Tugas Misiologi | Nama: Dorkas | STT SAPPI
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai suku Mamasa tentu akan muncul dalam benak terbayang
sebuah etnik suku yang memiliki rumah panggung besar dengan atap
menyerupai moncong perahu dan upacara adatnya yang melibatkan banyak
orang. Daya tarik yang berasal dari kekhasan kebudayaannya, arsitektur
kebudayaan tradisional yang penuh inspirasi dan kaya makna, dan
keagungan prosesi adatnya menjadikan mamasa memiliki nilai-nilai
tersendiri yang dijadikan sebagai tempat wisata.
Melihat suku Mamasa sejenak secara geografis, komunitas susku mamasa
bertempat tinggal pada pegunungan di bagian Barat Toraja. Lebih
spesifik pada letaknya, suku mamasa terletak di Kabupaten Mamasa yang
adalah salah satu daerah Tingkat II Provinsi Sulawesi Barat Indonesia.
Ibu kota Kabupaten ini terletak di kota Mamasa sekitar 340 km dari
kota Makasar. Kabupaten Mamasa awalnya hanya terdiri dari 4 kecamatan,
yakni kecamatan Mamasa, Mambi, Sumarorong dan Pana', namun sekarang
telah berkembang menjadi 17 kecamatan dan 178 kelurahan/desa.
Suku Mamasa merupakan bagian dari suku Toraja. Secara adat-istiadat
dan budaya, berkerabat dengan suku Toraja, selain itu bahasa Mamasa
tidak jauh berbeda dengan bahasa Toraja. Oleh karena itu suku Mamasa
ini sering disebut suku Toraja Mamasa. Tetapi meskipun orang Mamasa
mengaku berdarah Toraja, tetapi mereka cenderung lebih suka menyebut
diri mereka sebagai suku To Mamasa. Selain itu masyarakat Mamasa tidak
memiliki upacara adat sebanyak upacara adat di Toraja.
BAB II
KONDISI UMUM MASYARAKAT MAMASA
A. Sumber Daya Alam
kabupaten Mamasa menyimpan sumber daya alam yang sangat potensial.
Produktifitas pertanian daerah ini menjanjikan masa depan. Jika di
kelola(dieksplor) dengan baik, akan mampu menutupi kebutuhan beras
masyarakat yang mencapai sekitar 1700 ton/bulannya. Angka menjadi
kebutuhan baku penduduk Mamasa dengan populasi sekitar 208.000 jiwa
yang tersebar di 17 kecamatan dan 178/desa. Mamasa sebenarnya memiliki
masa depan pertanian yang luar biasa karena memiliki lahan produktif
mencapai 14 ribu hektar.
Mamasa punya harapan menjadi lumbung pertanian, karena sekalipun
kelihatan gunung tetapi di lembah-lembahnya melintas persawahan yang
luas, tinggal bagaiamana mengelolanya dengan baik. Namun ini bukan
hanya tanggung jawab petani dan kelompoknya namun juga dukungan dari
pemerintah yang sangat di butuhkan terutama dalam memperkenalkan cara
bercocok taman yang lebih baik dan juga memperkenalkan teknologi
pertanian.
Masyarakat Mamasa hidup dari hasil pertanian, seperti padi, jagung,
ubi-ubian, kacangan-kacangan, sayur-sayuran, dan berbgai jenis
buah-buahan. Rata-rata penduduk Mamasa memiliki perkebunan yang
ditanami kopi dan kakao yang dikelola secara tradisional. Tanaman kopi
yang di hasilkan petani Kabupaten Mamasa, semasa masih menjadi bagian
dari Kabupaten Polmas telah memberi konstribusi dalam mengangkat nama
Polmas (sekarang Polman) sebagai pengahasil kopi bahkan tidak sedikit
kopi asal Mamasa yang di pasarkan di daerah tetangga seperti di Tana
Toraja. Diluar bidang pertanian, mereka juga memelihara hewan ternak
seperti kerbau, sapi, babi, kuda, kambing, ayam, dan juga bebek untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani dan juga di jual untuk menambah
pengahasilan keluarga.
B. Sumber Daya Manusia
Berbicara mengenai sumber daya manusia yang ada di Mamasa memang masih
cukup kurang, karena meskipun mereka memiliki potensi tapi mereka
tidak mau mengembangkan. Dengan populasi masyarakt Mamasa yang tidak
sedikit, maka seharusnya pemerintah membantu mereka untuk bisa
mengembangkan setiap potensi yang mereka miliki. Tidak sedikit
masyarakt Mamasa yang menempuh pendidikan diluar, terbukti ada
beberapa yang duduk di bangku DPR baik tingkat Kabupaten maupun
Provinsi. Yang masih menjadi pergumulan besar juga di Mamasa yaitu
masih kurangnya sumber daya manusia di bidang pendidikan, yaitu masih
banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru, mulai dari tingkat
Tk-perguruan tinggi.
C. Kebudayaan
Berbicara mengenai kebudayaan yang ada di Mamasa, memang masih begitu
kental, namun tidak seperti yang ada di Toraja yaitu bermacam-macam
upacara adat. Salah satu adat yang masih berlaku yaitu ketika ada
orang meninggal khususnya orang kaya yang memang keturunan bangsawan
maka pasti di adakan upacara adat yang begitu meriah, yang diawali
dengan penyimpanan mayat bias bertahun-tahun samapai keluarganya siap
menggelar pesta orang mati tersebut. Dan biaya yang dikeluarkan dalam
upacara tersebut tidaklah sedikit, mulai dari kerbau berpuluh-puluh
dan babi yang beratus-ratus harus disiapkan.
Suku Mamasa mempunyai satu tradisi dari agama tradisional, yang unik
dan mungkin tidak ada di daerah lain, yaitu tradisi penguburan orang
yang telah mati, tapi dengan membuat sang jenazah berjalan dengan
sendirinya menuju kuburan yang telah di siapkan. Mereka percaya bahwa
semua mayat dari sebuah keluarga atau kerabat akan berada di tempat
yang sama dalam kehidupan sesudahnya. Tapi tradisi ini sudah tidak
terlalu menonjol seiring dengan berjalannya waktu dan juga pengenalan
akan Tuhan.
Suku Mamasa memiliki rumah adat yang berfungsi sebagai rumah tinggal
di masa lalu maupun sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Rumah adat
suku Mamasa ini sangat unik, yang menyerupai kapal, sperti kapal-kapal
nenek moyang mereka ketika berangkat dari negeri asal, menyebrangi
laut dan berhenti di Mamasa melalui hulu sungai. Rumah adat suku
Mamasa mirip dengan rumah adat suku Toraja. Kemiripan ini di karenakan
karena memang asal-usul suku Mamasa dan sukun Toraja adalah berasal
dari satu rumpun.
Kebudayaan di suku Mamasa memang unik dan bermacam-macam, sperti ada
sebuah tarian yang disebut tarian Manganda yaitu mengekspresiakan rasa
syukur setelah melakukan perang di Kabupaten Mamasa. Tarian ini telah
diperkenalkan sebagai sebuah kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia
di Cina pada festival budaya. Tarian ini merupakan warisan budaya dan
tradisi raja-raja dulu di Mamasa. Tarian ini sering juga ditampilkan
dipakai pada acara penyambutan tamu penting yang berkunjung ke
Kabupaten Mamasa, untuk menunjukkan bahwa Mamasa adalah salah satu
daerah yang kaya akan aset wisata sekaligus menjadi ikon wisata
Sulawesi Barat.
D. Kepercayaan
Suku Mamasa, secara mayoritas adalah pemeluk agama Kristen.
Perkembangan agama Kristen di terima oleh masyarakat suku Mamasa
sekitar awal tahun 1900, oleh Misisonaris dari Belanda. Namun sampai
saat ini orang Mamasa sebagian masih ada yang mempraktekkan tradsis
dari agama tradisional para leluhur, yang di sebut " Ada'Mappurondo"
atau " Aluk Tomatua". Tradisi agama tradisional ini tetap terpelihara
dan terus terwariskan ke generasi berikutnya. Tradisi ini di
laksanakan terutama setelah panen padi berakhir, sebagai ucapan syukur
atas hasil panen yang ada.
Masuknya agama-agama besar di Mamasa sperti Kristen, Islam, Hindu,
yang menjadikan pemeluk-pemeluk kepercayaan lokal mulai beralih,
proses ini melalui pola perkawinan, komunikasi dan juga perkembangan
ilmu pengetahuan. Ketika mereka mulai meninggalkan keparcayaan
tersebut, secara tidak langsung, benih-benih warisan dari kepercayaan
tersebut mulai memudar dengan perubahan pola peralihan kepercayaan.
Namun masyakat yang sudah menganut kepercayaan modern ini belum
melupakan semua warisan budayanya, tetapi masih ada yang sering
memperaktekkan ritual-ritual yang berasal dari kepercayaan dari nenek
moyang.
Banyak masyarkat yang menyadari bahwa kebudayaan itu sangat penting
untuk tetap di jaga eksistensinya, karena kebudayaan bias menjadi sala
satu identitas kedaerahan dan tentunya bias menjadi bagian promosional
dari daerah itu sendiri. Ada beberapa warisan budaya yang ditanamkan
oleh masyarkat Mamasa yang disebut Aluk Todolo seperti, "Rambu Tuka'
(syukuran saat selesai panen, mendirikan rumah baru, perkawinan),
Rambu Solo' (kedukaan), dan masih ada daerah tertentu seperti di
Messawa Sumarorong, dan Simbuang ada dikenal dengan istila Memala'
yang bertujuan untuk meminta keselamatan manusia di bumi kepada Dewata
(Tuhan), dan juga Mangatta yaitu memandikan anak-anak mulai dari umur
2-7 tahun, bertujuan supaya pertumbuhan si anak menjadi baik. Namun
akhir-akhir ini ada beberapa ritual tersebut yang sudah jarang di
praktekkan misalnya memala' (hubungan manusia dengan alam), mangatta
(keselamatan bayi).
BAB III
APLIKASI PENULIS
Sebagai umat beragama yang selalu memandang agama sebagai basis ilmu
pengetahuan, maka relasi dengan kepercayaan local akan bias berjalan
beriringan tanpa harus terjadi tawar menawar, maksudnya bahwa agama
modern tidaklah selalu beranggapan bahwa kepercayaan local itu harus
di ganti dengan agama modern, karena dianggap animism. Sementara dalam
masyarakat yang sudah memeluk agama Kristen, Muslim, bukan berarti
harus meninggalkan warisan kepercayaan lokal. Karena menurut penulis,
jika masyarakat tetap mempertahankan warisan tersebut, bukan berarti
nilai dalam agama akan bergeser dan bertentangan dengan ajaran agama,
namun yang paling penting adalah bagaimana sebagai umat beragama bias
membedakan mana yang masuk dalam etika ajaran agama dan ajaran local
dalam perspektif adat dan budaya. Jadi yang paling uatama yaitu ajaran
agama harus berada di atas adat/budaya yang ada.
Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas bahwa suku mamasa
sebenarnya adalah suatu daerah yang sudah mayoritas Kristen, meskipun
masih ada yang menganut agama nenek moyang. Namun yang menjadi
hambatan berkembangnya pertumbuhan kerohanian masyarakat yang ada
adalah budaya yang masih banyak berada di atas ajaran Injil atau
firman Tuhan. Meskipun masyarakatnya mayoritas Kristen tapi
kebiasaan-kebiasaan nenek moyang masih terus dipraktekkan sampai
sekarang. Kebudayaan yang sangat berbeda dengan daerah lain yaitu
acara Rambu Solo' dimana mayat disimpan sampai bertahun-tahun dirumah
sebelum dimakamkan, tergantung tingkat sosial yang disandang. Upacara
kematian ini mengeluarkan dana yang tidak sedikit, tapi berpuluh-puluh
juta atau bahkan ratusan juta. Kebiasaan-kebiasaan inilah yang menjadi
pergumulan orang Mamasa, bagaimana caranya untuk bisa menghilangkan
adat tersebut. Karena menurut penulis acara seperti itu tidak perlu
lagi di teruskan kegenarasi-generasi apa lagi sudah mengenal Injil.
Sebaiknya uang yang begitu banyak digunakan untuk membiayai
orang-orang yang tidak mampu yang rindu untuk bersekolah.
Bagi penulis menghilangkan budaya yang sudah begitu melekat tentunya
sangat sulit, namun kembali lagi harus didasarkan pada firman Tuhan
bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Sehingga penulis mengatakan
bahwa adat sperti ini bias saja hilang dengan pertolongan daripada
Tuhan. Yang menjadi rencana penulis untuk suku Mamasa adalah penulis
akan kembali ke sana untuk menyadarkan mereka bahwa adat atau
kebiasaan bukan berarti tidak penting tapi yang lebih penting adalah
bagaimana sebagai seorang yang sudah diselamatkan oleh Tuhan Yesus
memperitoritaskan hidupnya dengan membawa jiwa-jiwa kepada Tuhan. Jadi
yang menjadi harapan penulis yaitu masyarakat suku Mamasa
perlahan-lahan bias meninggalkan adat yang begitu merugikan, sehingga
mulai dari sekarang penulis terus berdoa tentang kondisi yang ada di
suku Mamasa tersebut. Semoga Tuhan memakai penulis untuk memenangkan
orang-orang yang masih terhilang disana.
Selain dibidang kebudayaan, suku Mamasa juga memiliki potensi yang
sangat besar dibidang pertanian. Melihat daerah Mamasa yang begitu
luas yang kaya dengan sumber daya alam, maka penulis ingin suatu saat
ketika Tuhan berkenan dan kemabali kesana maka penulis tidak akan
menyia-nyiakan potensi yang ada. Dengan dibentuk di SAPPI adalah suatu
modal utama, tidak hanya bisa menyampaikan firman Tuhan tetapi bisa
juga dalam hal yang berhubungan dengan alam sperti turut serta dalam
pengelolahan lahan dengan baik, membuat makanan atau kue yang selain
bisa dikonsumsi bisa juga dijual untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
Yang masih menjadi kebutuhan mendasar secara umum di Mamasa yaitu
pemimpin yang bisa membawa perubahan baik di bidang kerohanian maupun
dibidang jasmani, dan juga pembangunan fasilitas umum atau
infrastrukutur, seperti pembangunan jalan yang masih jauh dari
optimal. Secara umum kondisi sosial atau ekonomi sebenarnya masyarkat
Mamasa sudah tidak terlalu terbelakang karena merupakan salah satu
daerah penghasil baik beras maupun kopi dan kakao, sebab selain cukup
untuk dikonsumsi sendiri ada juga sebagian yang di jual untuk memenuhi
kebutuhan lain. Dan untuk lebih meningkatkan lagi yaitu bagaimana cara
bercocok tanam yang baik, serta menggunakan lahan yang sebenarnaya
masih bisa menghasilakan suatu hal yang bermanfaat.
Yang menjadi kebutuhan utama juga khususnya dibidang kerohanian yaitu
harus lebih lagi mengajar kepada anak-anak, karena mereka adalah
calon-calon pemimpin daerah yang akan mengelola atau mengarahkan
generasi masa depan khusnya akan menjadi pemimpin-pemimpin gereja.
Berbicara soal tantangan atau hambatan yang akan dihadapai ketika
masuk ke suku Mamasa, bagi penulis sebenarnya tidak susah, mungkin
jika orang lain diluar suku Mamasa akan sedikit mengalami hambatan,
karena beberapa faktor seperti bahasa, cara pendekatan, atau bahkan
kebiasaan-kebiasaan yang ada. Namun bagi orang asal suku Mamasa
sendiri seperti penulis spertinya tidak akan terlalu sulit, karena
sudah menguasai semuanya. Meskipun orang sering mengatakan bahwa Tuhan
Yesus saja ditolak di kampung-Nya sendiri, tidak tertutup kemungkinan
terjadi juga pada zaman ini. Tapi satu hal yang menjadi pegangan atau
harapan penulis yaitu jika Tuhan yang menghendaki maka tidak akan ada
yang menolak. Jika seseorang masuk di Mamasa tentunya akan sangat
diharagai, ditambah lagi dengan bagaimana dia bergaul dengan
masyarakat setempat, dengan tidak menonjolkan diri sperti orang
sombong, gengsi atau bertingkah laku yang aneh-aneh, maka penulis
yakin orang dari manapun dapat diterimah dengan baik pada saat masuk
ke daerah Mamasa. Dengan sikap yang ramah, sopan santun, itu akan
mempermudah untuk memenangkan orang-orang yang ada di Mamasa.
Jadi yang menjadi misi penulis jika kembali ke Mamasa yaitu ingin
menjadi guru agama Kristen khususnya tingkat SD, karena seperti yang
sudah penulis jelaskan diatas bahwa Mamasa masih kekurang guru. Lewat
pendidikan kepada anak-anak, bisa membuka peluang untuk bisa
menanamkan nilai-nilai kekristenan, karena merekalah yang akan menjadi
generasi penerus daerah. Selain itu penulis juga ingin menjadi pendeta
karena salah satu pergumulan masyarakat Mamasa yaitu masih minimnya
pendeta, sehingga ada pendeta memegang 14 jemaat.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Suku Mamasa adalah sala satu suku yang masih membutuhkan uluran tangan
pemerintah dibidang perekonomian, dan juga di bidang kerohanian.
Secara umum suku mamasa sudah mayoritas Kristen namun yang menjadi
permasalahan yaitu meskipun sudah Kristen tapi masih terus menjalankan
praktek-praktek kepecayaan animisme. Seharusnya sebagai orang yang
sudah mengenal Tuhan, injil harus diatas budaya. Disinilah dibutuhkan
peran hamba Tuhan untuk bisa menyadarkan mereka untuk bisa mengenal
Tuhan Yesus sebagai Juruselamat secara pribadi.
Sebagai orang yang percaya seharusnya bisa membedakan yang mana budaya
yang bisa dikembangkan dan bagaimana injil itu diterapkan kepada
masyarakat yang belum bertobat/lahir baru. Oleh karena itu
bagaimanapun juga agama adalah bagian dari budaya yang juga berasal
dari gagasan manusia. Jadi tidak sepantasnya mengklaim bahwa
kepercayaan inilah yang paling benar, tetapi bagaimana sebagai seorang
yang percaya membentuk kesadaran yang religius, untuk bisa memadukan
kepercayaan yang berbeda, untuk bisa membangun relasi yang lebih damai
dalam kehidupan bersama. Kebudayaan yang ada seharusnya berdiri
dibawah Injil agar kebudayaan yang tidak mempengaruhi kehidupan orang
yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Suku Mamasa memiliki potensi yang sangat besar khususnya di bidang
pertanian, karena memiliki lahan yang masih sangat luas yang
seharusnya di kelolah untuk membantu mensejahterkan masyarakat yang
ada.
Catatan:
1. Pada umumnya paper ini sudah baik, hanya saja tidak terstruktur
sehingga masalahnya tidak runut tetapi lompat-lompat. Demikian juga
dengan penulisan, masih banyak yang salah ketik. Sebaiknya ke depan
kalau kirim tugas dibaca dulu. Meskipun demikian saya tetap menghargai
usaha kerja keras anda dalam membuat paper ini…
2. Saya memberi nilai: 80 (B)
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai suku Mamasa tentu akan muncul dalam benak terbayang
sebuah etnik suku yang memiliki rumah panggung besar dengan atap
menyerupai moncong perahu dan upacara adatnya yang melibatkan banyak
orang. Daya tarik yang berasal dari kekhasan kebudayaannya, arsitektur
kebudayaan tradisional yang penuh inspirasi dan kaya makna, dan
keagungan prosesi adatnya menjadikan mamasa memiliki nilai-nilai
tersendiri yang dijadikan sebagai tempat wisata.
Melihat suku Mamasa sejenak secara geografis, komunitas susku mamasa
bertempat tinggal pada pegunungan di bagian Barat Toraja. Lebih
spesifik pada letaknya, suku mamasa terletak di Kabupaten Mamasa yang
adalah salah satu daerah Tingkat II Provinsi Sulawesi Barat Indonesia.
Ibu kota Kabupaten ini terletak di kota Mamasa sekitar 340 km dari
kota Makasar. Kabupaten Mamasa awalnya hanya terdiri dari 4 kecamatan,
yakni kecamatan Mamasa, Mambi, Sumarorong dan Pana', namun sekarang
telah berkembang menjadi 17 kecamatan dan 178 kelurahan/desa.
Suku Mamasa merupakan bagian dari suku Toraja. Secara adat-istiadat
dan budaya, berkerabat dengan suku Toraja, selain itu bahasa Mamasa
tidak jauh berbeda dengan bahasa Toraja. Oleh karena itu suku Mamasa
ini sering disebut suku Toraja Mamasa. Tetapi meskipun orang Mamasa
mengaku berdarah Toraja, tetapi mereka cenderung lebih suka menyebut
diri mereka sebagai suku To Mamasa. Selain itu masyarakat Mamasa tidak
memiliki upacara adat sebanyak upacara adat di Toraja.
BAB II
KONDISI UMUM MASYARAKAT MAMASA
A. Sumber Daya Alam
kabupaten Mamasa menyimpan sumber daya alam yang sangat potensial.
Produktifitas pertanian daerah ini menjanjikan masa depan. Jika di
kelola(dieksplor) dengan baik, akan mampu menutupi kebutuhan beras
masyarakat yang mencapai sekitar 1700 ton/bulannya. Angka menjadi
kebutuhan baku penduduk Mamasa dengan populasi sekitar 208.000 jiwa
yang tersebar di 17 kecamatan dan 178/desa. Mamasa sebenarnya memiliki
masa depan pertanian yang luar biasa karena memiliki lahan produktif
mencapai 14 ribu hektar.
Mamasa punya harapan menjadi lumbung pertanian, karena sekalipun
kelihatan gunung tetapi di lembah-lembahnya melintas persawahan yang
luas, tinggal bagaiamana mengelolanya dengan baik. Namun ini bukan
hanya tanggung jawab petani dan kelompoknya namun juga dukungan dari
pemerintah yang sangat di butuhkan terutama dalam memperkenalkan cara
bercocok taman yang lebih baik dan juga memperkenalkan teknologi
pertanian.
Masyarakat Mamasa hidup dari hasil pertanian, seperti padi, jagung,
ubi-ubian, kacangan-kacangan, sayur-sayuran, dan berbgai jenis
buah-buahan. Rata-rata penduduk Mamasa memiliki perkebunan yang
ditanami kopi dan kakao yang dikelola secara tradisional. Tanaman kopi
yang di hasilkan petani Kabupaten Mamasa, semasa masih menjadi bagian
dari Kabupaten Polmas telah memberi konstribusi dalam mengangkat nama
Polmas (sekarang Polman) sebagai pengahasil kopi bahkan tidak sedikit
kopi asal Mamasa yang di pasarkan di daerah tetangga seperti di Tana
Toraja. Diluar bidang pertanian, mereka juga memelihara hewan ternak
seperti kerbau, sapi, babi, kuda, kambing, ayam, dan juga bebek untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani dan juga di jual untuk menambah
pengahasilan keluarga.
B. Sumber Daya Manusia
Berbicara mengenai sumber daya manusia yang ada di Mamasa memang masih
cukup kurang, karena meskipun mereka memiliki potensi tapi mereka
tidak mau mengembangkan. Dengan populasi masyarakt Mamasa yang tidak
sedikit, maka seharusnya pemerintah membantu mereka untuk bisa
mengembangkan setiap potensi yang mereka miliki. Tidak sedikit
masyarakt Mamasa yang menempuh pendidikan diluar, terbukti ada
beberapa yang duduk di bangku DPR baik tingkat Kabupaten maupun
Provinsi. Yang masih menjadi pergumulan besar juga di Mamasa yaitu
masih kurangnya sumber daya manusia di bidang pendidikan, yaitu masih
banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru, mulai dari tingkat
Tk-perguruan tinggi.
C. Kebudayaan
Berbicara mengenai kebudayaan yang ada di Mamasa, memang masih begitu
kental, namun tidak seperti yang ada di Toraja yaitu bermacam-macam
upacara adat. Salah satu adat yang masih berlaku yaitu ketika ada
orang meninggal khususnya orang kaya yang memang keturunan bangsawan
maka pasti di adakan upacara adat yang begitu meriah, yang diawali
dengan penyimpanan mayat bias bertahun-tahun samapai keluarganya siap
menggelar pesta orang mati tersebut. Dan biaya yang dikeluarkan dalam
upacara tersebut tidaklah sedikit, mulai dari kerbau berpuluh-puluh
dan babi yang beratus-ratus harus disiapkan.
Suku Mamasa mempunyai satu tradisi dari agama tradisional, yang unik
dan mungkin tidak ada di daerah lain, yaitu tradisi penguburan orang
yang telah mati, tapi dengan membuat sang jenazah berjalan dengan
sendirinya menuju kuburan yang telah di siapkan. Mereka percaya bahwa
semua mayat dari sebuah keluarga atau kerabat akan berada di tempat
yang sama dalam kehidupan sesudahnya. Tapi tradisi ini sudah tidak
terlalu menonjol seiring dengan berjalannya waktu dan juga pengenalan
akan Tuhan.
Suku Mamasa memiliki rumah adat yang berfungsi sebagai rumah tinggal
di masa lalu maupun sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Rumah adat
suku Mamasa ini sangat unik, yang menyerupai kapal, sperti kapal-kapal
nenek moyang mereka ketika berangkat dari negeri asal, menyebrangi
laut dan berhenti di Mamasa melalui hulu sungai. Rumah adat suku
Mamasa mirip dengan rumah adat suku Toraja. Kemiripan ini di karenakan
karena memang asal-usul suku Mamasa dan sukun Toraja adalah berasal
dari satu rumpun.
Kebudayaan di suku Mamasa memang unik dan bermacam-macam, sperti ada
sebuah tarian yang disebut tarian Manganda yaitu mengekspresiakan rasa
syukur setelah melakukan perang di Kabupaten Mamasa. Tarian ini telah
diperkenalkan sebagai sebuah kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia
di Cina pada festival budaya. Tarian ini merupakan warisan budaya dan
tradisi raja-raja dulu di Mamasa. Tarian ini sering juga ditampilkan
dipakai pada acara penyambutan tamu penting yang berkunjung ke
Kabupaten Mamasa, untuk menunjukkan bahwa Mamasa adalah salah satu
daerah yang kaya akan aset wisata sekaligus menjadi ikon wisata
Sulawesi Barat.
D. Kepercayaan
Suku Mamasa, secara mayoritas adalah pemeluk agama Kristen.
Perkembangan agama Kristen di terima oleh masyarakat suku Mamasa
sekitar awal tahun 1900, oleh Misisonaris dari Belanda. Namun sampai
saat ini orang Mamasa sebagian masih ada yang mempraktekkan tradsis
dari agama tradisional para leluhur, yang di sebut " Ada'Mappurondo"
atau " Aluk Tomatua". Tradisi agama tradisional ini tetap terpelihara
dan terus terwariskan ke generasi berikutnya. Tradisi ini di
laksanakan terutama setelah panen padi berakhir, sebagai ucapan syukur
atas hasil panen yang ada.
Masuknya agama-agama besar di Mamasa sperti Kristen, Islam, Hindu,
yang menjadikan pemeluk-pemeluk kepercayaan lokal mulai beralih,
proses ini melalui pola perkawinan, komunikasi dan juga perkembangan
ilmu pengetahuan. Ketika mereka mulai meninggalkan keparcayaan
tersebut, secara tidak langsung, benih-benih warisan dari kepercayaan
tersebut mulai memudar dengan perubahan pola peralihan kepercayaan.
Namun masyakat yang sudah menganut kepercayaan modern ini belum
melupakan semua warisan budayanya, tetapi masih ada yang sering
memperaktekkan ritual-ritual yang berasal dari kepercayaan dari nenek
moyang.
Banyak masyarkat yang menyadari bahwa kebudayaan itu sangat penting
untuk tetap di jaga eksistensinya, karena kebudayaan bias menjadi sala
satu identitas kedaerahan dan tentunya bias menjadi bagian promosional
dari daerah itu sendiri. Ada beberapa warisan budaya yang ditanamkan
oleh masyarkat Mamasa yang disebut Aluk Todolo seperti, "Rambu Tuka'
(syukuran saat selesai panen, mendirikan rumah baru, perkawinan),
Rambu Solo' (kedukaan), dan masih ada daerah tertentu seperti di
Messawa Sumarorong, dan Simbuang ada dikenal dengan istila Memala'
yang bertujuan untuk meminta keselamatan manusia di bumi kepada Dewata
(Tuhan), dan juga Mangatta yaitu memandikan anak-anak mulai dari umur
2-7 tahun, bertujuan supaya pertumbuhan si anak menjadi baik. Namun
akhir-akhir ini ada beberapa ritual tersebut yang sudah jarang di
praktekkan misalnya memala' (hubungan manusia dengan alam), mangatta
(keselamatan bayi).
BAB III
APLIKASI PENULIS
Sebagai umat beragama yang selalu memandang agama sebagai basis ilmu
pengetahuan, maka relasi dengan kepercayaan local akan bias berjalan
beriringan tanpa harus terjadi tawar menawar, maksudnya bahwa agama
modern tidaklah selalu beranggapan bahwa kepercayaan local itu harus
di ganti dengan agama modern, karena dianggap animism. Sementara dalam
masyarakat yang sudah memeluk agama Kristen, Muslim, bukan berarti
harus meninggalkan warisan kepercayaan lokal. Karena menurut penulis,
jika masyarakat tetap mempertahankan warisan tersebut, bukan berarti
nilai dalam agama akan bergeser dan bertentangan dengan ajaran agama,
namun yang paling penting adalah bagaimana sebagai umat beragama bias
membedakan mana yang masuk dalam etika ajaran agama dan ajaran local
dalam perspektif adat dan budaya. Jadi yang paling uatama yaitu ajaran
agama harus berada di atas adat/budaya yang ada.
Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas bahwa suku mamasa
sebenarnya adalah suatu daerah yang sudah mayoritas Kristen, meskipun
masih ada yang menganut agama nenek moyang. Namun yang menjadi
hambatan berkembangnya pertumbuhan kerohanian masyarakat yang ada
adalah budaya yang masih banyak berada di atas ajaran Injil atau
firman Tuhan. Meskipun masyarakatnya mayoritas Kristen tapi
kebiasaan-kebiasaan nenek moyang masih terus dipraktekkan sampai
sekarang. Kebudayaan yang sangat berbeda dengan daerah lain yaitu
acara Rambu Solo' dimana mayat disimpan sampai bertahun-tahun dirumah
sebelum dimakamkan, tergantung tingkat sosial yang disandang. Upacara
kematian ini mengeluarkan dana yang tidak sedikit, tapi berpuluh-puluh
juta atau bahkan ratusan juta. Kebiasaan-kebiasaan inilah yang menjadi
pergumulan orang Mamasa, bagaimana caranya untuk bisa menghilangkan
adat tersebut. Karena menurut penulis acara seperti itu tidak perlu
lagi di teruskan kegenarasi-generasi apa lagi sudah mengenal Injil.
Sebaiknya uang yang begitu banyak digunakan untuk membiayai
orang-orang yang tidak mampu yang rindu untuk bersekolah.
Bagi penulis menghilangkan budaya yang sudah begitu melekat tentunya
sangat sulit, namun kembali lagi harus didasarkan pada firman Tuhan
bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Sehingga penulis mengatakan
bahwa adat sperti ini bias saja hilang dengan pertolongan daripada
Tuhan. Yang menjadi rencana penulis untuk suku Mamasa adalah penulis
akan kembali ke sana untuk menyadarkan mereka bahwa adat atau
kebiasaan bukan berarti tidak penting tapi yang lebih penting adalah
bagaimana sebagai seorang yang sudah diselamatkan oleh Tuhan Yesus
memperitoritaskan hidupnya dengan membawa jiwa-jiwa kepada Tuhan. Jadi
yang menjadi harapan penulis yaitu masyarakat suku Mamasa
perlahan-lahan bias meninggalkan adat yang begitu merugikan, sehingga
mulai dari sekarang penulis terus berdoa tentang kondisi yang ada di
suku Mamasa tersebut. Semoga Tuhan memakai penulis untuk memenangkan
orang-orang yang masih terhilang disana.
Selain dibidang kebudayaan, suku Mamasa juga memiliki potensi yang
sangat besar dibidang pertanian. Melihat daerah Mamasa yang begitu
luas yang kaya dengan sumber daya alam, maka penulis ingin suatu saat
ketika Tuhan berkenan dan kemabali kesana maka penulis tidak akan
menyia-nyiakan potensi yang ada. Dengan dibentuk di SAPPI adalah suatu
modal utama, tidak hanya bisa menyampaikan firman Tuhan tetapi bisa
juga dalam hal yang berhubungan dengan alam sperti turut serta dalam
pengelolahan lahan dengan baik, membuat makanan atau kue yang selain
bisa dikonsumsi bisa juga dijual untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
Yang masih menjadi kebutuhan mendasar secara umum di Mamasa yaitu
pemimpin yang bisa membawa perubahan baik di bidang kerohanian maupun
dibidang jasmani, dan juga pembangunan fasilitas umum atau
infrastrukutur, seperti pembangunan jalan yang masih jauh dari
optimal. Secara umum kondisi sosial atau ekonomi sebenarnya masyarkat
Mamasa sudah tidak terlalu terbelakang karena merupakan salah satu
daerah penghasil baik beras maupun kopi dan kakao, sebab selain cukup
untuk dikonsumsi sendiri ada juga sebagian yang di jual untuk memenuhi
kebutuhan lain. Dan untuk lebih meningkatkan lagi yaitu bagaimana cara
bercocok tanam yang baik, serta menggunakan lahan yang sebenarnaya
masih bisa menghasilakan suatu hal yang bermanfaat.
Yang menjadi kebutuhan utama juga khususnya dibidang kerohanian yaitu
harus lebih lagi mengajar kepada anak-anak, karena mereka adalah
calon-calon pemimpin daerah yang akan mengelola atau mengarahkan
generasi masa depan khusnya akan menjadi pemimpin-pemimpin gereja.
Berbicara soal tantangan atau hambatan yang akan dihadapai ketika
masuk ke suku Mamasa, bagi penulis sebenarnya tidak susah, mungkin
jika orang lain diluar suku Mamasa akan sedikit mengalami hambatan,
karena beberapa faktor seperti bahasa, cara pendekatan, atau bahkan
kebiasaan-kebiasaan yang ada. Namun bagi orang asal suku Mamasa
sendiri seperti penulis spertinya tidak akan terlalu sulit, karena
sudah menguasai semuanya. Meskipun orang sering mengatakan bahwa Tuhan
Yesus saja ditolak di kampung-Nya sendiri, tidak tertutup kemungkinan
terjadi juga pada zaman ini. Tapi satu hal yang menjadi pegangan atau
harapan penulis yaitu jika Tuhan yang menghendaki maka tidak akan ada
yang menolak. Jika seseorang masuk di Mamasa tentunya akan sangat
diharagai, ditambah lagi dengan bagaimana dia bergaul dengan
masyarakat setempat, dengan tidak menonjolkan diri sperti orang
sombong, gengsi atau bertingkah laku yang aneh-aneh, maka penulis
yakin orang dari manapun dapat diterimah dengan baik pada saat masuk
ke daerah Mamasa. Dengan sikap yang ramah, sopan santun, itu akan
mempermudah untuk memenangkan orang-orang yang ada di Mamasa.
Jadi yang menjadi misi penulis jika kembali ke Mamasa yaitu ingin
menjadi guru agama Kristen khususnya tingkat SD, karena seperti yang
sudah penulis jelaskan diatas bahwa Mamasa masih kekurang guru. Lewat
pendidikan kepada anak-anak, bisa membuka peluang untuk bisa
menanamkan nilai-nilai kekristenan, karena merekalah yang akan menjadi
generasi penerus daerah. Selain itu penulis juga ingin menjadi pendeta
karena salah satu pergumulan masyarakat Mamasa yaitu masih minimnya
pendeta, sehingga ada pendeta memegang 14 jemaat.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Suku Mamasa adalah sala satu suku yang masih membutuhkan uluran tangan
pemerintah dibidang perekonomian, dan juga di bidang kerohanian.
Secara umum suku mamasa sudah mayoritas Kristen namun yang menjadi
permasalahan yaitu meskipun sudah Kristen tapi masih terus menjalankan
praktek-praktek kepecayaan animisme. Seharusnya sebagai orang yang
sudah mengenal Tuhan, injil harus diatas budaya. Disinilah dibutuhkan
peran hamba Tuhan untuk bisa menyadarkan mereka untuk bisa mengenal
Tuhan Yesus sebagai Juruselamat secara pribadi.
Sebagai orang yang percaya seharusnya bisa membedakan yang mana budaya
yang bisa dikembangkan dan bagaimana injil itu diterapkan kepada
masyarakat yang belum bertobat/lahir baru. Oleh karena itu
bagaimanapun juga agama adalah bagian dari budaya yang juga berasal
dari gagasan manusia. Jadi tidak sepantasnya mengklaim bahwa
kepercayaan inilah yang paling benar, tetapi bagaimana sebagai seorang
yang percaya membentuk kesadaran yang religius, untuk bisa memadukan
kepercayaan yang berbeda, untuk bisa membangun relasi yang lebih damai
dalam kehidupan bersama. Kebudayaan yang ada seharusnya berdiri
dibawah Injil agar kebudayaan yang tidak mempengaruhi kehidupan orang
yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Suku Mamasa memiliki potensi yang sangat besar khususnya di bidang
pertanian, karena memiliki lahan yang masih sangat luas yang
seharusnya di kelolah untuk membantu mensejahterkan masyarakat yang
ada.
Catatan:
1. Pada umumnya paper ini sudah baik, hanya saja tidak terstruktur
sehingga masalahnya tidak runut tetapi lompat-lompat. Demikian juga
dengan penulisan, masih banyak yang salah ketik. Sebaiknya ke depan
kalau kirim tugas dibaca dulu. Meskipun demikian saya tetap menghargai
usaha kerja keras anda dalam membuat paper ini…
2. Saya memberi nilai: 80 (B)
Bodo kamu...adkah suku mamuju ?????????
BalasHapusyg sy tau Mamuju itu msk dlm persekutuan Pitu Ba'bana Binanga atau suku Mandar pesisir... kalo msh ngotot berarti kamu adalah pendatang yg tidak tau diri di tanah Mandar...:p
mungkin andalah yang tidak tahu tentang sejarah Pitu Ulunna Salu Karua Bakbana Minanga. bukan Pitu Bakbana Binanga
Hapus