Pola yang dapat digunakan untuk memberi apresiasi terhadap agama-agama
non Kristen adalah dengan meninggalkan perbedaan yang ada dalam setiap
agama, kemudian mengamalkan Pancasila sebagai Titik Temu Agama-agama.
Semua agama bertemu pada titik ini berbasis pada etika dan moral yang
diajarkan masing-masing agama. Namun, dalam realitas kehidupan
masyarakat yang plural, ternyata tidak semudah itu kita (umat
beragama) bertemu. Pada satu sisi, pemeluk agama terus meningkatkan
kehidupan spiritualnya masing-masing, tetapi pada sisi lain, kegiatan
itu seolah-olah terpisah dari kehidupan bersama dalam masyarakat.
Untuk itu, setiap penganut agama diingatkan bahwa sejak semula "para
pendiri" agama mereka tidak memisahkan kehidupan spiritualnya dari
masyarakat Agama justru membangun peradaban manusia ke arah yang lebih
baik.
Cita-cita untuk mewujudkan peradaban manusia yang lebih baik itu dapat
terjadi ketika manusia mengahargai dirinya dan sesamanya. Hal itu
sangat disadari oleh para "pendiri" agama. Misalnya, Sidharta Gautama,
manusia mencapai pencerahan (Sang Buddha), memahami manusia dan dunia
sebagai suatu yang beragama dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu,
peradaban harus dihargai. Nabi Muhammad berusaha mengubah kehidupan
masyarakat Arab yang primordialistis menjadi masyarakat yang
berlandaskan persaudaraan universal. Sementara itu, Yesus Kristus
memperjuangkan kesetaraan, keadilan, dan kebenaran untuk semua orang.
Ia memperhatikan orang-orang miskin dan orang-orang yang diberi cap
sebagai pendosa, yang disisikan dan diperlakukan tidak adil oleh
golongan lain (Mat. 8:1-4; Luk. 7:36-50; Yoh. 4). Yesus kristus
mengajarkan agar setiap orang memperlakukan orang lain, sekalipun
berbeda, seperti dirinya sendiri (Mat. 7:12; 22:39).
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dalam konteks Indonesia, yang di dalamnya bermacam-macam agama
bertemu, keprihatinan terhadap kehidupan masyarakat seharusnya dapat
menjadi titik temu. Agama-agama di Indonesia menjadi salah satu elemen
yang sangat penting dalam menjaga dan memelihara keutuhan bangsa.
Agama berperan dalam memelihara kebersamaan dan toleransi. Agama-agama
di Indonesia seharusnya mengembangkan etika dan moral kehidupan yang
saling menghargai dan membangun kebersamaan sebagai sesama dan
saudara.
Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Nilai-nilai luhur bangsa
terkandung di dalam sila-silanya. Namun, Pancasila tidak dapat dan
tidak boleh menjadi agama. Agama pun tidak dapat dipancasilakan.
Masing-masing memiliki peran dan tempat dalam kehidupan berbangsa.
Inilah keunikan Indonesia; ia bukan negara sekuler, tetapi juga bukan
negara agama. Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sama sekali tidak
bertentangan dengan ajaran agama-agama di Indonesia. Oleh karena itu,
agama-agama di Indonesia berperan dalam memberi isi pada sila-sila di
dalam Pancasila dalam semangat kebersamaan dan persaudaraan. Sikap ini
dapat membantu kita keluar dari pola pikir sektarianisme dan
primordialisme atau mayoritas-minoritas. Pancasila adalah wadah yang
memadai sabagai dasar pijak bersama seluruh anak bangsa dan agama
memberi isi pada dimensi spritual. Dengan demikian, wacana untuk
mengganti dasar negara adalah hal yang tidak rasional, yang akan
berdampak pada kehancuran bangsa.
Pancasila sebagai pemersatu kerukunan umat beragama
Ditinjau dari segi karakteristik bangsa Indonesia yang majemuk dalam
banyak aspek, baik itu suku, ras, bahasa, agama, dan golongan
Pancasila merupakan perjanjian luhur yang dapat diandalkan untuk
dijadikan sebagai perekat persatuan bangsa. Sebagai perjanjian luhur
Pancasila telah disepakati untuk diterima sebagai dasar negara.
Kedudukan ini menempatkan Pancasila sebagai kerangka acuan berpikir,
bersikap dan berperilaku warga negara Indonesia dalam pembangunan dan
dalam menghadapi berbagai permasalahan bermasyarakat (misalnya antar
umat beragama, berbangsa dan bernegara. Dengan adanya kerangka acuan
yang sama, maka akan memperjelas arah dan mempermudah pencarian titik
temu dalam berbagai perbedaan dan akhirnya segala permasalahan yang
ada dapat terselesaikan dengan baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
Pancasila adalah dasar negara yang berfungsi sebagai pemersatu
kerukunan umat beragama.
Referensi
1. Alkitab Terjemahan Baru (2005). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
2. Anggaran Dasar Gereja Pantekosta di Indonesia (2012). Jakarta:
Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia.
3. Coleman, Daniel (1995). Emotional Intelligence (terj.). Jakarta:
PT. Gramedia.
4. Coles, Robert (2000). Menumbuhkan Kecerdasan Moral pada Anak.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
5. Lutzer, ErwinW (2005). Teologi Kontemporer (terj.). Jakarta: Gandum Mas.
6. Mulyono, Bambang Y (1984). Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja
dan Penanggulangannya. Jogyakarta: Kanisius.
7. Storm, Bons (2004). Apakah Penggembalaan Itu? Petunjuk Praktis
Pelayanan Pastoral. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
8. Sidjabat, BS (2008). Membesarkan Anak dengan Kreatif. Yogyakarta:
Andi Offset.
9. Sutanto, Leo (2008). Kiat Sukses Mengelola & Mengajar Sekolah
Minggu.Yogyakarta: Andi Offset.
10. Verkuyl, J (1995). Aku Percaya. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
UPU Round table on Remuneration (23 and 24 September 2024) and UPU Regional
strategy Conference (25 and 26 September 2024) for Asia-pasific
Region-Ulaanbaatar-Mongolia
-
Pada tanggal 21 September 2024 saya bersama Direktur Nasional Post and
Services ( Direcao Naccional Servicos Postais-DNSP) Juliana do Rego Ximenes
diberi k...
1 bulan yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar