BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dewasa
ini dunia berkembang dengan begitu pesat. Banyak perubahan yang terjadi dalam
berbagai aspek kehidupan yang secara otomatis mengubah pola pikir dan gaya hidup
manusia. Melalui informasi media dan surat kabar yang bisa disaksikan setiap
hari sangat jelas terlihat bahwa kehidupan menjadi semakin sukar dan manusia
mulai kehilangan kepedulian terhadap sesamanya. Persaingan terjadi mulai dari
dunia bisnis sampai menyentuh dunia pelayanan pekerjaan Tuhan. Hal ini tentunya
bukan hal yang mengejutkan sebab Alkitab sudah menginformasikan sebelumnya
bahwa di akhir zaman manusia akan
mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan
menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan memberontak
terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,
tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat
mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir
panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu daripada mengikuti Allah
(2 Timotius 3:2-4). Egosentris menjadi ciri hidup dunia modernisasi sehinggah
memberikan tekanan tersendiri bagi setiap individu yang tidak siap mental dalam
menghadapi perubahan-perubahan tersebut. Dari informasi media massa dan media
elektronik dapat dilihat begitu banyak masalah sosial yang terjadi disebabkan
oleh pribadi yang mentalnya terganggu. Beberapa pokok masalah serius yang
sering muncul akibat tekanan yang menyerang seseorang antara lain depresi,
kemarahan, kegelisahan, dan kesepian. Jika masalah ini tidak diatasi, maka
masalah pribadi orang tersebut akan berakibat juga bagi lingkungannya sebab
seseorang dengan pribadi yang tidak terkendali dapat melakukan hal-hal ekstrim
yang bisa menimbulkan masalah sosial, seperti membunuh, mencuri, menimbulkan
keributan, bahkan beberapa waktu lalu
melalui media televisi dilaporkan bahwa seorang wanita membuat kekacauan di
tengah jalan dengan memutar balik mobilnya melawan arah dan menghentikannya
secara mendadak sehinggah menimbulkan kemacetan dan memancing kemarahan
pengguna jalan lain. Setelah polisi datang dan menangani serta melakukan pemeriksaan,
ternyata wanita tersebut mengalami stres berat sehinggah melakukan hal
tersebut. Hal seperti ini tentunya bukanlah masalah yang bisa diabaikan.
Sebagai orang Kristen inilah kesempatan yang istimewa untuk menolong orang lain
melalui konseling Kristen.
Berdasarkan masalah di atas penulis merasa penting untuk
menyusun sebuah makalah mengenai strategi
konseling Kristen yang efektif untuk melayani jiwa-jiwa yang membutuhkan
pemulihan serta sentuhan kasih Kristus. Dan untuk mencegah meluasnya
pembahasan, maka dalam makalah ini penulis hanya membahas mengenai konseling
Kristen dan aplikasinya dalam penanganan khusus masalah stres.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan
konseling Kristen?
2.
Apa yang dimaksud dengan stres?
3.
Bagaimana cara yang efektif untuk
melakukan konseling Kristen bagi orang-orang yang mengalami stres?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk menjelaskan apa yang
dimaksud dengan konseling Kristen.
2.
Untuk menjelaskan apa yang
dimaksud dengan stres.
3.
Untuk menjelaskan bagaimana cara
yang efektif untuk menjadi konselor yang baik dalam menangani orang yang
mengalami stres. Diharapkan agar setiap orang Kristen mampu menjadi konselor
yang baik untuk sekitarnya mulai dari lingkungan keluarga, tetangga bahkan
masyarakat sehinggah bisa membantu mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi
akibat masalah kejiwaan individu yang tidak ditangani dan dipulihkan.
BAB 11
MEMAHAMI KONSELING KRISTEN
A.
Etimologi Kata Konseling
Istilah konseling diambil dari kata counsellor yang berarti penasihat.
Kata ini sudah dipergunakan sejak dalam Perjanjian lama, misalnya dalam 1
Tawarikh 27:32 dengan istilah soferim yang diterjemahkan dalam Bahasa
Inggris counsellor yang berarti
penasihat. Dalam kitab Yesaya 9:6 juga menggunakan sebuah istilah yaitu misera yang berarti counsellor. Kata ini menujuk pada nubuatan tentang kedatangan Yesus
sebagai Penasihat Ajaib. Di dalam Perjanjian Baru, istilah counsellor sering muncul dalam hubungannya dengan Roh Kudus (Yunani
= Parakletos); dalam Bahasa Indonesia
diterjemahkan sebagai penghibur, penasihat, dan penolong.
Dalam Bahasa Inggris, pada umumnya menerjahkan counsellor sebagai penasihat dan terkait dengan tugas-tugas hukum.
Bila seorang konselor memberikan counsel
kepada seseorang untuk melakukan sesuatu, konselor menasihati yang bersangkutan
untuk melakukan sesuatu itu. Seorang counsel
adalah ahli hukum yang memberikan nasihat dalam kasus-kasus bersangkutan
serta membelanya di pengadilan. Seorang konselor adalah seorang yang
pekerjaannya memberikan nasihat kepada orang yang memerlukan bantuannya. Selain
di bidang hukum, Rumah Sakit juga telah melatih para konselor yang ditugaskan
untuk menangani para pasien yang menderita depresi.[1]
Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya setelah perang saudara di
Amerika Serikat di penghujung abad ke-19, banyak korban perang yang harus
dilayani untuk merehabilitasi kehidupan para korban dan psikologipun sudah
menjadi disiplin ilmu yang mandiri, maka terutama di Amerika Serikat banyak
dikembangkan counselling psychology dan
consellor diartikan sebagai seseorang yang berusaha menolong konseli melalui
pendekatan psikologi dan dalam perkembangan ini tugas konseling bukan hanya
sekedar memberikan nasihat melainkan membantu konseli agar mampu menanggulangi
masalahnya sendiri pada waktu sekarang dan yang akan datang cara berintegrasi
lebih baik dan berpikir lebih konstuktif.[2]
Jadi, berdasarkan pemaparan di atas tujuan konseling pada umumnya
adalah membantu konseli menjadi normal dalam pergaulan sosialnya, dengan cara
berinteraksi secara lebih baik, berintegrasi lebih baik, dan berpikir lebih
konstruktif.
B.
Konseling Kristen
Dalam Perjanjian Baru, gereja diibaratkan sebagai tubuh Kristus,
persekutuan orang-orang percaya. Mereka berbakti, berdoa, mengabarkan Injil,
mengajar dan hidup saling tolong menolong; bahkan Tuhan Yesus mengatakan bahwa
tanda orang-orang percaya dan menjadi muridnya adalah jikalau mereka saling
mengasihi (Yohanes 13:35). Jadi salah satu tanggung jawab gereja yang utama
adalah untuk menolong orang lain. Setiap orang Kristen diberikan karunia yang
berbeda-beda (Roma 12, 1 Korintus 12, Efesus 4). Ada sembilan karunia yang
diberikan Roh Kudus untuk gereja Tuhan untuk memperlengkapi orang-orang percaya
bagi pekerjaan pelayanan dan untuk membangun dan menguatkan iman orang peraya,
sehinggah tidak lagi diombang-ambingkan oleh bermacam-macam pengajaran,
melainkan dipersatukan dan menjadi dewasa dalam iman. Salah satu karunia Roh
Kudus adalah karunia menasihati yang bisa diartikan dengan melakukan konseling.
Jika di tinjau dari sudut bahasa Yunani kata ‘menasihati’ berasal dari kata paraklesis dan memiliki arti “datang
untuk menolong”; bahkah secara luas bisa diartikan memberi penghiburan,
mendukung, memberi semangat, dan menasihati. Kesemuanya itu terdapat di dalam
konseling. Sekalipun ada orang-orang tertentu yang diberikan karunia khusus
untuk melakukan konseling, tetapi setiap orang Kristen mempunyai satu tugas
yaitu menolong orang lain.
Konseling Kristen dapat dilakukan setiap orang Kristen. Konseling
Kristen tentunya didasari pada dua hukum utama yang diberikan oleh Tuhan Yesus
sendiri yaitu mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati dan mengasihi sesama
manusia seperti diri sendiri (Markus 12:30-31). Kepedulian dan perhatian
terhadap sesama merupakan langkah awal yang bisa membawa orang Kristen untuk
bisa menyentuh kehidupan orang lain yang membutuhkan dengan kasih Kristus. Memang
banyak kesamaan antara konseling Kristen dan konseling non-Kristen, antara lain
menolong konsele menghadapi persoalan hidupnya, mengubah kebiasaan dan sikap
hidup yang merugikan, memberikan motivasi hidup, dan hal lainnya. Hanya
konseling Kristen memiliki arah yang lebih dalam lagi yaitu memperkenalkan
Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi dan membawa konsili
untuk mengaplikasikan kebenaran Firman Tuhan atas persoalan-persoalan hidup
yang dihadapi yaitu menyerahkannya kepada Tuhan sehinggah konsele terbebas dari
tekanan batin atau stres.
Jadi konseling Kristen adalah tugas pelayanan setiap pengikut Kristus
untuk menolong, menghibur, memotivasi dan melayani orang lain dengan kasih
sampai mereka bisa melihat kasih Kristus dalam diri setiap orang Kristen dan
dipulihkan serta menjadi percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat pribadi.
BAB 111
STRES
A.
Pandangan Umum Terhadap Stres
Stres atau lebih dikenal dengan sebutan tekanan batin merupakan problema penyesuaian. Penyebab stres bagi
setiap orang berbeda-beda tergantung seberapa besar daya tahan seseorang
menghadapi kenyataan hidup yang menekan. Jika banyak kejadian mendadak terjadi
sekaligus, maka penanggulangan tekanannya akan semakin sukar. Banyak hal yang
bisa menjadi penyebab stres. Hal-hal tersebut bersifat mengganggu, mengancam,
mendebarkan hati, menakutkan, mengkuatirkan, membuat frustasi, menimbulkan
amarah, mempermalukan dan sebagainya.
Stres merupakan ungkapan tubuh manusia terhadap setiap tuntutan yang dialami
olehnya. Pembelaan tubuh tersebut memungkinkan proses adaptasi terhadap
peristiwa-peristiwa yang dialami oleh seseorang. Stres sering dialami oleh
seseorang yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang individualis dan
interpersonal dimana manusia tidak lagi mempunyai relasi sosial yang akrab dan
harmonis serta intim dengan sesamanya, bahkan dengan orang-orang yang dekat
sekalipun keluarga. Ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat dan komplek,
tanpa adanya dukungan sosial yang memadai, maka akan membuat seseorang
mengalami stres.
Secara terminologi, stres berasal dari bahasa Yunani merimnao sebagai paduan dua kata yakni meriza (membelah, bercabang) dan nous (pikiran). Oleh sebab itu orang
yang mengalami stres tidak mungkin sejahterah sebab pikirannya bercabang antara
minat-minat yang layak dan pikiran-pikiran yang merusak.[3]
Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab stres misalnya krisis atau perubahan yang timbul
mendadak dan menggoncangkan keseimbangan hidup seseorang, frustasi atau kekecewaan yang timbul akibat terhalangnya niat dan
cita-cita yang hendak digapai, konflik atau
pertentangan antara dua dorongan keinginan dan tekanan yaitu sesuatu yang dirasakan berat untuk ditanggung.
Secara medis stres merupakan suatu tekanan pada manusia yang menimbulkan
reaksi fisik maupun emosional. Penyebab stres beraneka ragam, misalnya karena
serangan penyakit, kelelahan hebat, gejolak emosi, ketakutan, penghinaan,
hilangnya pekerjaan, hilangnya dukungan sosial, perubahan-perubahan situasi
dalam kehidupan, dan banyak hal lainnya.
B.
Pandangan Alkitab Terhadap Stres
Dalam Alkitab Perjanjian Lama stres digambarkan dengan istilah jiwa yang tertekan (Mazmur 42:5,6,
Mazmur 43:5, 88:7, Ratapan3:20, Habakuk3:7), jiwa yang gelisah (Ayub 7:4), sesak
hati (Kejadian 32:7), hati yang
gundah gulana (Mazmur 42:5), keadaan
susah dan sulit (Yeremia 19:9).
Dalam Perjanjian Baru beberapa peristiwa digambarkan sebagai keadaan
yang stres antara lain:
a.
Yesus ditaman Getsmani merasakan
hal yang sangat sedih dan seperti mau mati rasanya ( Matius 26:38, Markus
14:34).
b.
Yesus merasa sangat ketakutan dan
semakin sungguh-sungguh berdoa (Lukas 22:44).
c.
Peluh seperti titik-titik darah
bertetesan ke tanah karena stres (Lukas 22:44).
d.
Paulus menulis surat kepada jemaat
di Korintus dengan hati yang sangat cemas dan sesak (2 Korintus 2:4)
e.
Hati Paulus yang gelisah dan tidak
tenang memikirkan Titus (2 Korintus 2:13).
Stres dapat terjadi karena ketakutan dan kecemasan yang berat tapi
sesungguhnya stres juga dapat membawa kita untuk lebih dekat dengan Allah dan
lebih bersungguh-sungguh lagi datang berdoa kepada-Nya.
C.
Efek Stres
Setiap kali seseorang mengalami stres, hal itu akan memaksa dirinya
untuk melakukan penyesuaian diri dan hal itu menciptakan tekanan, baik jasmani,
mental maupun rohani. Efek buruk yang akan dialami ketiga aspek kehidupan
manusia tersebut contohnya:
a.
Fisik. Stres sering menimbulkan
kelemahan tubuh dan berbagai penyakit, misalnya serangan jantung, sakit maag,
sakit kepala, luka-luka usus, sesak napas, asma, dan eksim. Karena gelisah,
kesepian, kesulitan, rasa bersalah, dan putus asa, maka seseorang yang stres
sering tidak dapat sembuhdari penyakit yang di deritanya. Jadi stres
berpengaruh besar terhadap kesehatan seseorang.
b.
Mental. Stres sering membuat
seseorang cenderung menjadi pemarah, kurang sabar, tidak efisien, bertele-tele,
mudah emosi, dan tidak dapat bekerjasama dengan orang lain. Seseorang yang
mengalami stres di rumahnya akan berdampak sampai ke lingkungan sosialnya.
c.
Rohani. Stres yang dialami
sesungguhnya bisa membuat seseorang lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,
seperti yang dialami oleh Rasul Paulus. Namun sebaliknya, banyak orang juga
yang mengalami stres yang menghambat pertumbuhan rohaninya. Bahkan ada yang menyalahkan Tuhan, orang
lain, atau dirinya sendiri.
BAB 1V
Konseling Kristen yang Efektif untuk Penderita Stres
Menangani seseorang yang mengalami stres bukanlah hal yang mudah.
Sebuah contoh dalam Alkitab adalah peristiwa yang dialami oleh Ayub. Kejadian
mengejutkan terjadi secara beruntun dalam kehidupan. Ayub kehilangan hartanya,
anak-anaknya mati, ia mendapat tekanan dari istrinya sendiri, bahkan kemudian
ia sendiri sakit barah yang busuk dan tidak dipandang orang lagi. Hal-hal ini
membuat Ayub mengalami stres. Bahkan Ayub sampai mengutuk hari lahirnya. Tiga
orang konselor yang tidak lain adalah sahabat-sahabat Ayub mencoba datang
untung menolong Ayub, namun tidak satupun di antara mereka yang berhasil.
Kemudian datanglah Elihu (Ayub 32:11). Ia adalah seorang yang muda dan merasa
sebenarnya merasa segan untuk berbicara kepada Ayub, namun ia memberanikan diri
untuk menolong Ayub. Prinsip-prinsip yang dipakai oleh Elihulah yang akan
menjadi dasar-dasar strategi konseling Kristen yang efektif untuk melayani
orang yang mengalami stres.
Garry R. Collins dalam bukunya Konseling Kristen[4]
mencoba menkonstruksikan metode-metode yang dipakai Elihu. Berikut ini dapat
dilihat beberapa prinsip yang dipakai Elihu, antara lain:
a.
Elihu “mendengarkan” (Ayub 32:11). Sebelum berkata-kata, Elihu terlebih
dahulu mendengarkan Ayub. Mendengarkan merupakan bagian yang sangat penting
dalam konseling. Seorang konselor harus menyadari bahwa banyak orang yang
membutuhkan “telinga yang mau mendengarkan”. Kesabaran konselor dalam
mendengarkan curahan hati konsele membuatnya merasa leluasa untuk mencurahkan
masalah-masalah yang membebani dirinya. Dalam memulai konseling hendaknya konselor
menghindari untuk banyak memberikan nasihat atau mengutip sebanyak-banyaknya
ayat sebelum mendengarkan konsele.
Mendengarkan membutuhkan kesabaran dan kosentrasi.
Dengan mendengarkan, maka konsele akan bebas mengutarakan isi hatinya sampai ia
merasa lega, dan di saat yang bersamaan konselor akan mendapat banyak informasi
untuk menolong kelanjutan proses konseling tersebut. Dalam mendengarkan,
hendaknya konselor menaruh perhatian penuh dan menatap mata konsele dengan
kasih. Dengan begitu konsele akan merasa nyaman mencurahkan isi hatinya.
b.
Elihu “mengerti” (Ayub 32:12). Sebelum bertemu dengan Elihu, Ayub merasa
sangat frustasi sebab tidak seorangpun yang mengerti dengan keberadaannya.
Tetapi Elihu penuh pengertian terhadap Ayub sehinggah pengaruhnya terhadap Ayub
pun berbeda. Elihu mengerti tidak seorang pun yang telah menjawab pertanyaan
Ayub. Elihu memasuki dunia pengalaman dan perasaan Ayub dan mau menemani Ayub
menghadapi masalahnya bersama-sama. Seorang konselor yang baik harus mampu
mengerti jalan pikiran konsele dan berusaha memahaminya. Konselor dapat
memahaminya dengan baik jika konselor memandang persoalan yang dihadapi dari
kacamata konsele. Mengerti perasaan konsele merupakan hal penting yang harus
diusahakan oleh seorang konselor sebab hal itu akan membuat proses konseling
membuahkan hasil yang diharapkan.
c.
Elihu “menguatkan” (Ayub 33:6,7). Elihu berkata kepada Ayub, “bagi Allah,
aku sama dengan engkau”. Elihu meyakinkan Ayub bahwa dia pun adalah manusia
biasa, dengan berbagai macam persoalan, dan dia tidak datang untuk mengecam dan
membuat Ayub takut. Elihu berusaha menjadi sahabat untuk Ayub dengan
menyetarakan keberadaannya dengan Ayub. Elihu sebagai konselor membuka jalan
agar Ayub sebagai konsele tidak merasa segan untuk mengemukakan isi hatinya.
Secara alamiah sudah pasti seorang konsele akan merasa segan untuk mengemukakan
isi hatinya kepada konselor, apalagi untuk mengakui kesalahan-kesalahannya. Jika
konsele berbuat dosa, tentu ada perasaan takut dan kuatir untuk terbuka sebab
takut untuk dihakimi oleh konselor. Itulah sebabnya penting bagi seorang
konselor untuk dapat menguatkan dan meyakinkan konsele bahwa sekalipun konsele
telah gagal dan berbuat dosa, konselor bisa mengerti dan tidak menolaknya.
Bahkan perlu bagi konselor untuk mengingatkan konsele bahwa Tuhan Yesus datang
ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan orang yang berdosa (Roma 5:8).
d.
Elihu “mengkonfrontasikan” Ayub dengan kebenaran-kebenaran Allah.
Tanggung jawab seorang konselor bukan menghakimi, mengecam, mengutuk, atau pun
menimbulkan perasaan bersalah. Tetapi tugas konselor adalah memperhadapkan
konsele pada kegagalannya, perbuatannya, dosanya dan tingkah lakunya yang
merugikan, yang mungkin tidak dilihat oleh konsele sebelumnya. Elihu coba
mengkonfrontasikan Ayub dengan kenyataan dan agar Ayub memberikan tanggapan.
Elihu mengatakan pada Ayub, “Dalam hal ini “engkau tidak benar!”, “karena Allah Allah itu
lebih daripada manusia. Mengapa engkau berbantah dengan Dia? Sesungguhnya
sikapmu itu yang membuat engkau bersusah hati”. Elihu tidak memberikan khotbah
yang panjang, ia mengharapkan agar Ayub memberikan tanggapan atas pendapatnya
dan Ayub menyadari kesalahannya (Ayub 33:32). Seorang konselor harus
memperlihatkan kekeliruan-kekeliruan dari konsele dan tentunya hal ini harus
dilakukan dengan lemah lembut, selanjutnya berikan kesempatan kepada konsele
untuk mengemukakan tanggapannya.
e.
Elihu “mengajar” (Ayub 33:33). Hal yang sangat penting dalam proses
konseling Kristen yaitu membagikan hikmat kebenaran Firman Tuhan yang
dibutuhkan oleh konsele. Banyak metode yang bisa dipakai untuk mengajarkan
Firman Tuhan kepada konsele. Salah satunya adalah melalui verbal dengan
memberikan informasi, arah, dan petunjuk yang dapat dilakukan oleh konsele.
Tapi konselor bisa juga mengajarkan melalui keteladan hidupnya sama seperti
yang Rasul Paulus katakan, “ikutilah teladanku, seperti aku meneladani Kristus”
(1 Korintus 11:1). Konselor harus sadar bahwa keteladan hidup kadang berbicara
lebih keras dari pada kata-kata yang disampaikan.
f.
Elihu “membimbing” Ayub kepada Tuhan (Ayub 34). Elihu mengingatkan Ayub
betapa Allah itu adil dan tidak pernah berlaku curang. Allah benar-benar memperhatikan
manusia sehinggah manusia harus menurut kepada Allah. Konselor harus membimbing
konsele kepada Allah. Konselor harus siap mengabarkan kepada konsele mengenai
Yesus yang adalah “Penasihat Ajaib” (Yesaya 9:6). Penasihat Ajaib itu
selanjutnya dikaitkan dengan oknum Roh Kudus yang adalah penolong yang diutus
Allah untuk menolong setiap orang percaya. Namun dalam hal ini konselor harus
berhati-hati dan tidak memaksakan Injil jika sedang berhadapan dengan konsele
yang non-Kristen. Oknum Roh Kudus jugalah yang akan membuat konseling Kristen
menjadi efektif dan berhasil.
Elihu menjadi berhasil menjadi seorang konselor yang efektif sebab
Elihu memiliki sikap dasar empati yang ia terapkan dalam keterampilan dasar mendengarkan
sehinggah tercipta suatu hubungan yang baik dengan Ayub. Setiap orang Kristen
biusa menjadi konselor yang baik untuk orang yang mengalami stres asalkan
bersedia untuk mendengarkan, mengerti,
menguatkan, mengkonfrontasi, mengajar dan juga membimbing. Selain itu tentu
seorang konselor haruslah seorang yang hidup bergantung pada pimpinan Roh Kudus
sehinggah memiliki kesaksian hidup yang baik dan layak untuk diteladani.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konseling
Kristen merupakan salah satu tugas pelayanan yang Tuhan Yesus delegasikan
kepada setiap murid-murid-Nya, yaitu setiap orang Kristen. Pelayanan konseling
Kristen merupakan bentuk pelayanan yang sangat efektif khususnya untuk melayani
orang-orang yang mengalami stres dalam menjalani kehidupan. Di akhir zaman ini
kasih menjadi tawar, kehidupan menjadi sulit serta dukungan sosial menjadi
semakin sulit diperoleh sehinggah membuat banyak orang mengalami stres dalam
hidupnya. Itulah sebabnya setiap orang Kristen harus berperan aktif dalam
pelayanan konseling Kristen sehinggah mampu mengurangi masalah-masalah sosial
yang terjadi akibat perbuatan individu yang mengalami tekanan batin atau stres.
Dengan menerapkan metode konseling sesuai dengan Firman Tuhan, maka setiap
orang Kristen akan mampu melakukan melakukan tugas pelayanan konseling Kristen,
membantu membebaskan jiwa-jiwa dari tekanan batin dan membimbing mereka sampai
mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat
pribadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Teks
Alkitab Terjemahan Baru. 2009. Jakarta:
Lambaga Alkitab Indonesia.
Gintings, E. P. 2009. Konseling Pastoral terhadap masalah umum Kehidupan, Bandung: Jurnal Info Media.
Collins, Garry R. 1990. Konseling Kristen, Malang, SAAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar