Pelecehan Seksual
Salah satu bentuk pelecehan paling menghancurkan yang dilakukan pada
anak-anak adalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah: setiap
tindakan seksual (secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi) yang
dipaksakan atas seorang anak di bawah umur delapan belas tahun. Sudah
terlalu lama kebudayaan kita mendefinisikan pelecehan dalam arti
hubungan kelamin saja. Pelecehan seksual dapat meliputi setiap
tindakan kekerasan seksual—dari persetubuhan sampai penyimpangan seks
voyeurism (dilirik secara seksual). Anak-anak tidak pernah didisain
oleh Tuhan untuk memiliki energi seks dalam bentuk apapun dalam jiwa
(dan tubuh) mereka. Kekerasan seksual ini, entah datangnya dari
orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua (secara eksplisit
atau halus), dapat meninggalkan berbagai macam bentuk atau intensitas
kehancuran yang berbeda. Ini dapat dilihat dari bagaimana perasaan
seorang anak terhadap tubuhnya, rasa dilindungi, kemampuan untuk
percaya, dan keamanan dirinya.
Banyak orang dewasa yang mengalami pelecehan seks sebagai remaja
merasa bersalah dan bertanggung jawab secara pribadi, terutama jika
timbul perasaan nikmat dalam diri mereka. Yang lebih menghancurkan
adalah kebenaran yang menyedihkan bahwa keinginan yang wajar akan
kasih, kepedulian dan perhatian dipenuhi secara tidak wajar oleh
pelaku pelecehan itu. Setiap orang dewasa bertanggung jawab atas
energi seks mereka dan bertanggung jawab untuk tidak menyalahgunakan
kekuatan mereka dengan melampaui batasan-batasannya. Hal ini benar,
tidak peduli usia anak itu berapa, atau bagaimana mereka bersikap
terhadap orang dewasa, atau apa yang menjadi kebutuhan emosi anak itu.
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang terjadi karena persoalan
seksualitas. Ibarat awan dan hujan, demikianlah hubungan antar seks
dan kekerasan. Di mana terdapat seks maka kekerasan hampir selalu
dilahirkan. Termasuk dalam kekerasan seksual adalah perkosaan,
pelecehan seksual (penghinaan dan perendahan terhadap lawan jenis),
penjualan anak perempuan untuk prostitusi, dan kekerasan oleh
pasangan.
Perkosaan. Perkosaan adalah jenis kekerasan yang paling mendapat
sorotan. Diperkirakan 22% perempuan dan 2% laki-laki pernah menjadi
korban perkosaan. Untuk di Amerika saja, setiap 2 menit terjadi satu
orang diperkosa. Hanya 1 dari 6 perkosaan yang dilaporkan ke polisi.
Sebagian besar perkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban
alias orang dekat korban.
Kekerasan seksual terhadap anak-anak. Suatu tinjauan baru-baru ini
terhadap 17 studi dari seluruh dunia menunjukkan bahwa di manapun,
sekitar 11% sampai dengan 32% perempuan dilaporkan mendapat perlakuan
atau mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-kanaknya. Umumnya
pelaku kekerasan adalah anggota keluarga, orang-orang yang memiliki
hubungan dekat, atau teman. Mereka yang menjadi pelaku kekerasan
seksual terhadap anak biasanya adalah korban kekerasan seksual pada
masa kanak-kanak.
Kekerasan seksual terhadap pasangan. Kekerasan ini mencakup segala
jenis kekerasan seksual yang dilakukan seseorang terhadap pasangan
seksualnya. Sebesar 95% korban kekerasan adalah perempuan. Temuan
penelitian yang dilakukan Rifka Annisa bersama UGM, UMEA University,
dan Women's Health Exchange USA di Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia,
pada tahun 2000 menunjukkan bahwa 22% perempuan mengalami kekerasan
seksual. Sejumlah 1 dari 5 perempuan (19%) melaporkan bahwa biasanya
mereka dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan mereka
selama dipukuli. Termasuk kekerasan seksual adalah kekerasan yang
dilakukan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, semata-mata
karena sang korban adalah perempuan. Istilah untuk ini adalah
kekerasan berbasis gender. Berikut adalah kekerasan berbasis gender:
• Kekerasan fisik : Menampar, memukul, menendang, mendorong, mencambuk, dll.
• Kekerasan emosional/ verbal: Mengkritik, membuat pasangan merasa
bersalah, membuat permainan pikiran, memaki, menghina, dll.
• Ketergantungan finansial: Mencegah pasangan untuk mendapat
pekerjaan, membuat pasangan dipecat, membuat pasangan meminta uang,
dll
• Isolasi sosial: Mengontrol pasangan dengan siapa boleh bertemu dan
di mana bisa bertemu, membatasi gerak pasangan dalam pergaulan, dll
• Kekerasan seksual: Memaksa seks, berselingkuh, sadomasokisme, dll.
• Pengabaian/penolakan: Mengatakan kekerasan tidak pernah terjadi,
menyalahkan pasangan bila kekerasan terjadi, dll.
• Koersi, ancaman, intimidasi: Membuat pasangan khawatir, memecahkan
benda-benda, mengancam akan meninggalkan, dll
Kekerasan pada Anak
Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa
atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya
terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung
jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat
atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk
penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang
anak.
Jika kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga dilakukan oleh orang
tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga.
Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan
kekerasan rumah tangga adalah memberikan penderitaan baik secara
fisik maupun mental di luar batas-batas tertentu terhadap orang lain
yang berada di dalam satu rumah; seperti terhadap pasangan hidup,
anak, atau orang tua dan tindak kekerasan tersebut dilakukan di dalam
rumah.
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar.
Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak.
Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab
dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan
kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya.
Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang
berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Sudah barang tentu dalam proses belajar ini, anak cenderung melakukan
kesalahan. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih
mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat,
patut atau tidak patut. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak
yang salah ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang
melanggar perlu dikontrol dan dihukum. bagi orangtua tindakan yang
dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontrol dan dihukum.
Wikipedia Indonesia (2006) memberikan pengertian bahwa kekerasan
merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan,
pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain. Istilah kekerasan juga
berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang
merusak.
Kekerasan terjadi ketika seseorang menggunakan kekuatan, kekuasaan,
dan posisi nya untuk menyakiti orang lain dengan sengaja, bukan karena
kebetulan (Andez, 2006). Kekerasan juga meliputi ancaman, dan tindakan
yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka yang diakibatkan bisa
berupa luka fisik, perasaan, pikiran, yang merugikan kesehatan dan
mental.kekerasan anak Menurut Andez (2006) kekerasan pada anak adalah
segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan
seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk,
Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli
anak. Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap
anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas
anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang
seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan
guru.
Sedangkan Nadia (2004) mengartikan kekerasan terhadap anak sebagai
bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik
adalah tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala
bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan
psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Alva
menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh
orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi
anaknya untuk tumbuh dan berkembang.
Lebih lanjut Hoesin (2006) melihat kekerasan terhadap anak sebagai
bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak. dan dibanyak negara
dikategorikan sebagai kejahatan sehingga mencegahnya dapat dilakukan
oleh para petugas penegak hukum. Sedangkan Patilima (2003) menganggap
kekerasan merupakan perlakuan yang salah orang tua. Patilima
mendefinisikan perlakuan salah pada anak adalah segala perlakuan
terhadap anak yang akibat-akibat kekerasan mengancam kesejahteraan dan
tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial, maupun
mental
Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalh kekerasan yang
dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri.
Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan
(istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru
sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga
itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan
darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan
anak bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya
kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan
struktur budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal
perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa
aman terhadap korban serta menindak pelakunya.
• Kekerasan Fisik Berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang;
memukul, menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan
semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
1. Cedera berat
2. Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
3. Pingsan
4. Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan
atau yang menimbulkan bahaya mati
5. Kehilangan salah satu panca indera.
6. Mendapat cacat.
7. Menderita sakit lumpuh.
8. Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
9. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
10. Kematian korban.
• Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan
perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
1. Cedera ringan
2. Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
3. Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam
jenis kekerasan berat.
Kekerasan Psikis
• Kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan
yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau
ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya
bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau
beberapa hal berikut:
1. Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau
disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau
menahun.
2. Gangguan stres pasca trauma.
3. Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta
tanpa indikasi medis)
4. Depresi berat atau destruksi diri
5. Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti
skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
6. Bunuh diri
• Kekerasan Psikis Ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan
yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik,
seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan
penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di
bawah ini:
1. Ketakutan dan perasaan terteror
2. Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak
3. Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
4. Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan
pencernaan tanpa indikasi medis)
5. Fobia atau depresi temporer
Kekerasan Seksual
• Kekerasan seksual berat, berupa:
1. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain
yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa
dikendalikan.
2. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
3. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan
dan atau menyakitkan.
4. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran
dan atau tujuan tertentu.
5. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan
alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
• Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal
seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan
atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun
perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak
dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
• Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke
dalam jenis kekerasan seksual berat.
Kekerasan Ekonomi
• Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
• Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau
tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Perselingkuhan
Lafal selingkuh berasal dari Bahasa Jawa yang artinya perbuatan tidak jujur,
sembunyi-sembunyi, atau menyembunyikan sesuatu yang bukan haknya.
Dalam makna itu ada pula kandungan makna perbuatan serong. Meskipun
demikian lafal selingkuh di Indonesia muncul secara nasional dalam
bahasa Indonesia dengan makna khusus "hubungan gelap"atau tingkah
serong orang yang sudah bersuami atau beristri dengan pasangan lain.
Ada 3 kategori selingkuh, Selingkuh Fisik, Hati, serta selingkuh fisik
dan hati, (Anda selingkuh yang mana nih..).
♥ Selingkuh fisik mungkin dilakukan hanya secara iseng,di lakukan
tanpa komitmen, misalnya jajan, melakuan kontak fisik suka sama suka.
♥ Selingkuh Hati, selingkuh ini yang indah, hanya merasakan tanpa
bertemu fisik tapi masing-masing merasakan getaran cinta.Ada komitmen
tapi tidak di ungkapkan, misal: sms, chat, phone.
♥ Selingkuh fisik dah hati,...ini selingkuh yang paling fatal.
Selingkuh fisik dah hati biasanya ada komitmen di antara pelaku
selingkuh.
Selingkuh tidak hanya dikarenakan Hubungan dengan pasangan resmi tidak
harmonis, atau tidak terpuaskan, dari pasangan yang harmonis pun
selingkuh bisa terjadi. Dan atau memang Rasa Cinta yang tak
tertahankan.
Selingkuh hati bisa menjadikan kita bertambah mesra dengan pasangan
resmi walau hanya secara fisik, mungkin karena menebus rasa bersalah.
MACAM - MACAM MASALAH SOSIAL YANG ADA di INDONESIA :
1. Masalah Sosial Kemiskinan :
Tulisan ini mencoba untuk memberikan penjelasan tentang latar belakang
terjadinya kemisikinan di Indonesia secara umum dan kota Jakarta
secara khususnya, dan upaya untuk mengatasi kemiskinan di perkotaan
sekaligus pula untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman
masyarakat miskin.
Pendekatan konvensional yang paling popular dilakukan oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah adalah menggusur pemukiman kumuh dan
kemudian diganti oleh kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih
bermartabat. Cara seperti ini yang sering disebut pula sebagai
peremajaan kota bukanlah cara yang berkelanjutan untuk menghilangkan
kemiskinan dari perkotaan.
Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti
dihilangkan tetapi tidak dengan menggusur masyarakat yang telah
bermukim lama di lokasi tersebut. Menggusur secara paksa adalah hanya
sekedar memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke lokasi baru dan
kemiskinan tidak akan pernah berkurang. Bagi orang yang tergusur
malahan penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka
karena mereka mesti beradaptasi dengan lokasi pemukimannya yang baru
dan penggusuran secara paksa bahkan sampai dengan adanya unsure
anarkisme itu adalah melanggar hak asasi manusia yang paling hakiki
dan harus dihormati bersama.
Di Amerika Serikat, pendekatan peremajaan kota sering digunakan pada
tahun 1950 dan 1960-an.2Pada saat itu pemukiman-pemukiman masyarakat
miskin di pusat kota digusur dan diganti dengan kegiatan perkotaan
lainnya yang dianggap lebih baik. Peremajaan kota ini menciptakan
kondisi fisik perkotaan yang lebih baik tetapi sarat dengan masalah
sosial. Kemiskinan hanya berpindah saja dan masyarakat miskin yang
tergusur semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan karena akses
mereka terhadap pekerjaan semakin sulit.
Peremajaan kota yang dilakukan pada saat itu sering kali disesali oleh
para ahli perkotaan saat ini karena menyebabkan timbulnya masalah
sosial seperti kemiskinan perkotaan yang semakin akut, gelandangan dan
kriminalitas. Menyadari kesalahan yang dilakukan masa lalu, pada awal
tahun 1990-an kota-kota di Amerika Serikat lebih banyak melibatkan
masyarakat miskin dalam pembangunan perkotaannya dan tidak lagi
menggusur mereka untuk menghilangkan kemiskinan di perkotaan.
Kalau diIndonesia, paling sedikit kami menemukan dua masyarakat miskin
di Jakarta yang melakukan aktivitas hijau untuk meningkatkan kualitas
lingkungan sembari menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
miskin. Seperti dapat ditemui di Indonesia's Urban Studies, masyarakat
di Penjaringan, Jakarta Utara dan masyarakat kampung Toplang di
Jakarta Barat mereka mengelola sampah untuk dijadikan kompos dan
memilah sampah nonorganik untuk dijual.
Aktivitas hijau di Penjaringan, Jakarta Utara dilakukan melalui
program Lingkungan Sehat Masyarakat Mandiri yang diprakarsai oleh
Mercy Corps Indonesia. Masyarakat miskin di Penjaringan terlibat aktif
tanpa terlalu banyak intervensi dari Mercy Corps Indonesia. Program
berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan kualitas lingkungan kumuh
di Penjaringan. Masyarakat di Penjaringan sangat antusias untuk
melakukan kegiatan ini dan mereka yakin untu mampu mendaurlang sampah
di lingkungannya dan menjadikannya sebagai lapangan pekerjaan yang
juga akan berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan di
lingkungannya.
Cara untuk mengatasi kemiskinan dan rendahnya kualitas lingkungan
permukiman masyarakat miskin adalah tidak dengan menggusurnya.
Penggusuran hanyalah menciptakan masalah sosial perkotaan yang semakin
akut dan pelik. Penggusuran atau sering diistilahkan sebagai
peremajaan kota adalah cara yang tidak berkelanjutan dalam mengatasi
kemiskinan.
Aktivitas hijau3seperti yang dilakukan oleh masyarakat Penjaringan dan
Kampung Toplang merupakan bukti kuat bahwa masyarakat miskin mampu
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan juga mengentaskan
kemiskinan. Masyarakat miskin adalah salah satu komponen dalam
komunitas perkotaan yang mesti diberdayakan dan bukannya untuk
digusur. Solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi kemiskinan dan
pemukiman kumuh di perkotaan adalah pemberdayaan masyarakat miskin dan
bukanlah penggusuran.
Lain lagi kemiskinan yang terjadi di masyarakat Flores, bagi
masyarakat Flores kemiskinan merupakan sebuah fakta. Ini muncul dalam
berbagai aspek dan bentuk kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah
persoalan yang pelik dan serius. Menyoal kemiskinan, lantas
membedahnya dan menemukan solusi pengentasannya bagai mengurai benang
kusut yang sangat rumit untuk diselesaikan.
Secara alamiah daerah Flores termasuk daerah yang gersang dan tandus.
Hal ini tidak dapat dipungkiri karena fakta membuktikan curah hujan
yang rendah dan musim panas yang panjang. Problem alamiah ini
diperparah dengan keadaan geografis Flores yang tergolong rentan akan
bencana alam. Berangkat dari latar belakang ini, sebetulnya keadaan
sosial-ekonomi masyarakat Flores sudah bisa diukur. Hampir sebagian
besar masyarakat Flores bertani secara musiman, dan amat tergantung
pada hasil pertanian jangka panjang. Sementara yang menetap di pesisir
pantai menggantungkan hidupnya pada hasil tangkapan laut. Dari sini
dapat diukur kemampuan ekonomi rata-ratanya, bahwa pendapatan
perkapita sangat rendah dan masih terbilang berada di bawah garis
kemiskinan.
Mempersoalkan kemiskinan Flores dari latar belakang geografis dan juga
topografis masih terbilang wajar, dan itu tidak terelakkan. Lantas,
untuk mengelak dari keadaan yang demikian, separuh kaum muda baik
laki-laki maupun perempuan.
2. Masalah Sosial Pengangguran :
Pengangguran dan Pengertiannya
Dalam indikator ekonomi makro ada tiga hal terutama yang menjadi pokok
permasalahan ekonomi makro. Pertama adalah masalah pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif
dan bukannya negatif. Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi adalah indikator
pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan
juga berkaitan dengan kemampuan daya beli. Inflasi mencerminkan stabilitas
harga, semakin rendah nilai suatu inflasi berarti semakin besar adanya
kecenderungan ke arah stabilitas harga. Namun masalah inflasi tidak
hanya berkaitan dengan melonjaknya harga suatu barang dan jasa.
Inflasi juga sangat berkaitan dengan purchasing power atau daya beli
dari masyarakat. Sedangkan daya beli masyarakat sangat bergantung
kepada upah riil. Inflasi sebenarnya tidak terlalu bermasalah jika
kenaikan harga dibarengi dengan kenaikan upah riil. Masalah ketiga
adalah pengangguran. Memang masalah pengangguran telah menjadi momok
yang begitu menakutkan khususnya di negara-negara berkembang seperti
di Indonesia. Negara berkembang seringkali dihadapkan dengan besarnya
angka pengangguran karena sempitnya lapangan pekerjaan dan besarnya
jumlah penduduk. Sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan karena
faktor kelangkaan modal untuk berinvestasi. Masalah pengangguran itu
sendiri tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang namun juga
dialami oleh negara-negara maju. Namun masalah pengangguran di
negara-negara maju jauh lebih mudah terselesaikan daripada di
negara-negara berkembang karena hanya berkaitan dengan pasang surutnya
business cycle dan bukannya karena faktor kelangkaan investasi,
masalah ledakan penduduk, ataupun masalah sosial politik di negara
tersebut. Melalui artikel inilah
saya mencoba untuk mengangkat masalah pengangguran dengan segala
dampaknya di Indonesia yang menurut pengamatan saya sudah semakin
memprihatinkan terutama ketika negara kita terkena imbas dari krisis
ekonomi sejak tahun 1997 . Apa itu pengangguran? Pengangguran adalah
suatu kondisi di mana orang tidak dapat bekerja, karena tidak
tersedianya lapangan pekerjaan. Ada berbagai macam tipe pengangguran,
misalnya pengangguran teknologis, pengangguran friksional dan
pengangguran struktural. Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan
penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai
permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama
rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi
manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di
negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya,
termasuk sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara-negara
maju, pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara
berkembang relatif lebih rendah daripada yang dilakukan di
negara-negara maju karena buruknya efisiensi dan efektivitas dari
penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya
manusia adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat
pengangguran terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak.
Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang yang
sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan
lapangan pekerjaan sama sekali. Berdasarkan data dari Depnaker pada
tahun 1997 jumlah pengangguran terbuka saja sudah mencapai sekitar 10%
dari sekitar 90 juta angkatan kerja yang ada di Indonesia, dan jumlah
inipun belum mencakup
pengangguran terselubung. Jika persentase pengangguran total dengan
melibatkan jumlah pengangguran terselubung dan terbuka hendak dilihat
angkanya, maka angkanya sudah mencapai 40% dari 90 juta angkatan kerja
yang berarti jumlah penganggur mencapai sekitar 36 juta orang. Adapun
pengangguran terselubung adalah orang-orang yang menganggur karena
bekerja di bawah kapasitas optimalnya. Para penganggur terselubung ini
adalah orang-orang yang bekerja di bawah 35 jam dalam satu minggunya.
Jika kita berasumsi bahwa krisis ekonomi hingga saat ini belum juga
bisa terselesaikan maka angka-angka tadi dipastikan akan lebih
melonjak. Ledakan Pengangguran Akibat krisis finansial yang
memporak-porandakan perkonomian nasional, banyak para pengusaha yang
bangkrut karena dililit hutang bank atau hutang ke rekan bisnis.
Begitu banyak pekerja atau buruh pabrik yang terpaksa di-PHK oleh
perusahaan di mana tempat ia bekerja dalam rangka pengurangan besarnya
cost yang dipakai untuk membayar gaji para pekerjanya. Hal inilah yang
menjadi salah satu pemicu terjadinya ledakan pengangguran yakni
pelonjakan angka pengangguran dalam waktu yang relatif singkat. Awal
ledakan pengangguran sebenarnya bisa diketahui sejak sekitar tahun
1997 akhir atau 1998 awal. Ketika terjadi krisis moneter yang hebat
melanda Asia khususnya Asia Tenggara mendorong terciptanya likuiditas
ketat sebagai reaksi terhadap gejolak moneter. Di Indonesia, kebijakan
likuidasi atas 16 bank akhir November 1997 saja sudah bisa membuat
sekitar 8000 karyawannya menganggur. Dan dalam selang waktu yang tidak
relatif lama, 7.196 pekerja dari 10 perusahaan sudah di PHK dari
pabrik-pabrik mereka di Jawa Barat, Jakarta, Yogyakarta, dan Sumatera
Selatan berdasarkan data pada akhir Desember 1997. Ledakan
pengangguranpun berlanjut di tahun 1998, di mana sekitar 1,4 juta
pengangguran terbuka baru akan terjadi. Dengan perekonomian yang hanya
tumbuh sekitar 3,5 sampai 4%, maka tenaga kerja yang bisa diserap
sekitar 1,3 juta orang dari tambahan angkatan kerja sekitar 2,7 juta
orang. Sisanya menjadi tambahan pengangguran terbuka tadi. Total
pengangguran jadinya akan melampaui 10 juta orang. Berdasarkan
pengalaman, jika kita mengacu pada data-data pada tahun 1996 maka
pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5 sampai 4% belumlah memadai, seharusnya
pertumbuhan ekonomi yang ideal bagi negara berkembang macam Indonesia
adalah di atas 6%. Berdasarkan data sepanjang di tahun 1996,
perekonomian hanya mampu menyerap 85,7 juta orang dari jumlah angkatan
kerja 90,1 juta orang. Tahun 1996 perekonomian mampu menyerap jumlah
tenaga kerja dalam jumlah relatif besar karena ekonomi nasional tumbuh
hingga 7,98 persen. Tahun 1997 dan 1998, pertumbuhan ekonomi dapat
dipastikan tidak secerah tahun 1996. Pada tahun 1998 krisis ekonomi
bertambah parah karena banyak wilayah Indonesia yang diterpa musim
kering, inflasi yang terjadi di banyak daerah, krisis moneter di dalam
negeri maupun di negara-negara mitra dagang seperti sesama ASEAN,
Korsel dan Jepang akan sangat berpengaruh. Jika kita masih berpatokan
dengan asumsi keadaan di atas, maka ledakan pengangguran diperkirakan
akan berlangsung terus sepanjang tahun-tahun ke depan. Memang ketika
kita menginjak tahun 2000, jumlah pengangguran di tahun 2000 ini sudah
menurun dibanding tahun 1999. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi tahun
2000 yang meningkat menjadi 4,8 persen. Pengangguran tahun 1999 yang
semula 6,01 juga turun menjadi 5,87 juta orang. Sedang setengah
pengangguran atau pengangguran terselubung juga menurun dari 31,7 juta
menjadi 30,1 juta orang pada tahun 2000. Jumlah pengangguran saat ini
mencapat sekitar 35,97 juta orang, namun pemerintah masih memfokuskan
penanggulangan pengangguran ini pada 16,48 juta orang. Jumlah
pengangguran saat ini yaitu pada tahu 2001 mencapai 35,97 juta orang
yang diperkirakan bisa bertambah bila pemulihan ekonomi tidak segera
berjalan dengan baik. Karena hal inilah maka pemerintah perlu berusaha
semaksimal mungkin untuk mencari investor asing guna menanamkan
modalnya di sini sehingga lapangan pekerjaan baru dapat tercipta untuk
dapat menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan
maka pada saat ini perekonomian negara kita memerlukan pertumbuhan
ekonomi minimal 6 persen, meski idealnya diatas 6 persen, sehingga
bisa menampung paling tidak 2,4 juta angkatan kerja baru. Sebab dari
satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap sektiar 400 ribu
angkatan kerja. Ini juga ditambah dengan peluang kerja di luar negeri
yang rata-rata bisa menampung 500 ribu angkatan kerja setiap tahunnya.
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat maka mau tidak mau negara
kita terpaksa harus menarik investasi asing karena sangatlah sulit
untuk mengharapkan banyak dari investasi dalam negeri mengingat justru
di dalam negeri para pengusaha besar banyak yang berhutang ke luar
negeri. Hal ini bertambah parah karena hutang para pengusaha (sektor
swasta) dan pemerintah dalam bentuk dolar. Sementara pada saat ini
nilai tukar rupiah begitu rendah (undervalue) terhadap dolar. Namun
menarik para investor asingpun bukan merupakan pekerjaan yang mudah
jika kita berkaca pada situasi dan kondisi sekarang ini. Suhu politik
yang semakin memanas, kerawanan sosial, teror bom, faktor desintegrasi
bangsa, dan berbagai masalah lainnya akan membuat para investor asing
enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Karena itulah maka
situasi dan kondisi yang kondusif haruslah diupayakan dan
dipertahankan guna menarik investor asing masuk kemari dan menjaga
agar para investor asing yang sudah menanamkan modalnya asing tidak
lagi menarik modalnya ke luar yang nantinya akan berakibat capital
outflow. Masalah Pengangguran dan Krisis Sosial Jika masalah
pengangguran yang demikian pelik dibiarkan berlarut-larut maka sangat
besar kemungkinannya untuk mendorong suatu krisis sosial. Suatu krisis
sosial ditandai dengan meningkatnya angka kriminalitas, tingginya
angka kenakalan remaja, melonjaknya jumlah anak jalanan atau preman,
dan besarnya kemungkinan untuk terjadi berbagai kekerasan sosial yang
senantiasa menghantui masyarakat kita. Bagi banyak orang, mendapatkan
sebuah pekerjaan seperti mendapatkan harga diri.Kehilangan pekerjaan
bisa dianggap kehilangan harga diri. Walaupun bukan pilihan semua
orang, di zaman serba susah begini pengangguran dapat dianggap sebagai
nasib. Seseorang bisa saja diputus hubungan kerja karena perusahaannya
bangkrut. Padahal di masyarakat, jutaan penganggur juga antri menanti
tenaganya dimanfaatkan. Besarnya jumlah pengangguran di Indonesia
lambat-laun akan menimbulkan banyak masalah sosial yang nantinya akan
menjadi suatu krisis sosial, karena banyak orang yang frustasi
menghadapi nasibnya. Pengangguran yang terjadi tidak saja menimpa para
pencari kerja yang baru lulus sekolah, melainkan juga menimpa orangtua
yang kehilangan pekerjaan karena kantor dan pabriknya tutup. Indikator
masalah sosial bisa dilihat dari begitu banyaknya anak-anak yang mulai
turun ke jalan. Mereka menjadi pengamen, pedagang asongan maupun
pelaku tindak kriminalitas. Mereka adalah generasi yang kehilangan
kesempatan memperoleh pendidikan maupun pembinaan yang baik. Salah
satu faktor yang mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara
kita adalah terlampau banyak tenaga kerja yang diarahkan ke sektor
formal sehingga ketika mereka kehilangan pekerjaan di sektor formal,
mereka kelabakan dan tidak bisa berusaha untuk menciptakan pekerjaan
sendiri di sektor informal. Justru orang-orang yang kurang
berpendidikan bisa melakukan inovasi menciptakan kerja, entah sebagai
joki yang menumpang di mobil atau joki payung kalau hujan. Juga para
pedagang kaki lima dan tukang becak, bahkan orang demo saja dibayar.
Yang menjadi kekhawatiran adalah jika banyak para penganggur yang
mencari jalan keluar dengan mencari nafkah yang tidak halal. Banyak
dari mereka yang menjadi pencopet, penjaja seks, pencuri, preman,
penjual narkoba, dan sebagainya. Bahkan tidak sedikit mereka yang
dibayar untuk berbuat rusuh atau anarkis demi kepentingan politik
salah satu kelompok tertentu yang masih erat hubungannya dengan para
pentolan Orba. Ada juga yang menyertakan diri menjadi anggota laskar
jihad yang dikirim ke
Ambon dengan dalih membela agama. Padahal di sana mereka cuma jadi
perusuh yang doyan menjarah, memperkosa, dan membunuh orang-orang
Maluku yang tidak berdosa. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh
pemerintah jika krisis sosial tidak ingin berlanjut terus. Masalah
Pengangguran dan Pendidikan
Pengangguran intelektual di Indonesia cenderung terus meningkat dan
semakin mendekati titik yang mengkhawatirkan. Diperkirakan angka
pengangguran intelektual yang pada tahun 1995 mencapai 12,36 persen,
pada tahun 1995 diperkirakan akan meningkat menjadi 18,55 persen, dan
pada tahun 2003 meningkat lagi menjadi 24,5 persen. Pengangguran
intelektual ini tidak terlepas dari persoalan dunia pendidikan yang
tidak mampu menghasilkan tenaga kerja berkualitas sesuai tuntutan
pasar kerja sehingga seringkali tenaga kerja terdidik kita kalah
bersaing dengan tenaga kerja asing. Fenomena inilah yang sedang
dihadapi oleh bangsa kita dimana para tenaga kerja yang terdidik
banyak yang menganggur walaupun mereka sebenarnya menyandang gelar.
Meski ada kecenderungan pengangguran terdidik semakin meningkat namun
upaya
tinggi tidak boleh berhenti. Akan tetapi pemerataan pendidikan itu
harus dilakukan tanpa mengabaikan mutu pendidikan itu sendiri. Karena
itu maka salah satu kelemahan dari sistem pendidikan kita adalah
sulitnya memberikan pendidikan yang benar-benar dapat memupuk
profesionalisme seseorang dalam berkarier atau bekerja. Saat ini
pendidikan kita terlalu menekankan pada segi teori dan bukannya
praktek. Pendidikan seringkali disampaikan dalam bentuk yang monoton
sehingga membuat para siswa menjadi bosan. Di negara-negara maju,
pendidikkan dalam wujud praktek lebih diberikan dalam porsi yang lebih
besar. Di sanapun, cara pembelajaran dan pemberian pendidikkan
diberikan dalam wujud yang lebih menarik dan kreatif. Di negara kita,
saat ini ada kecenderungan bahwa para siswa hanya mempunyai kebiasaan
menghafal saja untuk pelajaran-pelajaran yang menyangkut ilmu sosial,
bahasa, dan sejarah atau menerima saja berbagai teori namun sayangnya
para siswa tidak memiliki kemampuan untuk menggali wawasan pandangan
yang lebih luas serta cerdas dalam memahamidan mengkaji suatu masalah.
Sedangkan untuk ilmu pengetahuan alam para siswa cenderung hanya
diberikan latihan soal-soal yang cenderung hanya melatih kecepatan
dalam berpikir untuk menemukan jawaban dan bukannya mempertajam
penalaran atau melatih kreativitas dalam berpikir. Contohnya seperti
seseorang yang pandai dalam mengerjakan soal-soal matematika bukan
karena kecerdikan dalam melakukan analisis terhadap soal atau
kepandaian dalam membuat jalan perhitungan tetapi karena dia memang
sudah hafal tipe soalnya. Seringkali seseorangpun hanya sekedar bisa
mengerjakan soalnya dengan menggunakan rumus tetapi tidak tahu asal
muasal rumus tersebut. Kenyataan inilah yang menyebabkan sumber daya
manusia kita ketinggalan jauh dengan sumber daya manusia yang ada di
negara-negara maju. Kita hanya pandai dalam teori tetapi gagal dalam
praktek dan dalam profesionalisme pekerjaan tersebut. Rendahnya
kualitas tenaga kerja terdidik kita juga adalah karena kita terlampau
melihat pada gelar tanpa secara serius membenahi kualitas dari
kemampuan di bidang yang kita tekuni. Sehingga karena hal inilah maka
para tenaga kerja terdidik sulit bersaing dengan tenaga kerja asing
dalam usaha untuk mencari pekerjaan. Jika kita melihat dari sudut
pandang ekonomi, pengangguran tenaga kerja terdidik cenderung
meningkat pada saat masyarakat mengalami proses modernisasi dan
industrialisasi. Dalam proses perubahan itu terjadi pergeseran tenaga
kerja antarsektor, yaitu dari sektor ekonomi subsistem ke sektor
ekonomi renumeratif. Setelah kembali mapan, pengangguran akan
cenderung rendah kembali. Proses industrialisasi tidak hanya terjadi
pada suatu titik waktu akan tetapi merupakan suatu proses yang
berkelanjutan. Pergeseran ekonomi dalam proses industrialisasi tidak
hanya berlangsung dari pertanian ke industri tetapi juga terus terjadi
dari industri berteknologi rendah ke teknologi, dan selanjutnya menuju
industri yang berbasis informasi dan intelektualitas. Pada tahap ini,
lanjutnya, perubahan itu terus berlangsung dari waktu ke waktu yang
mengakibatkan tenaga kerja harus terus-menerus menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan teknologi. Akibatnya pengangguran merupakan
suatu kondisi normal di negara-negara maju yang teknologinya terus
berubah. Masalah pengangguran terdidik di Indonesia, tuturnya, sudah
mulai mencuat sejak sekitar tahun 1980-an saat Indonesia mulai
memasuki era industri. Pada tahun 1970-an pemerintah melakukan
investasi besar-besaran pada sektor-sektor yang berkaitan dengan
kebutuhan dasar, seperti pertanian dan pendidikan dasar. Memasuki
dasawarsa 1980-an, output pendidikan SD dalam jumlah besar telah
mendorong pertumbuhan besar-besaran pada jenjang pendidikan menengah
dan tinggi. Namun masalah pendidikan menjadi dilematis, di satu sisi
pendidikan dianggap sangat lambat mengubah struktur angkatan kerja
terdidik karena angkatan kerja lulusan pendidikan tinggi baru 3,05
persen dari angkatan kerja nasional. Namun di sisi lain, pendidikan
juga dipersalahkan karena mengeluarkan lulusan pendidikan tinggi yang
terlalu banyak sehingga menjadi penganggur. Salah satu penyebab
pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi adalah karena
kualitas pendidikan tinggi di Indonesia yang masih rendah. Akibatnya
lulusan yang dihasilkanpun kualitasnya rendah sehingga tidak sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pengangguran terdidik dapat
saja dipandang sebagai rendahnya efisiensi eksternal sistem
pendidikan. Namun bila dilihat lebih jauh, dari sisi permintaan tenaga
kerja, pengangguran terdidik dapat dipandang sebagai ketidakmampuan
ekonomi dan pasar kerja dalam menyerap tenaga terdidik yang
munculsecara bersamaan dalam jumlah yang terus berakumulasi. Masalah
Pengangguran dan Inflasi Setelah dalam sepuluh tahun terakhir laju
inflasi nasional mampu dipertahankan di bawah angka sepuluh persen,
namun pada tahun 1997 laju inflasi akhirnya menembus angka dua digit,
yaitu 11,05 persen. Laju inflasi tahun 1997 itu jauh lebih tinggi jika
dibandingkan inflasi 1996 yang 6,47 persen. Hal itu terjadi, di
samping karena kemarau panjang, antara lain juga akibat krisis moneter
yang akhirnya melebar jadi krisis ekonomi. Inflasi bulan Desember 1997
saja tercatat 2,04 persen. Dengan angka inflasi 11,05 persen,
sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki angka
inflasi tertinggi di ASEAN, setidaknya dalam tiga tahun terakhir ini.
Tingginya angka inflasi karena tidak seimbangnya antara permintaan dan
penawaran barang dan jasa. Ini membuktikan tingginya laju inflasi di
negara kita lebih banyak dipengaruhi sektor riil, bukan sektor
moneter. Jika kita mengambil kesimpulan mengenai masalah inflasi di
Indonesia bahwa ternyata laju inflasi tidak semata ditentukan faktor
moneter, tapi juga faktor fisik. Ada empat faktor yang menentukan
tingkat inflasi. Pertama, uang yang beredar baik uang tunai maupun
giro. Kedua, perbandingan antara sektor moneter dan fisik barang yang
tersedia. Ketiga, tingkat suku bunga bank juga ikut mempengaruhi laju
inflasi. Suku bunga di Indonesia termasuk lebih tinggi dibandingkan
negara di kawasan Asia. Keempat, tingkat inflasi ditentukan faktor
fisik prasarana. Melonjaknya inflasipun karena dipicu oleh kebijakan
pemerintah yang menarik subisidi sehingga harga listrik dan BBM
meningkat. Kenaikan BBM ini telah menggenjot tingkat inflasi bulan
Juni 2001 menjadi 1,67 persen.
Dampak ini masih terasa sampai bulan Juli 2001 yang akan memberikan
sumbangan inflasi antara 0,3-1 persen. Efek domino yang ditimbulkan
pun masih menjadi pemicu kenaikan harga lainnya. Diperkirakan inflasi
tahun ini
tembus dua digit. Kebijakan kenaikan harga BBM per 15 Juni 2001,
menjadi pemicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Kenaikan
BBM tersebut cukup memberatkan masyarakat lapisan bawah karena dapat
menimbulkan multiplier effect, mendorong kenaikan harga jenis barang
lainnya yang dalam proses produksi maupun distribusinya menggunakan
BBM. Tingginya angka inflasi selanjutnya akan menurunkan daya beli
masyarakat. Untuk bisa bertahan pada tingkat daya beli seperti
sebelumnya, para pekerja harus mendapatkan gaji paling tidak sebesar
tingkat inflasi. Kalau tidak, rakyat tidak lagi mampu membeli
barang-barang yang diproduksi. Jika barang-barang yang diproduksi
tidak ada yang membeli maka akan banyak perusahaan yang berkurang
keuntungannya. Jika keuntungan perusahaan berkurang maka perusahaan
akan berusaha untuk mereduksi cost sebagai konsekuensi atas
berkurangnya keuntungan perusahaan. Hal inilah yang akan mendorong
perusahaan untuk mengurangi jumlah pekerja/buruhnya dengan mem-PHK
para buruh. Salah satu dari jalan keluar dari krisis ini adalah
menstabilkan rupiah. Membaiknya nilai tukar rupiah tidak hanya
tergantung kepada money suplly dari IMF, tetapi juga investor asing
(global investment society) mengalirkan modalnya masuk ke Indonesia
(capital inflow). Karena hal inilah maka pengendalian laju inflasi
adalah penting dalam rangka mengendalikan pengangguran.
3. Masalah Sosial Pendidikan :
Dari satu siaran press Institut Pertanian Bogor (IPB) , Profesor Maman
Djauhari (dosen Mathematika, Intitut Teknologi Bandung) mengatakan
dalam salah satu konferensi internasional di IPB bahwa dari sekitar
2500 perguruan tinggi di Indonesia hanya ada 8 perguruan tinggi yang
memiliki Jurusan atau Departemen Statistika, kurang dari satu persen.
Mungkinkah ini salah satu penyebab lemahnya penelitian di Indonesia?
Sebenarnya apa sih yang terjadi, dan mengapa sampai jurusan statistika
kurang diminati? Bagaimana dampak kekurangan minat pada bidang
statistik ini dalam kehidupan masyarakat?
Sudah bukan rahasia lagi bahwa pelajaran Statistik adalah momok bagi
mahasiswa. Tidak hanya di Indonesia di Amerika pun sama saja, sehingga
banyak yang menghindar untuk mengambil matakuliah Statistik kalau
memungkinkan.
Ilmu Statistik itu muncul sebenarnya karena kita semua punya
keterbatasan. Keterbatasan dalam arti waktu, biaya, sumber daya
manusia dll. Selain itu kalaupun kita tidak mempunyai keterbatasan dan
bisa melakukan sensus, ada populasi tertentu yang hampir tidak mungkin
kita hitung rata-ratanya. Contohnya, bagaimana kita menghitung
rata-rata usia orang Indonesia secara tepat. Setiap menit ada yang
lahir dan ada yang meninggal, setiap hari ada yang keluar dan ada yang
masuk ke Indonesia, ada pula yang tidak mau dirinya dihitung dst. Jadi
hampir tidak mungkin kita bisa menghitung rata-rata usia orang
Indonesia secara tepat. Disinilah perlunya statistik. Istilah-istilah
seperti sample, survey, standard error misalnya, semuanya
memperlihatkan bagaimana dengan keterbatasan yang ada kita bisa
melakukan inferenceinference yang tepat pula. Bagaimana memilih alat
ini adalah suatu seni. yang mendekati kebenaran. Jadi kalau dilihat
statistik adalah suatu alat yang kalau digunakan untuk situasi yang
tepat akan menghasilkan
Mungkin ada contoh menarik yang sangat popular di sini, sewaktu ada
mahasisiwa yang mau meneliti mengenai kebiasaan minum minuman keras
dari kalangan mahasiswa secara umum. Mahasiswa tersebut lalu
mengambil samplenya di pintu library kampus Community College di malam
hari. Dia mengambil sample setiap orang yang keluar dari library pada
malam itu. Hasilnya bisa di duga akan sangat bias karena sample yang
diambil hanya dari pengunjung Community College Library, tidak
memasukkan mahasiswa dari regular 4 years College. Karena penelitian
dilakukan di malam hari, kemungkinan besar mahasiswanya berusia lebih
tua dari rata-rata mahasiswa regular dan biasanya sudah mempunyai
pekerjaan tetap. Dan yang paling penting secara umum mahasiswa yang ke
library pada malam hari kecil kemungkinannya adalah juga peminum yang
kuat. Jadi bisa diduga kesimpulan dari survey ini sangat bias karena
sample yang diambil tidak representatif.
Kelemahan di bidang penelitian di Indonesia terlihat pada saat
pemerintah ribut masalah penemuan padi yang sekali tanam bisa panen
tiga kali. Biasanya setelah panen sawah dibersihkan, diolah lagi dan
untuk musim tanam berikutnya ditanam bibit yang baru. Dalam hal padi
yang di temukan ini setelah panen, sawah dibiarkan sehingga bibit baru
tumbuh dari bekas panen sebelumnya. Tujuannya agar petani tidak perlu
membeli bibit lagi. Sebelum di lempar ke masyarakat harusnya
pemerintah tahu kalau sifat penelitian seperti itu adalah repeatable,
dalam arti kalau diulang dalam kondisi yang sama akan mengeluarkan
hasil yang sama. Ternyata setelah dipasarkan, ditanam oleh petani
didaerah lain gagal menghasilkan hasil yang sama dengan yang
dijanjikan. Terlihat bahwa pemerintah tidak terlalu perduli dengan
statistik. Jika perduli tentunya sebelum benih dari padi ini dilempar
ke masyarakat, mereka akan melakukan penelitian kembali dengan kondisi
yang berbeda, lokasi yang berbeda dst. Dan apakah akan memberikan
hasil yang sama? Untuk hal ini alangkah baiknya melibatkan orang yang
mengetahui lebih dalam tentang experimental design sehingga design
penelitiannya lebih baik dan hasilnya lebih meyakinkan.
KOMENTAR TERHADAP BUKU MASALAH - MASALAH SOSIAL DI ATAS TADI
Hal-hal yang Tidak di jelaskan adalah :
Kenapa terjadi pelecehan seksual ?
Kalau kepada anak-anak , karena anak –anak tidak di awasi oleh orang tua
Kalau kepada orang dewasa karena pergaulan bebas , pakaian terlalu
minim sehingga
Membuat orang tergoda untuk melakukan pelecehan seksual.
Kekerasan kepada anak :
Seperti apa tindakan orang tua yang sifatnya kekerasan dan seperti
apa tindakan
Orang tua yang sifatnya tidak kekerasan kepada anak.
;
Perselingkuhan terjadi karena rumah tangga tidak harmonis ataupun
terlalu lama
Berjauhan karena tugas pekerjaan.
Masalah kemiskinan karena 2 faktor :
1 kemalasan
2 tidak ada lapangan pekerjaan.
3 apa tindakan pemerinta tehadap orang miskin
Salah satu bentuk pelecehan paling menghancurkan yang dilakukan pada
anak-anak adalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah: setiap
tindakan seksual (secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi) yang
dipaksakan atas seorang anak di bawah umur delapan belas tahun. Sudah
terlalu lama kebudayaan kita mendefinisikan pelecehan dalam arti
hubungan kelamin saja. Pelecehan seksual dapat meliputi setiap
tindakan kekerasan seksual—dari persetubuhan sampai penyimpangan seks
voyeurism (dilirik secara seksual). Anak-anak tidak pernah didisain
oleh Tuhan untuk memiliki energi seks dalam bentuk apapun dalam jiwa
(dan tubuh) mereka. Kekerasan seksual ini, entah datangnya dari
orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua (secara eksplisit
atau halus), dapat meninggalkan berbagai macam bentuk atau intensitas
kehancuran yang berbeda. Ini dapat dilihat dari bagaimana perasaan
seorang anak terhadap tubuhnya, rasa dilindungi, kemampuan untuk
percaya, dan keamanan dirinya.
Banyak orang dewasa yang mengalami pelecehan seks sebagai remaja
merasa bersalah dan bertanggung jawab secara pribadi, terutama jika
timbul perasaan nikmat dalam diri mereka. Yang lebih menghancurkan
adalah kebenaran yang menyedihkan bahwa keinginan yang wajar akan
kasih, kepedulian dan perhatian dipenuhi secara tidak wajar oleh
pelaku pelecehan itu. Setiap orang dewasa bertanggung jawab atas
energi seks mereka dan bertanggung jawab untuk tidak menyalahgunakan
kekuatan mereka dengan melampaui batasan-batasannya. Hal ini benar,
tidak peduli usia anak itu berapa, atau bagaimana mereka bersikap
terhadap orang dewasa, atau apa yang menjadi kebutuhan emosi anak itu.
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang terjadi karena persoalan
seksualitas. Ibarat awan dan hujan, demikianlah hubungan antar seks
dan kekerasan. Di mana terdapat seks maka kekerasan hampir selalu
dilahirkan. Termasuk dalam kekerasan seksual adalah perkosaan,
pelecehan seksual (penghinaan dan perendahan terhadap lawan jenis),
penjualan anak perempuan untuk prostitusi, dan kekerasan oleh
pasangan.
Perkosaan. Perkosaan adalah jenis kekerasan yang paling mendapat
sorotan. Diperkirakan 22% perempuan dan 2% laki-laki pernah menjadi
korban perkosaan. Untuk di Amerika saja, setiap 2 menit terjadi satu
orang diperkosa. Hanya 1 dari 6 perkosaan yang dilaporkan ke polisi.
Sebagian besar perkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban
alias orang dekat korban.
Kekerasan seksual terhadap anak-anak. Suatu tinjauan baru-baru ini
terhadap 17 studi dari seluruh dunia menunjukkan bahwa di manapun,
sekitar 11% sampai dengan 32% perempuan dilaporkan mendapat perlakuan
atau mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-kanaknya. Umumnya
pelaku kekerasan adalah anggota keluarga, orang-orang yang memiliki
hubungan dekat, atau teman. Mereka yang menjadi pelaku kekerasan
seksual terhadap anak biasanya adalah korban kekerasan seksual pada
masa kanak-kanak.
Kekerasan seksual terhadap pasangan. Kekerasan ini mencakup segala
jenis kekerasan seksual yang dilakukan seseorang terhadap pasangan
seksualnya. Sebesar 95% korban kekerasan adalah perempuan. Temuan
penelitian yang dilakukan Rifka Annisa bersama UGM, UMEA University,
dan Women's Health Exchange USA di Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia,
pada tahun 2000 menunjukkan bahwa 22% perempuan mengalami kekerasan
seksual. Sejumlah 1 dari 5 perempuan (19%) melaporkan bahwa biasanya
mereka dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan mereka
selama dipukuli. Termasuk kekerasan seksual adalah kekerasan yang
dilakukan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, semata-mata
karena sang korban adalah perempuan. Istilah untuk ini adalah
kekerasan berbasis gender. Berikut adalah kekerasan berbasis gender:
• Kekerasan fisik : Menampar, memukul, menendang, mendorong, mencambuk, dll.
• Kekerasan emosional/ verbal: Mengkritik, membuat pasangan merasa
bersalah, membuat permainan pikiran, memaki, menghina, dll.
• Ketergantungan finansial: Mencegah pasangan untuk mendapat
pekerjaan, membuat pasangan dipecat, membuat pasangan meminta uang,
dll
• Isolasi sosial: Mengontrol pasangan dengan siapa boleh bertemu dan
di mana bisa bertemu, membatasi gerak pasangan dalam pergaulan, dll
• Kekerasan seksual: Memaksa seks, berselingkuh, sadomasokisme, dll.
• Pengabaian/penolakan: Mengatakan kekerasan tidak pernah terjadi,
menyalahkan pasangan bila kekerasan terjadi, dll.
• Koersi, ancaman, intimidasi: Membuat pasangan khawatir, memecahkan
benda-benda, mengancam akan meninggalkan, dll
Kekerasan pada Anak
Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa
atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya
terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung
jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat
atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk
penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang
anak.
Jika kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga dilakukan oleh orang
tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga.
Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan
kekerasan rumah tangga adalah memberikan penderitaan baik secara
fisik maupun mental di luar batas-batas tertentu terhadap orang lain
yang berada di dalam satu rumah; seperti terhadap pasangan hidup,
anak, atau orang tua dan tindak kekerasan tersebut dilakukan di dalam
rumah.
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar.
Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak.
Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab
dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan
kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya.
Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang
berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Sudah barang tentu dalam proses belajar ini, anak cenderung melakukan
kesalahan. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih
mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat,
patut atau tidak patut. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak
yang salah ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang
melanggar perlu dikontrol dan dihukum. bagi orangtua tindakan yang
dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontrol dan dihukum.
Wikipedia Indonesia (2006) memberikan pengertian bahwa kekerasan
merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan,
pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain. Istilah kekerasan juga
berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang
merusak.
Kekerasan terjadi ketika seseorang menggunakan kekuatan, kekuasaan,
dan posisi nya untuk menyakiti orang lain dengan sengaja, bukan karena
kebetulan (Andez, 2006). Kekerasan juga meliputi ancaman, dan tindakan
yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka yang diakibatkan bisa
berupa luka fisik, perasaan, pikiran, yang merugikan kesehatan dan
mental.kekerasan anak Menurut Andez (2006) kekerasan pada anak adalah
segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan
seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk,
Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli
anak. Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap
anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas
anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang
seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan
guru.
Sedangkan Nadia (2004) mengartikan kekerasan terhadap anak sebagai
bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik
adalah tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala
bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan
psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Alva
menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh
orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi
anaknya untuk tumbuh dan berkembang.
Lebih lanjut Hoesin (2006) melihat kekerasan terhadap anak sebagai
bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak. dan dibanyak negara
dikategorikan sebagai kejahatan sehingga mencegahnya dapat dilakukan
oleh para petugas penegak hukum. Sedangkan Patilima (2003) menganggap
kekerasan merupakan perlakuan yang salah orang tua. Patilima
mendefinisikan perlakuan salah pada anak adalah segala perlakuan
terhadap anak yang akibat-akibat kekerasan mengancam kesejahteraan dan
tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial, maupun
mental
Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalh kekerasan yang
dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri.
Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan
(istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru
sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga
itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan
darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan
anak bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya
kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan
struktur budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal
perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa
aman terhadap korban serta menindak pelakunya.
• Kekerasan Fisik Berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang;
memukul, menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan
semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
1. Cedera berat
2. Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
3. Pingsan
4. Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan
atau yang menimbulkan bahaya mati
5. Kehilangan salah satu panca indera.
6. Mendapat cacat.
7. Menderita sakit lumpuh.
8. Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
9. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
10. Kematian korban.
• Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan
perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
1. Cedera ringan
2. Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
3. Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam
jenis kekerasan berat.
Kekerasan Psikis
• Kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan
yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau
ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya
bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau
beberapa hal berikut:
1. Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau
disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau
menahun.
2. Gangguan stres pasca trauma.
3. Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta
tanpa indikasi medis)
4. Depresi berat atau destruksi diri
5. Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti
skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
6. Bunuh diri
• Kekerasan Psikis Ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan
yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik,
seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan
penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di
bawah ini:
1. Ketakutan dan perasaan terteror
2. Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak
3. Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
4. Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan
pencernaan tanpa indikasi medis)
5. Fobia atau depresi temporer
Kekerasan Seksual
• Kekerasan seksual berat, berupa:
1. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain
yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa
dikendalikan.
2. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
3. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan
dan atau menyakitkan.
4. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran
dan atau tujuan tertentu.
5. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan
alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
• Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal
seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan
atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun
perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak
dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
• Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke
dalam jenis kekerasan seksual berat.
Kekerasan Ekonomi
• Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
• Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau
tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Perselingkuhan
Lafal selingkuh berasal dari Bahasa Jawa yang artinya perbuatan tidak jujur,
sembunyi-sembunyi, atau menyembunyikan sesuatu yang bukan haknya.
Dalam makna itu ada pula kandungan makna perbuatan serong. Meskipun
demikian lafal selingkuh di Indonesia muncul secara nasional dalam
bahasa Indonesia dengan makna khusus "hubungan gelap"atau tingkah
serong orang yang sudah bersuami atau beristri dengan pasangan lain.
Ada 3 kategori selingkuh, Selingkuh Fisik, Hati, serta selingkuh fisik
dan hati, (Anda selingkuh yang mana nih..).
♥ Selingkuh fisik mungkin dilakukan hanya secara iseng,di lakukan
tanpa komitmen, misalnya jajan, melakuan kontak fisik suka sama suka.
♥ Selingkuh Hati, selingkuh ini yang indah, hanya merasakan tanpa
bertemu fisik tapi masing-masing merasakan getaran cinta.Ada komitmen
tapi tidak di ungkapkan, misal: sms, chat, phone.
♥ Selingkuh fisik dah hati,...ini selingkuh yang paling fatal.
Selingkuh fisik dah hati biasanya ada komitmen di antara pelaku
selingkuh.
Selingkuh tidak hanya dikarenakan Hubungan dengan pasangan resmi tidak
harmonis, atau tidak terpuaskan, dari pasangan yang harmonis pun
selingkuh bisa terjadi. Dan atau memang Rasa Cinta yang tak
tertahankan.
Selingkuh hati bisa menjadikan kita bertambah mesra dengan pasangan
resmi walau hanya secara fisik, mungkin karena menebus rasa bersalah.
MACAM - MACAM MASALAH SOSIAL YANG ADA di INDONESIA :
1. Masalah Sosial Kemiskinan :
Tulisan ini mencoba untuk memberikan penjelasan tentang latar belakang
terjadinya kemisikinan di Indonesia secara umum dan kota Jakarta
secara khususnya, dan upaya untuk mengatasi kemiskinan di perkotaan
sekaligus pula untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman
masyarakat miskin.
Pendekatan konvensional yang paling popular dilakukan oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah adalah menggusur pemukiman kumuh dan
kemudian diganti oleh kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih
bermartabat. Cara seperti ini yang sering disebut pula sebagai
peremajaan kota bukanlah cara yang berkelanjutan untuk menghilangkan
kemiskinan dari perkotaan.
Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti
dihilangkan tetapi tidak dengan menggusur masyarakat yang telah
bermukim lama di lokasi tersebut. Menggusur secara paksa adalah hanya
sekedar memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke lokasi baru dan
kemiskinan tidak akan pernah berkurang. Bagi orang yang tergusur
malahan penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka
karena mereka mesti beradaptasi dengan lokasi pemukimannya yang baru
dan penggusuran secara paksa bahkan sampai dengan adanya unsure
anarkisme itu adalah melanggar hak asasi manusia yang paling hakiki
dan harus dihormati bersama.
Di Amerika Serikat, pendekatan peremajaan kota sering digunakan pada
tahun 1950 dan 1960-an.2Pada saat itu pemukiman-pemukiman masyarakat
miskin di pusat kota digusur dan diganti dengan kegiatan perkotaan
lainnya yang dianggap lebih baik. Peremajaan kota ini menciptakan
kondisi fisik perkotaan yang lebih baik tetapi sarat dengan masalah
sosial. Kemiskinan hanya berpindah saja dan masyarakat miskin yang
tergusur semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan karena akses
mereka terhadap pekerjaan semakin sulit.
Peremajaan kota yang dilakukan pada saat itu sering kali disesali oleh
para ahli perkotaan saat ini karena menyebabkan timbulnya masalah
sosial seperti kemiskinan perkotaan yang semakin akut, gelandangan dan
kriminalitas. Menyadari kesalahan yang dilakukan masa lalu, pada awal
tahun 1990-an kota-kota di Amerika Serikat lebih banyak melibatkan
masyarakat miskin dalam pembangunan perkotaannya dan tidak lagi
menggusur mereka untuk menghilangkan kemiskinan di perkotaan.
Kalau diIndonesia, paling sedikit kami menemukan dua masyarakat miskin
di Jakarta yang melakukan aktivitas hijau untuk meningkatkan kualitas
lingkungan sembari menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
miskin. Seperti dapat ditemui di Indonesia's Urban Studies, masyarakat
di Penjaringan, Jakarta Utara dan masyarakat kampung Toplang di
Jakarta Barat mereka mengelola sampah untuk dijadikan kompos dan
memilah sampah nonorganik untuk dijual.
Aktivitas hijau di Penjaringan, Jakarta Utara dilakukan melalui
program Lingkungan Sehat Masyarakat Mandiri yang diprakarsai oleh
Mercy Corps Indonesia. Masyarakat miskin di Penjaringan terlibat aktif
tanpa terlalu banyak intervensi dari Mercy Corps Indonesia. Program
berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan kualitas lingkungan kumuh
di Penjaringan. Masyarakat di Penjaringan sangat antusias untuk
melakukan kegiatan ini dan mereka yakin untu mampu mendaurlang sampah
di lingkungannya dan menjadikannya sebagai lapangan pekerjaan yang
juga akan berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan di
lingkungannya.
Cara untuk mengatasi kemiskinan dan rendahnya kualitas lingkungan
permukiman masyarakat miskin adalah tidak dengan menggusurnya.
Penggusuran hanyalah menciptakan masalah sosial perkotaan yang semakin
akut dan pelik. Penggusuran atau sering diistilahkan sebagai
peremajaan kota adalah cara yang tidak berkelanjutan dalam mengatasi
kemiskinan.
Aktivitas hijau3seperti yang dilakukan oleh masyarakat Penjaringan dan
Kampung Toplang merupakan bukti kuat bahwa masyarakat miskin mampu
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan juga mengentaskan
kemiskinan. Masyarakat miskin adalah salah satu komponen dalam
komunitas perkotaan yang mesti diberdayakan dan bukannya untuk
digusur. Solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi kemiskinan dan
pemukiman kumuh di perkotaan adalah pemberdayaan masyarakat miskin dan
bukanlah penggusuran.
Lain lagi kemiskinan yang terjadi di masyarakat Flores, bagi
masyarakat Flores kemiskinan merupakan sebuah fakta. Ini muncul dalam
berbagai aspek dan bentuk kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah
persoalan yang pelik dan serius. Menyoal kemiskinan, lantas
membedahnya dan menemukan solusi pengentasannya bagai mengurai benang
kusut yang sangat rumit untuk diselesaikan.
Secara alamiah daerah Flores termasuk daerah yang gersang dan tandus.
Hal ini tidak dapat dipungkiri karena fakta membuktikan curah hujan
yang rendah dan musim panas yang panjang. Problem alamiah ini
diperparah dengan keadaan geografis Flores yang tergolong rentan akan
bencana alam. Berangkat dari latar belakang ini, sebetulnya keadaan
sosial-ekonomi masyarakat Flores sudah bisa diukur. Hampir sebagian
besar masyarakat Flores bertani secara musiman, dan amat tergantung
pada hasil pertanian jangka panjang. Sementara yang menetap di pesisir
pantai menggantungkan hidupnya pada hasil tangkapan laut. Dari sini
dapat diukur kemampuan ekonomi rata-ratanya, bahwa pendapatan
perkapita sangat rendah dan masih terbilang berada di bawah garis
kemiskinan.
Mempersoalkan kemiskinan Flores dari latar belakang geografis dan juga
topografis masih terbilang wajar, dan itu tidak terelakkan. Lantas,
untuk mengelak dari keadaan yang demikian, separuh kaum muda baik
laki-laki maupun perempuan.
2. Masalah Sosial Pengangguran :
Pengangguran dan Pengertiannya
Dalam indikator ekonomi makro ada tiga hal terutama yang menjadi pokok
permasalahan ekonomi makro. Pertama adalah masalah pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif
dan bukannya negatif. Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi adalah indikator
pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan
juga berkaitan dengan kemampuan daya beli. Inflasi mencerminkan stabilitas
harga, semakin rendah nilai suatu inflasi berarti semakin besar adanya
kecenderungan ke arah stabilitas harga. Namun masalah inflasi tidak
hanya berkaitan dengan melonjaknya harga suatu barang dan jasa.
Inflasi juga sangat berkaitan dengan purchasing power atau daya beli
dari masyarakat. Sedangkan daya beli masyarakat sangat bergantung
kepada upah riil. Inflasi sebenarnya tidak terlalu bermasalah jika
kenaikan harga dibarengi dengan kenaikan upah riil. Masalah ketiga
adalah pengangguran. Memang masalah pengangguran telah menjadi momok
yang begitu menakutkan khususnya di negara-negara berkembang seperti
di Indonesia. Negara berkembang seringkali dihadapkan dengan besarnya
angka pengangguran karena sempitnya lapangan pekerjaan dan besarnya
jumlah penduduk. Sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan karena
faktor kelangkaan modal untuk berinvestasi. Masalah pengangguran itu
sendiri tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang namun juga
dialami oleh negara-negara maju. Namun masalah pengangguran di
negara-negara maju jauh lebih mudah terselesaikan daripada di
negara-negara berkembang karena hanya berkaitan dengan pasang surutnya
business cycle dan bukannya karena faktor kelangkaan investasi,
masalah ledakan penduduk, ataupun masalah sosial politik di negara
tersebut. Melalui artikel inilah
saya mencoba untuk mengangkat masalah pengangguran dengan segala
dampaknya di Indonesia yang menurut pengamatan saya sudah semakin
memprihatinkan terutama ketika negara kita terkena imbas dari krisis
ekonomi sejak tahun 1997 . Apa itu pengangguran? Pengangguran adalah
suatu kondisi di mana orang tidak dapat bekerja, karena tidak
tersedianya lapangan pekerjaan. Ada berbagai macam tipe pengangguran,
misalnya pengangguran teknologis, pengangguran friksional dan
pengangguran struktural. Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan
penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai
permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama
rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi
manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di
negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya,
termasuk sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara-negara
maju, pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara
berkembang relatif lebih rendah daripada yang dilakukan di
negara-negara maju karena buruknya efisiensi dan efektivitas dari
penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya
manusia adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat
pengangguran terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak.
Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang yang
sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan
lapangan pekerjaan sama sekali. Berdasarkan data dari Depnaker pada
tahun 1997 jumlah pengangguran terbuka saja sudah mencapai sekitar 10%
dari sekitar 90 juta angkatan kerja yang ada di Indonesia, dan jumlah
inipun belum mencakup
pengangguran terselubung. Jika persentase pengangguran total dengan
melibatkan jumlah pengangguran terselubung dan terbuka hendak dilihat
angkanya, maka angkanya sudah mencapai 40% dari 90 juta angkatan kerja
yang berarti jumlah penganggur mencapai sekitar 36 juta orang. Adapun
pengangguran terselubung adalah orang-orang yang menganggur karena
bekerja di bawah kapasitas optimalnya. Para penganggur terselubung ini
adalah orang-orang yang bekerja di bawah 35 jam dalam satu minggunya.
Jika kita berasumsi bahwa krisis ekonomi hingga saat ini belum juga
bisa terselesaikan maka angka-angka tadi dipastikan akan lebih
melonjak. Ledakan Pengangguran Akibat krisis finansial yang
memporak-porandakan perkonomian nasional, banyak para pengusaha yang
bangkrut karena dililit hutang bank atau hutang ke rekan bisnis.
Begitu banyak pekerja atau buruh pabrik yang terpaksa di-PHK oleh
perusahaan di mana tempat ia bekerja dalam rangka pengurangan besarnya
cost yang dipakai untuk membayar gaji para pekerjanya. Hal inilah yang
menjadi salah satu pemicu terjadinya ledakan pengangguran yakni
pelonjakan angka pengangguran dalam waktu yang relatif singkat. Awal
ledakan pengangguran sebenarnya bisa diketahui sejak sekitar tahun
1997 akhir atau 1998 awal. Ketika terjadi krisis moneter yang hebat
melanda Asia khususnya Asia Tenggara mendorong terciptanya likuiditas
ketat sebagai reaksi terhadap gejolak moneter. Di Indonesia, kebijakan
likuidasi atas 16 bank akhir November 1997 saja sudah bisa membuat
sekitar 8000 karyawannya menganggur. Dan dalam selang waktu yang tidak
relatif lama, 7.196 pekerja dari 10 perusahaan sudah di PHK dari
pabrik-pabrik mereka di Jawa Barat, Jakarta, Yogyakarta, dan Sumatera
Selatan berdasarkan data pada akhir Desember 1997. Ledakan
pengangguranpun berlanjut di tahun 1998, di mana sekitar 1,4 juta
pengangguran terbuka baru akan terjadi. Dengan perekonomian yang hanya
tumbuh sekitar 3,5 sampai 4%, maka tenaga kerja yang bisa diserap
sekitar 1,3 juta orang dari tambahan angkatan kerja sekitar 2,7 juta
orang. Sisanya menjadi tambahan pengangguran terbuka tadi. Total
pengangguran jadinya akan melampaui 10 juta orang. Berdasarkan
pengalaman, jika kita mengacu pada data-data pada tahun 1996 maka
pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5 sampai 4% belumlah memadai, seharusnya
pertumbuhan ekonomi yang ideal bagi negara berkembang macam Indonesia
adalah di atas 6%. Berdasarkan data sepanjang di tahun 1996,
perekonomian hanya mampu menyerap 85,7 juta orang dari jumlah angkatan
kerja 90,1 juta orang. Tahun 1996 perekonomian mampu menyerap jumlah
tenaga kerja dalam jumlah relatif besar karena ekonomi nasional tumbuh
hingga 7,98 persen. Tahun 1997 dan 1998, pertumbuhan ekonomi dapat
dipastikan tidak secerah tahun 1996. Pada tahun 1998 krisis ekonomi
bertambah parah karena banyak wilayah Indonesia yang diterpa musim
kering, inflasi yang terjadi di banyak daerah, krisis moneter di dalam
negeri maupun di negara-negara mitra dagang seperti sesama ASEAN,
Korsel dan Jepang akan sangat berpengaruh. Jika kita masih berpatokan
dengan asumsi keadaan di atas, maka ledakan pengangguran diperkirakan
akan berlangsung terus sepanjang tahun-tahun ke depan. Memang ketika
kita menginjak tahun 2000, jumlah pengangguran di tahun 2000 ini sudah
menurun dibanding tahun 1999. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi tahun
2000 yang meningkat menjadi 4,8 persen. Pengangguran tahun 1999 yang
semula 6,01 juga turun menjadi 5,87 juta orang. Sedang setengah
pengangguran atau pengangguran terselubung juga menurun dari 31,7 juta
menjadi 30,1 juta orang pada tahun 2000. Jumlah pengangguran saat ini
mencapat sekitar 35,97 juta orang, namun pemerintah masih memfokuskan
penanggulangan pengangguran ini pada 16,48 juta orang. Jumlah
pengangguran saat ini yaitu pada tahu 2001 mencapai 35,97 juta orang
yang diperkirakan bisa bertambah bila pemulihan ekonomi tidak segera
berjalan dengan baik. Karena hal inilah maka pemerintah perlu berusaha
semaksimal mungkin untuk mencari investor asing guna menanamkan
modalnya di sini sehingga lapangan pekerjaan baru dapat tercipta untuk
dapat menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan
maka pada saat ini perekonomian negara kita memerlukan pertumbuhan
ekonomi minimal 6 persen, meski idealnya diatas 6 persen, sehingga
bisa menampung paling tidak 2,4 juta angkatan kerja baru. Sebab dari
satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap sektiar 400 ribu
angkatan kerja. Ini juga ditambah dengan peluang kerja di luar negeri
yang rata-rata bisa menampung 500 ribu angkatan kerja setiap tahunnya.
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat maka mau tidak mau negara
kita terpaksa harus menarik investasi asing karena sangatlah sulit
untuk mengharapkan banyak dari investasi dalam negeri mengingat justru
di dalam negeri para pengusaha besar banyak yang berhutang ke luar
negeri. Hal ini bertambah parah karena hutang para pengusaha (sektor
swasta) dan pemerintah dalam bentuk dolar. Sementara pada saat ini
nilai tukar rupiah begitu rendah (undervalue) terhadap dolar. Namun
menarik para investor asingpun bukan merupakan pekerjaan yang mudah
jika kita berkaca pada situasi dan kondisi sekarang ini. Suhu politik
yang semakin memanas, kerawanan sosial, teror bom, faktor desintegrasi
bangsa, dan berbagai masalah lainnya akan membuat para investor asing
enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Karena itulah maka
situasi dan kondisi yang kondusif haruslah diupayakan dan
dipertahankan guna menarik investor asing masuk kemari dan menjaga
agar para investor asing yang sudah menanamkan modalnya asing tidak
lagi menarik modalnya ke luar yang nantinya akan berakibat capital
outflow. Masalah Pengangguran dan Krisis Sosial Jika masalah
pengangguran yang demikian pelik dibiarkan berlarut-larut maka sangat
besar kemungkinannya untuk mendorong suatu krisis sosial. Suatu krisis
sosial ditandai dengan meningkatnya angka kriminalitas, tingginya
angka kenakalan remaja, melonjaknya jumlah anak jalanan atau preman,
dan besarnya kemungkinan untuk terjadi berbagai kekerasan sosial yang
senantiasa menghantui masyarakat kita. Bagi banyak orang, mendapatkan
sebuah pekerjaan seperti mendapatkan harga diri.Kehilangan pekerjaan
bisa dianggap kehilangan harga diri. Walaupun bukan pilihan semua
orang, di zaman serba susah begini pengangguran dapat dianggap sebagai
nasib. Seseorang bisa saja diputus hubungan kerja karena perusahaannya
bangkrut. Padahal di masyarakat, jutaan penganggur juga antri menanti
tenaganya dimanfaatkan. Besarnya jumlah pengangguran di Indonesia
lambat-laun akan menimbulkan banyak masalah sosial yang nantinya akan
menjadi suatu krisis sosial, karena banyak orang yang frustasi
menghadapi nasibnya. Pengangguran yang terjadi tidak saja menimpa para
pencari kerja yang baru lulus sekolah, melainkan juga menimpa orangtua
yang kehilangan pekerjaan karena kantor dan pabriknya tutup. Indikator
masalah sosial bisa dilihat dari begitu banyaknya anak-anak yang mulai
turun ke jalan. Mereka menjadi pengamen, pedagang asongan maupun
pelaku tindak kriminalitas. Mereka adalah generasi yang kehilangan
kesempatan memperoleh pendidikan maupun pembinaan yang baik. Salah
satu faktor yang mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara
kita adalah terlampau banyak tenaga kerja yang diarahkan ke sektor
formal sehingga ketika mereka kehilangan pekerjaan di sektor formal,
mereka kelabakan dan tidak bisa berusaha untuk menciptakan pekerjaan
sendiri di sektor informal. Justru orang-orang yang kurang
berpendidikan bisa melakukan inovasi menciptakan kerja, entah sebagai
joki yang menumpang di mobil atau joki payung kalau hujan. Juga para
pedagang kaki lima dan tukang becak, bahkan orang demo saja dibayar.
Yang menjadi kekhawatiran adalah jika banyak para penganggur yang
mencari jalan keluar dengan mencari nafkah yang tidak halal. Banyak
dari mereka yang menjadi pencopet, penjaja seks, pencuri, preman,
penjual narkoba, dan sebagainya. Bahkan tidak sedikit mereka yang
dibayar untuk berbuat rusuh atau anarkis demi kepentingan politik
salah satu kelompok tertentu yang masih erat hubungannya dengan para
pentolan Orba. Ada juga yang menyertakan diri menjadi anggota laskar
jihad yang dikirim ke
Ambon dengan dalih membela agama. Padahal di sana mereka cuma jadi
perusuh yang doyan menjarah, memperkosa, dan membunuh orang-orang
Maluku yang tidak berdosa. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh
pemerintah jika krisis sosial tidak ingin berlanjut terus. Masalah
Pengangguran dan Pendidikan
Pengangguran intelektual di Indonesia cenderung terus meningkat dan
semakin mendekati titik yang mengkhawatirkan. Diperkirakan angka
pengangguran intelektual yang pada tahun 1995 mencapai 12,36 persen,
pada tahun 1995 diperkirakan akan meningkat menjadi 18,55 persen, dan
pada tahun 2003 meningkat lagi menjadi 24,5 persen. Pengangguran
intelektual ini tidak terlepas dari persoalan dunia pendidikan yang
tidak mampu menghasilkan tenaga kerja berkualitas sesuai tuntutan
pasar kerja sehingga seringkali tenaga kerja terdidik kita kalah
bersaing dengan tenaga kerja asing. Fenomena inilah yang sedang
dihadapi oleh bangsa kita dimana para tenaga kerja yang terdidik
banyak yang menganggur walaupun mereka sebenarnya menyandang gelar.
Meski ada kecenderungan pengangguran terdidik semakin meningkat namun
upaya
tinggi tidak boleh berhenti. Akan tetapi pemerataan pendidikan itu
harus dilakukan tanpa mengabaikan mutu pendidikan itu sendiri. Karena
itu maka salah satu kelemahan dari sistem pendidikan kita adalah
sulitnya memberikan pendidikan yang benar-benar dapat memupuk
profesionalisme seseorang dalam berkarier atau bekerja. Saat ini
pendidikan kita terlalu menekankan pada segi teori dan bukannya
praktek. Pendidikan seringkali disampaikan dalam bentuk yang monoton
sehingga membuat para siswa menjadi bosan. Di negara-negara maju,
pendidikkan dalam wujud praktek lebih diberikan dalam porsi yang lebih
besar. Di sanapun, cara pembelajaran dan pemberian pendidikkan
diberikan dalam wujud yang lebih menarik dan kreatif. Di negara kita,
saat ini ada kecenderungan bahwa para siswa hanya mempunyai kebiasaan
menghafal saja untuk pelajaran-pelajaran yang menyangkut ilmu sosial,
bahasa, dan sejarah atau menerima saja berbagai teori namun sayangnya
para siswa tidak memiliki kemampuan untuk menggali wawasan pandangan
yang lebih luas serta cerdas dalam memahamidan mengkaji suatu masalah.
Sedangkan untuk ilmu pengetahuan alam para siswa cenderung hanya
diberikan latihan soal-soal yang cenderung hanya melatih kecepatan
dalam berpikir untuk menemukan jawaban dan bukannya mempertajam
penalaran atau melatih kreativitas dalam berpikir. Contohnya seperti
seseorang yang pandai dalam mengerjakan soal-soal matematika bukan
karena kecerdikan dalam melakukan analisis terhadap soal atau
kepandaian dalam membuat jalan perhitungan tetapi karena dia memang
sudah hafal tipe soalnya. Seringkali seseorangpun hanya sekedar bisa
mengerjakan soalnya dengan menggunakan rumus tetapi tidak tahu asal
muasal rumus tersebut. Kenyataan inilah yang menyebabkan sumber daya
manusia kita ketinggalan jauh dengan sumber daya manusia yang ada di
negara-negara maju. Kita hanya pandai dalam teori tetapi gagal dalam
praktek dan dalam profesionalisme pekerjaan tersebut. Rendahnya
kualitas tenaga kerja terdidik kita juga adalah karena kita terlampau
melihat pada gelar tanpa secara serius membenahi kualitas dari
kemampuan di bidang yang kita tekuni. Sehingga karena hal inilah maka
para tenaga kerja terdidik sulit bersaing dengan tenaga kerja asing
dalam usaha untuk mencari pekerjaan. Jika kita melihat dari sudut
pandang ekonomi, pengangguran tenaga kerja terdidik cenderung
meningkat pada saat masyarakat mengalami proses modernisasi dan
industrialisasi. Dalam proses perubahan itu terjadi pergeseran tenaga
kerja antarsektor, yaitu dari sektor ekonomi subsistem ke sektor
ekonomi renumeratif. Setelah kembali mapan, pengangguran akan
cenderung rendah kembali. Proses industrialisasi tidak hanya terjadi
pada suatu titik waktu akan tetapi merupakan suatu proses yang
berkelanjutan. Pergeseran ekonomi dalam proses industrialisasi tidak
hanya berlangsung dari pertanian ke industri tetapi juga terus terjadi
dari industri berteknologi rendah ke teknologi, dan selanjutnya menuju
industri yang berbasis informasi dan intelektualitas. Pada tahap ini,
lanjutnya, perubahan itu terus berlangsung dari waktu ke waktu yang
mengakibatkan tenaga kerja harus terus-menerus menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan teknologi. Akibatnya pengangguran merupakan
suatu kondisi normal di negara-negara maju yang teknologinya terus
berubah. Masalah pengangguran terdidik di Indonesia, tuturnya, sudah
mulai mencuat sejak sekitar tahun 1980-an saat Indonesia mulai
memasuki era industri. Pada tahun 1970-an pemerintah melakukan
investasi besar-besaran pada sektor-sektor yang berkaitan dengan
kebutuhan dasar, seperti pertanian dan pendidikan dasar. Memasuki
dasawarsa 1980-an, output pendidikan SD dalam jumlah besar telah
mendorong pertumbuhan besar-besaran pada jenjang pendidikan menengah
dan tinggi. Namun masalah pendidikan menjadi dilematis, di satu sisi
pendidikan dianggap sangat lambat mengubah struktur angkatan kerja
terdidik karena angkatan kerja lulusan pendidikan tinggi baru 3,05
persen dari angkatan kerja nasional. Namun di sisi lain, pendidikan
juga dipersalahkan karena mengeluarkan lulusan pendidikan tinggi yang
terlalu banyak sehingga menjadi penganggur. Salah satu penyebab
pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi adalah karena
kualitas pendidikan tinggi di Indonesia yang masih rendah. Akibatnya
lulusan yang dihasilkanpun kualitasnya rendah sehingga tidak sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pengangguran terdidik dapat
saja dipandang sebagai rendahnya efisiensi eksternal sistem
pendidikan. Namun bila dilihat lebih jauh, dari sisi permintaan tenaga
kerja, pengangguran terdidik dapat dipandang sebagai ketidakmampuan
ekonomi dan pasar kerja dalam menyerap tenaga terdidik yang
munculsecara bersamaan dalam jumlah yang terus berakumulasi. Masalah
Pengangguran dan Inflasi Setelah dalam sepuluh tahun terakhir laju
inflasi nasional mampu dipertahankan di bawah angka sepuluh persen,
namun pada tahun 1997 laju inflasi akhirnya menembus angka dua digit,
yaitu 11,05 persen. Laju inflasi tahun 1997 itu jauh lebih tinggi jika
dibandingkan inflasi 1996 yang 6,47 persen. Hal itu terjadi, di
samping karena kemarau panjang, antara lain juga akibat krisis moneter
yang akhirnya melebar jadi krisis ekonomi. Inflasi bulan Desember 1997
saja tercatat 2,04 persen. Dengan angka inflasi 11,05 persen,
sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki angka
inflasi tertinggi di ASEAN, setidaknya dalam tiga tahun terakhir ini.
Tingginya angka inflasi karena tidak seimbangnya antara permintaan dan
penawaran barang dan jasa. Ini membuktikan tingginya laju inflasi di
negara kita lebih banyak dipengaruhi sektor riil, bukan sektor
moneter. Jika kita mengambil kesimpulan mengenai masalah inflasi di
Indonesia bahwa ternyata laju inflasi tidak semata ditentukan faktor
moneter, tapi juga faktor fisik. Ada empat faktor yang menentukan
tingkat inflasi. Pertama, uang yang beredar baik uang tunai maupun
giro. Kedua, perbandingan antara sektor moneter dan fisik barang yang
tersedia. Ketiga, tingkat suku bunga bank juga ikut mempengaruhi laju
inflasi. Suku bunga di Indonesia termasuk lebih tinggi dibandingkan
negara di kawasan Asia. Keempat, tingkat inflasi ditentukan faktor
fisik prasarana. Melonjaknya inflasipun karena dipicu oleh kebijakan
pemerintah yang menarik subisidi sehingga harga listrik dan BBM
meningkat. Kenaikan BBM ini telah menggenjot tingkat inflasi bulan
Juni 2001 menjadi 1,67 persen.
Dampak ini masih terasa sampai bulan Juli 2001 yang akan memberikan
sumbangan inflasi antara 0,3-1 persen. Efek domino yang ditimbulkan
pun masih menjadi pemicu kenaikan harga lainnya. Diperkirakan inflasi
tahun ini
tembus dua digit. Kebijakan kenaikan harga BBM per 15 Juni 2001,
menjadi pemicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Kenaikan
BBM tersebut cukup memberatkan masyarakat lapisan bawah karena dapat
menimbulkan multiplier effect, mendorong kenaikan harga jenis barang
lainnya yang dalam proses produksi maupun distribusinya menggunakan
BBM. Tingginya angka inflasi selanjutnya akan menurunkan daya beli
masyarakat. Untuk bisa bertahan pada tingkat daya beli seperti
sebelumnya, para pekerja harus mendapatkan gaji paling tidak sebesar
tingkat inflasi. Kalau tidak, rakyat tidak lagi mampu membeli
barang-barang yang diproduksi. Jika barang-barang yang diproduksi
tidak ada yang membeli maka akan banyak perusahaan yang berkurang
keuntungannya. Jika keuntungan perusahaan berkurang maka perusahaan
akan berusaha untuk mereduksi cost sebagai konsekuensi atas
berkurangnya keuntungan perusahaan. Hal inilah yang akan mendorong
perusahaan untuk mengurangi jumlah pekerja/buruhnya dengan mem-PHK
para buruh. Salah satu dari jalan keluar dari krisis ini adalah
menstabilkan rupiah. Membaiknya nilai tukar rupiah tidak hanya
tergantung kepada money suplly dari IMF, tetapi juga investor asing
(global investment society) mengalirkan modalnya masuk ke Indonesia
(capital inflow). Karena hal inilah maka pengendalian laju inflasi
adalah penting dalam rangka mengendalikan pengangguran.
3. Masalah Sosial Pendidikan :
Dari satu siaran press Institut Pertanian Bogor (IPB) , Profesor Maman
Djauhari (dosen Mathematika, Intitut Teknologi Bandung) mengatakan
dalam salah satu konferensi internasional di IPB bahwa dari sekitar
2500 perguruan tinggi di Indonesia hanya ada 8 perguruan tinggi yang
memiliki Jurusan atau Departemen Statistika, kurang dari satu persen.
Mungkinkah ini salah satu penyebab lemahnya penelitian di Indonesia?
Sebenarnya apa sih yang terjadi, dan mengapa sampai jurusan statistika
kurang diminati? Bagaimana dampak kekurangan minat pada bidang
statistik ini dalam kehidupan masyarakat?
Sudah bukan rahasia lagi bahwa pelajaran Statistik adalah momok bagi
mahasiswa. Tidak hanya di Indonesia di Amerika pun sama saja, sehingga
banyak yang menghindar untuk mengambil matakuliah Statistik kalau
memungkinkan.
Ilmu Statistik itu muncul sebenarnya karena kita semua punya
keterbatasan. Keterbatasan dalam arti waktu, biaya, sumber daya
manusia dll. Selain itu kalaupun kita tidak mempunyai keterbatasan dan
bisa melakukan sensus, ada populasi tertentu yang hampir tidak mungkin
kita hitung rata-ratanya. Contohnya, bagaimana kita menghitung
rata-rata usia orang Indonesia secara tepat. Setiap menit ada yang
lahir dan ada yang meninggal, setiap hari ada yang keluar dan ada yang
masuk ke Indonesia, ada pula yang tidak mau dirinya dihitung dst. Jadi
hampir tidak mungkin kita bisa menghitung rata-rata usia orang
Indonesia secara tepat. Disinilah perlunya statistik. Istilah-istilah
seperti sample, survey, standard error misalnya, semuanya
memperlihatkan bagaimana dengan keterbatasan yang ada kita bisa
melakukan inferenceinference yang tepat pula. Bagaimana memilih alat
ini adalah suatu seni. yang mendekati kebenaran. Jadi kalau dilihat
statistik adalah suatu alat yang kalau digunakan untuk situasi yang
tepat akan menghasilkan
Mungkin ada contoh menarik yang sangat popular di sini, sewaktu ada
mahasisiwa yang mau meneliti mengenai kebiasaan minum minuman keras
dari kalangan mahasiswa secara umum. Mahasiswa tersebut lalu
mengambil samplenya di pintu library kampus Community College di malam
hari. Dia mengambil sample setiap orang yang keluar dari library pada
malam itu. Hasilnya bisa di duga akan sangat bias karena sample yang
diambil hanya dari pengunjung Community College Library, tidak
memasukkan mahasiswa dari regular 4 years College. Karena penelitian
dilakukan di malam hari, kemungkinan besar mahasiswanya berusia lebih
tua dari rata-rata mahasiswa regular dan biasanya sudah mempunyai
pekerjaan tetap. Dan yang paling penting secara umum mahasiswa yang ke
library pada malam hari kecil kemungkinannya adalah juga peminum yang
kuat. Jadi bisa diduga kesimpulan dari survey ini sangat bias karena
sample yang diambil tidak representatif.
Kelemahan di bidang penelitian di Indonesia terlihat pada saat
pemerintah ribut masalah penemuan padi yang sekali tanam bisa panen
tiga kali. Biasanya setelah panen sawah dibersihkan, diolah lagi dan
untuk musim tanam berikutnya ditanam bibit yang baru. Dalam hal padi
yang di temukan ini setelah panen, sawah dibiarkan sehingga bibit baru
tumbuh dari bekas panen sebelumnya. Tujuannya agar petani tidak perlu
membeli bibit lagi. Sebelum di lempar ke masyarakat harusnya
pemerintah tahu kalau sifat penelitian seperti itu adalah repeatable,
dalam arti kalau diulang dalam kondisi yang sama akan mengeluarkan
hasil yang sama. Ternyata setelah dipasarkan, ditanam oleh petani
didaerah lain gagal menghasilkan hasil yang sama dengan yang
dijanjikan. Terlihat bahwa pemerintah tidak terlalu perduli dengan
statistik. Jika perduli tentunya sebelum benih dari padi ini dilempar
ke masyarakat, mereka akan melakukan penelitian kembali dengan kondisi
yang berbeda, lokasi yang berbeda dst. Dan apakah akan memberikan
hasil yang sama? Untuk hal ini alangkah baiknya melibatkan orang yang
mengetahui lebih dalam tentang experimental design sehingga design
penelitiannya lebih baik dan hasilnya lebih meyakinkan.
KOMENTAR TERHADAP BUKU MASALAH - MASALAH SOSIAL DI ATAS TADI
Hal-hal yang Tidak di jelaskan adalah :
Kenapa terjadi pelecehan seksual ?
Kalau kepada anak-anak , karena anak –anak tidak di awasi oleh orang tua
Kalau kepada orang dewasa karena pergaulan bebas , pakaian terlalu
minim sehingga
Membuat orang tergoda untuk melakukan pelecehan seksual.
Kekerasan kepada anak :
Seperti apa tindakan orang tua yang sifatnya kekerasan dan seperti
apa tindakan
Orang tua yang sifatnya tidak kekerasan kepada anak.
;
Perselingkuhan terjadi karena rumah tangga tidak harmonis ataupun
terlalu lama
Berjauhan karena tugas pekerjaan.
Masalah kemiskinan karena 2 faktor :
1 kemalasan
2 tidak ada lapangan pekerjaan.
3 apa tindakan pemerinta tehadap orang miskin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar