Walaupun tidak secara eksplisit dinyatakan, dalam definisi ini
dengan kesalahan profesional ditonjolkan tentang kelainan; dokter
tentu tidak melakukan pemeriksaan. tidak membuat penilaian, tidak
melakukan tindakan, dan tidak menghindari tindakan tertentu. Ini
sesuai dengan pemahaman, bahwa malpraktek adalah sama dengan
negligence.
Sesuai dengan konteks makalah ini, tentang malpraktek dengan latar
belakang pelanggaran hukum tidak dibicarakan lebih jauh. Fokus utama
adalah pada masalah etika medis di rumah sakit. Terkait dengan itu,
untuk kejelasan wacana uraian rekapulatiif berikut ini kiranya
diperlukan:
1. Etika dalam hal ini diartikan sebagai kewajiban dan tanggung jawab.
2. Etika rumah sakit adalah etika institusi, jadi kewajiban dan
tanggng jawab itu adalah institusional, bukan individual.
3. Namun, eksekutif puncak rumah sakit- sebagai yang oleh pemilik
melalui Governing Body (Dewan Pembina, atau nama jenis yang lain)
diberi kekuasaan mengelola dan tanggung jawab rumah sakit, dengan
sendirinya juga adalah penanggung jawab moral dan etika institusional.
4. Etika medis berhubungan dengan hidup dan kesehatan. Objek kewajiban
dan tanggung jawab pada etika medis adalah hidup dan kesehatan manusia
dan kelompok manusia dilingkungan luar rumah sakit. itu berarti pasien
staf serta karyawan rumah sakit,dan masyarakat.
5. Masalah etika rumah sakit timbul apabila terjadi pelanggaran
terhadap asas-asas etika (umum) dan Kode Etik Rumah Sakit, yang adalah
uraian lebih operasional dari asas-asas etika.
6. Asas-asas etika yang diterapkan pada etika rumah sakit sebagai
etika praktis adalah:
o Rumah sakit berbuat kebaikan (benifecence) dan tidak menimbulkan
cidera (nonmalifecence) pada pasien, staf dan karyawan, masyarakat
umum, serta lingkungan hidup.
Dua asas etika klasik ini sudah ada dalam lafal Sumpah Hipprokrates
sejak lebih 23 abad yang lalu. Dua asas ini adalah juga ajaran semua
agama.
o Asas menghormati manusia (respect for persons) berarti menghormati
pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat dalam hal hidup dan
kesehatan mereka. itu berarti menghormati otonomi (hak untuk mengambil
keputusan tentang diri sendiri), hak-hak asasi sebagai warga negara,
hak atas informasi, hak atas privasi, hak atas kerahasiaan, serta
harkat dan mertabat mereka sebagai manusia dan lain-lain.
o Asas keadilan (justice): keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan
perlakuan yang 'fair' terhadap pasien, staf dan karyawan, serta
masyarakat umum.
Identifikasi Masalah Etika Di Rumah Sakit
Kurt Darr mengatakan, bahwa seorang eksekutuf rumah sakit tidak perlu
sampai mengikuti kursus tentang pilosofi atau etika untuk dapat
mengidentifikasikan masalah etika, walaupun kursus-kursus demikian
akan banyak menolong. yang penting, harus ada kepekaan, kebiasaan
melakukan refleksi (an inquiring mind), dan etika pribadi (personal
etics) yang cukup baik. tiga pertanyaan berikut ini dianjurkan
diajukan pada diri sendiri untuk mengidentifikasikan kemungkinan
adanya etika pada kasus tertentu.
• Apakah pasien, staf dan karyawan, atau masyarakat umum dalam kasus
tertentu itu diperlakukan seperti saya ingin diperlakukan dalam kasus
seperti itu? ini dinamakan The Golden Rule.
• Apakah pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat umum cukup
dilindungi terhadap kemungkinan cidera dalam keberadaan dan pelayanan
di rumah sakit?
• Apakah penjelasan tentang informed conset kepada pasien cukup
memberi informasi baginya tentang apa yang akan dilakukan pada
dirinya?
Jika salah satu atau lebih dari tiga pertanyaan itu terjawab dengan
"tidak", ada indikasi masalah etika pada kasus yang dihadapi.
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya adalah:
• Adakah pasal-pasal dalam Kode Etik Rumah Sakit yang dilanggar?
• Adakah asas-asas etika umum yang dilanggar?
• Jika masih perlu untuk lebih memastikan: Teori etika mana yang dapat
dipakai untuk pembenaran keputusan atau tindakan rumah sakit yang
menimbulkan masalah etika administratif atau etika biomedis.
Sama halnya dengan proses pemecahan masalah secara umum, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tepat adalah bagian penting proses itu.
Pemecahan Masalah Etika Di Rumah Sakit
Setelah berhasil mengidentifikasikan adanya masalah etika
administratif, masalah bioetika, masalah medis tradisional, atau
gabungan berbagai masalah etika itu dirumah sakit, langkah berikutnya
adalah mencari solusi untuk masalah-masalah itu. Perlu segera
ditambahkan, bahwa pemecahan masalah etika secara umum tidak mudah.
Pada dasarnya ada dua model untuk pemecahan masalah secara umum; model
terprogram (rasional) dan model tak terprogram.
Model rasional terprogram mungkin dapat diterapkan pada pemecahan
banyak masalah manajemen umum, tetapi rasio saja tidak selalu berhasil
diterapkan pada pemecahan masalah etika. Masalah etika administratif
tertentu di rumah sakit yang menyangkut proses atau prosedur mungkin
dapat lebih mudah dipecahkan secara rasional. Tetapi, masalah etika
biomedis yang menyangkut substansi atau prinsif sering kali sangat
sensitif, karena itu rasio saja tidak selalu efektif. Diperlukan
kebijaksanaan yang umumnya tidak dapt diprogramkan.
Dianjurkan langkah langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan
masalah etika rumah sakit:
1. Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam
komponen-komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga
ditemukan akar masalah.Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari
masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada manusia,
kepemimpinan,manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem,
prosedur, atau faktor-faktor lain.
2. Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah
ditemukan (root cause analysis), untuk menetapkan arah pemecahannya.
3. Menetapkan beberapa alternatif untuk pemecahan akar masalah.
4. Memilih alternatif yang situasional terbaik untuk pemecahan masalah itu.
5. Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah dilaksanakan.
6. Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan
atau terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan
masalah etika baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah
yang berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.
Kesimpulan
Telah disampaikan tentang etika umum dan etika rumah sakit sebagai
etika terapan atau etika praktis. Juga uraian tentang jenis atau
kelompok etika di rumah sakit, mekanisme untuk mengidentifikasi
masalah-masalah etika, serta langkah-langkah umum untuk pemecahanya.
Pemecahan masalah etika lebih rumit dan sulit daripada pemecahan
masalah manajemen umum.
pemecahannya
Etika rumah sakit adalah etika terapan (applied ethics) atau etika
praktis (practical ethics), yaitu moralitas atau etika umum yang
diterapkan pada isu-isu praktis, seperti perlakuan terhadap
etnik-etnik minoritas, keadilan untuk kaum perempuan, penggunaan hewan
untuk bahan makanan atau penelitian, pelestarian lingkungan hidup,
aborsi, etanasia, kewajiban bagi yang mampu untuk membantu yang tidak
mampu, dan sebagainya.
Jadi, etika rumah sakit adalah etika umum yang diterpakan pada
(pengoperasian) rumah sakit. Oleh karena itu, mendahului diskusi
tentang etika rumah sakit perlu ada uraian singkat tentang etika umum.
Baru kemudian tentang etika institusional rumah sakit dan potensi
masalahnya. Uraian pendahuluan itu perlu untuk landasan identifikasi
dan kemudian upaya pemecahan masalah-masalah etika rumha sakit.
Etika (Umum)
Etika (umum) ; Istilah dengan aneka ragam arti
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang
pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika
adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah
ha-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sistem tentang
motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau
buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari
orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat
fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak ? Peter Singer,
filusf kontemporer dari Australia menilai kata etika dan moralitas
sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia menggunakan keduanya
secara tertukar-tukar.
Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang
dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk
dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan
tanggung jawab memenuhi harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat,
serta bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah
satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan
penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional dan
terhormat.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban
dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap
organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap
pemrintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap
masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat
tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman
untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang
dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.
Jenjang perkembangan dari ajaran moral sampai kode etik
1. Ajaran moral : Ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup dan
berbuat agar menjadi manusia yang baik
2. Moral : Sistem nilai atau konsensus sosial tentang motivasi,
perilaku dan perbuatan tertentu dinilai baik atau buruk.
3. Falsafah moral : Falsafah atau penalaran moral yang menjelaskan
mengapa perbuatan tertentu dinilai baik, sedangkan perbuatan lain
buruk.
4. Falsafah moral menghasilkan teori-teori etika.
5. Teori-teori etika : Kerangka untuk berpikir tentang apakah suatu
perbuatan dapat diterima dinilai dari pendekatan moral. Dua teori
etika klasik yang paling terkenal adalah Utilitiarisme dan Deontologi.
Teori utilitiarisme menilai baik-buruknya suatu tindakan dari hasil
atau dampak tindakan itu. Jika hasilnya baik (the greatest good for
the greates number), secara moral tindakan itu adalah baik. Teori
Deontologi berkata lain ; lakukan kewajiban (Deon = Kewajiban), jangan
lihat hasil atau dampaknya.
6. Asas-asas etika : Penerapan teori-teori etika dalam praktek. Dua
asas etika klasik adalah beneficence (kewajiban untuk berbuat baik)
dan normaleficence (kewajiban untuk tidak melakukan hal-hal yang
merugikan oranglain). Dua asas etika kontemporer adalah menghormati
manusia (respect for reason) dan keadilan (justice).
7. Aturan-aturan etika : Seperangkat standar atau norma yang
diturunkan dari asas-asas etika dan bertujuan mengatur perilaku
perbuatan manusia.
8. Kode etik profesi : Seperangkat aturan etika khusus sebagai
consensus semua anggota asosiasi profesi, yang memuat amar dan
larangan yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh semua anggota
asosiasi dalam menjalankan fungsi dan kegiatan profesionalnya. Perlu
pemahaman tentang jenjang dan hubungan antara konsep-konsep seperti
yang ditayangkan pada bagian di atas, terutama tentang beberapa teori
etika yang utama, tentang asas-asas etika, dan kode etik.
Oleh karena -seperti akan di elaborasi lebih lanjut di belakang nanti-
terutama asas-asas etika dan kode etik profesi adalah alat pengukur
untuk menilai apakah dalam kasus tertentu di Rumah Sakit terjadi
pelanggaran etika atau tidak.
Kelahiran Etika Rumah Sakit
Etika Rumah Sakit yaitu etika praktis yang dikembangkan untuk Rumah
Sakit sebagai suatu institusi lahir pada waktu yang hampir bersamaan
dengan kehadiran etika biomedis. Atau dapat juga dikatakan etika
institusional rumah sakit adalah pengembangan dari etika biomedika
(bioetika). Karena masalah-masalah atau dilema etika yang baru sama
sekali sebagai dampak atau akibat dari penerapan kemajuan pesat ilmu
dan teknologi biomedis, justru terjadi di rumah sakit. Sebagai contoh,
dapat disebut kegiatan reproduksi dibantu transplantasi organ.
Penggunaan alat-alat medis teknologi tinggi untuk menunjang hidup,
operasi ganti kelamin, penelitian serta uji-coba klinis, dan beberapa
terobosan baru lain dari revolusi biomedis sejak tahun 1960-an yang
semuanya dilaksanakan di Rumah Sakit.
Komponen-komponen etika Rumah Sakit
Etika rumah sakit terdiri atas dua komponen :
• Etika administratif
• Etika biomedis
Klasifikasi ini sesuai dengan dua bidang governance di rumah sakit
:corporate governance dan clinical governance dengan wilayah tumpang
tindih di antara keduanya. Dapat dikatakan pada banyak masalah etika
biomedis ada aspek etika administratifnya dan pada semua kegiatan
klinis ada potensi isu etisnya.
Isu-isu etika administratif
• Potensi isu etika administratif yang pertama terkait dengan
kepemimpinan dan manajemen di rumah sakit. Fungsi manajemen mencakup
antara lain kegiatan menentukan obyektif, menentikna arah dan memberi
pedoman pada organisasi. kegiatan-kegiatan kepemimpinan dan manajemen
ini paling sensitif secara etis. Artinya dalam pelaksanaannya seorang
pemimpin yang manajer puncak sangat mudah-disadari atau tidak
melanggar asas-asas etika beneficence, nonmaleficence, menghormati
manusia dan berlaku adil.
Apalagi jika Direktur Rumah Sakit berprilaku diskrimatif dan
menerapkan standar ganda; ia menuntut orang lain mematuhi
standar-standar yang ditetapkan. Sedangkan ia sendiri tidak mau
memberi teladan sesuai dengan standar-standar itu
• Potensi isu etika administratif berikutnya adalah tentang privasi.
Privasi menyangkut hal-hal konfidensial tentang pasien, seperti
rahasia pribadi, kelainan atau penyakit yang diderita, keadaan
keuangan, dan terjaminnya pasien dari gangguan terhadap ketersendirian
yang menjadi haknya. Adalah kewajiban etis rumah sakit untuk menjaga
dan melindungi privasi dan kerahasiaan pasiennya. Harus diakui, hal
itu tidak selalu mudah.
Misalnya kerahasiaan rekam medis pasien sukar dijaga, karena rumah
sakit modern data dan informasi yang terdapat di dalamnya terbuka bagi
begitu banyak petugas yang karena kewajibannya memang berhak punya
akses terhadap dokumen tersebut. Dapat juga terjadi dilema etika
administratif, jika terjadi keterpaksaan membuka kerahasiaan karena
suatu sebab di satu pihak lain kewajiban moral untuk menjaganya
• Persetujuan tindakan medis (Informed consent). Masalah etika
administratif dapat terjadi, jika informed consent tidak dilaksanakan
sebagaimana seharusnya, yaitu persetujuan yang diberikan secara
sukarela oleh pasien yang kompeten kepada dokter untuk melakukan
tindakan medis tertentu pada dirinya, setelah ia diberi informasi yang
lengkap dan dimengerti olehnya tentang semua dampak dan resiko yang
mungkin terjadi sebagai akibat tindakan itu atau sebagai akibat
sebagai tidak dilakukan tindakan itu. Dalam banyak hal, memang tidak
terjadi banyak masalah etika, jika intervensi medis berjalan aman dan
outcome klinis sesuai dengan apa yang diharapkan semua pihak.
Tetapi, dapat saja terjadi suatu tindakan invansif ringan yang rutin
dikerjakan sehari-hari- misalnya-apendektomi- berakibat fatal. Kasus
demikian dapat menjadi penyesalan berkepanjangan. Dapat juga terjadi
dilema etik pada dokter dirumah sakit, yang tega mengungkapkan
informasi yang selengkapnya kepada pasien, karena ia tahu jika itu
dilakukan pasien akan jadi bingung, fanik, dan takut sehingga ia minta
dipulangkan saja untuk mencari pengobatan alternatif. padahal dokter
percaya bahwa tindakan medik yang direncanakan masih besar
kemungkinannya untuk menyelamatkan pasien.
Dilema etika administratif berikutnya di rumah sakit dapat terjadi
berhubung dengan faktor-faktor situasi keuangan. Contoh-contoh berikut
ini terjadi sehari-hari.
1. Apakah kemampuan pasien membayar uang muka adalah faktor yang
mutlak bagi rumah sakit untuk memberikan pertolongan kepadanya. karena
pertimbangan tertentu, pemilik atau manajeman rumah sakit
mengalokasikan dana yang terbatas untuk proyek tertentu, dan dengan
demikian mengakibatkan kebutuhan lain yang mungkin lebih mendesak,
lebih besar manfaatnya, dan lebih efektif biaya.
2. Bagaimana sikap rumah sakit terhadap dokter tertentu sangat tinggi
tarif jasanya. Jika ditegur ia pasti akan marah, dan mungkin akan
hengkang kerumah sakit lain. padahal ia patient getter yang merupakan
'telur emas' bagi rumah sakit.
3. Bagaimana sikap terhadap pasien yang kurang tepat waktu melunasi
piutang periodiknya, padahal ia sangat memerlukan tindakan khusus
lanjutan.
4. Untuk rumah sakit milik pemodal, bagaimana sikap manajemen jika ada
konflik kepentingan antara kebutuhan pasien dengan keingginan pemegang
saham yang melihat sesuatu hanya dari perhitungan bisnis.
5. Bagaimana jika ada konflik kepentingan antara pemilik, manajemen
dan para klinis yang akar masalahnya adalah soal keuangan dan
pendapatan. Bagaimana sikap manajemen terhadap dokter tertentu yang
dapat diduga melakukan moral hazard dengan berkolusi dengan PBF.
6. Bagaimana sikap rumah sakit terhadap teknologi mahal; disatu pihak
diperlukan untuk meningkatkan posisi dan citra rumah sakit, di pihak
lain potensi moral hazard juga tinggi demi untuk membayar cicilan
kredit atau/easing.
Isu-isu Etika Biomeidis
Isu etika biomedis di rumah sakit menyangkut persepsi dan perilaku
profesional dan instutisional terhadap hidup dan kesehatan manusia
dari sejak sebelum kelahiran, pada saat-saaat sejak lahir, selama
pertumbuhan, jika terjadi penyakit atau cidera, menjadi tua, sampai
saat-saat menjelang akhir hidup, kematian, dan malah beberapa waktu
setelah itu.
Sebenarnya pengertian etika biomedis dalam hal ini masih perlu dipilah
lagi dalam:
Isu-isu etika biomedis atau bioetika yang lahir sebagai dampak
revolusi biomedis sejak tahun 1960-an, yang antara lain berakibat
masalah dan dilema baru sama sekali bagi para dokter dalam menjalankan
propesinya. Etika biomedis dalam arti ini didefinisikan oleh
International association of bioethics sebagai berikut; Bioetika
adalah studi tentang isu-isu etis, sosial, hukum, dan isu-isu lain
yang timbul dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biolagi.
• Isu-isu etika medis'tradisional' yang sudah dikenal sejak ribuan
tahun, dan lebih banyak menyangkut hubungan individual dalam interaksi
terapeutik antara dokter dan pasien. Kemungkinan adanya masalah etika
medis demikianlah yang dalam pelayanan di rumah sakit sekarang cepat
oleh masyarakat (dan media masa) ditunding sebagai malpraktek.
Isu-Isu Bioetika
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis
dalam arti pertama (bioetika) adalah antara lain terkait dengan:
kegiatan rekayasa genetik, teknologi reproduksi, eksperimen medis,
donasi dan transpalasi organ, penggantian kelamin, eutanasia, isu-isu
pada akhir hidup, kloning terapeutik dan kloning repraduktif. Sesuai
dengan definisi di atas tentang bioetika oleh International
Association of Bioethics, kegiatan-kegiatan di atas dalam pelayanan
kesehatan dan ilmu-ilmu biologi tidak hanya menimbulkan isu-isu etika,
tapi juga isu-isu sosial, hukum, agama, politik, pemerintahan,
ekonomi, kependudukan, lingkungan hidup, dan mungikin juga isu-isu di
bidang lain.
Dengan demikian, identifikasi dan pemecahan masalah etika biomedis
dalam arti tidak hanya terbatas pada kepedulian internal rumah sakit
saja-misalnya Komite Etika Rumah Sakit dan para dokter saja seperti
halnya pada penanganan masalah etika medis 'tradisional'- melainkan
kepedulian dan bidang kajian banyak ahlimulti- dan inter-displiner
tentang masalah-masalah yang timbul karena perkembangan bidang
biomedis pada skala mikro dan makro, dan tentang dampaknya atas
masyarakat luas dan system nilainya, kini dan dimasa mendatang
(F.Abel, terjemahan K. Bertens).
Studi formal inter-disipliner dilakukan pada pusat-pusat kajian
bioetika yang sekarang sudah banyak jumlahnya terbesar di seluruh
dunia. Dengan demikian, identifikasi dan pemecahan masalah etika
biomedis dalam arti pertama tidak dibicarakan lebih lanjut, yang perlu
diketahui dan diikuti perkembangannya oleh pimpinan rumah sakit adalah
tentang 'fatwa' pusat-pusat kajian nasional dan internasional,
deklarasi badan-badan internasional seperti PBB, WHO, Amnesty
International, atau 'fatwa' Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional
(diIndonesia;AIPI) tentang isu-isu bioetika tertentu, agar rumah sakit
sebagai institusi tidak melanggar kaidah-kaidah yang sudah
dikonsesuskan oleh lembaga-lembaga nasional atau supranasional yang
terhormat itu. Dan jika terjadi masalah bioetika dirumah sakit yang
belum diketahui solusinya, pendapat lembaga-lembaga demikian tentu
dapat diminta.
Isu-Isu Etika Medis
Seperti sudah disinggung diatas, masalah etika medis tradisional dalam
pelayanan medis dirumah sakit kita lebih banyak dikaitkan dengan
kemungkinan terjadinya malpraktek, terutama oleh dokter. Padahal,
etika disini terutama diartikan kewajiban dan tanggung jawab
institusional rumah sakit. Kewajiban dan tanggung jawab itu dapat
berdasar pada ketentuan hukum (Perdata, Pidana, atau Tata Usaha
Negara) atau pada norma-norma etika.
Malpraktek (medis) sebenarnya adalah istilah hukum yang berarti
kesalahan dalam menjalankan profesi. Berkhouwer dan Borstman (dikutip
oleh Veronica Komalawati) mengatakan, seorang dokter melakukan
kesalahan profesi, apabila ia tidak memeriksa, tidak membuat
penilaian, tidak melakukan tindakan atau tidak menghindari tindakan
(tertentu), sedangkan dokter-dokter yang baik pada umumnya pada
situasi yang sama akan melakukan pemeriksaan, membuat penilaian,
melakukan tindakan atau menghindari tindakan (tertentu).
Kita dapat melihat: Pertama, bahwa definisi ini bersifat relatif baik
buruknya seorang dokter menjalankan profesinya dibandingkan dengan
rata-rata dokter lain. Tentu ini ada kelemahan-kelemahannya; dapat
saja seorang dokter yang inovatif di tuduh melakukan malpraktek karena
ia melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan kebanyakan dokter
lain, padahal yang ia lakukan adalah baik dan bermanfaat bagi pasien.
Soal standar profesi tidak disinggung dalam devinisi itu, mungkin
karena belum ada, karena buku dua ahli hukum Belanda itu diterbitkan
lebih daripada setengah abad yang lalu dalam tahun 1950.
Kedua. Walaupun tidak secara eksplisit dinyatakan, dalam definisi ini
dengan kesalahan profesional ditonjolkan tentang kelainan; dokter
tentu tidak melakukan pemeriksaan. tidak membuat penilaian, tidak
melakukan tindakan, dan tidak menghindari tindakan tertentu. Ini
sesuai dengan pemahaman, bahwa malpraktek adalah sama dengan
negligence.
Sesuai dengan konteks makalah ini, tentang malpraktek dengan latar
belakang pelanggaran hukum tidak dibicarakan lebih jauh. Fokus utama
adalah pada masalah etika medis di rumah sakit. Terkait dengan itu,
untuk kejelasan wacana uraian rekapulatiif berikut ini kiranya
diperlukan:
1. Etika dalam hal ini diartikan sebagai kewajiban dan tanggung jawab.
2. Etika rumah sakit adalah etika institusi, jadi kewajiban dan
tanggng jawab itu adalah institusional, bukan individual.
3. Namun, eksekutif puncak rumah sakit- sebagai yang oleh pemilik
melalui Governing Body (Dewan Pembina, atau nama jenis yang lain)
diberi kekuasaan mengelola dan tanggung jawab rumah sakit, dengan
sendirinya juga adalah penanggung jawab moral dan etika institusional.
4. Etika medis berhubungan dengan hidup dan kesehatan. Objek kewajiban
dan tanggung jawab pada etika medis adalah hidup dan kesehatan manusia
dan kelompok manusia dilingkungan luar rumah sakit. itu berarti pasien
staf serta karyawan rumah sakit,dan masyarakat.
5. Masalah etika rumah sakit timbul apabila terjadi pelanggaran
terhadap asas-asas etika (umum) dan Kode Etik Rumah Sakit, yang adalah
uraian lebih operasional dari asas-asas etika.
6. Asas-asas etika yang diterapkan pada etika rumah sakit sebagai
etika praktis adalah:
o Rumah sakit berbuat kebaikan (benifecence) dan tidak menimbulkan
cidera (nonmalifecence) pada pasien, staf dan karyawan, masyarakat
umum, serta lingkungan hidup.
Dua asas etika klasik ini sudah ada dalam lafal Sumpah Hipprokrates
sejak lebih 23 abad yang lalu. Dua asas ini adalah juga ajaran semua
agama.
o Asas menghormati manusia (respect for persons) berarti menghormati
pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat dalam hal hidup dan
kesehatan mereka. itu berarti menghormati otonomi (hak untuk mengambil
keputusan tentang diri sendiri), hak-hak asasi sebagai warga negara,
hak atas informasi, hak atas privasi, hak atas kerahasiaan, serta
harkat dan mertabat mereka sebagai manusia dan lain-lain.
o Asas keadilan (justice): keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan
perlakuan yang 'fair' terhadap pasien, staf dan karyawan, serta
masyarakat umum.
Identifikasi Masalah Etika Di Rumah Sakit
Kurt Darr mengatakan, bahwa seorang eksekutuf rumah sakit tidak perlu
sampai mengikuti kursus tentang pilosofi atau etika untuk dapat
mengidentifikasikan masalah etika, walaupun kursus-kursus demikian
akan banyak menolong. yang penting, harus ada kepekaan, kebiasaan
melakukan refleksi (an inquiring mind), dan etika pribadi (personal
etics) yang cukup baik. tiga pertanyaan berikut ini dianjurkan
diajukan pada diri sendiri untuk mengidentifikasikan kemungkinan
adanya etika pada kasus tertentu.
• Apakah pasien, staf dan karyawan, atau masyarakat umum dalam kasus
tertentu itu diperlakukan seperti saya ingin diperlakukan dalam kasus
seperti itu? ini dinamakan The Golden Rule.
• Apakah pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat umum cukup
dilindungi terhadap kemungkinan cidera dalam keberadaan dan pelayanan
di rumah sakit?
• Apakah penjelasan tentang informed conset kepada pasien cukup
memberi informasi baginya tentang apa yang akan dilakukan pada
dirinya?
Jika salah satu atau lebih dari tiga pertanyaan itu terjawab dengan
"tidak", ada indikasi masalah etika pada kasus yang dihadapi.
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya adalah:
• Adakah pasal-pasal dalam Kode Etik Rumah Sakit yang dilanggar?
• Adakah asas-asas etika umum yang dilanggar?
• Jika masih perlu untuk lebih memastikan: Teori etika mana yang dapat
dipakai untuk pembenaran keputusan atau tindakan rumah sakit yang
menimbulkan masalah etika administratif atau etika biomedis.
Sama halnya dengan proses pemecahan masalah secara umum, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tepat adalah bagian penting proses itu.
Pemecahan Masalah Etika Di Rumah Sakit
Setelah berhasil mengidentifikasikan adanya masalah etika
administratif, masalah bioetika, masalah medis tradisional, atau
gabungan berbagai masalah etika itu dirumah sakit, langkah berikutnya
adalah mencari solusi untuk masalah-masalah itu. Perlu segera
ditambahkan, bahwa pemecahan masalah etika secara umum tidak mudah.
Pada dasarnya ada dua model untuk pemecahan masalah secara umum; model
terprogram (rasional) dan model tak terprogram.
Model rasional terprogram mungkin dapat diterapkan pada pemecahan
banyak masalah manajemen umum, tetapi rasio saja tidak selalu berhasil
diterapkan pada pemecahan masalah etika. Masalah etika administratif
tertentu di rumah sakit yang menyangkut proses atau prosedur mungkin
dapat lebih mudah dipecahkan secara rasional. Tetapi, masalah etika
biomedis yang menyangkut substansi atau prinsif sering kali sangat
sensitif, karena itu rasio saja tidak selalu efektif. Diperlukan
kebijaksanaan yang umumnya tidak dapt diprogramkan.
Dianjurkan langkah langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan
masalah etika rumah sakit:
1. Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam
komponen-komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga
ditemukan akar masalah.Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari
masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada manusia,
kepemimpinan,manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem,
prosedur, atau faktor-faktor lain.
2. Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah
ditemukan (root cause analysis), untuk menetapkan arah pemecahannya.
3. Menetapkan beberapa alternatif untuk pemecahan akar masalah.
4. Memilih alternatif yang situasional terbaik untuk pemecahan masalah itu.
5. Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah dilaksanakan.
6. Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan
atau terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan
masalah etika baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah
yang berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.
Kesimpulan
Telah disampaikan tentang etika umum dan etika rumah sakit sebagai
etika terapan atau etika praktis. Juga uraian tentang jenis atau
kelompok etika di rumah sakit, mekanisme untuk mengidentifikasi
masalah-masalah etika, serta langkah-langkah umum untuk pemecahanya.
Pemecahan masalah etika lebih rumit dan sulit daripada pemecahan
masalah manajemen umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar