Mengenang Luther sebagai Bapak Reformasi Gereja* - Baca selengkapnya di artikel "Martin Luther & 95 Nota Protesnya yang Melahirkan Kristen Protestan"
Sejarah Gereja pada 18 Februari untukn Protestan tidak muncul dari ruang kosong. Ia lahir dari pemberontakan terhadap ajaran Katolik Roma. Dan dalang perlawanan itu adalah Martin Luther. Luther lahir di Eisleben, Saxony (sekarang Jerman), daerah kekuasaan Holy Roman Empire, pada 10 November 1483. Memang banyak pemikir besar yang lahir di antara abad ke-14 sampai ke-17—suatu periode yang dikenal dengan nama Renaisans. Kala itu tak akan ada yang menduga Luther juga akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu pemikir besar bidang keagamaan. Sebagaimana dicatat laman Britannica, pada umur 13 Luther bersekolah di Brethern of the Common Life yang mengajarkan pentingnya meditasi dan pemulihan batin. Siswa di sekolah itu juga kerap mengkritisi aksi-aksi spiritualitas yang cenderung spekulatif. Ayah Luther, Hans, tidak menghendakinya sebagai pastor. Dia mengharapkan Luther bisa menjadi pengacara. Hans kemudian mengirim Luther yang berusia 15 ke sekolah St. George's di Eisenach. Tiga tahun kemudian Luther melanjutkan pendidikan ke Universitas Erfurt dan mendalami aritmatika, astronomi, geometri, dan filsafat. Urusan keagamaan dan teologi semakin jauh dari Luther muda. Cerita klise yang biasa kita temui dari pemuka agama adalah kisah masa lalunya kala merasa mendapat panggilan Tuhan dan menjadikannya rohaniwan. Luther juga punya momen seperti itu. Laman History mencatat, satu ketika di bulan Juli 1505, Luther terjebak di tengah badai besar yang hanya berjarak beberapa jam naik kuda dari Erfurt dan petir hampir menghantamnya. Luther terpelanting dan jatuh dari kudanya. Rasa takut akan kematian mendera Luther yang berumur 21 tahun dan membuatnya bersumpah atas nama St. Anne, ibu dari Bunda Maria, bahwa dirinya akan menjadi rahib jika nyawanya selamat. Momen itulah yang membuat Luther menempuh jalan asketisme. Dia masuk ke biara St. Augustine di Wittenberg dan mendalami teologi meski sudah lulus dari sekolah hukum. Saat itu tak ada satupun orang yang membayangkan Luther akan menjadi salah satu mimpi terburuk Katolik Roma. 95 Nota Protes Pada 1512, tiga tahun setelah Luther mengajar di Universitas Wittenberg, Paus Leo X menjalankan praktik indulgensi yang baru di mana pengampunan dosa bisa didapat oleh siapapun. Syaratnya hanya dua: mau dan punya uang. Paus Leo memang sedang menggalang dana untuk rekonstruksi Basilika Santo Petrus di Roma. Salah satu yang sangat mendukung langkah ini adalah biarawan Johann Tetzel dari Ordo Dominikan. Jangankan kepada yang masih bernapas, Tetzel meyakini indulgensi bisa diberikan kepada mereka yang sudah meninggal, asalkan dengan bayaran. Renaisans membuka pengetahuan dalam skala yang lebih luas. Efek yang bersamaan timbul adalah aktivitas pelayaran dan perdagangan antarsamudra menjadi lebih sering dilakukan daripada abad-abad sebelumnya. Era ini juga memunculkan intelektual seperti Luther yang menentang tindakan gereja yang dianggap tidak masuk akal. Luther yang geram terhadap pemahaman indulgensi gereja kemudian melakukan tindakan nekat. Baginya, indulgensi macam itu justru bertentangan dengan doktrin bahwa pengampunan datang dari iman dan karunia ilahi. Luther membawa palu kemudian mengayunkannya keras-keras ke paku di pintu gereja Wittenberg pada 31 Oktober 1517. Dia mematri 95 dalil yang sebagian besar isinya mempertanyakan keputusan Paus tentang indulgensi. Kendati sebagian orang meragukan aksi Luther, Theses 95 yang juga dikenal dengan Disputation on the Power of Indulgences diingat sampai sekarang sebagai awal mula berdirinya Kristen Protestan dan diperingati sebagai Hari Reformasi setiap tanggal 31 Oktober. Baca juga: 500 Tahun Setelah Martin Luther Mengkritik Gereja Gereja saat itu adalah salah satu pembawa berita yang paling utama. Tulisan Luther segera diterjemahkan dari bahasa Latin ke bahasa Jerman. Dalam dua minggu, seantero Jerman sudah mengetahui tulisan itu dan dua bulan setelahnya penyebaran mencapai hampir seluruh Eropa. Katolik Roma tentu tidak terima. Pada 1518 Paus Leo mendeskripsikan Luther sebagai "biarawan yang mabuk" dan tidak menanggapi lebih jauh terkait isi dalil-dalil tersebut. Luther dipanggil Kardinal Thomas Cajetan agar mengaku bersalah atau terpaksa mengikuti persidangan. Thomas meninggal di awal tahun 1519, Luther berhasil lolos untuk sementara. Tidak kapok, Luther kemudian muncul pada debat publik di Leipzig pada 1519. Dia mengatakan, "orang awam yang dipersenjatai kitab suci lebih unggul dari Paus beserta dewan kardinalnya." Akibatnya Luther langsung mendapat ancaman ekskomunikasi. Pada debat yang sama, istilah Lutheran mulai terkenal. Paus Leo yang sudah muak dengan tindakan Luther lantas mencapnya sebagai bidah dan sesat. Luther kemudian dituntut agar menarik kembali segala ucapannya terkait indulgensi. Surat berisi gugatan itu dibakar oleh Luther. Dia malah mengeluarkan tiga risalah lain. Pertama berjudul "Seruan kepada Bangsawan Kristen" yang berpendapat bahwa semua orang Kristen adalah imam dan mendesak para penguasa untuk mengambil jalan Reformasi gereja. Kedua, "Tawanan Babilonia Gereja", yang mengurangi tujuh sakramen menjadi hanya dua berupa pembaptisan dan Perjamuan Kudus. Ketiga, "Tentang Kebebasan Seorang Kristen" yang mengatakan kepada orang-orang Kristen bahwa mereka sudah terbebas dari hukum Taurat dan telah digantikan ikatan cinta pada hukum tersebut. Pada 1521 dia resmi terkena ekskomunikasi. Penghakiman pada Luther belum selesai. Kaisar Holy Roman Empire, Charles V, memanggil Luther untuk mengikuti Diet of Worms, sidang yang digagasnya untuk mendesak Luther mengubah pandangan yang tertuang dalam "95 Dalil", termasuk 24 tulisannya yang lain. Sidang digelar di Worms, salah satu kota di Jerman. Namun Luther bergeming dan tidak mengubah apapun. "Kecuali saya diyakinkan oleh kesaksian Alkitab atau alasan jelas. Saya terikat dengan Alkitab yang saya kutip dan hati nurani saya terikat dengan firman Allah. Saya tidak bisa dan tidak akan menarik apapun, karena itu tidak aman dan tidak benar melakukan yang bertentangan dengan hati nurani saya. Saya tidak bisa melakukan sebaliknya. Ini sikap saya. Semoga Tuhan menolong saya, Amin," kata Luther seperti dicatat dalam The Cambridge Companion to Martin Luther (2003). Penyebaran dan Konflik Setelah persidangan itu, Luther terancam tidak aman. Frederick III atau Frederick si Bijak yang merupakan penentu pewaris takhta Holy Roman Empire menjamin agar Luther bisa berangkat dan pulang dengan aman dari persidangan. Saat itu Luther tak ditangkap di Worms. Alih-alih membawanya kembali ke Wittenburg, Frederick mengambil keputusan mengantar Luther ke Kastil Wartburg untuk mengungsi selama 10 bulan. Selama pengungsiannya, Luther banyak berkirim surat dengan pendukung di Wittenberg. Kaum Lutheran semakin banyak, bahkan ada tiga pendeta yang memutuskan untuk menikah sebagai aksi protes. Pada 1522 Luther sudah aman untuk pulang ke kediamannya di Wittenberg. Pada 1534 Luther membuat gebrakan lain dengan menerjemahkan Alkitab ke bahasa Jerman. Selain mengakrabkan bahasa Jerman ke seluruh dunia, orang tidak perlu lagi bergantung pada imam untuk memahami dan membaca Alkitab. Namun kedamaian belum rampung. Konflik gara-gara Reformasi yang digagas Luther terjadi di mana-mana. Salah satu yang paling besar adalah Perang Petani tahun 1524 yang menuntut pembebasan lahan dari bangsawan dan pemilik tanah. Luther sendiri tidak mendukung aksi tersebut. Meski perang berhenti tahun 1525, sekitar 100 ribu petani meninggal dunia. Puncak dari konflik berdarah tersebut adalah Perang Tiga Puluh Tahun di Jerman antara 1618- 1648 yang menewaskan sekitar 7,5 juta jiwa. Konflik kedua kubu berakhir dengan perjanjian damai Westfalen. Tiga aliran Kristen akhirnya diakui: Katolik Roma, Lutheran, dan Calvinis. Ajaran dan pengaruh Luther abadi pada kaum Protestan. Tidak hanya tiga aliran itu, masih banyak lainnya yang berkembang dan bertahan hingga sekarang seperti Presbiterian, Kongregasional, Baptis, Pantekosta, atau Bala Keselamatan. Pada 18 Februari 1546, tepat hari ini 474 tahun lalu, Luther meninggal. Bagi banyak orang, Luther dianggap telah "mengubah dunia". Warisan yang ditinggalkannya belum juga pudar.
Sejarah Gereja pada 18 Februari untukn Protestan tidak muncul dari ruang kosong. Ia lahir dari pemberontakan terhadap ajaran Katolik Roma. Dan dalang perlawanan itu adalah Martin Luther. Luther lahir di Eisleben, Saxony (sekarang Jerman), daerah kekuasaan Holy Roman Empire, pada 10 November 1483. Memang banyak pemikir besar yang lahir di antara abad ke-14 sampai ke-17—suatu periode yang dikenal dengan nama Renaisans. Kala itu tak akan ada yang menduga Luther juga akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu pemikir besar bidang keagamaan. Sebagaimana dicatat laman Britannica, pada umur 13 Luther bersekolah di Brethern of the Common Life yang mengajarkan pentingnya meditasi dan pemulihan batin. Siswa di sekolah itu juga kerap mengkritisi aksi-aksi spiritualitas yang cenderung spekulatif. Ayah Luther, Hans, tidak menghendakinya sebagai pastor. Dia mengharapkan Luther bisa menjadi pengacara. Hans kemudian mengirim Luther yang berusia 15 ke sekolah St. George's di Eisenach. Tiga tahun kemudian Luther melanjutkan pendidikan ke Universitas Erfurt dan mendalami aritmatika, astronomi, geometri, dan filsafat. Urusan keagamaan dan teologi semakin jauh dari Luther muda. Cerita klise yang biasa kita temui dari pemuka agama adalah kisah masa lalunya kala merasa mendapat panggilan Tuhan dan menjadikannya rohaniwan. Luther juga punya momen seperti itu. Laman History mencatat, satu ketika di bulan Juli 1505, Luther terjebak di tengah badai besar yang hanya berjarak beberapa jam naik kuda dari Erfurt dan petir hampir menghantamnya. Luther terpelanting dan jatuh dari kudanya. Rasa takut akan kematian mendera Luther yang berumur 21 tahun dan membuatnya bersumpah atas nama St. Anne, ibu dari Bunda Maria, bahwa dirinya akan menjadi rahib jika nyawanya selamat. Momen itulah yang membuat Luther menempuh jalan asketisme. Dia masuk ke biara St. Augustine di Wittenberg dan mendalami teologi meski sudah lulus dari sekolah hukum. Saat itu tak ada satupun orang yang membayangkan Luther akan menjadi salah satu mimpi terburuk Katolik Roma. 95 Nota Protes Pada 1512, tiga tahun setelah Luther mengajar di Universitas Wittenberg, Paus Leo X menjalankan praktik indulgensi yang baru di mana pengampunan dosa bisa didapat oleh siapapun. Syaratnya hanya dua: mau dan punya uang. Paus Leo memang sedang menggalang dana untuk rekonstruksi Basilika Santo Petrus di Roma. Salah satu yang sangat mendukung langkah ini adalah biarawan Johann Tetzel dari Ordo Dominikan. Jangankan kepada yang masih bernapas, Tetzel meyakini indulgensi bisa diberikan kepada mereka yang sudah meninggal, asalkan dengan bayaran. Renaisans membuka pengetahuan dalam skala yang lebih luas. Efek yang bersamaan timbul adalah aktivitas pelayaran dan perdagangan antarsamudra menjadi lebih sering dilakukan daripada abad-abad sebelumnya. Era ini juga memunculkan intelektual seperti Luther yang menentang tindakan gereja yang dianggap tidak masuk akal. Luther yang geram terhadap pemahaman indulgensi gereja kemudian melakukan tindakan nekat. Baginya, indulgensi macam itu justru bertentangan dengan doktrin bahwa pengampunan datang dari iman dan karunia ilahi. Luther membawa palu kemudian mengayunkannya keras-keras ke paku di pintu gereja Wittenberg pada 31 Oktober 1517. Dia mematri 95 dalil yang sebagian besar isinya mempertanyakan keputusan Paus tentang indulgensi. Kendati sebagian orang meragukan aksi Luther, Theses 95 yang juga dikenal dengan Disputation on the Power of Indulgences diingat sampai sekarang sebagai awal mula berdirinya Kristen Protestan dan diperingati sebagai Hari Reformasi setiap tanggal 31 Oktober. Baca juga: 500 Tahun Setelah Martin Luther Mengkritik Gereja Gereja saat itu adalah salah satu pembawa berita yang paling utama. Tulisan Luther segera diterjemahkan dari bahasa Latin ke bahasa Jerman. Dalam dua minggu, seantero Jerman sudah mengetahui tulisan itu dan dua bulan setelahnya penyebaran mencapai hampir seluruh Eropa. Katolik Roma tentu tidak terima. Pada 1518 Paus Leo mendeskripsikan Luther sebagai "biarawan yang mabuk" dan tidak menanggapi lebih jauh terkait isi dalil-dalil tersebut. Luther dipanggil Kardinal Thomas Cajetan agar mengaku bersalah atau terpaksa mengikuti persidangan. Thomas meninggal di awal tahun 1519, Luther berhasil lolos untuk sementara. Tidak kapok, Luther kemudian muncul pada debat publik di Leipzig pada 1519. Dia mengatakan, "orang awam yang dipersenjatai kitab suci lebih unggul dari Paus beserta dewan kardinalnya." Akibatnya Luther langsung mendapat ancaman ekskomunikasi. Pada debat yang sama, istilah Lutheran mulai terkenal. Paus Leo yang sudah muak dengan tindakan Luther lantas mencapnya sebagai bidah dan sesat. Luther kemudian dituntut agar menarik kembali segala ucapannya terkait indulgensi. Surat berisi gugatan itu dibakar oleh Luther. Dia malah mengeluarkan tiga risalah lain. Pertama berjudul "Seruan kepada Bangsawan Kristen" yang berpendapat bahwa semua orang Kristen adalah imam dan mendesak para penguasa untuk mengambil jalan Reformasi gereja. Kedua, "Tawanan Babilonia Gereja", yang mengurangi tujuh sakramen menjadi hanya dua berupa pembaptisan dan Perjamuan Kudus. Ketiga, "Tentang Kebebasan Seorang Kristen" yang mengatakan kepada orang-orang Kristen bahwa mereka sudah terbebas dari hukum Taurat dan telah digantikan ikatan cinta pada hukum tersebut. Pada 1521 dia resmi terkena ekskomunikasi. Penghakiman pada Luther belum selesai. Kaisar Holy Roman Empire, Charles V, memanggil Luther untuk mengikuti Diet of Worms, sidang yang digagasnya untuk mendesak Luther mengubah pandangan yang tertuang dalam "95 Dalil", termasuk 24 tulisannya yang lain. Sidang digelar di Worms, salah satu kota di Jerman. Namun Luther bergeming dan tidak mengubah apapun. "Kecuali saya diyakinkan oleh kesaksian Alkitab atau alasan jelas. Saya terikat dengan Alkitab yang saya kutip dan hati nurani saya terikat dengan firman Allah. Saya tidak bisa dan tidak akan menarik apapun, karena itu tidak aman dan tidak benar melakukan yang bertentangan dengan hati nurani saya. Saya tidak bisa melakukan sebaliknya. Ini sikap saya. Semoga Tuhan menolong saya, Amin," kata Luther seperti dicatat dalam The Cambridge Companion to Martin Luther (2003). Penyebaran dan Konflik Setelah persidangan itu, Luther terancam tidak aman. Frederick III atau Frederick si Bijak yang merupakan penentu pewaris takhta Holy Roman Empire menjamin agar Luther bisa berangkat dan pulang dengan aman dari persidangan. Saat itu Luther tak ditangkap di Worms. Alih-alih membawanya kembali ke Wittenburg, Frederick mengambil keputusan mengantar Luther ke Kastil Wartburg untuk mengungsi selama 10 bulan. Selama pengungsiannya, Luther banyak berkirim surat dengan pendukung di Wittenberg. Kaum Lutheran semakin banyak, bahkan ada tiga pendeta yang memutuskan untuk menikah sebagai aksi protes. Pada 1522 Luther sudah aman untuk pulang ke kediamannya di Wittenberg. Pada 1534 Luther membuat gebrakan lain dengan menerjemahkan Alkitab ke bahasa Jerman. Selain mengakrabkan bahasa Jerman ke seluruh dunia, orang tidak perlu lagi bergantung pada imam untuk memahami dan membaca Alkitab. Namun kedamaian belum rampung. Konflik gara-gara Reformasi yang digagas Luther terjadi di mana-mana. Salah satu yang paling besar adalah Perang Petani tahun 1524 yang menuntut pembebasan lahan dari bangsawan dan pemilik tanah. Luther sendiri tidak mendukung aksi tersebut. Meski perang berhenti tahun 1525, sekitar 100 ribu petani meninggal dunia. Puncak dari konflik berdarah tersebut adalah Perang Tiga Puluh Tahun di Jerman antara 1618- 1648 yang menewaskan sekitar 7,5 juta jiwa. Konflik kedua kubu berakhir dengan perjanjian damai Westfalen. Tiga aliran Kristen akhirnya diakui: Katolik Roma, Lutheran, dan Calvinis. Ajaran dan pengaruh Luther abadi pada kaum Protestan. Tidak hanya tiga aliran itu, masih banyak lainnya yang berkembang dan bertahan hingga sekarang seperti Presbiterian, Kongregasional, Baptis, Pantekosta, atau Bala Keselamatan. Pada 18 Februari 1546, tepat hari ini 474 tahun lalu, Luther meninggal. Bagi banyak orang, Luther dianggap telah "mengubah dunia". Warisan yang ditinggalkannya belum juga pudar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar