13 Maret 2014

DAKWAH NABI ISA





BAB III
PEMAHAMAN ALKITAB TERHADAP PRIBADI
DAN KARYA YESUS KRISTUS

            Bab  ini akan membahas pemahaman Alkitab terhadap pribadi dan karya Yesus Kristus. Siapakah Yesus itu? Apakah Dia sungguh Mesias, Anak Allah, apakah Dia ada sebelum dunia ini dijadikan, dan apakah Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati? Bagaimana dengan kelahiran, kehidupan, pengajaran, mujizat, kematian, kebangkitan dan kenaikan-Nya, serta kedatangan-Nya kembali? Kebenaran kekristenan tergantung sepenuhnya pada kebenaran Yesus Kristus dan keberadaan-Nya yang sebenarnya.
                                                                                                                      
Pribadi Yesus Kristus
Perbedaan antara pribadi dan karya Yesus Kristus tidak dapat dipisahkan karena keduanya berkaitan sangat erat. Dengan mengetahui pribadi-Nya, akan menolong kita untuk memahami betapa pentingnya karya penebusan-Nya, menolong untuk memahami dampak atau hasil karya penebusan-Nya, serta dapat menerima dan mengalami karya penebusan-Nya.
Siapakah Kristus? Pertanyaan ini banyak menarik perhatian dan juga merupakan tema yang banyak menimbulkan kontroversi. Di satu sisi Yesus memiliki pengagum yang luar biasa, tetapi di lain sisi ada juga orang-orang yang membenci Dia. Yesus adalah pribadi yang unik, keunikan inilah yang telah menimbulkan banyak kontroversi, baik dikalangan Kristen maupun kalangan non-Kristen.  Stephen Tong dalam bukunya menulis:
Sejarah telah membuktikan bahwa sejak Kristus berada di dalam dunia ini sampai sekarang tidak kurang dari berjuta-juta orang yang membenci Yesus bukan saja membunuh Dia, tetapi juga merencanakan pemusnahan dari pengaruh yang telah diberikan-Nya serta berusaha menghapuskan semua kesan yang telah diberikan-Nya dari dalam otak manusia. Tetapi sejarah juga telah menunjukkan ada begitu banyak orang yang semula membenci Dia berbalik menjadi orang-orang yang sangat mencintai Dia, dan sebaliknya hanya sedikit, bahkan sangat sedikit orang yang semula mencintai Dia lalu berbalik membenci-Nya (Tong, 1995:VII).

Ajaran tentang pribadi dan karya Kristus merupakan inti pengajaran dalam kekristenan. Kita tidak mungkin hanya mengenal karya Yesus tanpa mengenal Pribadi-Nya. Jika kita hanya mengenal Yesus sebagai Juruselamat pribadi berarti kita hanya mengenal Yesus dari sudut karya-Nya saja dan mengabaikan Pribadi-Nya. Jadi pengenalan Yesus yang sempurna semestinya meliputi Pribadi (siapakah Dia) dan karya-Nya (apa yang telah dikerjakan untuk kita).
Dalam memahami pribadi dan karya Yesus Kristus, sangatlah penting untuk melihat bahwa metode atau sistim kristologi manapun tidak akan benar tanpa didasari oleh pandangan Alkitab. Penyelidikan tentang pribadi dan karya Yesus Kristus yang historis maupun fakta-fakta teologi tentang Yesus harus dilihat dan dipahami di bawah terang ajaran Alkitab. Alkitab harus diterima sebagai Firman Allah yang benar dan otoritatif (berkuasa), dengan menerima Alkitab sebagai Firman Tuhan yang benar dan berkuasa, berarti juga menerima keilahian, kelahiran-Nya dari seorang perawan, kehidupan-Nya yang tanpa dosa, kematian-Nya sebagai pengganti orang berdosa, serta kebangkitan-Nya, dan kedatangan-Nya kembali. Tanpa Alkitab, pemahaman akan pribadi dan karya Yesus Kristus akan menimbulkan keraguan dan memunculkan kecenderungan untuk mempersoalkan fakta-fakta mengenai pribadi dan karya Yesus Kristus.
Memahami pribadi dan karya Yesus Kristus, harus berangkat dari  Alkitab secara menyeluruh. Tanpa berdasarkan Alkitab, kita tidak akan pernah memiliki pemahaman yang benar terhadap pribadi dan karya Yesus Kristus. Demikian juga dengan pemahaman yang hanya didasarkan pada apa yang tertulis dalam keempat injil belumlah lengkap tanpa melihat fakta-fakta tentang Yesus Kristus yang tertulis dalam kitab-kitab lainnya, misalnya Kisah Para Rasul, surat-surat kiriman para rasul dan kitab Wahyu. Pemahaman yang benar terhadap pribadi dan karya Yesus Kristus, harus dibangun dan didasarkan pada pendekatan secara Alkitabiah.

Ajaran-Ajaran Yang Menyerang Pribadi Yesus
Ajaran-ajaran sesat yang menyerang pribadi Yesus sudah ada sejak zaman gereja mula-mula. Munculnya kaum Ebionit pada abad kedua dari kaum percaya bangsa Yahudi, golongan ini menyangkali keilahian Yesus Kristus. Golongan Gnostik mengajarkan bahwa Yesus memiliki tubuh yang nyata tetapi menyangkali kenyataan bahwa tubuh itu bersifat fisik atau materi, golongan ini menyangkali kemanusiaan Yesus Kristus. Golongan Arian mengajarkan bahwa Yesus tidak ada sebelumnya, Yesus adalah makluk ciptaan dan dalam keadaan-Nya sebagai ciptaan, Dia disebut logos, Anak, Anak Tunggal dan Awal ciptaan Allah.
Arius mengajarkan bahwa meski Yesus disebut Allah, Dia bukanlah Allah dalam pengertian yang sepenuhnya, tetapi merupakan yang tertinggi dari seluruh makluk ciptaan. Intinya Arian mengajarkan bahwa Yesus adalah makluk ciptaan, keberadaan Yesus Kristus tidak kekal, mereka mengajarkan bahwa Kristus adalah roh pertama yang diciptakan (Walvoord,Tt:16). Apa yang diajarkan oleh golongan Arian bertentangan dengan apa yang diajarkan Alkitab.
Apolinarius seorang uskup terkenal dari Laodikia, ajarannya menyangkali kepenuhan hakikat kemanusiaan Yesus. Nestorius, uskup dari Konstantinopel, ajarannya menyangkali kesatuan nyata dari hakekat ilahi dan manusia di dalam Yesus. Eutisian mengajarkan bahwa Yesus bukan Allah maupun manusia, tetapi pribadi ketiga yang dihasilkan dari percampuran dua hakikat. Monofisit menyangkali dua hakikat dan kehendak di dalam satu pribadi Yesus Kristus.
Gerakan lainnya yang memperdebatkan pribadi dan karya Yesus Kristus adalah gerakan Liberalisme Moderen yang dimotori oleh Ritschl dan Schleirmacher, mereka berpandangan bahwa Alkitab tidak dapat diterima secara serius mengenai isi historis atau faktanya, melainkan isi Alkitab hanya direnungkan sebagai sarana untuk memperoleh pengertian-pengertian rohani. Pandangan ini jelas menimbulkan penolakan terhadap pribadi Yesus yaitu penolakan terhadap kepenuhan keilahian Yesus Kristus. Selain gerakan Liberalisme Modern, gerakan Neo-ortodoks  mencoba untuk membelokkan ajaran Yesus Kristus dalam Alkitab. Gerakan ini mengajarkan bahwa Allah hadir di dunia ini, tetapi tidak lebih besar dari dunia. Para pendukung gerakan Neo-ortodoksi seperti Barth, Brunner, Niebuhr memiliki kecenderungan untuk menekankan Yesus yang bersifat pengalaman dari pada Yesus dalam Alkitab. Alkitab hanya dipandang sebagai suatu saluran wahyu dan bukan catatan obyektif yang nyata. Gerakan yang lebih liberal lagi muncul yaitu gerakan yang dimotori oleh Rudolf Bultmann, Bultmann memiliki kecenderungan untuk melemahkan fakta tentang Yesus yang bersejarah dalam Alkitab dan lebih menekankan pada apa yang dipercayainya dari pada menekankan pada apa yang diajarkan oleh Alkitab yang sebenarnya. Bultmann  memandang Alkitab sudah banyak diubah sehingga tidak dapat lagi diterima nilainya. Para ahli teologi liberal pada umumnya menyangkal sifat otoritas Alkitab (Walvoord, Tt: 9-12).
Kemanusia Yesus Kristus juga mendapat serangan dari bidat Doketisme yang mengajarkan bahwa Yesus hanya “kelihatannya” memiliki suatu tubuh tetapi pada kenyataannya hanya seperti suatu keberadaan yang memakai topeng. Bidat lainnya yang juga melawan kemanusiaan Yesus Kristus adalah bidat Monofisit, bidat ini mengajarkan bahwa sebenarnya Yesus bukan memiliki dua natur tetapi hanya satu natur, natur yang satu ini bukan hanya manusia dan bukan hanya ilahi, tetapi percampuran dari keduannya, memanusiakan yang ilahi dan mengilahikan yang manusia (Sproul, 2000:111).

Yesus ada sebelum dunia dijadikan
            Alkitab menulis bahwa Yesus Kristus sudah ada sebelum Ia dilahirkan ke dalam dunia ini (Yoh 1:1-5; 8:58; 17:5, 24; Kolose 1:13-17; Ibrani 1:2, 8; 2:10). Yesus tidak pernah diciptakan dan Ia selamanya ada, yaitu dari kekal sampai kekal. Keberadaan Yesus dari waktu kekekalan adalah ajaran yang sangat penting dalam kekristenan. Dikatakan demikian karena apabila Yesus tidak berada dalam kekekalan, berarti Yesus adalah ciptaan yang berada dalam waktu, dan ini menyatakan Yesus bukan Allah. Dalam Yohanes 8:58, Yesus berkata: “sebelum Abraham jadi, Aku ada”, pernyataan ini mengisyaratkan bahwa diri-Nya adalah kekal dan karena kekal berarti diri-Nya adalah Allah. Keberadaan Yesus yang sesungguhnya tidak dimulai dari dalam kandungan Maria, tetapi Yesus telah ada sebelum segala zaman ada (Yoh. 8:58; 17:5, 24; 8:23). Ini menunjukkan bahwa Yesus ada sebelum segala sesuatu ada, Ia tidak dibatasi materi, dan segala sesuatu adalah berasal dari pada-Nya. Eksistensi-Nya melampaui manusia dan tidak dibatasi oleh sejarah manusia. Ia adalah awal dari segala sesuatu dan Ia adalah akhir dari segala sesuatu (Wong, 1994:13)
Perjanjian Lama memberikan bukti-bukti tentang kekekalan Yesus, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penampakan diri Yesus pada zaman Perjanjian Lama yang disebut “theophani” juga memberikan bukti tentang keberadaan-Nya dalam kekekalan. Nubuatan tentang diri-Nya (Mesias) dalam Perjanjian Lama dikatakan: “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala” (Mikha 5:1). Ayat ini merupakan salah satu bagian yang berbicara tentang kekekalan-Nya. Semua nubuatan dalam Perjanjian Lama tentang kedatangan Mesias merupakan bukti bagi kekekalan-Nya. Yesaya 9:5, menyatakan bahwa Yesus tidak hanya dinyatakan sebagai Allah Perkasa tetapi juga dinyatakan sebagai Bapa yang kekal. Keberadaan Yesus dalam Perjanjian Lama mendukung bukti tentang kekekalan-Nya.
Kekekalan Yesus Kristus juga dinyatakan di dalam Perjanjian Baru. Pernyataan pada pendahuluan injil Yohanes menguatkan tentang kekekalan Yesus Kristus, “pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah (Yoh. 1:1)”. Kata “pada mulanya” (Yunani, en archei) agaknya menunjuk pada suatu waktu dalam masa kekekalan (Walvoord, Tt: 17). Di dalam surat-surat kiriman Paulus juga terdapat bukti kekekalan Yesus Kristus, seperti dalam Kolose 1:16-17, “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.” Ayat ini memberi pernyataan bahwa Yesus Kristus sudah ada sebelum segala sesuatu diciptakan. Jikalau Yesus Kristus sudah ada sebelum segala sesuatu diciptakan, berarti keberadaan Yesus bukan diciptakan tetapi pribadi yang kekal. Yesus sendiri menyatakan diri-Nya bahwa Dia adalah Alfa dan Omega, yang Awal dan Yang Akhir (Wahyu 1:8,17).

Yesus Mesias, Anak Allah
 Kitab Suci mencatat kedatangan Mesias telah dinubuatkan ratusan tahun sebelum Yesus lahir. Dalam Kejadian sampai Maleaki banyak membicarakan pengharapan akan datangnya Mesias Israel. Perjanjian Lama mengandung 300 rujukan kepada Mesias yang terpenuhi di dalam Yesus Kristus (McDowell, 2007:232). Kata Mesias sendiri berasal dari bahasa Yunani “Messias” yang merupakan perubahan dari bentuk bahasa Aram dari bahasa Ibrani “Mashach”, artinya “mengurapi”. Kata yang searti dalam Perjanjian Baru ialah “Kristos” atau Kristus, artinya “Yang Diurapi”. Jadi Kristus dan Mesias artinya adalah “Yang diurapi”.
Salah satu konsep tentang Mesias adalah Dia akan menjadi Raja, Dia anak Daud yang diurapi, Singa Yehuda yang akan membangun kembali kerajaan Daud yang sudah runtuh. Aspek inilah yang menjadi pengharapan bangsa Israel, pengharapan Israel terletak pada kedatangan Seorang yang diurapi sebagai Raja dan Imam, di mana Israel menaruh pengharapan untuk melepaskan mereka dari dosa dan penindasan. Sejak kecil orang Yahudi telah diajarkan bahwa bila Mesias itu datang, Dia akan menjadi pemimpin politik yang akan memerintah dan mengalahkan segala musuh-Nya. Dia akan membebaskan orang-orang Yahudi dari penjajahan pemerintahan Romawi. Seorang Mesias yang menderita siksaan sama sekali asing bagi konsep Mesias Yahudi. Josh Mc Dowell dalam bukunya mengutip pendapat dari Joseph Klausner, seorang sarjana Yahudi, menulis, “Mesias itu kian lama bukan saja menjadi penguasa politis yang menonjol, melainkan juga orang laki-laki yang memiliki kualitas-kualitas moral yang menonjol.”  Josh juga mengutip apa yang dikatakan oleh Jacob Gartenhaus, “Orang-orang Yahudi menantikan Mesias sebagai orang yang akan membebaskan mereka dari penindasan Romawi, jadi pengharapan Mesianis pada dasarnya adalah demi kebebasan nasional” (McDowell, 2010:65). Jewis Encylopaedia menyatakan bahwa orang-orang Yahudi merindukan pembebasan yang dijanjikan akan datang dari keturunan Daud, yang akan membebaskan mereka dari kuk perampas-perampas asing yang dibenci itu, mengakhiri pemerintahan Romawi yang kafir itu, dan menggantikannya dengan mendirikan pemerintahan-Nya sendiri yang penuh damai dan keadilan (McDowell, 2010:65).
Orang Yahudi telah menaruh segala pengharapan mereka kepada Mesias yang dijanjikan itu. Namun Yesus begitu berbeda dengan apa yang mereka harapkan. Setelah Yesus disalibkan dan mati di Golgota, maka semua pengharapan mereka tentang Yesus sebagai Mesias lenyap. Kebangkitan-Nya telah meyakinkan pengikut-pengikut-Nya bahwa Yesuslah Sang Mesias. Alkitab mencatat bahwa Yesus Kristus sendiri menyatakan diri-Nya sebagai Mesias yang dinanti-nantikan dalam Perjanjian Lama. Dia menyatakan bahwa segenap pekerjaan-Nya adalah penggenapan nubuatan Perjanjian Lama. Mesias digunakan untuk menunjuk peran Yesus sebagai Raja dan Hamba yang menderita, Mesias adalah sebutan yang paling sering digunakan untuk Yesus. Salah satu murid  Yesus mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Yesus bertanya kepada Petrus tentang Diri-Nya, Petrus mengakui bahwa “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup” (Mat. 16:16), Yesus menjawab, “Berbahagialah engkau Simon Bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, tetapi Bapa-Ku yang di sorga” (Mat. 16:17). Seorang sahabat Yesus yaitu Marta juga berkata kepada Yesus, “Ya Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah” (Yoh. 11:27). Natanael juga mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah, ”Kata Natanael kepada-Nya: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!" (Yoh. 1:49). Pengakuan Yesus kepada Imam Besar menjadi bukti yang menegaskan bahwa diri-Nya sebagai Mesias. Imam Besar bertanya kepada Yesus: Apakah Engkau Mesias, Anak dari yang Terpuji? Jawab Yesus, “Akulah Dia”.
            Demikian juga dengan nubuatan tentang Yesus sebagai Mesias dapat dilihat dari beberapa nubuatan yang terpenuhi dalam pribadi Yesus Kristus. Nubuatan tentang kelahiran-Nya dari keturunan seorang perempuan (Kej. 3:15) sudah digenapi melalui kelahiran Yesus dari seorang perempuan yaitu Maria (Galatia 4:4). Ada lusinan nubuatan dalam Perjanjian Lama tentang Mesias. Nubuatan ini ditulis ratusan tahun sebelum Yesus Kristus lahir. Nubuatan-nubuatan itu merujuk pada Yesus sebagai penggenapan nubuat tentang Mesias yang diurapi secara ilahi.

Yesus adalah Allah Sejati
Keilahian Yesus merupakan  esensi dari Injil Kristus dalam Perjanjian Baru.  Keilahian Yesus Kristus terus menjadi isu penting dan terus menerus diperdebatkan dalam gereja. C.S. Lewis dalam bukunya Mere Christianity menulis:
“Saya berusaha mencegah orang dari mengatakan hal-hal yang bodoh yang biasanya orang katakan mengenai Dia [Yesus Kristus]: “Saya siap untuk menerima Dia sebagai seorang pengajar moral yang agung, tapi saya tidak menerima klaim bahwa Dia adalah Allah” (McDowell, 2010:18).    

Konsili Nicea tahun 325 Masehi, gereja menyatakan bahwa “Yesus dilahirkan bukan diciptakan”, dan sifat ilahi-Nya mempunyai esensi yang sama (homo ousios) dengan Bapa (Sproul, 2000:103). Pengakuan Nicea ini menyatakan bahwa Pribadi kedua dari Allah Tritunggal mempunyai esensi yang sama dengan Allah Bapa. Keberadaan Yesus adalah keberadaan Allah, Yesus bukan hanya seperti Allah, tetapi Dia adalah Allah. Pengakuan tentang keilahian Yesus didasarkan pada berbagai pernyataan di dalam Perjanjian Baru.
Beberapa pernyataan Yesus tentang diri-Nya yang ilahi, “Aku dan Bapa adalah satu (Yoh. 10:30), Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku (Yoh. 14:10), barang siapa melihat Aku, ia melihat Dia yang telah mengutus Aku (Yoh.12:25), Akulah jalan kebenaran dan hidup (Yoh.14:6). Yesus juga menegaskan, “Jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga BapaKu” (Yoh. 8:19); “Barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku” (Yoh. 12:45); “Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga BapaKu” (Yoh.15:23); “Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia” (Yoh.5:23). Ayat-ayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa Yesus memandang diri-Nya lebih dari sekedar manusia. Pernyataan Yesus ini memberikan gambaran diri-Nya sebagai Allah dapat diartikan bahwa Yesus bukan hanya sekedar nabi, guru yang baik, atau orang saleh. Pernyataan ini mengacu kepada pribadi Yesus yang menyatakan diri-Nya sebagai yang Ilahi. Demikian juga dengan pernyataan Yesus yang mampu mengampuni dosa (Markus 2:5; Luk. 7:48-50). Bagi orang Yahudi hanya Allah saja yang dapat mengampuni dosa, tak seorangpun  di bumi ini memiliki wewenang atau hak untuk mengampuni dosa, kecuali Allah. Bila Kristus mampu mengampuni dosa, berarti Dia juga menyatakan diri-Nya sebagai Allah.
Selain pernyataan Yesus sendiri, Alkitab memberikan cukup banyak bukti tentang keilahian-Nya, seperti Alkitab secara terang-terangan menyatakan keilahian Yesus (Yoh. 1:1; 20:28; Rom. 9:5; Filipi 2:6; Titus 2:13; 1 Yoh. 5:20,2), Alkitab memberikan nama-nama Ilahi kepada Yesus (Yes. 9:5; 40:3; Yer. 23:5, 6; Yoel 2:32), Alkitab mengenakan sifat-sifat Ilahi kepada Yesus, seperti keberadaan-Nya yang kekal (Yes. 9:5; Yoh. 1:1, 2; Wahyu 1:8; 22:13), berada di mana-mana (Mat.18:20; Yoh. 3:13), maha tahu (Yoh. 2:24, 25; 21:17; wahyu 2:23), maha kuasa (Yes. 9:5; Filipi 3:21; wahyu 1:8), tak berubah (Ibr. 1:10-12; 13:8), Alkitab menyebutkan bahwa Yesus yang mengerjakan karya-karya Ilahi, misalnya penciptaan (Yoh. 1:3,10; Kolose 1:16; Ibr 1:2; 1:10), berdaulat penuh (Luk.10:22; Yoh. 3:35; 17:2; Efs. 1:22; Kolose 1:17; Ibr. 1:3), mengampuni dosa (Mat. 9:2-7; Mark. 2:7-10; Kolose 3:13) (Walvoord, Tt:98). Yesus menerima penyembahan dan penghormatan yang hanya boleh diterima Allah, Yesus menerima penyembahan sebagai Allah (Mat. 14:33; 28:9), dan kadang menuntut supaya disembah sebagai Allah (Yoh. 5:23). Segala kekayaan Allah ada di dalam Yesus, hanya Yesus yang dapat menampung segala kekayaan Allah, sebab Yesus sendiri adalah Allah dan bersatu dengan Allah. Yesus dapat mewujudkan kemuliaan Allah, hikmat, pengetahuan dan kuasa Allah. Ini membuktikan bahwa segala keberadaan Allah ada di dalam Yesus. Jadi jelas bahwa Yesus bukan menyerupai Allah, melainkan Ia adalah Allah sejati.  Yesus menyatakan diri-Nya sebagai hakim atas semua manusia (Mat.25:31; Yoh.5:27), Yesus memiliki kuasa untuk membangkitkan dan menghakimi orang mati (Yoh.5:21). Demikian juga dengan pernyataan Stefanus ketika di rajam, “ia berseru dengan suara nyaring, ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku!’” (KPR. 7:59). Pernyataan Stefanus mengindikasikan bahwa Yesus adalah Allah,  karena roh manusia akan kembali kepada pencipta-Nya yaitu Allah. Stefanus menyerahkan kembali rohnya kepada Tuhan Yesus sebagai Allah penciptanya. Apa yang  telah dipaparkan di atas menjelaskan begitu banyak pernyataan Alkitab mengenai Yesus Kristus sebagai Allah Sejati.

                                               Yesus adalah Manusia Sejati
            Kemanusiaan Yesus Kristus sama penting dengan keilahian-Nya. Pentingnya kemanusiaan Yesus karena  manusia adalah orang yang berdosa, maka yang harus menebus adalah seorang manusia yang dapat mati (Roma 8:3; Ibr. 2:14-17). Jika Yesus hanya Allah saja, maka Dia tidak bisa mati untuk menanggung dosa manusia. Yesus memasuki situasi manusia untuk bertindak sebagai penebus manusia, Dia menjadi pengganti manusia, Dia menanggung dosa manusia dan menderita menggantikan manusia, dan yang layak menjadi pengganti adalah manusia yang tidak berdosa.
Pada tahun 451 Masehi, konsili oikumene besar Chalcedon meneguhkan bahwa Yesus Kristus adalah benar-benar manusia dan benar-benar Allah dan bahwa kedua natur dari Yesus Kristus merupakan suatu kesatuan yang tanpa pencampuran (Sproul, 2000:111). Walaupun bidat-bidat yang menyangkal kemanusiaan Yesus terus merongrong, tetapi fakta-fakta bahwa  membuktikan Yesus Kristus adalah manusia sejati, misalnya dapat dilihat bahwa Ia memiliki tubuh manusia sejati yang terdiri dari daging dan darah. Tubuh-Nya sama dengan manusia, kecuali satu yang berbeda dengan manusia adalah tidak berdosa. Yesus datang sebagai manusia (Yoh. 1:14; 1Tim. 3:16; Fil. 2:7-8; Ibr. 2:14; 1Yoh. 4:2).Yesus memiliki tubuh (Mat. 26:26, 28; Luk. 24:39; Ibr. 2:14) maupun psuche-jiwa/roh (Mat. 26:38; 27:50; Luk. 23:46; Yoh.11:33; 12:27; 13:21; 1Yoh. 3:16).Yesus memiliki pikiran manusia (Mat. 24:36; Luk. 2:40, 52), perasaan manusia (Mat. 8:10; 9:36; 26:37-38; Mar. 3:5; 6:6; Luk. 7:9; Yoh. 11:33, 35; 12:27) dan kehendak manusia (Mat. 26:39). Yesus mengalami pertumbuhan/perkembangan (Luk. 2:40, 52). Yesus mengalami semua pengalaman manusia, seperti: lahir (Luk. 2:7), lapar (Mat. 4:2), haus (Yoh. 4:7; 19:28), letih (Yoh. 4:6), tidur (Mat. 8:24), menderita (Ibr. 2:10, 18; 5:8) dan mati (Yoh. 19:30). Sama seperti manusia, Yesus juga dibatasi oleh ruang dan waktu, Yesus tidak bisa berada lebih dari satu tempat pada saat yang sama. Yesus juga mengalami segala macam emosi manusia, seperti kegembiraan (Luk.10:21), kesedihan (Mat.26:37), kasih (Yoh.11:5), belas kasihan (Mat.9:36), rasa heran (Luk.7:9), marah (Mrk. 3:5) (Milne, 2002:179). Alkitab begitu  banyak memberikan bukti tentang kemanusiaan Yesus Kristus.
Natur manusia Yesus memiliki keterbatasan seperti halnya dengan manusia, kecuali dalam hal ketidakberdosaan-Nya. Yesus tidak hanya mempunyai badan dan jiwa insani, tetapi Ia juga mengambil bagian di dalam sejarah dan kebudayaan bangsa-Nya. Tata pakaian-Nya dan bahasa adalah sama dengan orang Yahudi. Fakta-fakta ini juga membuktikan bahwa Yesus adalah manusia sejati.
Dengan mengambil rupa manusia, Ia menyatakan diri-Nya kepada manusia. Yesus telah merendahkan diri-Nya mengambil rupa seorang hamba, menjadi seorang manusia. Dengan mempunyai rupa manusia yang sejati, barulah Yesus bebas berhubungan dengan manusia. Jika Yesus tidak memiliki sifat kemanusiaan yang sejati, maka Ia tidak mungkin dapat berhubungan dengan manusia, dan manusia pun tidak mungkin dapat mengenal dia. Dengan rupa seorang manusia, ini membuktikan bahwa Ia adalah manusia sejati
                                                                                                          
Yesus adalah Allah Sejati dan Manusia Sejati
            Yesus Kristus memiliki tabiat Ilahi dan tabiat manusiawi, kedua tabiat ini sempurna dalam satu pribadi. Bagaimana kedua pernyataan ini digabungkan dalam satu pribadi, tentu ini akan selalu menjadi misteri. Ini adalah rahasia Allah yang besar (1 Tim. 3:16). Namun tetap harus dipahami bahwa keduanya tidak berdiri sendiri atau terpisah. Kita tidak bisa berkata bahwa Yesus adalah Allah dan manusia, melainkan Ia adalah Allah-Manusia yaitu Allah dan manusia yang dipersatukan.  Tabiat Ilahi dan tabiat manusia-Nya selalu bekerja bersama-sama dan kedua tabiat tersebut tidak pernah bertentangan. Dalam keilahian-Nya Ia menyatakan kemanusiaan-Nya, kuasa ilahi-Nya diekspresikan melalui sifat kemanusiaan-Nya. Dalam kemanusiaan-Nya Ia memiliki sifat keilahian, sehingga dari diri-Nya manusia dapat mengenal Allah. Yesus memiliki sifat Ilahi, maka Ia pun mulia dan berkuasa sama dengan Allah Bapa. Ia memiliki sifat kemanusiaan, maka Ia dapat bersimpati kepada manusia, dan dapat menyelami kesusahan manusia. Yohanes 1:14 mencatat bahwa Firman itu telah menjadi manusia, Yohanes menekankan bahwa Firman itu benar-benar termasuk umat manusia.  Kristus, Allah yang kekal itu menjadi manusia (Filipi 2:5-9). Kemanusiaan dan keilahian berpadu di dalam diri-Nya. Dengan merendahkan diri-Nya Ia memasuki hidup kemanusiaan dengan segala keterbatasan dari pengalaman manusia.
Pada zaman purba sudah muncul pandangan-pandangan yang berbeda, seperti: Ebonisme, cabang Kristen Yahudi ini menghapuskan sama sekali keilahian Yesus. Mereka menganggap Yesus hanya manusia meskipun diangkat oleh Allah sebagai Mesias (Milne, 2002:201). Gerakan Doketisme yang hanya mengakui keilahian Yesus dan menghilangkan kemanusian-Nya. Mereka berpandangan bahwa Yesus hanya menyerupai manusia (2002:201). Gerakan Gnostisisme, gerakan ini mengakui Yesus bukan Allah sejati atau pun manusia sejati. Gerakan Arianisme yang menolak keilahian Yesus Kristus. Gerakan Apolinarianisme yang menyangkal kemanusian Yesus Kristus. Gerakan Nestorianisme yang memisahkan kedua kodrat Yesus Kristus (2002:2003).
            Pada tahun 451 diadakan suatu konsili di Chalcedon guna menyelesaikan perdebatan-perdebatan terhadap kedua kodrat pribadi Yesus Kristus.Walaupun konsili ini tidak memuaskan semua pihak, tetapi telah menghasilkan dasar perumusan ortodoks mengenai pribadi Yesus. Pasal utamanya menegaskan, “kita harus mengakui bahwa Tuhan kita Yesus Kristus adalah anak tunggal yang sama…sempurna dalam keilahian…sempurna dalam kemanusiaan…sehakikat (homoousios) dengan Bapa dalam keilahian, sehakekat (homoousios) dengan kita dalam kemanusiaan…diperkenalkan kepada kita dalam dua kodrat (fuseis), tanpa pembauran, tanpa perubahan, tanpa pembagian, tanpa pemisahan…sifat-sifat kedua kodrat tetap terpelihara dan berada sekaligus dalam satu pribadi (prosopon) dan satu hakikat (hupostasis).” (2002:204)
            Kedua kodrat yaitu kodrat manusia sepenuhnya dan kodrat ilahi sepenunya menyatu dalam satu pribadi, tanpa pembauran, tanpa perubahan, tanpa pembagian, dan tanpa pemisahan.Walaupun dalam satu kesatuan, tetapi masing-masing mempertahankan sifat-sifat hakikatnya. Kedua kodrat ini sama-sama bekerja dalam tiap-tiap pikiran, perkataan, perbuatan-Nya, dan kedua kodrat ini bekerja dalam satu pribadi. Lebih jauh, Kevin J. Conner dalam bukunya menulis, “Dalam satu pribadi Yesus Kristus, ada dua hakikat, manusia dan ilahi, yang bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan (Conner, 2004:365).
           
Karya Penebusan Yesus
            Karya Yesus Kristus berhubungan dengan apa yang telah Dia kerjakan. Karya Kristus berhubungan khususnya dengan penyaliban, kebangkitan, kenaikan, dan kedatangan-Nya yang kedua kali. Karya penebusan Yesus Kristus terjadi karena didorong oleh kasih Allah, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh.3:16). Yesus Kristus telah ditentukan oleh Allah untuk menjadi jalan pendamaian antara Allah dengan manusia yang telah jatuh dalam dosa, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Kor. 5:21). Yesus diberi tugas untuk melakukan karya penebusan. Semua yang Yesus lakukan adalah karya Bapa-Nya. Karya-Nya adalah untuk memenuhi kehendak Bapa-Nya, dan lewat karya-Nya manusia berdosa didamaikan dengan Bapa-Nya.
Jadi  karya Yesus Kristus berkaitan dengan pekerjaan-Nya untuk mendamaikan manusia yang berdosa dengan Allah (penebusan) melalui penderitaan-Nya dan kematian-Nya. Inilah karya terbesar yang dilakukan oleh Yesus Kristus, namun karya-Nya tidak terlepas juga dari mujizat yang dilakukan-Nya sebagai tanda kedatangan Kerajaan Allah, kebangkitan-Nya sebagai tanda kemenangan atas kematian, kenaikan-Nya sebagai tanda penobatan-Nya sebagai Raja, dan kedatangan-Nya kembali sebagai tanda kedatangan kerajaan-Nya.
Alkitab khususnya Perjanjian Baru merupakan satu-satunya informasi yang penting dari abad pertama yang menceritakan kehidupan Yesus Kristus. Keempat kitab Injil  memberikan gambaran tentang pribadi dan perbuatan Yesus Kristus. Keempat Injil memberikan penekanan yang berbeda, tetapi tidak ada pertentangan dari keempat Injil tersebut. Jika keempat Injil ini digabung maka akan didapatkan gambar yang lengkap tentang Yesus Kristus.
Kronologi kehidupan Yesus Kristus dapat dilihat dalam Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Injil Matius mencatat penyingkiran ke Mesir dan kembalinya ke Nazaret, setelah itu langsung masuk ke dalam pelayanan Yohanes pembaptis yang memperkenalkan Tuhan Yesus. Demikian juga dengan Injil Lukas menyajikan kejadian Yesus di bait Allah pada usia 12 tahun. Alkitab mencatat bahwa Yesus Kristus memulai pelayanan-Nya kira-kira umur 30 tahun, segera setelah Ia selesai dibaptis (Luk. 3:1-2). Injil Yohanes mencatat pelayanan Yesus yang mula-mula di Yudea (Yoh. 2:13-25), selanjutnya pelayanan Yesus di Galilea dicatat di dalam Injil Matius 4:12-18:35; Markus 1:14-9:50; Lukas 4:14-9:50; Yohanes 4:43-8:59. Yesus Kristus memulai pelayanan-Nya yang luas di Galilea. Pelayanan di Galilea meliputi jangka waktu satu tahun dan sembilan bulan. Akhir pelayanan-Nya di Galilea ditandai dengan kunjungan-Nya ke Yerusalem pada waktu hari raya Pondok Daun (Yoh. 7:1-52).
Pekerjaan Yesus dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: pekerjaan sebagai nabi, pekerjaan sebagai imam, dan pekerjaan sebagai raja (Brill, 1999:109). Pekerjaan Yesus sebagai nabi sudah dinubuatkan dalam Ulangan 18:18. Tugas sebagai nabi yaitu menyatakan kebenaran dan kehendak Allah dan bernubuat yaitu memberitahukan apa-apa yang akan terjadi. Seorang nabi menggenapkan pekerjaannya dengan tiga cara yaitu dengan mengajar, bernubuat, dan mujizat atau menyembuhkan orang. Yesus telah melakukan semua itu, Yesus telah menggenapkan pekerjaan-Nya sebagai nabi.
Pekerjaan Yesus sebagai Imam telah dinubuatkan di dalam Mazmur 110:4, Yesus Kristus adalah seorang Imam, tetapi bukan dari keturunan Harun, melainkan Ia adalah Imam “menurut peraturan Melkisedek”. Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja kebenaran, dan juga raja Salem, yaitu raja damai sejahtera. Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya (Ibr. 7:1-3). Ini berarti bahwa pekerjaan imamat-Nya bukan dikerjakan di atas bumi saja, tetapi juga di dalam surga, pekerjaan-Nya tidak berubah, tetapi bersifat kekal. Pekerjaan-Nya sebagai Imam sudah dimulai pada waktu Ia menyerahkan diri-Nya di kayu salib sebagai korban karena dosa manusia. Dalam Perjanjian Lama ada tiga macam tugas Imam, yaitu mempersembahkan korban karena dosa dihadapan orang banyak, memasuki tempat kudus serta mendoakan orang banyak, keluar dari tempat kudus dan memberkati orang banyak. Sebagai Imam Besar Yesus telah melakukan ketiga tugas tersebut. Korban karena dosa telah dipersembahkan Yesus pada waktu Ia datang ke dunia ini dan menyerahkan diri-Nya di atas kayu salib sebagai korban karena dosa. Mendoakan orang-orang, sampai sekarang Ia masih mendoakan kita. Yesus akan memberi berkat ketika Ia kembali ke dunia ini.
Pekerjaan Yesus Kristus sebagai Raja. Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa Mesias itu akan menjadi raja yang terbesar dari keturunan Daud yang akan memerintah Israel dan segala bangsa, serta membawa masuk ke zaman kebenaran, damai dan kemakmuran. (Yes 11:1-10; Mzm 72). Di hadapan Pilatus, Yesus berkata bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini (Yoh 18:36, 37).

Makna Kematian Yesus Kristus di Kayu Salib
Di dalam Perjanjian Baru, kematian Tuhan Yesus Kristus disebutkan sebanyak ± 170 kali. Hal ini menyatakan betapa pentingnya kematian Yesus, karena melalui kematian-Nya karya penebusan dosa digenapi-Nya. Kalau Kristus tidak mati, maka problema dosa manusia tidak ada penyelesaiannya untuk selama-lamanya. Yesus sepatutnya tidak mati, namun telah mati. Yesus bukan mati untuk diri-Nya, tetapi Ia mati untuk menebus manusia yang telah jatuh dalam dosa, supaya keluar dari perbudakan dosa.
Kebenaran kematian Yesus Kristus di kayu salib telah dibantah oleh mereka yang menolak pernyataan Kitab Suci. Kaum Liberal percaya bahwa Yesus mati, tetapi tidak benar-benar bangkit dari antara orang mati. Sebagian lagi berpendapat bahwa Yesus tidak sungguh-sungguh mati melainkan masih bertahan hidup (Walvoord, Tt:142). Al-Quran berkata bahwa Yesus hanya pura-pura mati (Surah IV:157), orang skeptic berkata bahwa Ia kelihatannya mati, mungkin karena dibius, tetapi bangkit kembali sementara berada dalam kuburan (Geisler, 2010:138).
Dalam artikel “On the Physical death of Jesus Christ” Journal of American Medical Society (1986), yang dikutip oleh Norman Geisler menyimpulkan:
“Jelas, bobot bukti historis dan medis menunjukkan bahwa Yesus sudah mati sebelum luka pada rusuk-Nya ditimbulkan dan mendukung pandangan tradisionil bahwa tombak, yang ditancapkan di antara rusuk kanan-Nya, mungkin melobangi bukan hanya paru-paru kanan-Nya melainkan juga selaput dada dan jantung dan karena itu memastikan kematian-Nya. Sesuai dengan itu, penafsiran yang didasarkan pada asumsi bahwa Yesus tidak mati di kayu salib tanpaknya hanya merupakan kemungkinan kecil berdasarkan ilmu pengetahuan medis moderen.” (h.142)

Sepanjang masa tidak ada peristiwa yang lebih penting dari pada kematian Yesus Kristus di kayu salib. Penyaliban Yesus Kristus adalah hal yang sangat penting dalam kekristenan. Tanpa kematian Yesus Kristus tidak akan ada korban bagi dosa, tidak ada keselamatan, tidak ada kebangkitan. Kematian Yesus Kristus secara lengkap telah disajikan oleh Alkitab baik dari segi nubuatan maupun sejarah. Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru terdapat banyak nas yang meramalkan kematian Kristus, seperti Mazmur 22, Yesaya 53, Markus 8:31, Lukas 9:22. Orang yang menerima kesaksian Alkitab akan menerima fakta tentang kematian Yesus Kristus.
Perjanjian Baru mengungkapkan kematian Yesus berdasarkan pada fakta-fakta sejarah dan pernyataan Yesus sendiri tentang diri-Nya bahwa kematian-Nya dalam rencana Allah bagi umat manusia. Kematian Yesus Kristus harus dipahami sepenuhnya sebagai bagian dari rencana Allah (Luk.19:10). Generasi Kristen pertama dan sesudahnya, yakin bahwa kematian Yesus di kayu salib mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi hidup mereka. Mereka menyatakan bahwa hidup mereka menjadi bermakna secara baru oleh karena apa yang telah dilakukan Yesus di kayu salib. Hal ini mereka ungkapkan dalam berbagai cara yang berbeda-beda, ada yang menyatakan dosanya sudah diampuni, telah mendapatkan kedamaian hati, telah didamaikan dengan Allah. Mereka yakin bahwa semua yang mereka alami sebagai akibat dari kematian Yesus Kristus (Drane, 2005:93).
Kitab-kitab Injil melihat kematian Yesus sebagai suatu pertempuran melawan kuasa-kuasa kegelapan (iblis), Yesus melihat seluruh hidupnya sebagai usaha untuk mencapai kemenangan atas kuasa-kuasa jahat yang menguasai dunia (Luk. 11:14-22). Paulus juga melihat salib sebagai perjuangan yang terakhir dan yang menentukan melawan kuasa-kuasa jahat. Meskipun kelihatannya seakan-akan Yesus kalah, tetapi perjuangan-Nya menghasilkan kemenangan sempurna atas dosa dan maut di dalam peristiwa kebangkitan-Nya (Kol. 2:8-15) (Drame, 2005:95). Yesus berkata, “Sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan keluar” (Yoh. 12:31).
Kematian Yesus dapat dilihat sebagai suatu teladan. Yesus memberi teladan yang baik, di mana Dia seorang yang tak bersalah tetapi mau mati bagi suatu tujuan untuk keselamatan umat manusia yang berdosa. Kematian Yesus di atas kayu salib mengungkapkan kasih-Nya bagi orang berdosa. Dengan kematian-Nya, maka kasih Allah secara sempurna dinyatakan kepada manusia. Yesus telah meninggalkan teladan bagi kita, supaya kita pun dapat mengikuti jejak-Nya (1Ptr. 2:21). Dia yang tidak bersalah diperlakukan secara tidak adil, tetapi tidak membalasnya dengan tidak bersikap adil. Dia dihina tetapi tidak membalas dengan hinaan. Kita pun dapat mengikuti teladan yang telah diperbuat Yesus, dengan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi harus memercayakan diri kita kepada Allah. Kematian-Nya bertujuan untuk membawa kita datang kepada Allah. Dia menderita, bahkan mati di kayu salib, semuanya Dia lakukan supaya rencana agung Allah tergenapi, yaitu membawa kita kepada Allah
Kematian Yesus di salib telah membawa pendamaian, dengan salib Allah mendamaikan Yahudi dengan non-Yahudi dengan merobohkan tembok pemisah, yakni hukum taurat dengan segala perintah dan ketentuannya (Ef. 2:14-16). Dengan salib, Allah telah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya (Kol. 1:20). Alkitab mencatat bahwa dasar pendamaian manusia dengan Allah ada tiga yaitu: melalui kematian Anak Allah, melalui salib-Nya, dan melalui darah-Nya yang tercurah di kayu salib. Kematian-Nya telah memulihkan hubungan kita dengan Allah menjadi suatu persekutuan erat dengan-Nya.
Alkitab menuliskan bahwa, Yesus Kristus “telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah” (Efesus 5:2). Yesus Kristus telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai korban yang tak bercacat (Ibrani 9:14). Kita perlu ditebus karena telah berdosa melawan Allah dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Dosa kita telah dibebankan kepada Yesus sehingga di dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (2 Korintus 5:21). Allah telah menimpakan segala dosa manusia di atas diri-Nya, Allah telah menetapkan Yesus yang tidak berdosa menjadi dosa karena kita. Yesus mati di kayu salib menanggung dosa kita. Karya ini digenapi tanpa perasaan terpaksa, melainkan dengan sukarela (Yoh. 10:17-18).
Alkitab menuliskan, ketika Yesus Kristus menjadi tebusan bagi kita, kita dibebaskan dari hukuman Allah. Jadi tidak ada penghukuman bagi mereka  yang hidup di dalam Yesus Kristus (Roma 8:1). Harga tebusan supaya bisa diselamatkan dari hukuman Allah adalah nyawa Yesus Kristus. Yesus telah menyerahkan diri-Nya menjadi tebusan bagi semua manusia (1 Timotius 2:5-6). Kematian Yesus merupakan puncak dari ketaatan-Nya. Oleh ketaatan-Nya semua orang dibenarkan (Roma 5:19). Penderitaan dan ketaatan-Nya menjadi dasar dari pembenaran kita. Dengan kematian-Nya Yesus menyatakan bahwa Dia menjadi tebusan, Yesus menjadi korban pendamaian, Yesus telah menggantikan kita. Semuanya itu menyatakan kasih Allah secara sempurna bagi kita.

Bukti-Bukti Kematian Yesus
            Bagaimana membuktikan bahwa Yesus benar-benar telah mati di kayu salib?  Alkitab mencatat beberapa peristiwa  disekitar penyaliban yang membuktikan bahwa Yesus telah mati. Para prajurit Romawi tidak mematahkan kaki Yesus karena mereka melihat bahwa "Ia telah mati" (Yohanes 19:33). Para prajurit menikam lambung Yesus dengan tombak dan dari dalam lambungnya keluar air dan darah (Yohanes 19:34). Yusuf dari Arimatea meminta tubuh Kristus sehingga ia dan Nikodemus dapat mengubur-Nya, Pontius Pilatus memerintahkan seorang kepala pasukan untuk membuktikan bahwa Yesus telah mati (Markus 15:43-45). Gubernur Romawi tidak akan memberikan tubuh itu kepada Yusuf sebelum kepala pasukan itu yakin bahwa sudah tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada tubuh Yesus.  Ketika penjaga-penjaga memeriksa kedua penjahat yang disalibkan dengan Yesus, mereka masih hidup sehingga kedua kakinya harus dipatahkan. Sedangkan Yesus sudah mati sehingga kaki-Nya tidak dipatahkan, untuk lebih meyakinkan bahwa Yesus telah mati, tentara Romawi menombak lambung-Nya. Saat ditombak Yesus sama sekali tidak bereaksi, jadi sangat jelas bahwa Yesus sudah mati saat itu. Pilatus mendapat laporan dari penjaga-penjaga tentara Romawi bahwa Yesus telah mati sehingga ia mengizinkan Jusuf Arimatea menguburkan mayat Yesus (Yoh.19:38).
Yusuf dan Nikodemus mempersiapkan penguburan bagi jasad tersebut secara adat Yahudi, termasuk mengafani-Nya dengan "kain lenan yang putih bersih" (Matius 15:46), mengurapi Tubuh itu dengan "campuran minyak mur dengan minyak gaharu" (Yohanes 19:39), dan membaringkan-Nya "di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu" (Markus 15:46). Mereka tentu saja tidak akan menguburkan Yesus yang masih hidup. Menurut peraturan Yahudi, saat memasuki jam enam, tidak boleh ada mayat yang tergantung di salib. Bagi orang Yahudi penyaliban adalah suatu kutuk, jadi memasuki hari Sabat tidak boleh ada mayat, kalau pun ada harus segera di kuburkan pada hari itu juga. Kalau orang yang disalibkan masih hidup, maka harus di bunuh dengan cara dipatahkan tulang pahanya.
            Rasul-rasul dan murid-murid Tuhan Yesus meyakinkan bahwa Yesus benar-benar mati di atas kayu salib. Demikian juga dengan pengakuan kepala pasukan, prajurit-prajurit dan Pilatus, membuktikan bahwa Yesus benar-benar mati (Mark. 15:44-45; Yoh. 19:33). Metherell seorang mantan ilmuwan riset yang mengajar di The University of California mendeskripsikan detil-detil kematian Yesus. Dalam penjelasannya ia mengatakan bahwa keguncangan hipovolemik akan menyebabkan jantung berdebar kencang terus-menerus yang akan mengakibatkan kegagalan jantung, menyebabkan terkumpulnya cairan dalam membran-membran di sekitar jantung, yang disebut pericardial effusion, dan juga disekitar paru-paru, yang disebut pleural effusion. Apa yang dilakukan serdadu Roma dengan menusukkan sebuah tombak dan keluar sejumlah cairan pericardial effusion dan pleural effusion (Strobel,2002:257), ini membuktikan bahwa Yesus telah mati. Apa yang Yesus katakan, “Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, selama-lamanya” (Wahyu 1:18) benar-benar terjadi.
Bukti lain di luar Alkitab yaitu dari sejarawan Yahudi akhir abad pertama, Josephus, ia menulis dalam bukunya Antiquities: "Pada kira-kira waktu ini, hiduplah Yesus, seorang yang bijaksana, jika memang seseorang seharusnya menyebut dia seorang manusia. Karena ia adalah seseorang yang mengadakan hal-hal yang mengejutkan dan adalah seorang guru bagi orang-orang yang menerima kebenaran dengan senang hati. Ia memenangkan banyak orang Yahudi dan banyak orang Yunani. Ia adalah Sang Kristus. Ketika Pilatus, karena mendengar bahwa ia dikenai tuduhan oleh orang-orang dengan jabatan tertinggi di antara kami, telah menjatuhkan hukuman salib kepadanya, mereka yang dari mulanya sudah mengasihi dia tidak melepaskan kasih sayang mereka kepadanya. Pada hari ketiga ia menampakkan diri kepada mereka dalam keadaan kembali hidup, karena nabi-nabi Tuhan telah menubuatkan hal-hal ini dan tak terhitung banyaknya hal-hal menakjubkan lainnya mengenai dia. Dan suku Kristen, demikian mereka disebutkan menurut namanya, sampai saat ini masih ada." Walaupun sebagian para ahli meragukan apakah kalimat itu benar-benar dari Josephus sendiri ataukah hasil interpolasi penyalin Kristen. Namun, tidak diragukan bahwa Josephus menyebutkan fakta bahwa Pilatus telah menghukum Yesus di kayu salib .

Hakekat Kematian Yesus Kristus
Kematian Yesus Kristus sebagai korban untuk dosa manusia telah dituliskan dalam Alkitab, “Kristus telah mati untuk dosa-dosa kita…” (1 Korintus 15:3). Jika Yesus Kristus tidak mati di atas kayu salib, maka tidak seorangpun yang akan selamat. Semua orang telah berdosa dan upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Kematian Yesus di kayu salib merupakan persembahan kurban karena dosa. Perjanjian Lama melukiskan upacara pengorbanan sebagai  yang memungkinkan orang berdosa dapat dipulihkan hubungannya dengan Allah yang telah rusak akibat pelanggaran terhadap perintah Allah. Perjanjian Baru melukiskan kematian Yesus sebagai “pengorbanan”. Kematian Yesus adalah penggenapan sejati dari apa yang dilambangkan dalam Perjanjian Lama tentang pengorbanan. Kematian Yesus telah membebaskan manusia dari dosa dan membawa manusia yang telah ditebus menjadi milik Allah. Jadi orang-orang yang sudah ditebus melalui kematian Yesus sudah menjadi milik Allah, mereka telah ditebus dari cara hidup yang sia-sia (1 Ptr. 1:18).
Paulus mengingatkan orang-orang yang sudah ditebus supaya menyadari bahwa dirinya adalah milik Allah, “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu” (1 Kor. 6:19-20). Allah telah menjadikan Anak-Nya sebagai korban untuk mendamaikan manusia yang telah jatuh dalam dosa dengan diri-Nya. Yesus telah mati menggantikan manusia yang berdosa, Yesus telah melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh manusia. Yesus telah memikul dosa manusia di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya setiap orang, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran (1 Ptr. 2:24). Ia datang untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mrk. 10:45). Kematian-Nya sebagai pengganti orang berdosa di kayu salib. Penghapusan dosa terjadi ketika semua perbuatan jahat manusia dipakukan di kayu salib (Kolose 2:14). Yesus Kristuslah yang telah menanggung segala akibat perbuatan buruk manusia, Dia menanggung hukumannya. “Di dalam Dia dan oleh darah-Nya manusia berdosa memperoleh penebusan, yaitu pengampunan dosa” (Efesus 1:7).
Kematian Yesus Kristus telah menarik semua orang kepada Allah (Yoh. 12:32,33). Kematian-Nya telah membuka jalan pengampunan dosa kepada semua orang. Oleh Kematian-Nya maka semua orang akan dibangkitkan dari kematian (Roma 5:18; 1 Kor. 15:21-22). Oleh kematian-Nya Dia telah membebaskan kita dari kutuk hukum Taurat. Oleh kematian-Nya tembok pemisah antara orang Israel dan bangsa asing telah dirobohkan (Ef. 2:14-16). Kematian-Nya telah mendamaikan segala sesuatu, baik yang ada di bumi maupun yang ada di surga (Kolose 1:19-20; 2 Petrus 3:13).

Kebangkitan Yesus Kristus
            Kebangkitan adalah langkah pertama pemuliaan Yesus Kristus dan merupakan penggenapan dari nubuatan dalam Mazmur 16:10 maupun ramalan Kristus sendiri tentang kebangkitan-Nya (Mat. 16:21; 20:19; 26:32; Mark. 9:9; 14:28; Yoh. 2:19). Paulus menalar jelas kebangkitan Yesus sangat penting, Alkitab menuliskan bahwa “Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan tentang Yesus Kristus dan sia-sialah juga kepercayaan kepada Yesus Kristus” (1 Korintus 15:14). Jika Yesus Kristus tidak benar bangkit, maka tidak ada pembenaran dihadapan Allah, tidak ada pengampunan atas dosa. Jadi realitas kebangkitan Yesus mempunyai makna yang sangat dalam. Demikian juga dengan keselamatan orang percaya sangat erat hubungannya dengan kebangkitan, tanpa kebangkitan tidak akan ada keselamatan orang percaya, atau dengan kata lain keselamatan orang percaya bukanlah sesuatu yang terlepas dari kebangkitan Yesus Kristus.
Orang-orang Kristen pertama meyakini sepenuhnya bahwa kebangkitan merupakan suatu kejadian yang nyata dan historis (Drane, 2005:111). Perjanjian Lama juga meramalkan kebangkitan Yesus, dapat dilihat dari perikop-perikop khusus yang dikutip para rasul, seperti Mazmur 16:8-11, dikutip dalam Kis. 2:25-31. Perikop ini juga yang digunakan  Paulus untuk  menunjukkan kepada orang Yahudi bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati (Kis.1:2-3). Apa yang dilukiskan dalam 1 Korintus 15:3-7, tentang kesaksian penting kepercayaan umat Kristen pertama, menyatakan bahwa Yesus telah bangkit dari kematian dan telah menampakkan diri kepada banyak pengikut-Nya.
            Yesus sendiri menubuatkan tentang kebangkitan-Nya, misalnya Ia berkata, “Rombak bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” (Yoh.2:19). Dalam Matius 12:40, Ia berkata, “Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam”. Yesus juga mengajarkan bahwa Anak Manusia akan menanggung banyak penderitaan…lalu di bunuh dan bangkit sesudah tiga hari” (Mrk. 8:31). Yesus juga mengajar bahwa Ia akan membangkitkan Diri-Nya sendiri dari kematian, Yesus mengatakan “Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali” (Yoh. 10:18). Ini memperlihatkan bahwa Yesus Kristus berdaulat dan berkuasa atas keadaan. Kebangkitan Yesus sangat penting, karena mempertaruhkan kejujuran Yesus didalamnya.
Kebangkitan membuktikan kalau kematian Yesus cukup untuk membayar segalanya. Jika Yesus tidak dibangkitkan dari kematian, maka kematian-Nya merupakan sebuah kegagalan. Paulus berkata: ”Jika Kristus tidak bangkit, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah kepercayaan kamu” (1 Kor. 15:44).

Bukti-Bukti Kebangkitan Yesus
            Alkitab Perjanjian Baru menjelaskan bahwa Kristus disalibkan, mati, dan dikuburkan, pada hari yang ketiga bangkit dari kuburnya. Murid-murid adalah saksi kebangkitan Yesus Kristus. Lukas, mencatat dalam Kisah Para Rasul 1:3, "Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah."
Seringkali muncul sangkalan bahwa Yesus Kristus tidak pernah bangkit. Ada yang mendalihkan bahwa murid-murid-Nya pergi kekuburan yang salah, di mana seorang muda berpakaian putih berkata, “Ia tidak ada di sini,” yang berarti Ia ada di kuburan yang lain. Demikian juga dengan anggapan bahwa para murid-Nya yang telah menyingkirkan tubuh Yesus. Jika ada anggapan bahwa mayat Yesus diambil oleh para murid-Nya, maka hal ini tidak mungkin, karena tidak ada pikiran tentang kebangkitan dalam benak para murid-Nya saat itu. Justru pada saat itu mereka tak berpengharapan dan putus asa, kalah, bersembunyi karena ketakutan terhadap orang-orang Yahudi. Lagi pula, Matius menceritakan bahwa penjaga ditempatkan diseberang kuburan Yesus, sehingga tidak mungkin mereka mencuri mayat Yesus (Douglas, 2008:14).
Namun sangkalan itu tidak pernah bertahan terhadap bukti-bukti berupa fakta-fakta nyata tentang kebangkitan Yesus Kristus. Menurut J.R.W Stott ada empat hal yang membuktikan bahwa Yesus telah bangkit yaitu pertama, kubur yang kosong. Sekiranya Yesus Kristus tidak dibangkitkan, maka dimanakah tubuh-Nya? Para pengikut-Nya telah melihat kubur-Nya telah kosong dan malaikat-malaikat mengisyaratkan bahwa Yesus telah bangkit dari kematian seperti yang dikatakan-Nya (Mat.28:5-7). Kedua, kain kafan yang masih utuh dan tidak berantakan, hanya didalamnya sudah tidak ada tubuh Yesus karena sudah bangkit. Ketiga, penampakan Yesus kepada murid-murid-Nya. Kitab Injil mencatat Yesus menampakkan diri-Nya kepada banyak orang diberbagai tempat dalam situasi yang berlainan setelah Ia bangkit dari kematian. Penampakan ini dapat dilihat antara lain: penampakan diri-Nya kepada Maria Magdalena (Yoh.20:11-18; Mrk.16:9-11), kepada perempuan-perempuan ketika mereka pulang dari kuburan (Mat.28:9-10), pada Petrus (Luk.24:34; 1 Kor.15:5), dua murid yang berjalan ke Emaus (Mrk. 16:12-13; Luk.24:13-35), sepuluh murid (Mrk.16:14), kesebelas murid (Yoh.20:26-29), tujuh murid di danau Galilea (Yoh.21:1-23), lima ratus orang (1 Kor.15:6), Yakobus saudara tiri Yesus (1 Kor.15:7), sebelas murid di bukit Galilea (Mat.28:16-20; Mrk.16:15-18), kepada murud-murid-Nya pada saat Ia naik ke surga (Luk.24:36-53; Kis.1:1-9), Stefanus ketika ia dirajam batu (KPR.7:55-56), Paulus pada jalan ke Damaskus (KPR. 9:3-6; 22:6-11; 26:13-18), Paulus di tanah Arab (KPR. 20:24; 26:17, Gal. 1:17), Paulus di Yerusalem (KPR.22:17-21), Paulus di penjara sebelum ke Kaisarea (KPR.23:11), Yohanes di pulau Patmos (Wahyu 1:12-20). Perkataan Yesus ketika berjumpa dengan murid-Nya, “Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendiri ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku” (Luk.24:39; Yoh.20:20), dan perkataan Yesus kepada Thomas,”Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah” (Yoh.20:27). Penampakan-penampakan ini merupakan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa Yesus benar-benar telah bangkit.
           
Hakekat Kebangkitan Yesus
            Kebangkitan Yesus menegaskan bahwa apa yang pernah Yesus katakan kepada orang Yahudi dan murid-murid-Nya benar-benar terjadi. Kepada orang Yahudi Yesus mengatakan, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali (Yoh 2:18-19), dan kepada murid-murid-Nya, Yesus berkata Ia akan dibangkitkan pada hari yang ketiga (Mat. 16:21; Luk.9:22). Kebangkitan membenarkan jalan yang telah Yesus tempuh, sekalipun salib mula-mula tanpak sebagai kegagalan Yesus serta misi-Nya, tetapi kebangkitan-Nya telah mengubahkan semua persepsi itu. Kebangkitan telah mengubahkan para murid-Nya, mereka menjadi rasul yang percaya diri dan berani menyaksikan berita Injil kepada dunia, mereka bersedia mati martir dan bersukacita sebagai utusan Yesus Kristus.
            Essensi kebangkitan Yesus Kristus merupakan fakta kemenangan dari kuasa terbesar yaitu kematian. Paulus menyatakan, “Hai maut dimanakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah sengatmu?" (1 Kor.15:55). Kebangkitan Yesus Kristus merupakan kemenangan atas kematian, kemenangan atas jerat atau belenggu dosa. Kebangkitan-Nya telah mengalahkan kuasa dosa, sengat dosa yang menakutkan sudah dihancurkan. Kebangkitan Yesus telah memberikan pengharapan yang bersifat mutlak. Melalui kebangkitan-Nya kita memperoleh kepastian dan jaminan keselamatan. Pengharapan Kristen didasarkan di atas kemenangan Kristus yang bangkit dari kematian. Kebangkitan-Nya telah memberikan pengharapan yang pasti.
            Kebangkitan Yesus membuktikan Pribadi-Nya adalah Tuhan. Kebangkitan-Nya adalah bukti utama akan keilahian-Nya dan ketuhanan-Nya. Kebangkitan-Nya sangat perlu bagi pekerjaan-Nya dalam kematian, karena tanpa kebangkitan-Nya, kematian-Nya akan menjadi tidak ada artinya. Jika Yesus tidak bangkit dari antara orang mati, berarti Dia bukanlah Anak Allah, akibatnya kematian-Nya di kayu salib merupakan kematian orang biasa dan tidak mempunyai nilai apa-apa bagi orang lain. Sebaliknya bila Yesus benar-benar bangkit dari antara orang mati, maka Ia tidak hanya menunjukkan bahwa apa yang dikatakan benar terjadi dan apa yang dikemukakan di dalam Alkitab benar adanya yaitu Yesus sebagai korban pengganti bagi dosa seluruh dunia. Melalui kebangkitan-Nya, pernyataan Yesus tentang diri-Nya sebagai anak Allah terbukti benar. Petrus mengatakan pada hari Pentakosta bahwa kebangkitan merupakan bukti jelas, “Allah telah membuat Yesus yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” (Kis.2:36). Kebangkitan Yesus merupakan karya Allah dalam membentuk hidup yang baru. Paulus menekankan kebangkitan Yesus Kristus membawa kepada hidup yang baru, “Bagiku hidup adalah Kristus” (Filipi 1:21). Kebangkitan Yesus akan berimplikasi bagi orang yang percaya kepada-Nya. Kebangkitan Yesus adalah jaminan dan janji kepada pengikut-pengikut-Nya mengenai hidup abadi setelah kematian.
            Kebangkitan Yesus membuat orang yang percaya kepada-Nya diterima serta dibenarkan oleh Allah (Roma 4:25). Orang berdosa yang bertobat serta percaya kepada Yesus Kristus akan dibenarkan di hadapan Allah. Kebangkitan-Nya mengesahkan pekerjaan-Nya selaku Imam Besar. Sebagai iman Besar Yesus duduk disebelah kanan Allah Bapa dan menjadi pembela bagi kita orang percaya (Roma 8:34). Kebangkitan Yesus Kristus merupakan alasan bagi persekutuan rohani yang baru, persekutuan di dalam jemaat Kristus yaitu tubuh-Nya sendiri. Pada hari kebangkitan-Nya Yesus Kristus menjadi anak sulung di antara banyak saudara (Roma 8:29), orang yang percaya kepada-Nya akan diangkat menjadi anak-Nya (Efesus 1:5).
            Kebangkitan-Nya membawa orang yang percaya mendapat kuasa yang cukup untuk hidup dan bekerja. Kuasa  kebangkitan Yesus Kristus memberikan kepada kita hidup yang baru dan kuasa untuk mengeluarkan buah-buah bagi Allah. Kebangkitan-Nya telah memberikan suatu hidup yang penuh dengan pengharapan. Kebangkitan-Nya telah memberikan kepastian bagi kebangkitan semua manusia. Kebangkitan-Nya memberi kepastian bahwa orang-orang berdosa juga akan dibangkitkan (1 Korintus 15:22) untuk menerima hukuman.

Kenaikan Yesus Kristus
            Kenaikan Yesus ke surga adalah langkah penting berikutnya dalam pelayanan penebusan-Nya. Kenaikan merupakan hasil terakhir dari pelayanan-Nya di bumi. Kenaikan Yesus Kristus menegaskan akan fakta kebangkitan-Nya. Kenaikan-Nya satu rangkaian dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Kenaikan Yesus membuktikan bahwa Yesus yang mati itu benar-benar telah bangkit, karena hanya orang yang sudah bangkit yang dapat naik ke surga. Tanpa kebangkitan tak akan pernah ada kenaikan.
            Kenaikan Yesus ke surga telah dinubuatkan oleh nabi-nabi (Mzm. 68:18; Mzm. 110:1). Yesus sendiri beberapa kali memberitahukan tentang kenaikan-Nya (Yoh. 16:27-28; 20:17; 6:61-62). Demikian juga Perjanjian Baru kurang lebih menyebut 33 kali tentang kenaikan Yesus Kristus (Brill, 1999:138). Beberapa ayat yang menjelaskan bahwa Yesus telah kembali ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah, seperti: kenaikan Kristus dicatat dengan jelas di dalam Kisah Para Rasul 1:6-11, Markus 16:19; Lukas 24:51; Yohanes 3:13; Kisah Para Rasul 1:9-11; Efesus 4:8-10; Ibrani 10:12. Stefanus diberi penglihatan tentang Kristus dalam kemuliaan-Nya, ia melihat Anak Manusia berdiri disebelah kanan Allah (Kis. :55-56).
            Kenaikan-Nya untuk melanjutkan dan menggenapkan pekerjaan tebusan-Nya. Pekerjaan-Nya belum selesai pada saat kebangkitan-Nya. Ia harus kembali ke surga dan duduk disebelah kanan Allah, dari situlah Yesus akan mencurahkan karunia-karunia kepada orang percaya. Kenaikan-Nya ke surga  untuk dipermuliakan supaya dapat melaksanakan pekerjaan-Nya yaitu mendoakan umat-Nya. Kenaikan-Nya menjadi perintis bagi kita (Ibrani 6:20). Yesus naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi jemaat yang dikuduskan. Yesus pergi untuk menyediakan segala keperluan mempelai-Nya, yakni jemaat-Nya. Yesus mendahului kita ke surga supaya kita yang percaya pasti akan mengikut Dia ke Surga, karena di mana Yesus berada disanalah kita akan berada. Kenaikan-Nya memberi kepastian bahwa Ia akan mengutus Roh Kudus kepada umat tebusan-Nya.
           
Kedatangan Kembali Yesus Kristus
            Kedatangan Yesus yang kedua kali merupakan pengharapan semua orang percaya. Kedatangan-Nya kembali penting karena untuk  menggenapi nubuatan-nubuatan yang belum digenapi dan pasti digenapi yaitu tentang pekerjaan-Nya. Ada lima nubuatan tentang Yesus Kristus yaitu tentang kelahiran-Nya, Penderitaan-Nya, Kebangkitan-Nya, Kenaikann-Nya dan Kedatangan-Nya kembali. Kelahiran hingga kenaikan-Nya merupakan nubuat yang telah digenapi Allah sesuai dengan waktunya. Oleh sebab itu, nubuatan tentang kedatangan-Nya kembali pasti akan digenapi. Jika tidak, maka berkuranglah satu mata rantai dari seluruh nubuatan tentang Kristus. Hanya dengan adanya penggenapan kedatangan Kristus kembali, maka sempurnalah segala nubuatan tentang Kristus dalam Alkitab.
Tentang kedatangan-Nya kembali, Yesus sendiri berjanji bahwa Ia akan datang kembali (Yoh. 14:3; Mat. 24:27,36; Mark. 13:26; Luk.21:27; Wahyu 22:7,20). Perjanjian Lama menubuatkan tentang kedatangan Yesus kembali, misalnya Daniel telah menubuatkan (Daniel 7:13,14), Zakaria (Zakaria 14:4), Yesaya dan Yehezkiel telah menubuatkan (Yes. 45:23; Yeh. 21:25-27). Demikian juga dengan Perjanjian Baru menyebutkan kedatangan Yesus yang kedua kali sebanyak 318 kali, diantaranya, Ibrani 9:28; Filipi 3:20, 21; 1 Tesalonika 4:16,17.
Bagaimana sifat kedatangan-Nya? ada tiga sifat kedatangan Kristus yaitu: kedatangan-Nya bersifat rohani segenap umat manusia akan melihat kedatangan-Nya, artinya melihat-Nya secara rohani (Why.1:7; Mat.24:30-31; Kis. 1:11). Kedatangan-Nya bersifat universal dan pada waktu yang bersamaan, seperti kilat memancar dari ujung langit, yang satu ke ujung langit yang lain (Luk. 17:24). Kristus akan datang kembali dengan cara yang sama seperti pada waktu Ia naik ke sorga (Kis. 1:11; Mat. 24:30-36; 26:64; Mark. 13:26-27; 16:62; Luk. 21:27-28; 1 Tes. 4:13-18).
Kedatangan-Nya kembali pasti akan terjadi, hal ini mutlak. Kapan waktunya, tidak seorangpun  yang tahu, hanya Allah Bapa yang mengetahui (Mat.24:36), pada saat yang tidak terduga Kristus datang (Mat. 24:44). Pada saatnya Yesus akan datang menemui orang-orang yang setia beriman kepada-Nya.

Panggilan Yesus Kristus
            Apa yang Yesus maksudkan ketika Ia berkata “ikutlah Aku”?  dalam Lukas 9:23, Yesus mengatakan bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Yesus. Di dalam pemberitaan Injil kita sudah puas ketika mendengar orang yang diinjili berdoa memohon dengan kata-kata seperti: “menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat Pribadi, meminta Yesus masuk ke dalam hatinya, mengundang Yesus masuk ke dalam hidupnya, membuat keputusan mengikuti Yesus”. Apakah hal seperti ini yang diinginkan oleh Yesus?  Yesus memproklamirkan Injil-Nya yaitu panggilan untuk menjadi murid, panggilan tunduk dalam ketaatan, bukan hanya sekedar pengakuan atau permohonan untuk  mengikut Yesus. Setiap orang yang mengaku mengikut Yesus, atau beriman kepada Yesus, perilakunya harus menunjukkan sebagai bukti dari komitmennya bahwa ia adalah seorang pengikut Yesus Kristus.
            Dalam gereja terdapat orang yang mengaku percaya kepada Yesus dan sudah dilahirkan kembali, tetapi hidupnya tidak mencerminkan hidup orang yang sudah percaya (2 Tim 3:5).  Orang Kristen tidak seharusnya hidup seperti orang yang belum diselamatkan.  Saat ini lebih mudah menemukan orang yang mengatakan percaya kepada Yesus, dari pada menemukan orang yang  benar-benar menjadi mengikut Yesus. Pada awalnya mereka antusias untuk memperoleh keselamatan dari Yesus, tetapi tidak pernah benar-benar mengikut Yesus.
Pelayanan Yesus dimulai dengan berkotbah dan berkata, “bertobatlah, sebab kerajaan Allah sudah dekat (Matius 4:17)”. Pertobatan adalah tema utama pelayanan Yesus dengan memanggil orang-orang berdosa. Yesus tidak hanya memanggil orang berdosa, tetapi lebih dari itu memanggil untuk berbalik dari dosa dan mengikut Dia. Yesus memakai pertobatan sebagai panggilan untuk meninggalkan hidup yang lama dan berbalik kepada hidup yang baru di dalam Yesus untuk memperoleh keselamatan. Pertobatan sejati akan mengakibatkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku itu sendiri bukanlah pertobatan, tetapi itu adalah buah pertobatan. Pertobatan yang nyata adalah pertobatan yang mengubah seluruh karakter manusia. Pertobatan bukanlah tindakan satu kali, tetapi pertobatan terjadi secara progresif seumur hidup (1 Yoh 1:9).
Seseorang yang sudah benar-benar bertobat akan berhenti berbuat dosa dan mulai hidup sesuai dengan tuntutan firman Allah. Seiring dengan perubahan pikiran dan sikap, pertobatan sejati akan mulai menghasilkan perubahan dalam perilaku. Rasul Paulus adalah bukti pertobatan yang terjadi secara radikal. Orang percaya sejati akan menunjukkan pertobatan mereka dengan perilaku baik.  Yesus memberi gambaran dua jenis orang beragama: orang-orang yang berpura-pura taat, tetapi sebenarnya pemberontak, dan yang mulai sebagai pemberontak, tetapi bertobat.
Banyak orang Kristen mengatakan percaya kepada Yesus, tetapi menolak untuk mematuhi-Nya. Pengakuan iman mereka adalah hampa. Yesus memberi perumpamaan dalam Matius 21:31, Yesus mengatakan bahwa pemungut cukai dan pelacur akan lebih mudah masuk ke dalam Kerajaan daripada orang Farisi, karena mereka lebih cenderung untuk mengakui dosa mereka dan bertobat. Banyak yang mendengar kebenaran Yesus dan segera meresponi, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh percaya. Banyak yang memalingkan muka mereka pada dosa, ketidakpercayaan, dan ketidaktaatan. Iman sejati hanya akan nyata di dalam ketaatan.
Orang muda yang kaya adalah seorang Farisi yang percaya dan melakukan seluruh Hukum Taurat, tetapi Yesus berkata kepada murid-murud-Nya, sulit bagi orang kaya ini masuk ke dalam Kerajaan Surga (Mat.19:23). Keselamatan adalah sangat pribadi, tidaklah cukup dilahirkan di dalam keluarga Kristen. Menjadi Kristen tidak hanya soal percaya, banyak orang Kristen yang “bertobat” berada dijalan yang salah, karena mereka mengambil cara yang mudah melalui gerbang yang salah. Keselamatan tidak mudah, melalui “pintu gerbang kecil”…dan sedikit orang yang menemukannya (Mat. 7:14). Dalam Yeremia 29:13, Tuhan berkata, apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu mencari Aku dengan segenap hati. Kerajaan Surga bukan untuk orang yang hanya ingin Yesus tanpa perubahan apapun dalam hidup mereka. Kerajaan hanya untuk mereka yang mencari Yesus dengan segenap hati.
Banyak orang yang mendekati gerbang berpaling ketika mereka menemukan begitu sempitnya gerbang itu. Orang muda yang kaya mudah menemukan gerbang, tetapi ketika ia melihat, memasuki berarti dia harus meninggalkan harta yang disayanginya. Siapapun kita dan apapun yang kita miliki, ketika kita mencapai gerbang kecil, kita berharap dapat menjatuhkan segala sesuatu yang dapat menjadi penghalang untuk memasuki gerbang kecil itu. Menerima Yesus tidak berarti hanya menambahkan Yesus ke dalam hidup kita, hanya mengaku percaya, tetapi sungguh-sungguh menjadi ciptaan baru. Keselamatan adalah transformasi total, artinya jika seseorang berada di dalam Yesus, ia adalah ciptaan baru, hal-hal yang lama berlalu, sesungguhnya hal-hal baru telah datang (2 Kor. 5:17).
Seseorang yang mengaku percaya kepada Yesus tetapi tidak benar-benar mengenal Dia, Yesus mengumpamakan mereka sebagai cabang yang sia-sia yang hanya dangkal melekat pada pokok anggur. Mereka seperti tampak hidup di dalam Yesus, tetapi tidak benar-benar tinggal di dalam Dia. Hubungan mereka dengan Yesus sepenuhnya dangkal. Mereka tidak memiliki hidup-Nya mengalir dalam hidup mereka, sehingga mereka tidak dapat menghasilkan buah-buah rohani. Cabang sia-sia merupakan murid-murid palsu, mereka tidak tinggal di dalam Yesus, tidak benar-benar bersatu dengan-Nya. Mereka mungkin menjadi anggota gereja terkemuka, mereka mungkin telah banyak mendapat pengetahuan spiritual, mereka mungkin guru doktrin, bahkan sarjana, mereka mungkin telah mengikuti semua kegiatan di dalam gereja. tetapi mereka tidak bernar-benar beriman kepada Yesus, komitmennya dangkal kepada Yesus.
Orang percaya sejati akan terus bertahan, orang yang berbalik melawan Tuhan hanya membuktikan bahwa mereka tidak pernah benar-benar diselamatkan. Rasul Yohanes menulis: “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita” (1 Yoh. 2:19). Tidak peduli seberapa meyakinkan kesaksian seseorang, tetapi sekali orang menjadi murtad hal ini akan menunjukkan bahwa kesaksian itu adalah palsu. Yudas adalah contoh utama orang yang mengaku percaya tetapi jatuh dalam kemurtadan. Selama tiga tahun ia mengikut Yesus bersama dengan murid-murid yang lain, mungkin Yudas mengangap dirinya seorang percaya, dia mungkin percaya bahwa Yesus adalah Mesias, dia telah meninggalkan segalanya untuk mengikut Tuhan. Dalam terminologi modern, dia telah menerima Yesus. Selama tiga tahun hidup bersama Yesus, melihat mujizat, mendengar kata-kata-Nya, bahkan berpartisipasi dalam pelayanan-Nya. Tidak ada yang mempertanyakan imannya, statusnya sama dengan murid-murid yang lain. Hanya Yesus yang mengetahui hati Yudas (Yoh.13:10-11).
Tanda murid sejati  bukanlah bahwa dia tidak pernah melakukan dosa, tetapi ketika dia melakukan dosa sadar untuk kembali kepada Tuhan untuk menerima pengampunan. Tidak seperti seorang murid palsu, murid sejati tidak akan pernah berpaling sepenuhnya, dia kadang-kadang bisa berubah kembali. Yudas menggambarkan murid yang palsu. Pertama ia mencintai kekayaan kekal, tetapi dia ingin kemuliaan, ia ingin sukses, ia ingin harta duniawi. Akhirnya dia kecewa karena Yesus tidak memenuhi semua harapan politiknya. Murid palsu pura-pura mengasihi Tuhan, percaya kepada Yesus supaya menolong bisnis, mereka berpikir bahwa percaya kepada Yesus akan membawa kesehatan, kekayaan, atau kemakmuran. Namun pada akhirnya mereka menjual Yesus, seperti Esau menjual hak kesulungannya (Kej. 25:32-34). Seperti Yudas yang mencintai dunia dan mencintai kegelapan. Tidak menutup kemungkinan gereja juga dipenuhi oleh orang yang seperti Yudas, mereka ramah kepada Yesus, mereka melihat dan berbicara seperti murid, tetapi mereka tidak berkomitmen kepada Yesus.  Seorang murid sejati tidak akan pernah berubah komitmennya terhadap Yesus, seorang murid sejati tidak akan pernah menjual Yesus, murid sejati ketika jatuh ke dalam dosa mereka akan memohon pengampunan, iman mereka tidak rapuh atau bersifat sementara, tetapi iman mereka adalah dinamis dan terus bertumbuh berkomitmen kepada Yesus.
Banyak orang Kristen yang mengaku percaya dan diselamatkan, tetapi hidup mereka benar-benar tandus dan tidak menghasilkan buah yang dikehendaki oleh Yesus. Yesus memberi peringatan serius:  “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Mat.7:21-23). Jangan sampai orang seperti ini yang saat ini sedang mengisi bangku-bangku di gereja.

2 komentar:

  1. NABI ISA ADALAH UTUSAN ALLAH, BUKAN SEBAGAI TUHAN. NABI ISA TIDAK PERNAH DISALIB DAN DIBUNUH TETAPI DI SELAMATKAN OLEH ALLAH. SEDANGKAN YANG DISIKSA, DISALIB DAN DIBUNUH ADALAH PENGHIANAT, YANG MANA DIA ADALAH MURIDNYA NABI ISA. DIALAH "YUDAS", -YANG DISERUPAKAN OLEH ALLAH SERUPA DENGAN NABI ISA. DIALAH 'YUDAS' YANG DISALIB, -YANG MENURUT UMAT KRISTEN DIANGGAP SEBAGAI NABI ISA. KEMUDIAN DIA DITUHANKAN DAN DIANGGAP SEBAGAI PENEBUS DOSA. BAGAIMANA MUNGKIN TUHAN BISA MATI. DIMANA KONSEP KEKELANNYA. JIKA MEMANG BEGITU, BERARTI BENAR CARA BERPIKIRNYA NETZE BAHWA TUHAN TELAH MATI DIBUNUH. TETAPI ITU SEMUA SANGAT IRRASIONAL DAN NAIF JIKA TUHAN MATI DIBUNUH, TUHAN SEPERTI MANUSIA / MENYERUPAI MANUSIA. BEGITU RENDAH KONSEP BERTUHANMU DALM THEOLOGI DAN FILSAFATMU. PENCIPTA (TUHAN), MUTLAK TIDAK PERNAH SAMA / MENYERUPAI DENGAN MANUSIA / MAHLUKNYA. SEBAGAI PERUMPAMAAN: TUKANG KURSI TIDAK PERNAH SAMA DENGAN KURSI...

    BalasHapus
  2. JADI, SEBENARNYA YANG ANDA SEMBAH, BUKAN TUHAN ALLAH, BUKAN NABI ISA, TETAPI KAU MENGAGUNGKAN DAN MENYEMBAH YUDAS, PENGHIANATNYA NABI ISA ALAIHISSALAM... BUKA DAN TANYA HATI NURANIMU...

    BalasHapus

Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar