27 Maret 2014

HIDUP BERDAMPINGAN SECARA DAMAI SEBAGAI POLA APRESIASI TERHADAP SESAMA UMAT BERAGAMA | Pdp. Hellen Karubaba

HIDUP BERDAMPINGAN SECARA DAMAI SEBAGAI POLA APRESIASI TERHADAP SESAMA
UMAT BERAGAMA


Hidup berdampingan secara damai antar umat beragama adalah pola yang
dapat digunakan oleh umat Nasarani untuk memberi apresiasi terhadap
agama-agama non Kristen. Namun, kemajemukan, apalagi dalam beragama
pada kenyataannya tidak selalu berdampingan dengan damai. Tidak jarang
kemajemukan dianggap sebagai penghabat perkembangan agama. Eka
Darmaputera menulis agama di dunia ini umumnya lahir, bertumbuh dan
berkembang sebagai "anak tunggal". Hinduisme di India, Budhaisme di
Sri Langka dan Thailand, Kristen di Eropa dan Amerika, Islam di Timur
Tengah, Iran dan Pakistan. Sebagai "anak tunggal" ada kecenderungan
untuk bersikap dominan, kurang toleran, dan merasa diri paling benar.
Keadaan ini membuat para penganut agama tidak siap, bahkan terkejut,
ketika harus berdampingan dengan orang lain yang berbeda (plural
schok) sekalipun untuk kesejahteraan bersama.
Hanya sesudah memiliki pemahaman dan penghayatan serta pengamalan
nilai-nilai damai sejahtera yang ilahi yang kita miliki dalam Kristus
barulah harapan yang mengembirakan untuk hidup berdampingan secara
damai antar umat beragama menjadi kenyataan. Yesus bersabda: "Damai
sejahtera-Ku Kutinggalkan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak
seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Jangan gelisah dan gentar
hatimu" (Yoh. 14:27). Untuk itulah kita perlu memiliki pemahaman yang
baik dan benar tentang pengertian damai sejahtera serta implementasi
dalam kerukunan hidup umat beragama menurut iman Kristiani.
Pengertian Damai Sejahtera dan Pengamalannya
Selama ini kata "damai" sudah sangat akrab di telinga dan mata kita.
Kita banyak mendengar seruan damai, begitu pula spanduk atau stiker
yang bertuliskan "damai". Atau mungkin pernah juga kita mendengar
lagu-lagu yang mengumandangkan perdamaian. Tetapi, apakah sebenarnya
damai atau damaisejahtera itu menurut iman Kristen?
Kata "damai" atau "damai sejahtera" sering kita temukan dalam Alkitab.
Di dalam Perjanjian Lama kata "damai" atau "dalai sejahtera"
merupakan terjemahan dari kata Ibrani: syalom, dan dari kata Yunani:
eirene di dalam Perjanjian Baru. Kata syalom biasanya digunakan untuk
menyapa, untuk menanyakan kabar (Kej. 43:27; Kel. 18:7), sebagai
ucapan salam perpisahan (Hak. 6:23), dan bahkan untuk menyatakan
meninggalnya seseorang (Yer. 34:5). Kata ini dapat kita bandingkan
dengan sapaan Horas! Di dalam masyarakat Batak; Ya'ahowu! Di dalam
masyarakat Nias. Karena itu, tidak jarang kita dengar kata "syalom"
diucapkan sebagai sapaan salam di antara orang-orang Kristen masa
kini.
Kebanyakan orang memahami damai sebagai keadaan yang tenang atau
situasi yang berlawanan dengan perang, kerusuhan, keonaran, dan
sebagainya. Sesungguhnya damai atau damai sejahtera di dalam Alkitab
mencakup banyak arti.
"Syalom" mengacu pada kesehatan dann kemakmuran, kesuburan negeri,
umur panjang, terhindar dari erbagai bahaya, berhasil di dalam upaya
dan jeripayah, dan hidup rukun dengan orang lain. "Syalom" juga
menunjuk pada hubungan perjanjian dengan Allah (lih. Yes. 32:17-18),
sukacita segala sesuatu yang berlangsung secara aman dan bahagia.
Dengan kata lain, bebas dari persilisihan dan ancaman musuh, ketakutan
dan keteguhan hati untuk percaya pada Tuhan.
Dari setiap pengertian yang dicakup kata "syalom" di atas, kita dapat
menyimpulkan bahwa "syalom" memiliki arti yang sangat luas, suatu
keadaan yang dibangun atas dasa nilai-nilai sentral manusia Kristiani:
Kesabaran, Keadilan, Kebebasan, dan Kasih.
Sayangnya "syalom" dapat hilang atau pudar dari kehidupan manusia,
karena hubungan yang rusak antara manusia dengan Allah, manusi dengan
alam, manusia degan sesamanya, atau bahkan manusia dengan dirinya
sendiri. Oleh karena itu, perkembangan selanjutnya, setelah kedatangan
Kristus kedalam dunia untuk menjadi perantara bagi manusia dengan
Allah (bnd. Gal.3:20), "syalom" juga mendapat pengertian tambahan,
yaitu Penerimaan, Pemulihan, Pengampunan dosa yang membawa pada
Keselamatan dari Allah.
Hanya dengan memahami dan menghayati arti penting dari kata "syalom"
serta mengamalkan Trilogi Damai Sejahtera, yaitu: Damai dengan Allah,
Damai dengan Diri sendiri, dan Damai dengan Sesama, maka "Hidup
Berdampingan Secara Damai Sebagai Pola Apresiasi Terhadap Sesama Umat
Beragama" dapat terwujud di Indonesia.

Daftar Pustaka
1. Alkitab Terjemahan Baru (2005). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
2. Anggaran Dasar Gereja Pantekosta di Indonesia (2012). Jakarta:
Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia.
3. Lutzer, ErwinW (2005). Teologi Kontemporer (terj.). Jakarta: Gandum Mas.
4. Storm, Bons (2004). Apakah Penggembalaan Itu? Petunjuk Praktis
Pelayanan Pastoral. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
5. Verkuyl, J (1995). Aku Percaya. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar