18 Agustus 2014

Contoh Proposal Skripsi-3



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Permasalahan
Indonesia hingga kini masih diliputi dengan banyak persoalan dalam berbagai dimensi kehidupan. Meski pertumbuhan ekonomi sudah mulai mengalami kemajuan, tetapi tanpaknya masih kesulitan dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Suatu bangsa yang mengalami proses pembangunan ditandai dengan adanya perubahan struktur masyarakatnya. Perubahan ini dapat teruwujud dalam penciptaan kesempatan kerja, perbaikan kesejahteraan, dan perbaikan sarana dan prasarana. Tuntutan perubahan struktur tersebut menunjukkan bahwa pembangunan adalah suatu proses yang harus dilaksanakan bersama-sama antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan harus berperan aktif dalam pembangunan, menikmati hasil pembangunan dan melestarikan proses pembangunan secara berkesinambungan. Karena itu, proses pembangunan harus muncul dari masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat, dan hasilnya dinikmati oleh masyarakat. Peran pemerintah adalah memperlancar dan mengendalikan pembangunan.
Masalah yang dihadapi dalam mewujudkan proses pembangunan yang benar melalui perubahan struktur adalah masalah fundamental dan masalah schock berupa krisis ekonomi yang berkepanjangan. Masalah fundamental yang terjadi adalah kesenjangan antarmanusia, antardaerah, dan antarsektor kegiatan ekonomi. Masalah kesenjangan meluas ke masalah kemiskinan, pengangguran, dan kesejahteraan sosial, seperti tingkat pendidikan dan kesehatan.
Pendekatan melalui pemberdayaan masyarakat adalah hal yang sangat penting. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga merupakan upaya meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.[1] Selain pemberdayaan masyarakat, Sumber Daya Alam yang ada diupayakan penggunaannya secara optimal dan perbaikan sarana dan prasarana yang kurang memadai. Upaya untuk mempercepat pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat perlu mendapat perhatian semua pihak.
Dalam proses pembangunan akan lebih banyak terletak pada Sumber Daya Manusia. Memang Sumber Daya Alam juga perlu, akan tetapi dengan adanya Sumber Daya Manusia yang handal maka kekurangan ketersediaan Sumber Daya Alam bisa diatasi.  Sebaliknya meskipun sumber daya alam tersedia dengan melimpah, akan tetapi bila tidak ada sumber daya manusia untuk memanfaatkannya maka sumber daya alam yang tersedia tersebut hanya merupakan potensi yang tidak diwujudkan dalam kenyataan.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dipikirkan cara untuk mengembangkan dan menggali potensi yang ada pada setiap daerah di Indonesia. Dengan demikian daerah-daerah tersebut mengalami kemajuan dan menjadi kuat dalam berbagai aspek, bahkan dapat menjadi contoh untuk perkembangan daerah-daerah lainnya. Semua ini tidak lepas dari peran Yayayasan Mitra Pengembanga Desa (YMPD) - Bandung dalam menyiapkan tenaga-tenaga terampil, terlatih untuk membangun dan memberdayakan masyarakat di daerah pedesaan. Yayasan Mitra Pengembangan Desa Bandung hadir dengan misinya yaitu menyatakan kasih Allah kepada masyarakat di pedesaan yang tingkat spiritual dan tingkat sosial-ekonominya masih rendah, melalui pelayanan holistik.
Kampung Palalangon adalah salah satu daerah pelayanan Yayasan Mitra Pengembangan Desa (YMPD) - Bandung. Palalangon merupakan sebuah kampung yang terletak dalam wilayah hukum Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Dalam bahasa Sunda, Palalangon berasal dari kata “buhun” yang artinya suatu tempat yang tinggi. Sebelum ada Waduk Cirata pada tahun 1987, Kampung Palalangon memang tampak terletak di tempat yang tinggi, dikelilingi oleh lembah. Akan tetapi, dengan adanya penggenangan air Waduk Cirata sejak tahun 1987, maka nama itu terasa menjadi kurang menggambarkan kondisi yang sebenarnya bahwa Palalangon ada di tempat yang tinggi. Tetapi bagi masyarakat Palalangon Waduk Cirata justru membawa berkah tambahan, sebab masyarakat Palalangon yang awalnya hidup dari bertani, makin lama menjadi makin sulit jika hanya mengandalkan ini untuk tetap survive. Mengapa? Karena pemilikan lahan per keluarga semakin lama semakin sempit karena sistim pembagian tanah warisan yang kini rata-rata kurang dari 0,5 ha. Belum lagi karena tekanan ekonomi, yang membuat masyarakat Palalangon terpaksa menjual lahannya kepada orang lain (umumnya dari luar Palalangon) untuk mendapatkan uang tunai dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak. Bila tanah yang dijual masih digunakan untuk kepentingan pertanian maka hal tersebut akan memberi dampak  penyerapan tenaga kerja bagi penduduk desa. Namun bila tanah yang dibeli oleh orang luar desa itu menjadi tanah tidur atau dikoversi menjadi bangunan tempat tinggal maka penduduk desa akan kehilangan peluang untuk bekerja dan kehilangan mata pencaharian dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, tidak mengherankan, apabila pada generasi awal masyarakat Palalangon seluruhnya sebagai petani pemilik lahan, kini menjadi 80% sebagai petani. Namun dari seluruh petani di Palalangon saat ini hanya sekitar 15 % sebagai petani pemilik lahan. Sisanya hanya merupakan petani penggarap atau buruh tani. Selain itu Sebagian lahan masih merupakan lahan tadah hujan atau lahan kering. Kegiatan pertanian di lahan seperti ini cukup terbatas dan sulit dikembangkan. Sejauh ini orientasi kegiatan di lahan seperti ini hanya untuk tanaman palawija. Alternatif lain, umpamanya memelihara ternak, belum dipikirkan pengembangannya.
Dengan adanya waduk Cirata, sebagian masayarakat Palalangon khususnya dan masyarakat Kerta Jaya dan Sindang Jaya pada umumnya dapat memperoleh tambahan pendapatan dari usaha tani ikan, atau menjadi buruh kerja di jaring apung. Meskipun sebagian wilayah waduk Cirata adalah bagian desa Palalangon. Sayangnya sangat sedikit masyarakat Palalangon yang memanfaatkan waduk ini untuk mata pencaharian mereka. Kegiatan ekonomi karamba jaring apung hanya berlokasi di Palalangon tapi tidak berbasis di desa ini, dalam arti bahwa penduduk desa tidak terlibat. Input kegiatan budidaya ikan didatangkan dari luar desa, demikian pula ikan hasil budidaya dipasarkan ke luar desa, dari kegiatan budidaya ikan di Waduk Cirata ini hampir tidak ada dampaknya bagi masyarakat desa Palalangon. Kegiatan perikanan lain di Waduk Cirata yang dilakukan untuk sekedar hobi adalah kegiatan pemancingan. Namun lagi-lagi, kegiatan ini dilakukan oleh orang luar desa. Peluang usaha pemancingan di waduk melalui pengelolaan dan penataan ruang dan tempat secara lebih baik belum bisa dilakukan oleh masyarakat Palalangon.
Kendala lain yaitu lapangan kerja. Karena kurangnya lapangan kerja, maka umumnya usia produktif penduduk palalangon tidak memiliki pekerjaan, jika ada itupun bekerja secara tidak teratur, atau bahkan migrasi ke luar desa. Migrasi ini dilakukan selain untuk mencari pekerjaan, juga untuk menempuh sekolah yang lebih tinggi. Yang menjadi pertanyaan adalah penduduk dari luar yang datang ke Palalangon, pada umumnya mereka mendapat atau memiliki pekerjaan dengan lebih mudah dan lebih baik. Banyak pendatang di Palalangon yang bekerja sebagai buruh di perikanan jaring apung yang berlokasi di Waduk Cirata. Hal ini mengindikasikan bahwa peluang kerja yang tersedia secara lokal tidak bisa dimanfaatkan oleh penduduk setempat. Tentu saja hal ini karena rendahnya keahlian dan ketrampilan yang dimiliki, atau karena rendahnya etos kerja. Hal ini juga turut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan yang umumnya penduduk hanya tamat SD. Dengan porsi tenaga tamatan SD yang lebih banyak ini maka pengembangan kegiatan ekonomi yang berbasis sumberdaya manusia juga mengalami kendala. Salah satu penyebab mengapa penduduk Palalangan pada umumnya hanya tamatan SD adalah terbatasnya sekolah lanjutan sehingga banyak anak-anak usia sekolah yang tidak melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Selain itu perangkat lunak seperti pengajar, pegawai, metode pengajaran dan kurikulum, serta bahan-bahan yang diperlukan dalam proses belajar mengajar belum memadai. Semua itu turut mempengaruhi ketersediaan Sumber Daya Manusia desa Palalangon yang handal dalam mengelolah daerahnya.
Dari segi kerohanian, meskipun Kampung Palalangon memiliki keunikan yaitu sebagai satu-satunya desa di Jawa Barat yang persentase penduduknya mayoritas beragama Kristen dan intensitas pembinaan kerohanian juga cukup tinggi di banding desa-desa yang lain di Jawa Barat.  Namun ada beberapa masalah yang perlu mendapat perhatian meliputi kebaktian umum di beberapa gereja kebanyakan dipimpin oleh majelis gereja yang pada umumnya mempunyai latar belakang pendidikan Theologia yang sangat terbatas. Hal ini kemungkinan merupakan alasan rendahnya tingkat kehadiran jemaat pada kebaktian umum. Tingkat kehadiran anak disekolah minggu juga dipengaruhi oleh pembina dan guru sekolah minggu, jika yang mengajar adalah mahasiswa praktik dari sekolah teologia tingkat kehadiran anak relatif tinggi. Kebaktian keluarga, kebaktian rumah tangga, atau ibadah kategorial yang dilakukan di rumah jemaat umumnya memiliki tingkat kehadiran yang rendah, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah penyampaian materi, tema bahasan, waktu pelaksanaan, serta pengajar atau pemberita firman.
Hal yang menjadi perhatian penulis adalah: pertama masyarakat Palalangon harusnya menjadi tuan di daerahnya sendiri, tetapi kenyataan yang terjadi mereka menjadi buruh bahkan hanya menjadi “penonton”, jika ini dibiarkan terus terjadi, secara perlahan komunitas masyarakat Palalangon akan tergusur oleh pendatang dari daerah sekitarnya yang memiliki SDM yang terampil dan lebih memadai. Kedua ialah karena kesulitan ekonomi, SDM-nya tidak memiliki keterampilan yang memadai, apabila muncul tawaran-tawaran yang bisa mengubah taraf hidup yang lebih baik, karena pengajaran firman yang kurang mendalam akibatnya dasar iman yang tidak kuat kepada Kristus, sehingga banyak yang meninggalkan keyakinannya.
Setelah memperhatikan permasalahan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan menjadi satu pertanyaan inti: Bagaimana memberdayakan gereja-gereja di Palalangon sehingga daerah  yang mayoritas Kristen ini  dapat mengalami kemajuan dan menjadi saluran berkat untuk daerah sekitarnya?. Dalam membahas permasalahan tersebut, penulis membagi permasalahan dalam beberapa pertanyaan.
1.      Seberapa penting pelayanan STT SAPPI bagi gereja-gereja pedesaan di Indonesia?
2.      Bagaimana konsep pelayanan yang digunakan STT SAPPI dalam memberdayakan gereja-gereja di Pedesaan di Indonesia?
3.      Sejauh mana dampak dari konsep pelayanan yang digunakan STT SAPPI dalam memberdayakan gereja-gereja di pedesaan di Indonesia?
4.      Bagaimana pendekatan yang digunakan YMPD dalam memberdayakan potensi alam dan SDM gereja-gereja di Palalangon.
5.      Bagaimana peran YMPD dalam menghadapi perubahan-perubahan yang begitu cepat dalam mempertahankan desa Palalangon sebagai daerah mayoritas Kristen.

1.3.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan gambaran tentang konsep pelayanan YMPD dalam menjangkau daerah pedesaan dan perannya dalam memberdayakan gereja-gereja di pedesaan khususnya daerah Palalangon.
2.      Memberikan gambaran  apa saja yang telah dilakukan oleh YMPD dalam meningkatkan SDM gereja-gereja di desa Palalangon.
3.      Membuka wawasan untuk melihat kondisi real dari kehidupan masyarakat/jemaat Tuhan di desa Palalangon. Apa sesungguhnya yang terjadi dengan kehidupan saudara-saudari seiman kita yang hidup di pedesaan.

1.4.  Pembatasan Masalah
Melihat cukup banyak dan luasnya permasalahan yang berkait pelayanan pedesaan yang ditangani oleh Yayayasan Mitra Pengembangan Desa (YMPD) Bandung, maka di dalam penulisan ini penulis akan membatasi yaitu pelayanan Yayasan Mitra Pengembangan Desa (YMPD) Bandung di daerah Palalangon.



1.5 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tesis ini penulis membuat sistematika penulisan dalam bab-bab sebagai berikut:
Bab I, penulis akan menyajikan bahasan antara lain: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
Bab II, Pengertian desa dan gambaran umum daerah Jawa Barat khusus Kampung Palalangon serta sejarah masuknya kekristenan di daerah Palalangon.
Bab III, penulis akan membahas konsep pelayanan holistik dalam mengemban dwi mandat Tuhan yakni Mandat Injil dan Mandat Budaya
Bab IV, penulis akan mengimplementasikan model pelayanan dwimandat Tuhan dalam satu wadah sebagai contoh palayanan Yayasan Mitra Pengembangan Desa (YMPD) Bandung
Bab V, terdiri dari dua sub, yang pertama berisi kesimpulan dari penulisan, sedangkan sub bab kedua berisi saran-saran yang memuat pertimbangan penulis.


Secara keseluruhan judul tesis ini adalah:
SIGNIFIKANSI PELAYANAN
STT SAPPI DALAM MEMBERDAYAKAN
GEREJA PEDESAAN DI INDONESIA
(Studi Kasus STT SAPPI Cianjur Periode 2005-2012)



[1] Gunawan Sumodinigrat, “Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat”, PT.Bina Rena Pariwara, Jakarta, 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar