Ringkasan materi ajar ini digunakan dalam perkuliaan misi holistik di STT SAPPI
Dosen Pengampuh: Adrianus Pasasa, S.T, M.A
Pendahuluan
Misi holistis merupakan tema penting
dalam misiologi. Mengapa? Karena selama ini dianggap praktik misi jemaat
Kristen tidak bersifat holistis
Misi yang dilakukan gereja selama ini
dianggap bersifat fragmentaris, bukan suatu keutuhan. Banyak yang memisahkan
dengan tajam pemberitaan Injil dan perbuatan sosial.
Misi dipandang sebagai suatu tindakan
utuh yang meliputi baik pemberitaan Injil maupun perbuatan sosial. Keduanya
dianggap sama pentingnya
Kata “misi” berasal dari bahasa Latin mitto
yang merupakan terjemahan dari kata Yunani apostello, artinya
“mengutus”. Secara umum kata misi bisa merujuk pada pengutusan seseorang dengan
tujuan khusus, misalnya misi kesenian, misi budaya, dan lain-lain. Dalam
konteks kekristenan, misi dipahami dalam arti pengutusan gereja universal
ke dalam dunia untuk menjangkau orang-orang kepada Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat, khususnya melalui sekelompok pekerja yang disebut misionaris
(dimodifikasi dari Harold R. Cook, An Introduction to Christian Mission,
8).
Kata
‘holsitik’ berasal dari kata “whole’ (Inggris) yang artinya :
seluruhnya, sepenuhnya.
Kata ‘holistik’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia mempunyai pengertian “ciri pandangan yang menyatakan bahwa
keseluruhan sebagai suatu kesatuan
lebih penting dari pada satu-satu bagian dari suatu organisme”. Istilah
pelayanan yang holistik saat ini memang banyak digunakan oleh berbagai kalangan
untuk menunjukkan bentuk pelayanannya, namun ada juga kelompok orang yang salah
mengartikannya. Sering terjadi salah pengertian
mengenai pelayanan holistik adalah anggapan bahwa pelayanan holistik adalah pelayanan yang berbentuk
pelayanan sosial, sehingga akhirnya ada yang mengartikan bahwa pelayanan
holistik adalah pelayanan sosial. Pemahaman akan pelayanan yang holistik
diungkapkan Herlianto sebagai pelayanan yang mencakup pemberitaan Injil baik
secara verbal maupun secara perbuatan dan ditujukan untuk menjangkau manusia
seutuhnya pula, yaitu manusia yang
terdiri dari tubuh, jiwa dan roh, dan manusia yang mempunyai kaitan–kaitan sosial, budaya, ekonomi, hukum
dan politik dengan lingkungannya (Herlianto, Pelayanan
Perkotaan. Bandung : Yabina, 1998, hlm 123).
Jika pelayanan holistik dianggap sebagai
pelayanan gereja yang menyeluruh maka
pelayanan tersebut harus mencakup semua aspek pelayanan yang dilakukan
oleh gereja. J.C. Hoekendijk mengatakan bahwa pelayanan holistik yang meliputi
unsur-unsur pelayanan : Koinonia (persekutuan), Martyria (kesaksian), dan
Diakonia (pelayanan sosial), merupakan hal yang mutlak menggarisi penginjilan
dan mendatangkan syalom (damai sejahtera, keselamatan) yang dijanjikan Tuhan
(Arie de Kuiper, Misiolog., BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003, hlm 74) Tomatala tentang hakikat misi yang holistik dimana
dapat dijelaskan sebagai “satu yang menyeluruh” yang memiliki kesatuan integral
dengan aspek-aspek lengkap yang utuh. Pemberitaan Injil menyentuh aspek
pelayanan dasar pada empat dimensi pelayanan yang holistik yaitu : Persekutuan (koinoneo), Pelayanan
(diakoneo), Kesaksian (martureo) dan Pemberitaan (kerigma/kerusso)
–(Yakob Tomatala, Teologi Misi., YT Leadership Foundation, Jakarta,
2003, hlm 61)
Pelayanan holistik juga seringkali
dijadikan alat untuk meredam suatu gejolak dimasyarakat ketika terjadi aksi karena ketidaksukaan
masyarakat atas kehadiran orang
Kristen, atau juga sebagai alat untuk menenangkan masyarakat
ketika terjadi aksi protes terhadap pembangunan gereja. Kelihatannya memang
efektif namun sebenarnya kondisinya tetap seperti api dalam sekam yang
sewaktu-waktu api tersebut bisa membesar. Ini adalah suatu perbuatan yang
kelihatannya baik tetapi bukan dilandasi oleh kasih yang murni, karena
seolah-olah seperti ada “udang dibalik batu”. Jika kita melakukan hal tersebut bukankah dapat dikatakan kita
melakukan “suap yang terselubung dengan kedok kasih”,
apa yang membedakannya dengan tindakan orang-orang non Kristen.
Kebanyakan orang beranggapan dan
mempraktekkan pelayanan holitik sebagai bagian dari penginjilan, atau dilakukan
dengan tujuan penginjilan dimana akhirnya bisa menjadi “penginjilan
terselubung”, padahal seharusnya penginjilan itulah yang justru merupakan
bagian dari pelayanan holistik. Kalau kita melayani hanya sebagai “umpan” agar
ikan-ikan mau mengigit kail kita, maka secara etis teologia tindakan ini tidak
jujur, tidak murni. Yang paling fatal adalah ketika ternyata kita hanya
menjadikan dan memperlakukan sesama sebagai “objek” untuk dijaring tanpa adanya
rasa kasih. pelayanan holsitik
bertujuan pada kesejahteraan manusia seutuhnya, artinya
memberitakan Injil yang penuh kepada manusia yang utuh dalam berbagai dimensi, Kejadian 2 : 7 memberi kesaksian yang sangat jelas bahwa manusia
adalah debu (adam). Allah menciptakan menjadi tubuh materi dan Allah amat memperhatikan kebutuhan fisik
manusia dengan memberi makanan kepada manusia. Manusia adalah jiwa (psyche)
yang mempunyai kebutuhan-kebutuhan
kejiwaan. Allah amat memperhatikan kebutuhan kejiwaan manusia, Allah tidak
membiarkan manusia kesepian (Kej 2 : 18), manusia diberikan
kebebasan (Kej 2 : 16) bahkan dikarunia kepercayaan dan tanggung jawab (Kej 2 :
15). Manusia adalah roh. Allah memberikan nafas hidup, bahkan menghebuskan itu
dari nafas hidup Allah sendiri (Kej 2 : 7). Karena itu pelayanan holistik harus memperhatikan semua
dimensi ini, yaitu spiritual, psikis dan fisik manusia.
Pelayanan holistik berupaya untuk
memulihkan keseimbangan dan kesarasian antara dimensi individualitas dan sosial
manusia. Oleh karena itu dalam pelayanan holistik tidak dikenal dikotomi atau
pemisahan antara kebutuhan individual dan sosial manusia. Tidak seharusnya ada
pertentangan antara “individual gospel” (kaum vertikalis) dan “social gospel”
(kaum horisontalis). Oleh karena itu pelayanan holistik seharusnya juga
melayani manusia dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, politik dan sebagainya. Pelayanan
holistik berupaya untuk memulihkan keseimbangan
dan kesarasian antara keduanya. Tujuan dari pelayanan
holistik bukan hanya untuk kepentingan manusia tetapi kepentingan seluruh lama
ciptaan. Manusia memang diberi mandat untuk berkuasa atas alam (Kej 1:26),
tetapi manusia juga diberi tugas untuk memelihara alam (Kej 2:15) dan bukan
memusnahkannya. Pelayanan holistik tidak boleh hanya “people oriented” tetapi
“life oriented”, usaha menjadikan seluruh alam semesta “theatrum gloriae dei”
(Calvin)
Pelayanan?
Karena itu kita dapat katakan bahwa pelayanan
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menolong orang lain
dalam memenuhi kebutuhan orang tersebut.
Karena itu, “Pelayanan Holistik” artinya
pelayanan yang dilakukan secara utuh, yakni pemberitaan Injil yang dapat
menjawab kebutuhan manusia secara jasmani dan rohani.
Kalau kita memperhatikan dengan seksama
bagian-bagian Alkitab maka kita dapat menemukan bahwa Firman Tuhan menghendaki
agar umat Tuhan dapat membangun hubungan yang seimbang yakni antara Allah
(hubungan vertikal) dan sesama (horizontal).
Sehingga implikasi praktis dari
kehidupan rohani yang baik adalah peduli terhadap sesamanya yang dapat
ditunjukkan melalui tindakan kasih atau menjawab kebutuhan secara jasmaniah
orang-orang yang berada di sekitar kita.
Hukum-hukum itu dibagi dalam dua bagian
yaitu:
• hukum
1-4 mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan
• hukum
5-10 mengatur hubungan manusia dengan sesamanya.
Apa yang Yesus lakukan dalam
pelayanan-Nya?
Hal yang pertama yang IA lakukan adalah
selalu berhubungan dengan Bapa-Nya tetapi di sisi yang lain kehidupan Yesus
sangat solider dengan orang-orang yang berada di sekitanya, salah satunya
adalah dengan memenuhi kebutuhan mereka secara jasmani.
Pelayanan dewasa ini membutuhkan
kreatif-inovatif dari seorang pelayan. Kreatif-inovatif yang dimaksudkan bukan
mengubah esensi dari pelayanan itu tetapi menawarkan sesuatu yang dikemas dalam
pola yang baru.
Seorang pelayan Tuhan yang
kreatif-inovatif tidak saja menyampaikan khotbah tentang memberi atau
khotbah tentang persembahan persepuluhan tetapi mencarikan solusi agar
jemaat mendapat kehidupan yang layak dalam pengertian memiliki penghasilan.
Seorang Pelayan Tuhan tidak saja
menyampaikan hal-hal yang vertikalistis (membangun hubungan dengan
Allah) tetapi juga memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan
jasmaniah yang dihadapi jemaat (horisontalistis).
Diskusikan:
Pemikiran strategis untuk ‘Pelayanan
Holistik’ kepada Jemaat?
Pemikiran ini bervariasi, terletak pada
masing-masing sumber daya yang tersedia. Artinya tidak semua tempat memiliki
strategi yang sama.
Gereja menyediakan sumber daya untuk
dapat dikelola oleh jemaat sendiri.
Gereja melatih tenaga untuk dapat
mengelola sumber daya tersebut. Prioritas dari pelatihan adalah untuk
penjangkauan jiwa-jiwa (menolong jiwa-jiwa dalam hubungan vertikal dengan
Tuhan). Tenaga-tenaga tersebut juga trampil mengelola sumber daya yang dimiliki
oleh gereja.
Profit dari setiap usaha dapat dikelola
oleh departemen khusus yang juga memiliki paradigma penjangkauan secara
holistik
Sulit memang pemikiran ini dapat
diterapkan dalam pelayanan dan kemungkinan juga mengalami tantangan.
untuk memulai sesuatu yang baru apa lagi
orang tidak terbiasa dengan sistem pelayanan seperti ini pastilah mengalami
kendala.
Pemberitaan Injil membutuhkan dana dan
terkadang orang tidak mau melakukannya karena kekurangan dana tersebut.
Pelayanan
holistik dalam Perjanjian Lama
Jika dicermati
maka pelayanan holistik sebetulnya mempunyai maksud untuk
menghadirkan Shalom kedalam dunia ini.
Shalom?
Arti dasar shalom adalah kesejahteraan
Rohani dan jasmani, namun juga diekspresikan dalam
lingkup politik dan militer. Shalom adalah sebuah konsep sosial yang
lebih melihat kemakmuran untuk kelompok daripada untuk individu atau
yang melihat kesejahteraan sebuah komunitas atau sebuah bangsa lebih
utama dari seseorang
Kepekaan Yesus adalah terhadap apa yang
dibutuhkan oleh manusia (real need) dan bukan
apa yang diinginkan manusia (feel need).
Yesus amat peka terhadap kebutuhan
holistik manusia. Kesejahteraan yang tercipta adalah kesejahteraan dalam
arti yang luas. Kesejahteraan
bisa berarti kecukupan dalam kelebihan, bisa berarti dalam keadaan
aman atau bisa dalam arti kesehatan. Shalom menggambarkan
kesejahteraan secara umum, kondisi
yang memuaskan, kesejahteraan baik jasmani maupun rohani Jadi shalom adalah hal yang holistik, ia mencakup baik kesejahteraan jasmani maupun rohani. Shalom juga berbicara mengenai
keadaan yang harmonis yaitu keutuhandalam hubungan.
Hubungan yang harmonis tersebut dapat terjadi antara Allah dengan
individu “Cintailah Tuhan Allahmu dengan sepenuh hatimu” (Ulangan 6:5)
merupakan kunci adanya hubungan yang harmonis dengan Allah yang mendatangkan
shalom.
Hubungan yang harmonis dalam hubungannya
dengan shalom adalah juga kehidupan yang harmonis dengan diri sendiri,
artinya bahwa manusia harus hidup berdamai dengan dirinya sendiri.
Segala kepahitan hati dan dendam akan menyebabkan kehidupan yang tidak
harmonis,
yang pada akhirnya juga akan mengganggu
hubungan yang harmonis dengan Tuhan dan sesama masyarakat Jadi dapat
disimpulkan bahwa shalom adalah tema sentral dalam Perjanjian Lama
yang mencakup tiga hal yaitu: keutuhan, kesejahteraan dan
harmonis. Shalom merupakan konsep holistik bagi Israel.
Tidak ada dikotomi antar yang sakral maupun profan (diluar agama).
Dalam kesejahteraan, shalom meliputi rohani dan jasmani dan juga hubungan yang harmonis
antara Allah, manusia dan alam
Dalam Perjanjian Lama ada
banyak tokoh yang memperlihatkan pelayanan yang
holistik dalam rangka menghadirkan shalom ditengah-tengah
masyarakat dan secara khusus pada bangsa Israel. Allah memilih mereka untuk
dipakai dalam memelihara umat-Nya secara menyeluruh.
Diskusikan:
Tokoh-tokoh PL yang melakukan pelayanan Holistik
Yusuf memperlihatkan pelayanan seutuhnya
dengan memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat negeri itu, negeri lainnya dan
seluruh keluarganya. Yusuf mendatangkan shalom,
rasa aman darikelaparan. Tidak ada yang kelaparan dan semua orang
mengalami rasa damai sejahtera. Kebutuhan jasmani terpenuhi sampai masa
kelaparan berlalu. Yusuf bukan saja memelihara jasmani baik orang
Mesir maupun keluarganya, dia pun mengajarkan dan menyampaikan bahwa tanpa mereka berserah kepada Allah pada masa kelaparan dan
tanpa campur tangan Allah maka kebutuhan jasmani mereka tidak
Terpenuhi
Diskusikan:
Bagaimana dengan Musa, para Nabi?
Pelayanan
holistik dalam Perjanjian Baru
Yohanes 6:1-15, setelah Yesus memberi
makan secara rohani kepada orang-orang yang haus akan Firman Tuhan maka Yesus memberikan makanan jasmani berupa
roti dan ikan kepada lebih dari lima ribu orang.
Kisah ini membuktikan bahwa Yesus
melakukan pelayanan yang holistik dan kalau kita
benar-benar mau mengikuti teladan kepelayanan Yesus, maka tidaklah cukup
kita hanya memperhatikan orang yang lapar rohani saja.
Tidak cukup kita hanya memberitakan
bahwa Yesus adalah air yang hidup (Yohanes 4:10), namun
bagaimana kita mewujudkan adanya air yang menjadi salah satu kebutuhan
utama fisik manusia, ditengah-tengah masyarakat yang hidup dalam kekeringan dan
berbagai penyakit akibat kekurangan air bersih. Bukan hanya melayani roh
manusia, Yesus juga memperhatikan jiwa manusia. Yesus membebaskan dan memulihkan jiwa dari orang gila di Gerasa
yang dipengaruhi oleh kuasa setan (Matius 8:28-34; Markus
5:1-18; Lukas 8:26-37). Yesus
membebaskan orang tersebut dari kuasa setan sehingga ia menjadi waras dan dapat
memberitakan peristiwa tersebut kepada banyak orang (Lukas 8:39).
Yesus membebaskan orang tersebut dari
kuasa setan sehingga ia menjadi waras dan dapat memberitakan peristiwa tersebut
kepada banyak orang (Lukas 8:39).
“salah seorang dari saudara-Ku yang
paling hina ini” seperti yang terdapat dalam Matius 25:31-46. Rasul-rasul
Dalam pekerjaan pelayanannya, rasul-rasul memperlihatkan pelayanan yang holistik. Mereka melakukan pemberitaan Injil (marturia)
dengan berani karena mereka dipenuhi oleh Roh Kudus (Kisah 4:31) dan mereka menyembuhkan
orang-orang yang sakit danorang-orang yang diganggu roh jahat dan
mereka disembuhkan( kisah 5:15-16) .
Mereka juga bertekun dalam pengajaran
rasul-rasul, dalam persekutan (koinonia) dan mereka selalu berkumpul untuk
memecahkan roti dan berdoa (Kisah 2:41-42). Bentuk nyata dan tertinggi dari persekutuan mereka adalah ketika
mereka yang menjadi percaya menganggap bahwa segala
kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Juga ada dari mereka
yang selalu menjual harta miliknya lalu membagi-bagikannya kepada semua orang
sesuai dengan keperluan masing-masing (Kisah 2:44-45; 4:32-37). Secara
khusus para rasul menunjuk tujuh orang yang terkenal baik dan yang penuh roh
dan hikmat untuk melayani orang miskin (Kisah 6:3). Para rasul
menganggap penting untuk memperhatikan dan
melayani orang miskin (diakonia) karena
ternyata pelayanan terhadap orang miskin adalah suatu hal penting. Mereka
merasa tidak puas karena mereka telah melalaikan Firman Allah untuk melayani meja
(Kisah 6:2).
Pelayanan
Kristen tidak dapat lain harus merupakan pelayanan yang holitik
karena hal ini bertolak dari teladan Sang Pelayan Agung, Yesus Kristus, Allah
yang telah menjadi manusia yang penuh (100 persen
Allah, 100 persen manusia). Yesus adalah teladan dari manusia yang
holistik
Yesus
Kristus yang adalah Tuhan kita telah melakukan pelayanan yang
holistik, maka mau tidak mau kita yang menyebut diri anak-anak Allah dan
pelayan Tuhan, harus juga berbuat yang sama yaitu melakukan pelayanan yang holistic
Diskusikan:
Bagaimana dengan tokoh2 lainnya dalam
PB?
Gereja dan Misi Holistik
Gairah ibadah dalam gereja harus dibawa
keluar gereja. Kesalehan personal harus kita
lanjutkan dengan kesalehan sosial. Beringas di dalam ruang
ibadah, tekun di dalam bilik doa, namun loyo dan pasif di kancah dunia
keseharian merupakan hal yang memalukan.
Apalagi jika anak-anak Tuhan justru
egois, menciptakan dan menikmati dunianya sendiri, acuh terhadap sesamanya yang
menderita, acuh terhadap bumi kita yang sekarat, itu pemberontakan! Sikap
pasif, malas campur tangan terhadap pergumulan dunia adalah tanda tidak peka,
tanda egois, tanda Kristen fiktif! Mengapa?
Karena mandat budaya dan mandat injil
adalah titah ilahi, keduanya wajib.
Bersikap pasif, acuh terhadap berbagai
permasalahan sosial dunia ini, maka ritual ibadah hanyalah sebuah malpraktek.
Memper-tentangkan dunia roh dengan dunia
materi adalah sebuah kesalahan.
Iman yang alkitabiah itu di mana pun dan
kapan pun selalu mencegah orang untuk melarikan
DIRI dari keterlibatan dunia sehari-hari. C.S Lewis dalam bukunya The
Screwtape Letters menulis: “Tak ada kehidupan rohani yang sejati yang boleh
membiarkan seseorang melalaikan tugasnya membuang sampah atau membayar
tagihan-tagihannya.”
Kesalehan vertikal dan horisontal adalah
buah iman yang bertumbuh secara seimbang dan utuh. Tanda-tanda zaman yang di
sajikan media hari ini jelas mengundang misi holistik umat Tuhan.
Diskusikan:
Bumi akan terus sibuk, makin gundul,
terus memanas, goncang, longsor, tenggelam, dlsb. Bagaimana respon saudara
terhadap keadaan bumi saat ini?
Hambatan Pelayanan Holistik
1. Pemahaman
gereja yang keliru tentang konsep pelayanan yang holistik
Adanya pemahaman gereja-gereja
yang melakukan dikotomi dalam pelayanan. Seperti pelayanan sosial
dianggap pelayanan yang bersifat duniawi dan pelayanan pemberitaan Injil
barulah dikatakan pelayanan rohani.
Atau
pelayanan sosial dalam gereja (diakonia) hanya dianggap sebagai
pelengkap saja dan tidak menjadi bagian yang penting dari pelayanan itu
sendiri.
Ketidaktahuan ini sebagian disebabkan
karena perngaruh dari aliran pietisme yang berkembang di Indonesia pada masa penjajahan
Belanda.
Salah satu
ciri aliran pietis ini adalah:
• Sikap
menjauhkan diri dari dunia
Orang-orang
pietisme tidak mau melibatkan diri dengan masalah-masalah dunia, sebab dunia
ini dianggap sebagai tempat yang kotor, berlumuran dosa dan tidak bermoral.
Tempat-tempat hiburan dan rekreasi selalu dijauhi, perhatian mereka hanya
tertuju kepada surga atau dunia di seberang kematian. Orang-orang pietisme
cenderung memisahkan diri dari dunia ini karena melihat bahwa dunia ini adalah
lembah air mata yang penuh dengan penderitaan. Keadaan ini digambarkan
melalui syair lagu-lagu pietisme yang mengatakan bahwa dunia ini lembah
air mata dan lebih baik kalau manusia itu pulang ke negeri asalnya.
2. Gereja
lupa memikirkan pelayanan keluar, “gereja tidak mau meninggalkan daerah
kenyamanannya”
3. Gereja
tidak berani berkorban “bayar harga”
Diskusikan:
Hambatan-hambatan apa saja yang menjadi
penghalang bagi gereja/hamba Tuhan dalam melakukan pelayanan holistik? Solusi
apa yang sekiranya dapat dijadikan jawaban bagi hambatan-hambatan tersebut.
Bagaimana menerapkan misi holistik di
tengah-tengah kondisi bangsa kita saat ini?
• Bahasa,
tidak PD
• Malas
mengembangkan diri
• Masih
membedakan rohani dan jasmani
• Takut
melakukan perubahan
• Ada
sikap saling mencurigai
• Tidak
berani mengambil resiko
• Tidak
ada kerjasama antar gembala dan jemaat, lingkungan, dan masyarakat.
• Tidak
peka dengan keadaan
• Sokusi:
punya rasa peka, mau melakukan pelayanan holistik, berani mengambil resiko,
berani mengubah pola pikir bahwa pelayanan itu adalah bersifat holistik.
• Gereja
tidak terbuka dengan program yang baru
• Gereja
tidak terbuka terhadap hamba Tuhan
• Solusi:
hamba Tuhan peka dengan situasi dan kondisi, dan memulai perubahan dari diri
sendiri.
• Tidak
ada kemampuan di bidang holistik: solusinya, harus ada pembekalan.
• Kemalasan
hamba Tuhan (tidak peduli dengan keadaan jemaat), solusi: di beri pemahaman akan arti pelayanan
• Egois
• Tidak
kreatif
• Malas,
tidur terus
• Gengsi
• Tidak
mengerti pelayanan holistik
• Solusi:
mempelajari pelayanan holistik dan melakukannya.
• Keterbatasan
pribadi (pendidikan, pengalaman, egois,
kurang menyatu dengan jemaat)
• Solusi:
pembinaan bagi hamba Tuhan tentang pelayanan holistik
• Peraturan
gereja yang permanen. Solusi: berani memberi inovasi baru
• Kurangnya
pemahaman jemaat terhadap pentingnya pelayanan holistik
• Solusi:
pembinaan warga gereja.
• Dana
kurang
• Pengalaman
kurang
• Malas
bergerak/bekerja
• Hamba
Tuhan kurang berinteraksi dengan jemaat
STRATEGI PELAYANAN HOLISTIK
Pola pelayanan kita adalah pola pelayanan Kristus. Sebab
itu, pertanyaan yang amat penting adalah: bagaimana pola pelayanan Kristus itu?
Ini harus jelas, oleh karena inilah pola yang harus kita teladani dalam seluruh
pelayanan kita.
(a) Pelayanan Kristus ditentukan
oleh titik - acu yang amat fundamental: ketaatan
yang sepenuh-penuhnya kepada Allah dan kasih yang sepenuh-penuhnya kepada
sesama manusia. Ini adalah batu uji yang amat penting bagi keabsahan
pelayanan Kristiani kita, untuk menghindarkan kita dari kecenderungan melayani
diri sendiri ('self-service' sudah semakin populer, bukan?) Orientasi pelayanan
Kristiani adalah kehendak Allah dan kebutuhan mereka yang kita layani. Bukan
kepentingan kita!
(b) Pelayanan Kristus diwujudkan
dalam bentuk identifikasi dan solidaritas. (
Yoh 1:12;
Flp 2:7). Tidak berdiri lebih tinggi
(=filantropis) tetapi juga tidak duduk lebih rendah dari yang dilayani,
melainkan menempatkan diri sepenuhnya pada tempat mereka yang dilayani.
Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh
mereka yang kita layani. Oleh karena itu
pelayanan Kristiani harus disertai dengan respek, simpati, dan
empati yang dalam.
(c) Pelayanan Kristus adalah pelayanan yang holistik, artinya pelayanan yang utuh dan
menyeluruh. Oleh karena itu pelayanan Kristiani adalah mewujudnyatakan Injil yang utuh bagi
manusia yang utuh. Holistik artinya melihat kebutuhan manusia baik
kebutuhan-kebutuhan individualnya maupun sosialnya, kebutuhan-kebutuhan fisik,
psikis maupun kebutuhan spiritualnya, kebutuhan-kebutuhan sekarang di bumi ini
maupun nanti setelah mati, dan sebagainya. Tidak
ada yang lain yang lebih merugikan pelaksanaan misi Kristiani kita, daripada
dualisme yang memisahkan tubuh dari roh, ilmu dari agama, dan yang natural dari
yang supernatural. Dualisme seperti ini, tanpa kita sadari, sebenarnya
kita warisi dari modernisme Barat, yang bukan saja tidak alkitabiah tetapi juga
tidak cocok dengan 'Weltanschauung' (wawasan atau konsep pandang dunia) kita
sebagai orang Timur (baca: Indonesia) yang lebih inklusif dan integralistik. Pada satu pihak, dualisme itu telah
membuat kita secara sempit mengidentikkan misi Kristiani dengan penginjilan
(dalam arti sempit pula yang hanya mencari jiwa-jiwa yang terhilang dan
berusaha menyelamatkan dari kebinasaan kekal), dan dengan demikian
menyerahkan pelayanan sepenuhnya kepada badan-badan sekuler dan duniawi. Tentu saja pandangan seperti ini ada
benarnya. Injil memang adalah mengenai sorga. Namun ini saja, hanya akan
mengajak orang untuk mengikuti Yesus yang jauh, Yesus yang teologis dan
abstrak, Yesus yang tidak berjalan di jalan-jalan kehidupan manusia yang nyata,
Yesus yang tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan dan kebutuhan-kebutuhan hidup
manusia yang nyata. Yesus
yang terasing dan tidak mempunyai makna bagi manusia di tengah konteks
kehidupan mereka yang nyata. Pada pihak lain, dualisme yang sama membuat sebagian orang Kristen yang lain hanya
memusatkan perhatian kepada kebutuhan manusiawi, memberitakan Injil yang
menjanjikan makanan, kesehatan, keadilan, pendek kata hidup yang lebih baik di
bumi ini. Ini pun tidak salah seluruhnya. Sebab Kristus tidak hanya
mati untuk dosa-dosa kita, tetapi juga untuk memperkenalkan datangnya Kerajaan
Allah di bumi ini. Yesus adalah Yesus yang berjalan bersama-sama dengan
orang-orang biasa, menyembuhkan penyakit mereka, memberi mereka makan, memberitakan
keadilan dan kabar baik bagi orang miskin. Benar! Namun bagi saya, ini pun
hanya separuh Injil. Misi kita tidak mempunyai artinya bila hanya memperbaiki
kehidupan mereka yang sehari-hari, namun tidak menunjukkan kepada mereka jalan
kepada kehidupan yang sejati dan pribadi.
Bagaimana sebenarnya hubungan
antara keduanya? Ada dua pandangan yang harus tolak:
(a) pandangan yang sama sekali
memisahkan antara keduanya. Misalnya: kesaksian diartikan sebagai penginjilan
yang bersifat verbal semata-mata, yang tidak perlu diwujudkan dalam tindakan
pelayanan yang nyata. Atau sebaliknya, pelayanan yang diartikan sebagai
altruisme semata-mata, yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan tugas
kesaksian kita.
(b) pandangan yang
mencampuradukkan keduanya. Misalnya: pelayanan hanya dilihat dan dilaksanakan
sebagai 'alat' kesaksian, atau konkretnya sebagai 'pancingan' untuk
mengkristenkan orang. Bagi saya bukan 'pelayanan'. Ia tidak tulus, tidak jujur,
tidak etis, dan tidak Kristiani. Bukan saja pelayanan yang buruk, tetapi juga
kesaksian yang buruk tentang kekristenan kita. Pandangan saya: kita harus
membedakan keduanya, tapi tidak boleh memisahkannya. Pelayanan Kristiani bukan
'alat' kesaksian. Pelayanan, adalah wujud dari kesaksian Kristiani kita! Kita melayani, dan dengan itu kita
bersaksi. Kita bersaksi, dan oleh karena itu kita melayani.
Bagaimana juka dikaitkan dengan
kondisi bangsa kita saat ini?
Di situlah kita berada sekarang
ini. Tidak ada yang dapat memastikan ke mana perubahan-perubahan itu pada
akhirnya akan membawa kita. Pertanyaan
kita: bagaimana dalam rangka ketaatan kita kepada Allah, kita dapat menyatakan
kasih Kristus seefektif-efektifnya sebagai wujud pelayanan dan kesaksian kita? Tentukan
lebih dahulu apa sasaran kita yang utama. Apakah cukup asal sekuritas
kepentingan kita sebagai kelompok terjamin? tentu, tidak! Ini adalah egoisme
kelompok yang bertentangan dengan semangat dan roh pelayanan Kristiani. Sasaran
kita, menurut keyakinan saya adalah bagaimana melalui peran-peran kita yang
semaksimal-maksimalnya, kita ikut serta menentukan arah kehidupan bangsa ini. Peran serta itu kita perjuangkan melalui
upaya yang sekeras-kerasnya untuk menjadi berkat yang sebesar-besarnya bagi
sebanyak mungkin orang, bagi kesejahteraan seluruh bangsa.
·
Perteguh komitmen iman Kristiani kita. Ini akan
merupakan kunci paling utama! Komitmen, sekali lagi komitmen!
·
Upayakan agar umat kita menyadari sepenuhnya di
dalam situasi apa kita berada sekarang ini, dan apa kemungkinan-kemungkinan
akibatnya!
·
Perteguh persekutuan oikoumenis dan
konsolidasikan kekuatan kita! Hanya dengan ini kita mampu bersaing !
·
Perkokoh kesadaran dan wawasan kebangsaan kita!
Hanya dengan ini kita mampu berperan!
·
Tingkatkan 'daya saing' dengan memanfaatkan
semaksimal-maksimalnya 'nilai lebih' kita! Persiapkan kader-kader Kristen yang
tangguh!
·
Nyatakan keberpihakan kita kepada rakyat kecil
dan komitmen kita mengatasi kesenjangan sosial ekonomi!
·
Bangun jembatan-jembatan, jangan tembok-tembok!
Usahakan ini mulai dari setiap warga kita di lingkungan masing-masing. Seberapa
mungkin bina kerjasama dengan semua pihak yang seperjuangan dengan kita.
9. Bagaimana aplikasinya?
·
Pembinaan SDM yang mempunyai komitmen iman,
patriotisme, dan solidaritas sosial yang tinggi.
·
Bangun daerah-daerah 'Kristen' yang terbelakang
melalui kerjasama oikoumenis.
·
Kembangkan proyek-proyek kerjasama untuk rakyat
kecil.
10. Catatan: setiap lembaga hendaknya jangan berambisi untuk, melakukan
segala sesuatu sendiri. Bangun
"net-working system" yang efektif. Dalam kerangka sistem
jejaring itu, masing-masing menentukan satu dua wilayah konsentrasi. Yang kedua
yang penting juga adalah melaksanakan fungsi kita sebagai 'enabler': memampukan semakin banyak orang untuk
melanjutkan dan mengembangkan apa yang kita lakukan. Apakah itu berarti
kita tidak perlu memberitakan Injil? Sama sekali tidak! Pemberitaan Injil harus tetap dan terus kita laksanakan, di dalam
konteks situasi yang bagaimana pun! Bila saya tidak terlalu
menyentuhnya di sini, itu semata-mata adalah karena yang kita bicarakan di sini
adalah strategi pelayanan, dan bukan tentang strategi Pi. Mengenai PI ini, yang
ingin saya katakan adalah: beritakanlah
Injil yang utuh bagi manusia yang utuh! Lakukanlah itu dengan tulus hati, dengan empati, dengan respek,
dengan penuh kerendahan hati. Tanpa kepalsuan, tanpa paksaan, tanpa tipu daya!
Ikutlah teladan Kristus: tidak dengan 'love to power' tetapi dengan 'power to
love.