27 Maret 2014

MENERAPKAN TRILOGI KERUKUNAN SEBAGAI POLA APRESIASI TERHADAP AGAMA-AGAMA NON KRISTEN | Pdt. Ester Deana Awondatu

MENERAPKAN TRILOGI KERUKUNAN SEBAGAI POLA APRESIASI TERHADAP
AGAMA-AGAMA NON KRISTEN

Menurut Kamus Kata-kata Asing dalam Bahasa Indonesia, pluralisme
berarti keadaan masyarakat yang majemuk berdasarkan sudut pandang
sosial politik. Pengertian sosiologis ini oleh para teolog
dikembangkan ke dalam lingkup agama-agama untuk menjelaskan
kemajemukan agama-agama. Pengertian ini sesuai dengan kondisi
masyarakat beragama di Indonesia yang majemuk. Dalam pluralisme agama
semua agama tidak dianggap sama, tetapi semua penganut agama-agama
harus saling membuka diri terhadap masalah-masalah bersama dari sudut
pandang agama masing-masing. Muara dari keterbukaan ini adalah
pembentukan etika, moral dan spiritualitas masyarakat yang plural itu.
Jadi, pluralisme agama bukan sinkretisme.
Tentang kemajemukan agama, buku Iman Sesamaku dan Imanku menyebut ada
tiga sikap dalam komunitas Kristen:
a. Ekslusif: bahwa kebenaran dan keselamatan hanya ada melalui jalan
Kristus. Di beberapa tempat, orang-orang Kristen merasa terancam dan
oleh karena itu mereka menunjukkan sikap ermusuhan terhadap sesama
mereka yang berkepercayaan lain. Mereka berusaha mempersulit kehidupan
bermasyarakat mereka, mempersulitkelompok-kelompok tertentu membangun
rumah ibadah yang baru atau melaksanakan perayaan-perayaan
keagamaannya. Ada juga sikap orang-orang Kristen yang kelihatannya
toleran, namun sebenarnya acuh tak acuh.
b. Inklusif: meyakini bahwa Kristus juga hadir serta bekerja di
kalangan mereka yang mungkin tidak mengenal Kristus secara pribadi. Di
dalam pandangan ini, orang-orang dari kepercayaan lain, melalui
anugerah Kristus, diikutsertakan di dalam rencana keselamatan Allah.
c. Pluralis: bahwa Allah, atau oleh penganut-penganut agama lain
"Kenyataan", dapat dikenal melalui bermacam-macam jalan. Mereka yang
mengikuti paham ini melihat kegiatan Allah pencipta itu di dalam
kerangka pluralitas dunia ini. Mereka berusaha untuk melihat kegiatan
Roh Kudus bahkan diluar tembok-tembok gereja. Mereka menegaska bahwa
kegiatan penyelamatan Allah itu terjadi di banyak tempat, di dalam
banyak tradisi dan melalui banyak jalan.

Jadi, pluralisme harus dipahami sebagai semangat untuk menghargai
keyakinan agama sendiri dan berbarengan dengan itu menghormati
keyakinan agama lain. Penganut agama lain tidak dilihat sebagai musuh,
lawan, atau saingan. Sebaliknya mereka adalah kawan sekerja, saudara,
sesama yang memiliki tujuan yang sama, yakni kesejahteraan manusia dan
alam ciptaan Allah.

Berdasarkan latar belakang uraian diatas maka pola yang dapat
digunakan untuk memberi apresiasi terhadap agama lain adalah
menerapkan Trilogi Kerukunan Umat Beragama (Roma 15:15), yaitu: (1)
menciptakan kerukunan antar umat seagama, misalnya melakukan ibadah
Paskah Bersama antar sesama umat Kristen dari berbagai denominasi
gereja (GPdI, HKBP, GBI dll), (2) menciptakan pola kerukunan antar
umat beragama, misalnya semua umat beragama baik Kristen, Katolik,
Islam, Hindu dan Budha mengadakan kesepakan bersama mengatasi kegiatan
pelanggaran HAM dan lain sebagainya dan juga (3) menciptakan pola
kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, misalnya umat
beragama bersama menyosialisasikan pilar-pilar keutuhan NKRI, seperti
Pancasila, UUD 1945, Demokrasi, Penegakan Hukum dan HAM dll.

Daftar Pustaka
1. Alkitab Terjemahan Baru (2005). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
2. Anggaran Dasar Gereja Pantekosta di Indonesia (2012). Jakarta:
Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia.
3. Coleman, Daniel (1995). Emotional Intelligence (terj.). Jakarta:
PT. Gramedia.
4. Coles, Robert (2000). Menumbuhkan Kecerdasan Moral pada Anak.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
5. Lutzer, ErwinW (2005). Teologi Kontemporer (terj.). Jakarta: Gandum Mas.
6. Mulyono, Bambang Y (1984). Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja
dan Penanggulangannya. Jogyakarta: Kanisius.
7. Storm, Bons (2004). Apakah Penggembalaan Itu? Petunjuk Praktis
Pelayanan Pastoral. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
8. Sidjabat, BS (2008). Membesarkan Anak dengan Kreatif. Yogyakarta:
Andi Offset.
9. Sutanto, Leo (2008). Kiat Sukses Mengelola & Mengajar Sekolah
Minggu.Yogyakarta: Andi Offset.
10. Verkuyl, J (1995). Aku Percaya. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar