10 Februari 2012

Materi Kuliah Sosiologi


Pengantar
Tanpa disadari kita sebenarnya sudah belajar sedikit tentang sosiologi, misalnya
·         Selama hidupnya dia sudah enjadi anggota masyarakat dan sudah mempunyai pengalaman-pengalaman dalam hubungan social atau hubungan antar manusia.
·         Sejak lahir di dunia, dia sudah berhubungan dengan orang tuannya, semakin meningkat usiannya, bertambah luas pula pergaulannya dengan manusia lain di dalam masyarakat.
·         Dia memahami bahwa kebudayaan dan peradaban dewasa ini merupakan hasil perkembangan masa-masa yang silam.
·         Dia pun mnyadari bahwa di dalam pelbagai hal, dia mempunyai persamaan-persamaand engan orang lain, sedangkan dalam hal-hal lain dia mempunyai sidafat-sifat yang khas sehingga berbeda dengan orang lain.
Semunya ini merupakan pengetahuan yang bersifat sosiologis, karena keikutsertaannya dalam hubungan-hubungan social.

Apakah sosiologi itu?
Pendahuluan
Manusia dan kehidupanya merupakan masalah yang sangat kompleks. Setiap kajian atas setiap dimensi kehidupan manusia itu telah menumbuhkan sebuah disiplin ilmu tersendiri. Masalah manusia dan kejiwaannya, misalnya, menumbuhkan psikologi. Masalah manusia dan kekuasaan menumbuhkan ilmu politik. Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mengkaji masalah manusia dan kehidupan sosialnya atau masyarakat. Tentu saja tidak sesederhana itu.
Sosiologi sebagai Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah sistem pengetahuan manusia yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, merupakan bagian dari pengetahuan manusia. Kedua, pengetahuan itu bersifat rasional dengan mendasarkan pada penggunaan logika (Ilmiah). Ketiga, pengetahuan itu bersifat sistematis. Keempat, pengetahuan itu dapat dibuktikan kebenarannya oleh orang lain.
Secara umum, ilmu pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi empat macam (Soerjono Soekanto, 1990, hal 1). Pertama, Ilmu Matematika. Kedua, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam yang bersifat hayati (biologi) maupun gejala-gejala alam non hayati (fisika, kimia). Ketiga, Ilmu Perilaku (behavoiral science). Keempat, Ilmu Pengetahuan Kerohanian (agama, teologi).
Ilmu perilaku mencakup dua kajian. Pertama, ilmu perilaku hewan (animal behavior). Kedua, ilmu perilaku manusia (human behavior). Ilmu perilaku manusia ini disebut juga Ilmu Pengetahuan Sosial karena mengkaji perilaku-perilaku manusia pada ummnya. Dari sini berkembang berbagai cabangnya. Ilmu yang mempelajari perilaku kejiawaan manusia disebut psikologi. Yang mempelajari perilaku kekuasan manusia disebut ilmu politik. Yang mempelajari perilaku manusia yang mengembangkan mata pencaharian disebut ilmu ekonomi. Yang mempelajari perilaku manusia dan kebudyaaannya disebut antropologi.
Sosiologi merupakan sebuah ilmu pengatahuan karena memenuhi syarat-syarat ilmu pengetahuan seperti di atas (pengetahuan, rasio, logika, sistematis, teruji kebenarannya secara ilmiah). Disamping ciri-ciri itu, ciri-ciri sosiologi sebagai ilmu pengetahuan ilmiah menurut Harry M Johnson adalah sebagai berikut (Soerjono Soekanto, 1990, hal 15). Pertama, bersifat empiris, yaitu berdasar pada observasi terhadap kenyataan, bukan spekulatif. Kedua, teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil obsrvasi. Ketiga, kumulatif, artinya teori-teori sosiologi dibentuk di atas teori-teori yang sudah ada (memperbaiki, mengembangkan teori-teori yang sudah ada). Keempat, non-etis, artinya tidak mempersoalkan masalah baik buruk (moral) tetapi hanya bertujuan untuk menjelaskan fakta secara analitis.
Mengenai definisi sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, beberapa ahli memberikan penekanan yang berbeda-beda sebagai berikut (Soerjono Soekanto, 1990, hal 20-21). Pertama, menurut Patirim A. Sorokin, sosiologi adalah ilmu yang (1) mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial, misalnya antara gejala ekonomi dan agama, antara keluarga dan moral, (2) mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dan gejala non sosial seperti gejala biologis, geografis, alam, dan sebagainya, (3) mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial. Kedua, menurut Roucek dan Waren, sosiologi mempelajari hubungan antar manusia yang ada di dalam kelompok-kelompok. Ketiga, menurut J.A.A. van Doorn dan C.J. Lammers, sosiologi mempelajari tentang struktur sosial dan proses-proses sosial. Kelima, menurut Selo Soemardjan, sosiologi mempelajari struktur sosial, proses sosial, dan perubahan sosial.
Karena sosiologi merupakan ilmu yang luas cakupannya, dan definisi pastinya juga tidak bisa ditentukan secara sempit, maka bahan ajar ini mengacu pada pemahaman yang diberikan oleh sosilog Soerjono Soekanto dalam buku ”Sosiologi Suatu Pengantar”. Pada dasarnya, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari dimensi-dimensi sosial masyarakat, yaitu: (1)   proses-proses Sosial, (2) Kelompok Sosial, (3) Lembaga Kemasyarakatan, (4) Stratifikasi Sosial, (5) Masyarakat dan Kebudayaan, (6) Perubahan Sosial, (7) Kekuasaan dan Wewenang.
Adapun masyarakat didefinisikan dengan serangkaian penjelasan sebagai berikut (Soerjono Soekanto, 1990, hal 26-27). Pertama, sekelompok manusia yang hidup bersama. Kedua, mereka bercampur untuk waktu yang cukup lama. Ketiga, mereka sadar jika mereka merupakan satu kesatuan. Keempat, mereka menjadi sebuah sistem yang hidup bersama.
Mengacu pada definisi di atas, masyarakat mempunyai komponen-komponen sebagai berikut (Soerjono Soekanto, 1990, hal 28-29). Pertama, populasi, yaitu manusia-manusia yang menjadi anggota masyarakat itu. Kedua, kebudayaan, yaitu hasil karya, rasa, dan cipta manusia. Ketiga, hasil-hasil kebudayaan material. Keempat, organisasi sosial, yaitu jaringan hubungan antar warga-warga masyarakat yang mencakup unsur-unsur seperti (1) status dan peran (2) kelompok-kelompok sosial, (3) stratifikasi sosial.

Sejarah Perkembangan Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu sosial yang relatif masih muda karena baru berkembang setelah tokoh bernama Auguste Comte (1798-1853) mengembangkan pemikiran-pemikirannya (Soerjono Soekanto, 1990, hal 31). Dengan demikian perkembangan sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai sosiologi sebelum Auguste, sosiologi Auguste Comte, dan sosiologi sesudah Auguste Comte.
Pada era sebelum Auguste Comte, sosiologi belum terbentuk sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri. Pada periode itu baru berkembang pemikiran-pemikiran filosofis tentang kehidupan sosial (masyarakat). Para filsuf yang banyak memberi kajian masalah-masalah sosial adalah sebagai berikut:
Plato (429-37 SM) Menurutnya, masyarakat adalah refleksi dari kehidupan manusia secara perorangan yang memiliki tiga unsur (nafsu, semangat, intelegensia). Masyarakat pada dasarnya merupakan kesatuan yang menyeluruh (sistem).
Aristoteles (384-32 SM) Masyarakat yang merupakan sebuah sistem dapat dianalogikan dengan organisme biologis manusia. Basis masyarakat adalah moral.
Ibn Khaldun (1332-1406). Masyarakat merupakan kesatuan sosial yang terikat oleh perasaan solidaritas. Faktor solidaritas menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama antara manusia.
Pemikiran zaman Renaisans (1200-1600).Thomas More mengemukakan ide tentang bentuk masyarakat yang ideal. N. Machiavelli menekankan masalah kekuasaan dalam masyarakat dan bagaimana mempertahankan kekuasaan itu.
Thomas Hobbes (1588-1679). Menurutnya, manusia secara alamiah  mempunyai keinginan-keinginan mekanis yang membuat mereka bisa saling berkonflik. Tetapi, manusia juga mempunyai pikiran untuk hidup damai sehingga menciptakan masyarakat berdasarkan perjanjian atau kontrak antara para warganya (kontrak sosial).
Pemikiran abad ke-18. John Locke (1632-1704) dan J.J. Rousseau (1712-1778) mengembangkan konsep “kontrak sosial” dari Thomas Hobbes. Kontrak antara warga masyarakat degan fihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar faktor pamrih.
Saint Simon (1760-1825). Menurutnya, manusia harus dipelajari dalam konteks kehidupan berkelompok. Sejarah manusia adalah seperti sebuah ”fisika sosial”.
Auguste Comte (1798-1853) adalah ilmuan yang pertama-tama menggunakan istilah ”sisiologi” dan yang pertama-tama memberikan definisi ilmu tersebut sehingga membedakan ruang lingkupnya dengan ilmu-ilmu lainnya (Soerjono Soekanto, 1990, hal 34). Comte bertolak dari pemikirannya bahwa perkembangan intelektual manusia melewati tiga tahap. Pertama, tahap teologis atau fiktif, yaitu manusia menafsirkan dunia ini sebagai dunia gaib yang dikendalikan roh dewa-dewa semata. Kedua, tahap metafisika, yaitu pandangan bahwa setiap gejala yang ada pada akhirnya akan bisa diungkapkan atau dipahami. Pengungkapkan itu akan membuat manusia bisa menemukan hukum-hukum alam.Ketiga, tahap ilmu pengetahuan positif.
Menurut Comte, sosiologi adalah ilmu pengetahuan positif yang mengungkapkan kebenaran-kebenaran kehidupan manusia secara ilmiah. Hirarki atau tingkatan ilmu-ilmu pengetahuan menurut tingkat pengurangan generalitas dan penambahan kompleksitasnya adalah, (1) matematika, (2) astronomi, (3) fisika, (4) ilmu kimia, (5) biologi, (6) sosiologi. Bagi Comte, sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang paling kompleks.
Auguste Comte membeadakan sosiologi menjadi dua. Pertama, sosiologi statis, yaitu sosiologi yang mempelajari hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat. Ini semacam studi tentang ”anatomi sosial” yang mempelajari aksi-aksi dan reaksi-reaksi yang terjadi dalam sistem sosial. Kedua, sosiologi dinamis, mempelajari perkembangan atau pembangunan kehidupan masyarakat.
Perkembangan sosiologi setelah Auguste Comte banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lainnya sehingga menunculkan berbagai aliran atau mazhab yang bersifat khusus (Soerjono Soekanto, 1990, hal 37-47).
Mazhab Geografi dan Lingkungan. Mazhab ini melihat hubungan sangat erat antara kehidupan masyarakat dengan keadaan tanah dan lingkungan alam. Sebagai contoh adalah pemikiran sosiologi Edward Buckle dari Inggris (1821-1862) yang  menyimpulkan bahwa perilaku bunuh diri adalah akibat dari rendahnya penghasilan karena kondisi alam yang buruk.
Mazhab Organis dan Evolusioner Sosiologi pada mazhab ini banyak dipengaruhi oleh teori-teori ilmu biologi. (1) Herbert Spencer (1820-1903) misalnya, melihat masyarakat seperti sebuah organisme biologis. Menurut Spencer, sama seperti evolusi mahluk hidup, masyarakat akan berkembang dari bentuk organisme yang sederhana menuju bentuk organisme yang kompleks. Masyarakat yang kompleks mempunyai sistem pembagian kerja yang kompleks yang bersifat heterogen. (2)  Pemikiran Spencer mempengaruhi W.G. Summer (1840-1910). Menurut Summer, kompleksitas masyarakat terlihat dari sistem norma yang mengatur kehidupan mereka. Semakin kompleks sebuah masyarakat, semakin rumit pula sistem aturan kehidupan sosial yang berkembang. (3) Menurut Soerjono Soekanto, Emile Durkheim (1855-1917) bisa digolongkan sebagai sosiolog mazhab organis ini karena dia membahas kehidupan masyarakat yang juga dianggapnya seperti sebuah organisme. Menurut Durkheim, unsur baku dalam masyarakat adalah solidaritas. Pertama, solidaritas mekanis, yaitu solidaritas yang mengikat masyarakat sederhana yang belum mempunyai diferensiasi dan pembagian kerja yang kompleks. Pada masyarakat sederhana, kepentingan dan kesadaran antar warganya relatif sama. Kedua, solidaritas organis, yaitu solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks yang memiliki diferensiasi dan pembagian kerja yang rumit seperti halnya masyaraka industri. (4) Tokoh lain dari mazhab ini adalah Ferdinand Tonnies dari Jerman (1855-1936), membedakan antara masyarakat ”paguyuban” dan masyarakat ”patembayan”. Paguyuban (gemeinchaft) adalah kehidupan masyarakat yang sederhana yang bersifat karib, akrab, menekankan hubungan perasaan, simpati pribadi, dan kepentingan bersama. Patembayan (gesselschaft) adalah kehidupan masyarakat kompleks yang menekankan kepentingan-keentingan dan ikatan-ikatan rasional
Mazhab Formal. Mazhab ini dipengaruhi oleh ajaran-ajaran dan filsafat Immanuel Kant. (1) Georg Simmel (1858-1918) mengatakan bahwa elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antar elemen-elemen itu. Sosiologi bertugas mengidentifikasi proses terjadinya kesatuan tersebut. (2) Leopold von Wiese (1876-1961) mengatakan bahwa sosiologi harus memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan antar manusia tanpa mengaitkan dengan tujuan-tujuan maupun kaidah-kaidah. Sosiologi harus mulai dengan pengamaan terhadap perilaku-perilaku konkrit. (3) Alfred Vierkandt (1867-1953) mengatakan bahwa sosiologi justru harus menyoroti situasi-situasi mental yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara insivisu-individu dan kelompok-kelompok dalam sebuah masyarakat.
Mazhab Psikologi. Pada mazhab ini, sosiologi banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran dan teori-teori psikologi. (1) Gabriel Tarde (1843-1904) dari Perancis mengembangkan sosiologi dari pemikiran bahwa gejala-gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari interaksi jiwa-jiwa individu. Dengan demikian gejala-gejala sosial harus dijelaskan dalam kerangka reaksi-reaksi psikis seseorang. (2) Albion Small (1854-1926) dan beberapa sosiolog Amerika Serikta menekankan bahwa sosiologi harus mempelajari reaksi-reaksi  individu terhadap individu maupun kelompok terhadap kelompok. (3) Richard Horton Cooley (1864-1924) menekakan bahwa individu dan masyarakat itu saling melengkapi. Dalam kelompok primer (primary group), hubungan antar pribadi dari para warganya sangat erat. Inilah kehidupan sosial yang paling mendasar. (4) L.T. Hobhouse (1864-1929) mengatakan bahwa psikologi dan etika harus menjadi kriteria untuk mengukur perubahan sosial.
Mazhab Ekonomi. Mazhab ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi. (1) Karl Marx (1818-1883) mengembangkan pemikiran tentang perubahan masyarakat yang disebabkan karena faktor ekonomi. Ketika masyarakat masih terdapat stratifikasi sosial maka akan terdapat kelas-kelas sosial yang saling bertikai. Kelas sosial yang berkuasa akan menindas kelas sosial yang rendah seperti halnya masyarakat buruh dan kaum miskin (golongan proletar). Kondisi ini akan mendorong kelas bahwa itu melakukan pemberontakan dan memenangkan kekuasaan sehingga akhirnya tumbuh suatu jenis masyarakat baru yang tanpa kelas. (2) Max Weber (1864-1920) menjelaskan bagaimana perilaku individu-individu dalam masyarakat. Weber membedakan perilaku individu sebagai berikut: (1) aksi yang bertujuan, yaitu aksi-aksi individu yang dilakukan untuk mencapai hasil-hasil tertentu secara efisien, (2) aksi yang berisikan nilai yang telah ditentukan, yaitu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu, (3) aksi tradisional, yaitu perilaku untuk melakukan aturan yang bersanksi, (4) aksi emosional, yaitu perilaku yang menyangkut perasaan seseorang. Jenis-jenis aksi itumenimbulkan hubungan-hubungan sosial yang beragam di dalam masyarakat.
Mazhab Hukum. Mazhab sosiologi ini dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran di bidang hukum. (1) Emile Durkheim.Sosiologi mempelajari hubungan antara hukum dan jenis-jenis solidaritas dalam masyarakat. Pada amasyarakat sederhana yang berolidaritas mekanis, terdapat kaidah-kaidah hukum yang bersifat represif. Pada masyarakat kompleks bersilidaritas organis, terdapar kaidah-kaidah hukum yang bersifat restitutif. Hukum represif menekankan pemberian sanksi pidana yang berat, yang sering merampas kehormatan dan masa depan serta memberikan penderitaan pada terpidana. Sedangkan hukum restitutif memberikan sanksi sedemikian rupa untuk mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadi keguncangan akibat pelanggaran kaidah hukum itu. Karena itu dalam masyarakat modern, disamping terdapat hukum pidana terdapat pula hukum perdata, hukum dagang, hukum acara, hukum administrasi, dan hukum tata negara. (2) Max Weber. Menurutnya ada 4 jenis hukum: (1) hukum irasional dan materiil yang dasar keputusannya bersifat emosional tanpa kaidah, (2) hukum irasional dan formal di mana ada undang-undang dan hakim namun dasarnya adalah kaidah-kaidah di luar akal yang dianggap sebagai wahyu, (3) hukum rasional dan materiil, keputusan para pembentuk undang-undang dan hakik menunjup pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi, (4) hukum rasional dan formal, hukum yang dibentuk berdasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum. Menurut Weber, hukum rasional dan formal merupakan dasar dari negara modern
Menurut Soerjono Soekanto, beberapa tokoh Indonesia asli sudah memikirkan masalah-masalah sosiologi (Soerjono Soekanto, 1990, hal 56). Ajaran Wulang Reh dari Sri Paduka Mangkunegoro IV misalnya, membahas hubungan sosial antar golongan sosial. Ki Hadjar Dewantoro juga mengkaji masalah sosiologis berkenaan dengan kepemimpinan dan kekeluargaan.
Sebelum Indonesia merdeka, sudah ada percikan-percikan pemikiran sosiologis. Snouck Hurgronje, C. Van Vollenhoben, Ter Haar, Duyvendak, dan lain-lain telah menghasilkan karya-karya tulis sosiologis. Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta juga mengajarkan sosiologi pada mahasiswa-mahasiswanya.
Setelah Indonesia merdeka, sosiologi berkembang pesat di Indonesia, meski awalnya hanya dianggap sebagai ilmu bantu (Soerjono Soekanto, 1990, hal 58-60).
  • Pada 1948, Soenario Kolopaking mulai mengajar sosiologi di Akademi Ilmu Politik Yogyakarta (kemudian menjadi Fakultas Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada).
  • Sejak 1950, beberapa mahasiswa Indonesia belajar sosiologi di luar negeri.
  • Djody Gondokusumo menulis buku sosiologi pertama berjudul ”Sosiologi Indonesia”.
  • Hasan Shadily, lulusan Cornell University, menulis buku ”Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia”.
  • Selo Soemardjan, lulusan Cornell University menerbitkan disertasinya berjudul “Social Changes in Yogyakarta” (1962)
  • Selo Soemardjan bersama Soelaeman Soemardi menulis buku ”Setangkai Bunga Sosiologi” (1964)
  • Mayor Polak, seorang warga Indonesia bekas anggota Pangreh Praja Belanda yang telah belajar sosiologi di Leiden (Belanda) menulis buku ”Pengantar Sosiologi Pengetahuan, Hukum, dan Politik” (1967)
  • Beberapa Universitas Negeri mengajarkan sosiologi (Universitas Gadjah Mada, Univerisitas Indonesia, Universitas Padjajaran, dan lain-lain)
  • Sejalan dengan perkembangan dan pergolakan masyarakat Indonesia, analisis-analisis, riset-riset dan buku-buku sosiologi semakin merebak. Demikian juga para sosiolog bermunculan di Indonesia.
Kegunaan atau Manfaat Sosiologi
Sosiologi memberikan manfaat secara praktis melalui penelitian ilmiah (kegiayan ilmiah yang didasarkan pada proses analisis dan konstruksi) (Soerjono Soekanto, 1990, hal 457). Tujuan penelitian adalah mengungkapkan kebenaran dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan demikian, misalnya, kita bisa mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial atau penyimpangan sosial. Selanjutnya informasi itu menjadi masukan untuk mengambil keputusan atau kebijakan untuk pembangunan masyarakat.
Manfaat penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian murni bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan secara teoritis. Kedua, penelitian yang berpusat pada masalah bermanfaat untuk memecahkan masalah yang timbul dalam perkembangan teori. Ketiga, penelitian terapan bermanfaat untuk memecahkan masalah yang dihadapi (oleh masyarakat atau pemerintah).
Melalui penelitian sosiologis kita dapat memahami kebenaran masalah-masalah sosial seperti masalah-masalah proses sosial, kelompok sosial, stratifikasi sosial, lembaga kemasyarakatan, kekuasan dan wewenang, dan perubahan sosial. Hasil-hasil penelitian sosiologis dapat dimanfatkan oleh ilmu-ilmu sosial lainnya. Hal ini disebabkan karena penelitian sosiologis memusatkan perhatiannya pada masyarakat, yang merupakan wadah kehidupan bersama yang mencakup aspek-aspek: (1) fisik, (2) biologis, (3) politis, (4) ekonomis, (5) sosial, (6) budaya, (7) kesehatan, (8) pertahanan-keamanan, (9) hukum.
Sebagai contoh adalah manfaat penelitian sosiologis dalam proses pembangunan. Dalam merencanakan pembangunan, selalu dibutuhkan data-data akurat tentang perkembangan masyarakat, misalnya mengenai perkembangan proses sosial, kelompok-kelompok sosial, kebudayaam, lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan lain-lain. Melalui penelitian sosiologis, data-data itu diperoleh dan menjadi masukan-masukan yang penting. ......bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar