27 Maret 2014

DISKUSIKAN | Ferdynan Pinontoan

DISKUSIKAN:

1. Rancangkan suatu model relasi yang dapat dijadikan jembatan untuk
membina relasi antara umat beragama dalam kontek Indonesia
Jawaban :
Melakukan cara model relasi melalui suatu tujuan komunikasi yang
santun dalam bermasyarakat sehingga dapat memberikan dampak secara
fleksibel toleransi antar agama sebagai berikut :
* Adanya saling pengertian yang objektif dan kritis
* Dapat menumbuhkan pengenalan yang lebih mendalam kepada orang lain
dan kemudian melahirkan keperdulian kepada sesama manusia.
* Demikian untuk menciptakan ketentraman didalam masyarakat
* Juga terbinanya kerukunan dan kedamaian yang terarah kepada suatu
bentuk kongkret.
* Untuk menolong dan melayani orang lain menghadapi krisis kemanusiaan


2. Pola seperti apa yang dapat digunakan untuk memberi
apresiasi/penghargaan terhadap agama non-kristen dalam kontek
Indonesia
Jawaban :
Seperti yang telah disinggung sebagaimana jawaban diatas memberikan
dampak secara fleksibel toleransi antar agama yaitu dengan memberikan
apresiasi saling siap inisiatif membantu pada lingkungan masyarakat
pada waktu bergotong-royong, membantu mereka yang dalam keadaan susah,
masalah yang secara etika kita bantu dengan kepala yang dingin untuk
pencapaian solusi yang baik untuk menguntungkan semua pihak dan
demikian juga sekiranya dapat mengembangkan Dialog atau komunikasi
timbal balik, yang dilandaskan pada kesadaran akan adanya:
kesamaan maupun perbedaan yang tak dapat diingkari dan disingkirkan,
sesuai hakekat atau harkat dan martabat manusia.
adanya kesamaan nilai-nilai serta permasalahan dan kebutuhan yang
universal, yang berkaitan dengan kemanusiaan, seperti kebenaran,
keadilan, HAM, persaudaraan dan cinta kasih serta hubungan dan
ketergantungan satu sama lain, mutlak perlunya kerukunan dan damai
sejahtera, persatuan dan kerjasama dengan prinsip keadilan, saling
menguntungkan, saling menghargai, saling terbuka dan saling percaya.

Pola seperti apa yang dapat digunakan untuk memberi apresiasi/penghargaan terhadap agama non-kristen dalam kontek Indonesia. | Revie Natanael Mawikere

II. Pola seperti apa yang dapat digunakan untuk memberi
apresiasi/penghargaan terhadap agama non-kristen dalam kontek
Indonesia.

Indonesia merupakan negara multikultural, terdapat macam-macam etnis,
agama, suku, ras, budaya, bahasa, dll.
Walaupun negara Indonesia termasuk negara pluralisme, warga Indonesia
tetap harus menjunjung tinggi persatuan, diantaranya menghargai
perbedaan itu sendiri.
Kita sebagai warga Indonesia yang beragama kristen tentunya juga
berperan dalam menjunjung persatuan Indonesia, dalam hal ini contohnya
memberi penghargaan terhadap agama non-kristen. Ada beberapa yang
perlu kita ketahui dan perhatikan dalam hal menjaga kerukunan umat
beragama di Indonesia.
Cara menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia:
1. Menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama, baik sesama
antar pemeluk agama yang sama maupun yang berbeda.
Contohnya: tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain, atau
memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah
waktunya.
Hal ini sangat penting dalam menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia.
2. Selalu siap membantu sesama.
Contohnya: membantu korban bencana alam walaupun mayoritas bukan non-kristen.
3. Menghormati orang lain.
Contohnya: selalu berbicara halus dan tidak sinis kepada semua orang
tanpa memperdulikan agama apa yang mereka anut.

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, segala sikap dan
perilaku warga negara Indonesia diatur dalam undang-undang dasar
negara Indonesia tahun 1945 dan berpedoman pada Pancasila.
Pancasila merupakan pedoman hidup bangsa Indonesia bagi seluruh rakyat
Indonesia dengan berbagai macam agama yang dianutnya.
Sebagai umat kristen, Pancasila juga menjadi pedoman dalam hal memberi
apresiasi/penghargaan terhadap agama non-kristen dan pluralisme agama,
yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Warga Indonesia yang menganut berbagai macam agama mempunyai hak untuk
beriman dan memegang kepercayaan masing-masing
Contoh: menunjukkan sikap menghormati, menghargai dan bekerja sama
antar pemeluk agama yang berbeda-beda dapat menjaga kerukunan antar
umat beragama.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Menghargai orang lain dengan memperlakukan manusia sesuai harkat dan
martabatnya.
Contoh: mengakui bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki derajat,
hak, dan kewajiban yang sama meskipun berbeda agama.
3. Persatuan Indonesia
Menjunjung tinggi persatuan Indonesia.
Contoh: menghargai perbedaan agama, menghargai hari-hari besar umat beragama.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
Contoh: menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan hasil
musyawarah antar beda agama (non-kristen).
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Contoh: menghormati hak-hak orang lain (non-kristen), menghargai hasil
karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan
bersama antar umat beragama.

Jadi, pola yang digunakan untuk memberi apresiasi/penghargaan terhadap
agama non-kristen yaitu, kita perlu mengetahui terlebih dahulu
bagaimana menjaga kerukunan umat beragama dan juga perlu menerapkan
nilai-nilai Pancasila untuk memberikan apresiasi/penghargaan terhadap
agama non-kristen dalam kontek Indonesia.

MASALAH-MASALAH SOSIAL YANG ADA DALAM MASYARAKAT DAN CARA PENYELESAIANYA | MARYATI

Masalah sosial adalah suatu ketidak sesuaian antara unsur-unsur
kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok
sosial. Jika terjadi benterokan antara unsur-unsur yang ada dapat
menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan
kelompok atau masyarakat.
Pengertian masalah kesejahterahan sosial pada dasarnya
tidak berbeda dengan masalah sosial.Ernest Burgess, mengemukakan teori
tentang massalah sosial dalam perkembangan sosiologi dapat
dikelompokan menjadi lima :
1. Masalah sosial sebagai patologi organik individual.
2. Masalah sosial sebagai patologi sosial.
3. Masalah sosial sebagai disorganisasi personal dan sosial.
4. Masalah sosial sebagai koonflik-konflik nilai.
5. Masalah sosial sebagai proses.

Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang
mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang
dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan
bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat,
pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain
sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.

Penjelasanya :
1. Faktor Ekonomi
Faktor ini merupakan faktor terbesar terjadinya masalah sosial.
Apalagi setelah terjadinya krisis global PHK mulai terjadi di
mana-mana dan bisa memicu tindak kriminal karena orang sudah sulit
mencari pekerjaan.
2. Faktor Budaya
Kenakalan remaja menjadi masalah sosial yang sampai saat ini sulit
dihilangkan karena remaja sekarang suka mencoba hal-hal baru yang
berdampak negatif seperti narkoba, padahal remaja adalah aset terbesar
suatu bangsa merekalah yang meneruskan perjuangan yang telah dibangun
sejak dahulu.
3. Faktor Biologis
Penyakit menular bisa menimbulkan masalah sosial bila penyakit
tersebut sudah menyebar disuatu wilayah atau menjadi pandemik.
4. Faktor Psikologis
Aliran sesat sudah banyak terjadi di Indonesia dan meresahkan
masyarakat walaupun sudah banyak yang ditangkap dan dibubarkan tapi
aliran serupa masih banyak bermunculan di masyarakat sampai saat ini.


Cara Penyelesaian Masalah Sosial
Pengangguran dapat menyebabkan kemiskinan, dan selanjutnya
menimbulkan kejahatan dan permusuhan atau pertikaian dalam masyarakat.
Hal ini merupakan masalah sosial yang harus kita atasi. Pemerintah
selalu berusaha mengatasi berbagai persoalan sosial dengan peran serta
tokoh masyarakat, pengusaha, pemuka agama, tetua adat, dan Iain-Iain.
Berbagai cara yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak dalam membantu
mengatasi masalah sosial antara lain :
A. Menjadi orang tua asuh bagi anak sekolah yang kurang mampu.
B .Tokoh agama memberikan penyuluhan tentang keimanan dan moral dalam
menghadapi
Persoalansosial.
C. Para pengusaha dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lain ikut
memberikan beasiswa.
D. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
membantu dalam
berbagai bidang dimulai dengan penyuluhan sampai bantuan berupa materi.
E. Lembaga-lembaga dari PBB seperti UNESCO, UNICEF, dan WHO memberikan bantuan
kepada pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah sosial.
F. Para dermawan yang secara pribadi banyak memberi bantuan kepada
masyarakat sekitarnya
berupamateri.
G. Organisasi pemuda seperti karang taruna yang mendidik dan
mengarahkan para remaja putus
sekolah dan pemuda untuk berkarya dan berusaha mengatasi pengangguran.
H. Perguruan tinggi melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan
memberikan berbagai
penyuluhan.
Selain cara-cara tersebut di atas, pemerintah juga
menggalakkan berbagai program untuk mengatasi masalah sosial antara
lain :

1. Pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
BOS diberikan kepada siswa-siswa sekolah mulai dari sekolah dasar
sampai tingkat SLTA. Tujuannya untuk meringankan biaya pendidikan.
2. Pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT).
BLT diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak berpenghasilan
sebagai dana kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
3. Pemberian Kartu Askes.
Bagi keluarga miskin pemerintah memberikan kartu Askes untuk berobat
ke puskesmas atau rumah sakit yang ditunjuk dengan biaya ringan atau
gratis.
4. Pemberian Beras Untuk Masyarakat Miskin (Raskin).
Pemberian bantuan pangan dari pemerintah berupa beras dengan harga
yang sangat murah.
5. Pemberian Sembako.

TANGGAPAN / PENDAPAT:
Masalah social merupakan masalah kita bersama, baik sebagai anggota
masyarakat maupun sebagai lembaga pemerintah patut untuk saling bahu
membahu untuk mengatasinya. Dari penulisan tersebut di atas penulis
setuju dengan pendapat tersebut, dan ini juga dapat diterapkan dalam
pelayanan di tempat di mana penulis melayani.dengan memberikan
perhatian kepada masing-masing anggota jemaat yang seringkali
menghadapi masalah-masalah tersebut. Dan cara/ penerapannya dengan
langkah-langkah sebagai beikut:
1. mendorng jemaat utuk bertumbuh iman percaya mereka, agar semakin kuat, tidak
tergoyahkan, mulai dari tingkat Sekolah Minggu sampai kepada orang dewasa.
2. dengan iman yang kuat/ teguh , ketika mereka mengalami
masalah-masalah social, mereka tidak gampang putus asa/ menyerah
3. membuka wawasan / cara berpikir mereka untuk dapat mengembangkan
talenta yang mereka miliki, agar masalah pengangguran bukan lagi
menjadi masalah bagi mereka (dapat membuka lapangan pekerjaan)



PELAYANAN SEKOLAH MINGGU YANG BERHUBUNGAN DENGAN
MASALAH SOSIOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan salah satu bidang garapan
administrasi pendidikan. Istilah "sekolah" merupakan konsep yang luas,
yang mencakup baik lembaga pendidikan formal maupun lembaga
pendididkan non formal. Sedangkan istilah "masyarakat" merupakan
konsep yang mengacu kepada semua individu, kelompok, lembaga, atau
organisasi yang berada di luar sekolah sebagai lembaga pendidik.
Masyarakat yang bersifat kompleks, terdiri dari berbagai macam
tingkatan masyarakat yang saling melengkapi (over lapping), dan
bersifat unik, sebagai akibat latar belakang dimensi budaya yang
bereneka ragam hasil penelitian menunjukkan, betapa penting dan
perlunya program sekolah selalu menghayati adanya hubungan kerja sama
antara sekolah dengan masyarakat.


Hubungan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat, yaitu dengan
melibatkan orang tua, dan masyarakat serta isu-isu yang timbul dan
bagaimana menyelesaikan isu-isu tersebut. Dalam hal ini kepemimpinan
gembala mempunyai peranan menentukan sebagai satu kekuatan atau
kewibawaan (power) di dalam menghimpun dan menggerakkan segala sumber
daya di dalam kerja sama dengan masyarakat pendidikan yang lebih luas,
serta untuk memperoleh berbagai dukungan sumber daya manusia, dana,
serta dukungan informasi berbagai lembaga dan dukungan politis dari
segenap jajaran aparat pendidikan (Setiawan, siaksoft.net)
Semakin majunya pengertian masyarakat akan pentingnya pendidikan
anak-anaknya, maka merupakan kebutuhan vital bagi sekolah dan
masyarakat untuk menjalin kerja sama. Kerjasama tersebut maksudnya
demi kelancaran pendidikan di sekolah pada umumnya dan untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa pada khususnya. Jadi hubungan
sekolah dengan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara
sekolah dengan masyarakat dengan maksud meningkatkan pengertian warga
masyarakat tentang kebutuhan dan praktek pendidikan serta mendorong
minat dan kerja sama warganya dalam usaha memperbaiki sekolah.

Setiap program yang ada di sekolah perlu dikembangkan, lebih-lebih
program hubungan sekolah dengan masyarakat yang masih dini dalam
masyarakat perlu mendapat perhatian terus untuk dikembangkan. Mungkin
kesadaran masyarakat akan keikutsertaannya dalam bertanggung jawab
terhadap pendidikan di sekolah belum tinggi, walaupun kesadaran akan
pentingnya pendidikan sudah tinggi, membuat mereka tidak banyak
berpartisipasi di sekolah. Atau mungkin juga karena kondisi sosial
ekonomi mereka membuat perhatian mereka hanya terpaku kepada
usaha-usaha meningkatkan kehidupan dam memandang pendidikan di sekolah
cukup ditangani oleh personalia-personalia sekolah saja. Apapun
alasannya yang membuat partisipasi masyarakat dalam pendidikan di
sekolah belum banyak, perlu diteliti dan dikaji oleh sekolah dijadikan
bahan untuk mengembangkan hubungan sekolah dengan masyarakat.
Kita sebagai calon pendidik diharapkan mampu menjalin kerja sama
dengan masyarakat. Jadi kita harus mengetahui cara bekerja sama dengan
masyarakat yang baik demi kelancaran pendidikan sekolah melalui adanya
makalah ini.



B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud hubungan sekolah dengan masyarakat?
2. Apakah manfaat diadakannya hubungan sekolah dengan masyarakat?
3. Apakah tujuan diadakannya hubungan sekolah dengan masyarakat?
4. Apakah peranan pihak-pihak yang terkait hubungan antara sekolah dan
masyarakat?
5. Bagaimana prinsip hubungan sekolah dengan masyarakat?
6. Bagaimana teknik dalam menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat?
7. Apa saja jenis hubungan sekolah dengan masyarakat?
8. Apa saja bentuk-bentuk hubungan sekolah dengan masyarakat?

C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah hal-hal berikut:
1. Mendeskripsikan pengertian hubungan sekolah dengan masyarakat.
2. Menjelaskan manfaat diadakannya hubungan sekolah dengan masyarakat.
3. Menjelaskan tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat.
4. Menjelaskan peranan pihak-pihak yang terkait hubungan antara
sekolah dan masyarakat.
5. Menjelaskan prinsip hubungan sekolah dengan masyarakat.
6. Menjelaskan teknik dalam menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat.
7. Menyebutkan dan menjelaskan hubungan sekolah dengan masyarakat.
8. Mejelaskan dan mengetahui tentang bentuk-bentuk hubungan sekolah
dengan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

I. Pengertian Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Suatu sekolah tidak dibenarkan mengisolasi diri dari masyarakat.
Sekolah tidak boleh menutup


diri terhadap masyarakat sekitarnya, ia tidak boleh melaksanakan
idenya sendiri dengan tidak mau tahu akan aspirasi-aspirasi
masyarakat. Sekolah tidak boleh bersikap dan berlaku demikian, sebab
pada hakekatnya ia adalah milik masyarakat. Masyarakat menginginkan
sekolah itu berdiri di daerahnya untuk meningkatkan perkembangan
putra-putra mereka. Masyarakat juga menginginkan agar sekolah bisa
memberi pengaruh positif terhadap perkembangan masyarakat baik
langsung maupun tidak langsung. Untuk maksud ini masyarakat siap
mendukung usaha-usaha sekolah di daerahnya.
Sekolah adalah merupakan sistem terbuka terhadap lingkungannya
termasuk masyarakat pendukungnya. Sebagai sistem terbuka sudah jelas
ia tidak dapat mengisolasi diri, sebab bila hal ini ia lakukan berarti
ia menuju ke ambang kematian, akibat menentang kewajaran hukum alam.
Sebagai sistem terbuka, sekolah selalu membukakan pintu terhadap
kehadiran warga masyarakat, terhadap ide-ide mereka, terhadap
kebutuhan-kebutuhan mereka, dan terhadap nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Sebaliknya masyarakat juga membuka diri untuk dimasuki
oleh aktivitas-aktivitas sekolah. Sekolah juga dapat belajar dari
masyarakat, guru-guru dan para siswa dapat mencari pengalaman, belajar
dan praktek di masyarakat. Antara sekolah dan masyarakat terjadi
komunikasi dua arah untuk bisa saling memberi dan saling menerima.

Masyarakat dalam arti sempit di sini adalah masyarakat di lingkungan
sekolah itu sendiri, sedangkan dalam arti luas yaitu masyarakat dalam
negara dan bahkan bila diperlukan dapat dihubungkan dengan masyarakat
Internasional. Sekolah-sekolah pada umumnya lebih banyak menghubungkan
diri dengan masyarakat dalam arti sempit ialah masyarakat setempat,
sebab fungsi sekolah yang pertama adalah melayani kebutuhan masyarakat
setempat.

Hubungan dengan masyarakat berarti komunikasi sekolah dengan
masyarakat, ialah mengkomunikasikan masalah-masalah pendidikan baik
yang bersumber dari sekolah maupun yang bersumber dari masyarakat.
Komunikasi inilah merupakan pintu-pintu keterbukaan sekolah terhadap
masyarakat, pintu-pintu yang menghubungkan sekolah sebagai sistem
dengan masyarakat sebagai suprasistemnya.
Komunikasi itu merupakan lintasan dua arah yaitu dari arah sekolah ke
masyarakat dan dari arah masyarakat ke sekolah. Kedua kelompok
kehidupan itu saling memberi informasi, berpartisipasi



membina pendidikan. Jones (1969:388) menyambut hubungan dengan
masyarakat itu sebagai hubungan dua arah tempat memadu ide antara
sekolah dengan masyarakat untuk melahirkan saling pengertian. Ide-ide
tentang pendidikan tidak selalu datang dari sekolah. Lagi pula tidak
semua ide sekolah itu dapat diterima oleh masyarakat sebagai pemilik
sekolah. Masyarakat yang mempunyai kepentingan terhadap pendidikan
putra-putranya seringkali punya ide tertentu yang dapat dimanfaatkan
oleh sekolah.
Dari uraian-uraian di atas dapat dipahami bahwa hubungan dengan
masyarakat bagi suatu sekolah adalah hubungan dua arah antara sekolah
dengan masyarakat untuk memusyawarahkan ide-ide dan
informasi-informasi tertentu yang berguna bagi peningkatan pendidikan.
Hubungan dengan masyarakat didasarkan kepada ketentuan bahwa (1)
masyarakat adalah salah satu penanggung jawab sekolah, (2) proses
belajar serta media pendidikan juga terjadi dan ada di masyarakat, dan
(3) masyarakat menaruh perhatian terhadap pendidikan putra-putranya.

J. Manfaat Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Manfaat hubungan sekolah dengan masyarakat dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat:
a. Tahu hal-hal persekolahan dan inovasi-inovasinya
b. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tentang pendidikan lebih mudah diwujudkan.
c. Menyalurkan kebutuhan berpartisipasi dalam pendidikan.
d. Melakukan tekanan/tuntutan terhadap sekolah.
2. Bagi sekolah:
a. Memperbesar dorongan, mawas diri.
b. Memudahkan memperbaiki pendidikan.
c. Memperbesar usaha meningkatkan profesi staf.
d. Konsep masyarakat tentang guru menjadi benar.
e. Mendapatkan koreksi dari kelompok penuntut.
f. Mendapat dukungan moral dari masyarakat.
g. Memudahkan meminta bantuan dan material dari masyarakat.
h. Memudahkan pemakaian media pendidikan di masyarakat.
i. Memudahkan pemanfaatan narasumber.
K. Tujuan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Mengenai hubungan sekolah dengan masyarakat, T.Sianipar meninjau dari
sudut kepentingan kedua lembaga tersebut, yaitu kepentingan sekolah
dan kepentingan masyarakat itu sendiri. Ditinjau dari kepentingan
sekolah, pengembangan penyelenggaraan hubungan sekolah dan masyarakat
bertujuan untuk:
1. Memelihara kelangsungan hidup sekolah.
2. Meningkatkan mutu pendidikandisekolah yang bersangkutan.
3. Memperlancar proses belajar mengajar.
4. Memperoleh dukungan dan bantuan dari masyarakat yang diperlukan
dalam pengembangan dan pelaksanaan program sekolah.
Sedangkan jika ditinjau dari kebutuhan masyarakat itu sendiri, tujuan
hubungannya dengan sekolah adalah untuk:
1. Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam
bidang mental-spiritual.
2. Memperoleh bantuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi oleh masyarakat
3. Menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan masyarakat.
4. Memperoleh kembali angota-anggota masyarakat yang makin meningkat
kemampuannya.
Secara lebih konkret lagi, tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah
dengan masyarakat adalah:
1. Mengenalkan pentingnya sekolah bagi masyarakat.
2. Mendapatkan dukungan dan bantuan moril maupun financial yang
diperlukan bagi pengembangan sekolah.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan
program sekolah.
4. Memperkaya atau memperluasprogram sekolah sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
5. Mengembangkan kerjasama yang lebih erat antara keluarga dan sekolah
dalam mendidik anak.
Menurut Elsbree dan McNally, bermacam-macam tujuan seperti dikemukakan
di atas dapat dikelompokkan menjadi tiga tujuan pokok, yaitu:
1. Mengembangkan mutu belajar dan pertumbuhan anak-anak
Makin majunya konsep-konsep pendidikan menunjukkan kepada para
pendidik, terutama guru-guru sekolah minggu, agar pendidikan dan
pengajaran tidak lagi subject matter centered, tetapi hendaknya
community life centered; tidak lagi berpusat pada buku, tapi
berorientasi pada kebutuhan kehidupan di dalam masyarakat. Konsep
pendidikan yang demikian mengandung implikasi-implikasi yang
berhubungan dengan masyarakat, seperti antara lain:
a. Personil sekolah, terutama guru-guru, perlu mengetahui benar-benar
kondisi masyarakat lingkungan hidup anak-anak yang sangat penting bagi
program pendidikan seperti lingkungan alam tempat anak itu hidup,
macam-macam masalah pendidikan yang timbul di dalam masyarakat itu,
adat istiadat , keadaan kehidupan dan ekonomi mereka, kesempatan dan
sarana rekreasi bagi anak-anak.
b. Gembala dan guru-guru sekolah minggu hendaknya selalu berusaha
untuk dapat bekerja sama dan memenfaatkan sumber-sumber di dalam
masyarakat yang diperlukan untuk memperkaya program sekolah. Dengan
memandang masyarakat itu sebagai laboratorium untuk belajar, berarti
penting bagi guru-guru untuk mengetahui fasilitas-fasilitas apa yang
tersedia di dalam masyarakat yang diperlukan dalam belajar.
c. Gereja hendaknya dapat bekerja sama dengan organisasi-organisasi
dan instansi lain di dalam masyarakat yang mempunyai tugas dan
kepentingan yang sama terhadap pendidikan anak-anak. Misalnya
lembaga-lembaga keagamaan lain, organisasi kepramukaan, kesenian dan
kesehatan. Semua itu dapat membantu pendidikan anak-anak, baik
pendidikan di sekolah minggu maupun pendidikan di luar sekolah minggu.

d. Guru-guru sekolah minggu hendaknya selalu mengikuti perkembangan
masyarakat dan selalu siap memahami dan mengkaji sumber-sumber
masyarakat yang dapat dimasukkan ke dalam rencana perkembangan
pendidikan. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa bahan pengajaran
yang diberikan kepada murid-murid bukanlah bahan yang statis dan
using,melainkan merupakan bahan yang fungsional dan akurat bagi
kebutuhan muridsekarang dan kehidupan yang akan datang.
2. Meningkatkan tujuan dan mutu kehidupan masyarakat.
Di dalam masyarakat yang demokratis, sekolah seharusnya dapat
menjadikan dirinya sebagai pelopor dan pusat perkembangan bagi
perubahan-perubahan masyarakat di dalam bidang-bidang kehidupan
ekonomi, kebudayaan, teknologi dan sebagainya, ke tingkat yang lebih
tinggi. Jadi dalam hal ini, bukan sekolah yang harus mengekor secara
pasif kepada perkembangan masyarakat, tetapi sebaliknya sekolahlah
yang justru yang harus mempelopori bagaimana dan kemana masyarakat itu
harus dikembangkan. Seperti pernah dikemukakan oleh prof.Dr.Bachtiar
Rifai dan Ir.S. Sudarmadi, M.Sc. dalam ulasannya mengenai sekolah
pembangunan yang telah dirintis di Indonesia sejak tahun 1972 sebagai
berikut :
Sekolah pembangunan harus dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sekolah hendaknya mempunyai kurukulum, metode mengajar, serta
evaluasi dan program yang menyenangkan, merangsang dan cocok dengan
tujuan pendidikan.
b. Sekolah hendaknya merupakan bagian integral dari masyarakat
sekitarnya dan berorientasi kepada pembangunan dan kemajuan.
c. Sekolah hendaknya mempunyai mekanisme untuk menjamin terpeliharanya
dialog yang kontinu antara sekolah-orang tua murid-masyarakat,
Dari apa yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa,
berbeda dengan sekolah-sekolah formal pada umumnya lebih merupakan
community center atau lebih spesifik lagi, "pusat kegiatan belajar
masyarakat".
3. Mengembangkan pengertian, antusiasme, dan partisipasi masyarakat.
Hal tersebut penting, apalagi bagi masyarakat Indonesia. Yang pada
umumnya masih belum


begitu menyadari bahwa tugas dan tanggung jawab pendidikan anak-anak
adalah juga tugas dan tanggung jawab masyarakat di samping gereja dan
pemerintah.

Mengingat wadah yang tidak hanya berbentuk sekolah minggu, tetapi juga
dalam keluarga dan masyarakat pada umumnya, bahwa bentuk pendidikan
yang kita manfaatkan melalui berbagai wadah itu tidak hanya bentuk
pengajaran, tetapi juga tauladan, komunikasi, kelompok atau massa, dan
sosialisasi pada umumnya.

L. Peranan Pihak-pihak yang Terkait Hubungan antara Sekolah dan Masyarakat
Dalam kaitannya dengan hubungan sekolah dan masyarakat, ada beberapa
pihak yang turut andil dalam pembentukan hubungan sekolah dan
masyarakat, pihak-pihak tersebut antara lain:
1. Orang tua
Peranan orang tua dalam pelaksanaan hubungan sekolah dengan
masyarakat, antara lain:
a. Mendukung pelaksanaan belajar mengajar di sekolah minggu.
b. Berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan kegiatan sekolah di
berbagai komunitas.
c. Bersedia menjadi narasumber sesuai keahlian dan profesi yang dimiliki.
d. Menginformasikan nilai-nilai positif dari pelaksanaan kegiatan di
sekolah minggu kepada masyarakat secara luas.
e. Aktif dalam memberikan ide/gagasan dalam rangka peningkatan
kualitas pembelajaran.
2. Guru
Peranan guru dalam hubungan antara sekolah minggu dengan masyarakat,
antara lain:
a. Berkomunikasi secara berkala dengan keluarga, yaitu: orang tua
tentang kemajuan anak mereka dalam belajar .
b. Bekerjasama dengan masyarakat untuk menjaring anak yang tidak ikut
sekolah minggu, mengajak dan memasukkannya ke sekolah.minggu
c. Menjelaskan manfaat dan tujuan sekolah minggu kepada orang tua/ jemaat.
Prinsip Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Untuk mencapai tujuan kerja sama sekolah dengan masyarakat, ada
beberapa prinsip sebagai pedoman untuk melaksanakannya, yaitu yang
dikemukakan oleh Elsbree (Soetopo:1982).


1. Ketahuilah apa yang Anda yakini. Dalam hal ini, merupakan tugas
gembaladan guru-guru sekolah minggu akan apa yang dikerjakan sehingga
tidak ada kesimpangsiuran dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran.
2. Laksanakanlah program pendidikan dengan baik dan bersahabat dengan
masyarakat. Maksudnya, untuk mencapai kerja sama dan memperoleh
bantuan dari masyarakat, buatlah program belajar bagi anak-anak sebaik
mungkin, buatlah sekolah yang dapat menciptakan suasana yang bahagia
dan situasi belajar yang menggairahkan bagi anak-anak sekolah minggu.
3. Ketahuilah masyarakat Anda. Masyarakat sekolah hendaknya
benar-benar mengetahui keadaan masyarakat di daerah itu, baik sifat
dan problemnya maupun sumber-sumber yang ada dalam masyarakat
tersebut.
4. Adakan survey mengenai masyarakat di daerah tertentu. Survey itu
perlu untuk menghimpun informasi yang meliputi aspek kehidupan
masyarakat dan kondisinya. Pengenalan dalam masyarakat merupakan bahan
dalam penyusunan hasil survey yang membantu anak-anak dadlam
meningkatkan keingintahuan tentang orang-orang yang ada di sana,
kejadian-kejadian, masa depan masyarakat, dan membangkitkan minat
anak-anak untuk mengadakan penelitian tentang kesejahteraan masyarakat
tersebut dan juga akan terbukanya pintu untuk kerja sama antara
sekolah, orang tua, dan masyarakat.
5. Adakan kunjungan ke rumah. Banyak tujuan dan faedah yang akan
diperoleh dari kunjungan guru ke rumah orang tua murid, baik untuk
tujuan proses perkembangan anak maupun untuk menghimpun informasi
tentang masyarakat di daerah tersebut.
6. Layani masyarakat di daerah Anda. Sekolah melayani anak-anak dari
masyarakat melalui pendidikan dan pengajaran, tetapi sekolah akan
menjadi lebih baik bila dijadikan pusat kegiatan masyarakat. Misalnya
pada suatu sekolah ada perpustakaan untuk masyarakat, tempat
pertemuan, dan sebagainya. Sedangkan pengaturan kegiatan tersebut
direncanakan dan dilaksanakan bersama.
9. Doronglah jemaat untuk melayani sekolah minggu. Ada beberapa
prinsip penggunaan jemaat untuk mencapai atau melayani sekolah minggu,
yaitu:


a. Adakanlah hubungan yang baik dengan jemaat yang dapat memberi
bantuan berupa materi, tenaga, dan waktu demi kepentingan sekolah
minggu
b. Mohon bantuan pada pendidik dalam jemaat untuk melayani sekolah minggu

N. Teknik Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Menurut Soekarto Indra Fachrudi (1989:246), mengungkapkan ada 11
teknik yang dapat dilakukan untuk memberikan gambaran tentang sekolah
yang perlu diketahui oleh masyarakat. Teknik-teknik tersebut antara
lain meliputi:
1. Laporan kepada orang tua murid
Laporan yang diberikan oleh seklah kepada masyarakat berisi laporan
tentang kemajuan anak, aktivitas anak di sekolah, kegiatan sekolah
sendiri, dan segala sesuatu yang terjadi di sekolah sehubungan dengan
pendidikan anak ddi sekolah. Laporan ini dapat dilakukan sekali dalam
tiga atau empat bulan, semesteran atau tahunan. Laporan tersebut tidak
hanya berupa data, angka-angka akan tetapi menyangkut inframasi yang
bersiafat diagnostik. Artinya dalam laporan tersebut dicantumkan juga
kelebihan dan kelemahan anak, disertai dengan jalan pemecahan yang
kiranya dapat dilakukan orang tua dalam ikut membantu kesuksesan
belajar anak.
2. Buletin Bulanan
Buletin bulanan dapat diusahakan oleh guru, staf sekolah , dan para
orang tua yang dapat diterbitkan satu bulan sekali. Bahkan dapat juga
melibatkan murid, sambil memberikan latihan dan membentuk kader dari
pihak murid.
Isi buletin bulanan ini adalah tentang kegiatan sekolah,
artikel-artikel guru dan murid (bisa juga artikel dari orang tua
murid), pengumuman- pengumuman sekolah, berita-berita sekolah, dan
berita-berita masyarakat yang perlu diketahui sekolah dan lain
sebagainya.
3. Open House
Open House merupakan suatu metode mempersilakan masyarakat yang
berminat untuk meninjau sekolah serta mengobservasi kegiatan dan hasil
kerja murid dan guru yang diadakan pada waktu yang telah terjadwal.
Pada saat itulah masyarakat dapat melihat secara langsung proses
belajar mengajar yang berlangsung di sekolah itu. Dari gambaran ini,
masyarakat dapat memberikan penilaian atas pelaksanaan pendidikan di
sekolah tersebut.
6. Kunjungan ke sekolah ("school visitation")
Kunjungan orang tua murid ke sekolah pada saat pelajaran berlangsung
yang dimaksudkan agar para orang tua murid berkesempatan melihat
anak-anaknya pada waktu mengikuti pelajaran. Bagus kiranya apabila
setelah orang tua mengadakan kunjungan ini kemudian diadakan diskusi
untuk memecahkan masalah yang timbul menurut pengamatan para orang
tua. Kunjungan ke sekolah ini dapat dilaksanakan sewaktu-waktu,
sehingga mereka dapat melihat kewajaran yang terjadi di sekolah itu.
7. Kunjungan ke rumah murid ("home visitation")
Kunjungan ke rumah murid dilakukan untuk melihat latar belakang
kehidupan murid di rumah. Penerapan metode ini akan mempererat
hubungan antara sekolah dengan orang tua murid, di samping dapat
menjalin silaturrahmi antara guru dengan orang tua murid.
Masalah-masalah yang dihadapi murid di sekolah dapat dibicarakan
secara kekeluargaan dan persahabatan intim. Guru yang berkunjung ke
rumah orang tua murid harus bersikap bijaksana, hati-hati dan ramah
tamah, terutama dalam menanggapi problema yang dikemukakan oleh orang
tua.
Kunjungan ke rumah orang tua murid harus direncanakan dan harus
mengemban kepentingan sekolah. Jadi tidak boleh dipakai untuk
kepentingan anak didik. Kecuali diadakan kunjungan oleh guru yang
tidak direncanakan oleh sekolah, kemudian dalam percakapan
diperbincangkan masalah siswa. Cara ini kadang-kadang yang membawa
hasil yang sangat memuaskan.
8. Melalui penjelasan oleh staf sekolah
Gembala hendaknya berusaha agar semua personal sekolah turut aktif
mengambil bagian dalam mensukseskan program hubungan sekolah dengan
masyarakat. Para personal sekolah dapat memberikan penjelasan kepada
masyarakat tentang kepentingan sekolah, organisasi sekolah dan semua
kegiatan sekolah.


9. Gambaran Keadaan Sekolah Melalui Murid.
Murid dapat juga didorong untuk memberikan informasi kep- mengenada
masyarakat tentang keadaan sekolah. Jangan sampai bahkan menyebarkan
isu-isu yang tidak baik mengenai sekolah kepada masyarakat. Apabila
sekolah memiliki pemancar radio maka media ini dapat dimanfaatkan agar
murid berbincang bincang dalam siaran mengenai situasi sekolah.


O. Jenis Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Banyak orang mengartikan hubungan kerjasama sekolah dan masyarakat itu
dalam pengertian yang sempit. Mereka berpendapat bahwa hubungan
kerjasama itu hanyalah dalam hal mendidik anak belaka. Padahal,
hubungan kerjasama antara sekolah dan masyarakat itu mengandung arti
yang lebih luas dan mencakup beberapa bidang. Sudah barang tentu
bidang-bidang yang ada hubungannya dengan pendidikan anak-anak dan
pendidikan masyarakat pada umumnya.
Penulis berpendapat bahwa hubungan kerjasama sekolah dan masyarakat
itu dapat digolongkan menjdi tiga jenis hubungan, yaitu:

1. Hubungan edukatif
Hubungan edukatif adalah hubungan kerjasama dalam hal mendidik
anak/murid, antara guru di sekolah dan orang tua di dalam keluarga.
Adanya hubungan ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan prinsip
atau bahkan pertentangan yang dpat mengakibatkan keraguan pendirian
dan sikap pada diri anak. Antara sekolah yang diwakili oleh guru dan
orang tua tidak saling berbeda atau berselisih paham, baik tentang
norma-norma etika maupun norma-norma sosial yang hendak ditanamkan
kepada anak didik mereka.
2. Hubungan kultural
Hubungan kultural adalah kerjasama antara sekolah dan masyarakat yang
memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan
masyarakat tempat sekolah itu berada. Kita mengetahui bahwa sekolah
merupakan suatu lembaga yang seharusnya dapat dijadikan

barometer bagi murid-muridnya. Kehidupan, cara berpikir, kepercayaan,
kesenian, adat istiadat dari masyarakat. Bahkan yang lebih diharapkan
adalah hendaknya sekolah itu dapat merupakan titik pusat dan sumber
tempat terpencarnya norma-norma kehidupan (norma agama, etika, sosial,
estetika, dan sebagainya) yang baik bagi kemajuan masyarakat yang
selalu berubah dan berkembang maju. Jadi, bukanlah sebaliknya sekolah
hanya mengintroduksikan apa yang hidup dan berkembang di masyarakat.
3. Hubungan institusional
Hubungan institusional yaitu hubungan kerjasama antara sekolah dengan
lembaga-lembaga atau instansi-instansi resmi lain, baik swasta maupun
pemerintah, seperti hubungan kerjasama antara sekolah dengan
sekolah-sekolah lain, dengan kepala pemerintahan setempat, jawatan
penerangan, jawatan pertanian, perikanan dan peternakan, dengan
perusahaan-perusahaan negara atau swasta yang berkaitan dengan
perbaikan dan perkembangan pendidikan pada umumnya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mendidik anak-anak yang
nantinya akan hidup sebagai anggota masyarakat yang terdiri atas
bermacam-macam golongan, jabatan, status sosial, dan bermacam-macam
pekerjaan, sangat memerlukan adanya hubungan kerjasama itu. Dengan
adanya hubungan ini sekolah dapat meminta bantuan dari lembaga-lembaga
lain, baik berupa tenaga pengajar, pemberi ceramah tentang hal-hal
yang berkaitan dengan pengadaan dan pengembangan materi kurikulum
maupun bantuan yang berupa fasilitas serta alat-alat yang diperlukan
bagi kelancaran program sekolah.
Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa dengan dilaksanakannya
ketiga jenis hubungan sekolah dan masyarakat seperti telah diuraikan
di atas, diharapkan sekolah tidak lagi selalu ketiggalan dengan
perubahan dan tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang. Apalagi
menghadapi era globalisasi seperti sekarang ini,ketika masyarakat
berubah dan berkembang dengan sangat pesatnya akibat kemajuan
teknologi, sehingga seperti dikatakan oleh Tilaar, sekolah makin
tercecer dan terisolasi dari masyarakat, sekolah lebih berfungsi
sebagai penjara intelek. Maka untuk dapat memperoleh kembali fungsi
yang sebenarnya, sekolah harus merupakan salah satu pusat belajar dari
banyak pusatbelajar yang kini dikategorikan sebagai pendidikan
nonformal.

Adanya hubungan sekolah dan masyarakat ini dimaksudkan pula agar
proses belajar yang berlaku di sekolah mengalami perubahan,dari proses
belajar dengan cara "menyuapi", dengan bahan pelajaran yang telah
dicerna oleh guru, menjadi proses belajar yang inovatif, yaitu belajar
secara antisipatoris dan partisipatoris. Anak-anak dididik untuk
berpartisipasi dalam arti luas di dalam kehidupan masyarakat, dan
dapat mengantisipasi kehidupan masyarakat yang akan dating tempat
mereka akan hidup dan terlibat didalamnya setelah mereka dewasa.

P. Bentuk-bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Cara-cara dan alat-alat yang dipakai oleh sekolah untuk melakukan
hubungan dengan masyarakat ialah: (1) melalui aktivitas para siswa,
(2) aktivitas guru-guru, (3) ekstrakurikuler, (4) kunjungan masyarakat
atau orangtua siswa ke sekolah, dan (5) melalui media masa (Jones,
1969:395-400). Cara-cara ini perlu ditambah lagi dengan
pertemuan-pertemuan kelompok.
masyarakat yang menaruh perhatian kepada pendidikan di sekolah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa hubungan dengan masyarakat bagi suatu sekolah adalah hubungan
dua arah antara sekolah dengan masyarakat untuk memusyawarahkan
ide-ide dan informasi-informasi tertentu yang berguna bagi peningkatan
pendidikan.
Manfaat hubungan sekolah dengan masyarakat dapat diuraikan sebagai
berikut: Bagi masyarakat: tahu hal-hal persekolahan dan
inovasi-inovasinya, kebutuhan-kebutuhan masyarakat tentang pendidikan
lebih mudah diwujudkan, menyalurkan kebutuhan berpartisipasi dalam
pendidikan, melakukan tekanan/tuntutan terhadap sekolah. Sedangkan
manfaaat bagi sekolah: memperbesar dorongan, mawas diri, memudahkan
memperbaiki pendidikan, memperbesar usaha

meningkatkan profesi staf, konsep masyarakat tentang guru menjadi
benar, mendapatkan koreksi dari kelompok penuntut, mendapat dukungan
moral dari masyarakat, memudahkan meminta bantuan dan material dari
masyarakat, memudahkan pemakaian media pendidikan di masyarakat,
memudahkan pemanfaatan narasumber.
Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat yaitu: mengenalkan
pentingnya sekolah bagi masyarakat, mendapatkan dukungan dan bantuan
moril maupun financial yang diperlukan bagi pengembangan sekolah,
memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan
program sekolah, memperkaya atau memperluasprogram sekolah sesuai
dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, mengembangkan kerjasama
yang lebih erat antara keluarga dan sekolah dalam mendidik anak.
Peranan Pihak-pihak yang Terkait Hubungan antara Sekolah dan
Masyarakat: Orang tua, guru, gembala.
Prinsip Hubungan Sekolah dan Masyarakat diantaranya: ketahuilah apa
yang Anda yakini, laksanakanlah program pendidikan dengan baik dan
bersahabat dengan masyarakat, ketahuilah masyarakat Anda, adakan
survey mengenai masyarakat di daerah tertentu, bahan-bahan dokumen,
keanggotaan dalam organisasi masyarakat, adakan kunjungan ke rumah,
layani masyarakat di daerah Anda, doronglah masyarakat untuk melayani
sekolah.
Teknik Hubungan Sekolah dan Masyarakat Laporan kepada orang tua murid
diantaranya: buletin Bulanan, penerbitan Surat Kabar, pameran Sekolah,
open House, kunjungan ke sekolah ("school visitation"), kunjungan ke
rumah murid ("home visitation"), melalui penjelasan oleh staf sekolah,
gambaran Keadaan Sekolah melalui Murid, melalui Radio dan Televisi,
laporan Tahunan.
Jenis Hubungan Sekolah dengan Masyarakat yaitu hubungan edukatif,
hubungan kultural, dan hubungan Institusional.
Bentuk-bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat yaitu aktivitas para
siswa/kelas atau tingkat kelas, aktivitas guru, beberapa guru, atau
guru-guru satu bidang studi, media masa, kunjungan warga masyarakat
atau orangtua siswa ke sekolah, pertemuan dengan kelompok masyarakat
yang menaruh perhatian kepada pendidikan di sekolah.


B. Saran
Hendaknya pihak-pihak yang terkait dalam hubungan sekolah dengan
masyarakat, dapat membantu meningkatkan kualitas hubungan tersebut
agar tercipta suasana belajar mengajar yang dapat meningkatkan
semangat belajar siswa. Dengan meningkatnya semangat belajar siswa,
diharapkan dapat mengembangkan kualitas pendidikan di Indonesia pada
umumnya dan di sekolah itu sendiri pada khususnya.



PENDAPAT/ TANGGAPAN:
Penulis sepaham dengan uraian tersebut di atas, sekolah formal maupun
non formal (seperti halnya sekolah minggu) perlu di tangani dengan
baik, melalui program-program yang dibuat untuk kemajuan intelektual
maupunbidang kerohanian perlu berjalan dengan seimbang. Jadi pada
prinsipnya ketentuan-ketentuan yang diberlakukan di sekolah pada
umumnya perlu juga diterapkan di sekolah minggu di tempat pelayanan,
walaupun mungkin pengembangannya tidak seluas sekolah pada umumnya,
karena yang dilayani adalah mereka yang beragama Kristen.
Jadi tidak ada salahnya kalau kita mau meningkatkan mutu anak-anak
Sekolah minggu kita, kita perlu juga untuk menerapkan seperti hal-hal
tersebut di atas.


DAFTAR PUSTAKA

Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Purwanto, M. Ngalim. 1990. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Soetopo, Hendyat dan Wasty Sumanto. 1982. Pengantar Operasional
Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Wijono. 1989. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

http:// http://www.idp-europe.org/toolkit/Buku-2.pdf, diakses 26 Februari 2009.

Setiawan, Yasin. 2009. http://siaksoft.net/?p=560, diakses 26 Februari 2009.

Trimo. 2008. Peranan Komite Sekolah dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan, (online),( http://re-searchengines.com/trimo80708.html).

Akhir, Ibnu. 2008. Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat, (Online),
(http://khairuddinhsb.blogspot.com/2008/07/hubungan-sekolah-dengan-masyarakat.html).

MODEL RELASI SEBAGAI PENJEMBATAN MEMBINA HUBUNGAN DENGAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA | PDT. A.S. KUMOLONTANG

Di dalam membangun hubungan antar pemeluk agama di Indonesia, kita
harus memerhatikan fakta bahwa pada dasarnya ada suatu kecurigaan pada
masing-masing pemeluk agama yang ada. Kecurigaan ini umumnya adalah
kecurigaan bahwa mungkin usaha untuk membangun hubungan ini tidak
sepenuhnya didasarkan pada apa yang dinamakan kesatuan. Oleh karena
itu, menurut pendapat saya, model yang dapat dijadikan jembatan untuk
membangun hubungan antar umat beragama, yang paling utama adalah
membangun interaksi individual di antara pemeluk agama yang satu
dengan pemeluk agama yang lain.
Dengan adanya interaksi individual ini maka dengan sendirinya rasa
curiga antara pemeluk agama yang satu dengan lainnya dapat ditekan
seminimal mungkin. Jadi sebelum adanya relasi antar umat beragama
secara umum, maka peranan individu dari pemeluk agama yang ada di
Indonesia sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan tanpa adanya
peranan individu dari tiap-tiap pemeluk agama maka relasi atau
hubungan itu hampir tidak mungkin untuk dapat diwujudkan atau
singkatnya hanya akan menjadi angan-angan.
Secara individu, pergaulan sehari-hari itu sangatlah memengaruhi
terjadinya hubungan antar pemeluk agama yang ada karena dari pergaulan
inilah kita dapat mengetahui hal-hal apa yang sedang terjadi di
sekitar kita. Pergaulan secara individu akan menghapus image yang
buruk yang sampai saat ini ada di tengah-tengah masyarakat. Sebab
bukan rahasia umum, ada opini-opini yang menganggap pemeluk agama
Kristen adalah orang-orang yang introvert dalam artian mengkhususkan
diri dan tidak mau bergaul secara sosial dengan masyarakat sekitar.
Selain itu juga pemeluk Kristen dipandang sebagai golongan elit dan
cenderung tidak menyukai umat agama lain. Pandangan lain juga melihat
bahwa agama Kristen adalah agama warisan penjajah Belanda. Menurut
pandangan saya, opini-opini yang berkembang dalam masyarakat kita ini
dapat seminimal mungkin ditekan bahkan tidak mungkin dihilangkan sama
sekali apabila terjadi hubungan personal (pribadi) dalam pergaulan
sosial dengan para pemeluk agama lainnya.
Hal lain yang juga dapat menjadi jembatan untuk membina hubungan antar
pemeluk umat beragama adalah dengan bersama-sama mencari mufakat dalam
musyawarah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial yang
ada di lingkungan kita. Contohnya untuk menyelesaikan masalah keamanan
lingkungan yang ada bukan dengan menyewa jasa-jasa pengamanan yang ada
namun berembuk bersama dalam musyawarah dan membentuk satuan
Siskamling di lingkungan tersebut sehingga ada suatu interaksi sosial
yang terjadi di sana antar para anggota masyarakat dan termasuk di
dalamnya para umat beragama yang ada dalam lingkungan tersebut. Dengan
secara bersama menjaga keamanan lingkungan, diharapkan bahwa
opini-opini negatif yang ada dalam masyarakat antar umat beragama yang
satu dengan yang lainnya dapat diminimalisir bahkan dihilangkan.
Selain itu dapat juga dilakukan penggalangan aksi sosial terhadap
anggota masyarakat yang terkena musibah bencana alam seperti letusan
gunung berapi, banjir, dan yang lain sebagainya. Bentuk aksi sosial
ini seperti pengumpulan dana untuk korban bencana alam oleh salah satu
jemaat Gereja tertentu dengan ikut menggandeng umat agama lainnya.
Dengan penggalangan aksi sosial seperti ini, kita dengan nyata
menunjukkan bentuk kepedulian kita terhadap sesama terlepas dari agama
apa yang diyakini. Dengan sendirinya, aksi-aksi seperti ini dapat
membangun relasi yang sangat baik antar pemeluk beragama yang ada di
Indonesia.
Inilah bentuk-bentuk relasi yang menurut hemat saya dapat menjadi
jembatan yang baik untuk membangun hubungan yang kuat antar para
pemeluk beragama yang ada di tanah air kita tercinta. Satu hal yang
menjadi sorotan saya di sini adalah bahwa dalam membina hubungan antar
umat beragama dalam konteks kebersamaan, janganlah kita menonjokan
agama apa yang kita anut. Tujuannya adalah untuk menghindari timbulnya
kecurigaan tertentu yang dampaknya akan membawa kita terhadap
pembentukan opini negatif yang akan berakibat pada perpecahan antar
umat beragama di Indonesia. Sebagai umat Kristen, hendaklah kita
menjadi pelita dan garam bagi masyarakat sekitar untuk menjadi saluran
berkat Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.


PDT. A.S. KUMOLONTANG

BENTUK APRESIASI UMAT KRISTEN KEPADA PEMELUK AGAMA LAIN DI INDONESIA | PDT. A.S. KUMOLONTANG

Ketika membicarakan tentang keberagaman agama yang ada di tanah air
kita Indonesia, seakan tidak ada habisnya bahan bahasan menyangkut
ini. Di Indonesia sejauh ini ada 6 agama yang diakui secara sah oleh
pemerintah, yaitu Kristen, Katolik, Islam, Budha, Hindu, dan Konghucu.
Belum lagi berbagai macam aliran keyakinan yang menjadi warisan turun
temurun maupun aliran-aliran keagaman yang berinduk pada keenam agama
tersebut membuat negara kita memiliki banyak ragam "keyakinan" yang
sudah barang tentu di satu sisi merupakan sebuah cerminan betapa
pluralnya negara ini sementara di sisi lain terdapat pula permasalahan
yang mendorong bertubrukannya agama-agama maupun keyakinan di negara
kita.
Contoh yang paling nyata dari permasalahan ini dapat dilihat dalam
konflik-konflik yang terjadi di berbagai daerah beberapa tahun
belakangan seperti antara umat Kristen dan Islam di Poso dan Ambon.
Sementara itu di dalam tubuh 6 agama yang disebutkan sebelumnya juga
tidak luput dari permasalahan-permasalahan. Hal ini dapat kita lihat
dalam bentrokan antara kelompok Islam Syiah dan Sunni seperti yang
terjadi di Sampang, Madura beberapa waktu lalu. Di tubuh Kristen
sendiri ada aliran-aliran yang dianggap sesat semisal Saksi Yehova.
Betapa menyedihkannya realita yang terjadi di dalam masyarakat kita.
Agama yang seharusnya menjadi jembatan terhadap terciptanya tatanan
masyarakat yang damai dan tenteram justru seringkali digunakan sebagai
alat untuk melakukan pembenaran diri dan pengerdilan pihak lain yang
tidak sesuai dengan apa yang dianutnya.
Pada dasarnya semua agama maupun keyakinan yang ada di dunia ini
mengajarkan bagaimana menciptakan kedamaian dan ketenteraman dalam
kehidupan. Hanya saja pemahaman akan agama yang cenderung
setengah-setengah justru seringkali membuat para pemeluk agama menjadi
gelap mata. Sebagai seorang yang beragama justru kita seringkali
kurang mengapresiasi para pemeluk agama lain. Dalam hemat saya
masalah-masalah yang timbul dalam hubungannya dengan agama dan
keyakinan di negara kita dapat diselesaikan asalkan masing-masing kita
memberikan apresiasi yang selayaknya kepada pihak lain yang memeluk
agama ataupun keyakinan yang berbeda dengan kita.
Apresiasi ini sebenarnya sudah tercantum dalam ajaran dasar tiap-tiap
agama yang ada. Dalam agama Nasrani kita memiliki hukum kasih, "... dan
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Lukas 10:27c).
Dalam Islam ada "Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku" (QS. Al
Kafirun: 6). Dalam Budha, Konghucu dan Hindu ada hukum Karma yang
mengatur agar manusia melakukan kebaikan kepada sesamanya untuk
mendapatkan kebaikan dari Yang Maha Kuasa. Dengan kata lain kita
dituntut untuk melakukan apa yang baik bagi sesama kita manusia.
Dalam konteks kehidupan beragama, ada beberapa contoh apresiasi yang
dapat kita berikan kepada sesama kita, pemeluk agama lain, diantaranya
memberikan bersatu padu untuk menjaga kebebasan beragama. Contoh yang
sangat indah tentang menjaga kebebasan pemeluk agama lain dapat kita
lihat di daerah Sulawesi Utara. Di salah satu daerah di Sulawesi Utara
tepatnya di Desa Mopuya, Kecamatan Dumoga, Kabupaten Bolaang
Mongondow, menjadi cermin apresiasi kaum beragama. Masjid, Gereja, dan
Pura telah puluhan tahun berdiri berdekatan tanpa saling mengusik satu
sama lain. Gereja dan Masjid didirikan secara berdempetan. Ketika umat
Kristen menyelenggarakan ibadah, umat Muslim dan Hindu memberikan
keleluasaan begitupun sebaliknya. Dapat kita petik poin penting di
sini, masyarakat yang ada di daerah tersebut mengerti benar tentang
ajaran agamanya, kaum Kristen walaupun di daerah tersebut merupakan
mayoritas namun dapat mengapresiasi kaum Muslim dan Hindu yang menjadi
minoritas. Tak ada keributan seperti yang terjadi di tempat lain
karena baik kaum Nasrani maupun Muslimin di sana menjalankan dengan
sepenuh hati ajaran agama mereka masing-masing.
Selain itu bentuk apresiasi yang dapat secara nyata kita lakukan
terhadap pemeluk agama lain yaitu dengan tidak memaksakan ajaran agama
yang kita anut kepada penganut agama lain. Banyak kita melihat di
media cetak maupun elektronik, beberapa oknum dari agama tertentu
memaksakan keyakinannya kepada umat beragama lain dengan disertai
ancaman-ancaman. Sungguh miris jika hal seperti ini terjadi terus
menerus karena sesungguhnya setiap agama tidak ada yang mengajarkan
umatnya untuk memaksakan keyakinan agamanya kepada umat lain.
Dengan demikian jelaslah bahwa untuk mengapresiasi pemeluk agama
lain, kita harus terlebih dahulu mengerti benar tentang ajaran agama
kita. Selain itu kita juga harus memiliki cara pandang yang luas serta
wawasan yang terbuka agar setiap ajaran agama yang kita dapatkan bisa
membawa kita pada pengertian yang benar dalam hidup beragama. "... dan
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Lukas 10:27c).

LITURGI GEREJA BALA KESELAMATAN

- Ibadah
- Ucapan selamat datang oleh : Bapak Gembala / Bapak Mayor
- Doa Tahbisan Ibadah oleh Bapak Gembala
- Puji-pujian di ambil dari lagu yang semangat
- Doa pembukaan
- Puji-pujian terdiri dari satu judul lagu sekaligus dengan
ayat-ayatnya, contoh ayat 1, 2, 3 dan 4. Sesudah ayat 1 dinyanyikan
tanpa tepuk tangan di saat koornya tanpa komentar langsung tepuk
tangan bersama dan di selingi kesaksian 1 ayat lagu 1 kesaksian
- Doa syafaat
- Puji-pujian / persembahan
- Doa untuk firman Allah
- Pemberitaan firman Allah
- Doa sesudah firman Allah
- Doa penutup



Kelompok III - Joseph Gerungan
- Sinyo Kumolontang
- Manasye Pandiangan

MERANCANG MODEL RELASI YANG DAPAT DI JADIKAN JEMBATAN UNTUK MEMBINA RELASI ANTAR UMAT BERAMAGA DALAM KONTEKS INDONESIA | Pdt. Joseph Gerungan

Pada dasarnya semua agama di dunia khususnya di Indonesia selalu
menampakkan jati dirinya dalam mempertahankan kebenaran masing-masing.
Setiap agama tersebut seolah - olah ada tembok - tembok pemisah antara
agama-agama tersebut, namun kalau semua terfokus pada satu relasi,
maka dengan demikian setiap tembok-tembok pemisah itu akan hancur
dengan sendirinya, maka terjadilah jembatan yang saling menghubungkan
agama-agama itu sendiri.
Dengan demikian kehidupan kita sebagai umat beragama yang bersifat
relasional yang berhubungan. Kita tidak hanya hidup bagi diri sendiri,
iman Kristen kita pun tidak berlaku bagi diri sendiri saja. Sebaliknya
jika kehidupan kita ditandai berbagai dimensi hubungan antara kita dan
dunia sekitar / agama-agama lain, maka iman kita pun baru menemui jati
dirinya bila ia dihayati juga dalam kerangka hubungan yang menentukan
kehidupan kita, bila ia menjadi iman yang sifatnya rasional-rasional
bukan saja untuk sesama umat Kristen, melainkan terlebih lagi rasional
dengan tetangga dan alam tetangga yang berada di luar kelompok kita /
agama-agama yang lain.
Hal ini bukan merupakan rahasia atau relasi keluar dari kelompok kita
sendiri akhir-akhir ini sangat terganggu. Boleh saja kita atau orang
lain membuat analisis bahwa kerusuhan dan pertentangan selama beberapa
tahun belakangan ini dipaksakan dari luar kepada kita dan agama lain.
Mungkin analisis itu benar.
Namun apa gunanya? Di akui atau tidak, akhirnya sikap dan perasaan
kita terhadap tetangga di luar pun turut dipengaruhi atau terganggu
setiap konflik yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia menjadi
satu pembelajaran agar masa yang akan datang tidak terjadi lagi
konflik dan jauh dari sikap bermusuhan.
Dengan demikian setiap agama di Indonesia akan bersatu dan memupuk
rasa persaudaraan dan terhindar dari kerusuhan, pembantaian,
penindasan, dan pembunuhan. Hal ini lah yang diharapkan oleh setiap
agama di Indonesia.


POLA YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MEMBERI APRESIASI / PENGHARGAAN
TERHADAP AGAMA NON KRISTEN
DALAM KONTEKS INDONESIA

Yang sangat di dambakan oleh setiap umat beragama di Indonesia
bagaimana menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama secara
autentik dan jujur.
Namun kerukunan bukanlah tujuan akhir, sebab misi agama bukan semata
menjalin kerukunan dan perdamaian semata, melainkan untuk memberikan
pelayanan pada umat manusia agar tumbuh menjadi umat beragama yang
religius. Yang perlu diperhatikan bersama agar selalu tercipta suasana
toleran, dialog, saling menghormati, dan bentuk-bentuk kerjasama yang
nyata.
Semangat dari konsep toleransi sesungguhnya masi dalam batas saling
menerima satu sama yang lain, tetapi belum menunjukkan gerak keluar
yang lebih aktif. Oleh karena itu toleransi harus dilanjutkan dengan
saling menghormati terhadap pemeluk agama yang berbeda dalam semangat
dan konteks keindonesiaan, sesungguhnya yang diharapkan bukan sekedar
menumbuhkan toleransi dan kerjasama untuk kepentingan umat beragama
secara eksklusif, melainkan suatu gerakan moral untuk meningkatkan
harkat dan martabat bangsa.
Sungguh memprihatinkan melihat kenyataan terjadinya konflik antar umat
beragama di tanah air ini, apapun yang menjadi penyebabnya. Yang ideal
mestinya umat beragama menjadi tiang penyanggah persatuan bangsa dan
pemberi solusi atas problem-problem sosial yang muncul, bukannya malah
menjadi komunitas yang justru menimbulkan sumber masalah bangsa.
Agama perlu memahami, menyerap, dan menyalurkan aspirasi masyarakat
lokal dalam semangat keindonesiaan dalam rangka merespon pengaruh
global yang tidak terlalu positif dampaknya bagi kehidupan sosial di
tanah air. Hal ini perlu sekali direnungkan, mengingat loyalitas umat
beragama adakalanya lebih kuat pada kelompoknya sendiri secara
eksklusif dan militan, sehingga menjadi lupa bahwa kita semua hidup
dalam rumah tangga bernama Indonesia.

MENGAMALKAN PANCASILA SEBAGAI TITIK TEMU UNUTUK MENGAPRESIASI SESAMA UMAT BERAGAMA DI INDONESIA | Pdt. J.J. Karubaba

Pola yang dapat digunakan untuk memberi apresiasi terhadap agama-agama
non Kristen adalah dengan meninggalkan perbedaan yang ada dalam setiap
agama, kemudian mengamalkan Pancasila sebagai Titik Temu Agama-agama.
Semua agama bertemu pada titik ini berbasis pada etika dan moral yang
diajarkan masing-masing agama. Namun, dalam realitas kehidupan
masyarakat yang plural, ternyata tidak semudah itu kita (umat
beragama) bertemu. Pada satu sisi, pemeluk agama terus meningkatkan
kehidupan spiritualnya masing-masing, tetapi pada sisi lain, kegiatan
itu seolah-olah terpisah dari kehidupan bersama dalam masyarakat.
Untuk itu, setiap penganut agama diingatkan bahwa sejak semula "para
pendiri" agama mereka tidak memisahkan kehidupan spiritualnya dari
masyarakat Agama justru membangun peradaban manusia ke arah yang lebih
baik.
Cita-cita untuk mewujudkan peradaban manusia yang lebih baik itu dapat
terjadi ketika manusia mengahargai dirinya dan sesamanya. Hal itu
sangat disadari oleh para "pendiri" agama. Misalnya, Sidharta Gautama,
manusia mencapai pencerahan (Sang Buddha), memahami manusia dan dunia
sebagai suatu yang beragama dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu,
peradaban harus dihargai. Nabi Muhammad berusaha mengubah kehidupan
masyarakat Arab yang primordialistis menjadi masyarakat yang
berlandaskan persaudaraan universal. Sementara itu, Yesus Kristus
memperjuangkan kesetaraan, keadilan, dan kebenaran untuk semua orang.
Ia memperhatikan orang-orang miskin dan orang-orang yang diberi cap
sebagai pendosa, yang disisikan dan diperlakukan tidak adil oleh
golongan lain (Mat. 8:1-4; Luk. 7:36-50; Yoh. 4). Yesus kristus
mengajarkan agar setiap orang memperlakukan orang lain, sekalipun
berbeda, seperti dirinya sendiri (Mat. 7:12; 22:39).

Negara Kesatuan Republik Indonesia

Dalam konteks Indonesia, yang di dalamnya bermacam-macam agama
bertemu, keprihatinan terhadap kehidupan masyarakat seharusnya dapat
menjadi titik temu. Agama-agama di Indonesia menjadi salah satu elemen
yang sangat penting dalam menjaga dan memelihara keutuhan bangsa.
Agama berperan dalam memelihara kebersamaan dan toleransi. Agama-agama
di Indonesia seharusnya mengembangkan etika dan moral kehidupan yang
saling menghargai dan membangun kebersamaan sebagai sesama dan
saudara.
Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Nilai-nilai luhur bangsa
terkandung di dalam sila-silanya. Namun, Pancasila tidak dapat dan
tidak boleh menjadi agama. Agama pun tidak dapat dipancasilakan.
Masing-masing memiliki peran dan tempat dalam kehidupan berbangsa.
Inilah keunikan Indonesia; ia bukan negara sekuler, tetapi juga bukan
negara agama. Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sama sekali tidak
bertentangan dengan ajaran agama-agama di Indonesia. Oleh karena itu,
agama-agama di Indonesia berperan dalam memberi isi pada sila-sila di
dalam Pancasila dalam semangat kebersamaan dan persaudaraan. Sikap ini
dapat membantu kita keluar dari pola pikir sektarianisme dan
primordialisme atau mayoritas-minoritas. Pancasila adalah wadah yang
memadai sabagai dasar pijak bersama seluruh anak bangsa dan agama
memberi isi pada dimensi spritual. Dengan demikian, wacana untuk
mengganti dasar negara adalah hal yang tidak rasional, yang akan
berdampak pada kehancuran bangsa.

Pancasila sebagai pemersatu kerukunan umat beragama

Ditinjau dari segi karakteristik bangsa Indonesia yang majemuk dalam
banyak aspek, baik itu suku, ras, bahasa, agama, dan golongan
Pancasila merupakan perjanjian luhur yang dapat diandalkan untuk
dijadikan sebagai perekat persatuan bangsa. Sebagai perjanjian luhur
Pancasila telah disepakati untuk diterima sebagai dasar negara.
Kedudukan ini menempatkan Pancasila sebagai kerangka acuan berpikir,
bersikap dan berperilaku warga negara Indonesia dalam pembangunan dan
dalam menghadapi berbagai permasalahan bermasyarakat (misalnya antar
umat beragama, berbangsa dan bernegara. Dengan adanya kerangka acuan
yang sama, maka akan memperjelas arah dan mempermudah pencarian titik
temu dalam berbagai perbedaan dan akhirnya segala permasalahan yang
ada dapat terselesaikan dengan baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
Pancasila adalah dasar negara yang berfungsi sebagai pemersatu
kerukunan umat beragama.

Referensi
1. Alkitab Terjemahan Baru (2005). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
2. Anggaran Dasar Gereja Pantekosta di Indonesia (2012). Jakarta:
Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia.
3. Coleman, Daniel (1995). Emotional Intelligence (terj.). Jakarta:
PT. Gramedia.
4. Coles, Robert (2000). Menumbuhkan Kecerdasan Moral pada Anak.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
5. Lutzer, ErwinW (2005). Teologi Kontemporer (terj.). Jakarta: Gandum Mas.
6. Mulyono, Bambang Y (1984). Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja
dan Penanggulangannya. Jogyakarta: Kanisius.
7. Storm, Bons (2004). Apakah Penggembalaan Itu? Petunjuk Praktis
Pelayanan Pastoral. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
8. Sidjabat, BS (2008). Membesarkan Anak dengan Kreatif. Yogyakarta:
Andi Offset.
9. Sutanto, Leo (2008). Kiat Sukses Mengelola & Mengajar Sekolah
Minggu.Yogyakarta: Andi Offset.
10. Verkuyl, J (1995). Aku Percaya. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

HIDUP BERDAMPINGAN SECARA DAMAI SEBAGAI POLA APRESIASI TERHADAP SESAMA UMAT BERAGAMA | Pdp. Hellen Karubaba

HIDUP BERDAMPINGAN SECARA DAMAI SEBAGAI POLA APRESIASI TERHADAP SESAMA
UMAT BERAGAMA


Hidup berdampingan secara damai antar umat beragama adalah pola yang
dapat digunakan oleh umat Nasarani untuk memberi apresiasi terhadap
agama-agama non Kristen. Namun, kemajemukan, apalagi dalam beragama
pada kenyataannya tidak selalu berdampingan dengan damai. Tidak jarang
kemajemukan dianggap sebagai penghabat perkembangan agama. Eka
Darmaputera menulis agama di dunia ini umumnya lahir, bertumbuh dan
berkembang sebagai "anak tunggal". Hinduisme di India, Budhaisme di
Sri Langka dan Thailand, Kristen di Eropa dan Amerika, Islam di Timur
Tengah, Iran dan Pakistan. Sebagai "anak tunggal" ada kecenderungan
untuk bersikap dominan, kurang toleran, dan merasa diri paling benar.
Keadaan ini membuat para penganut agama tidak siap, bahkan terkejut,
ketika harus berdampingan dengan orang lain yang berbeda (plural
schok) sekalipun untuk kesejahteraan bersama.
Hanya sesudah memiliki pemahaman dan penghayatan serta pengamalan
nilai-nilai damai sejahtera yang ilahi yang kita miliki dalam Kristus
barulah harapan yang mengembirakan untuk hidup berdampingan secara
damai antar umat beragama menjadi kenyataan. Yesus bersabda: "Damai
sejahtera-Ku Kutinggalkan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak
seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Jangan gelisah dan gentar
hatimu" (Yoh. 14:27). Untuk itulah kita perlu memiliki pemahaman yang
baik dan benar tentang pengertian damai sejahtera serta implementasi
dalam kerukunan hidup umat beragama menurut iman Kristiani.
Pengertian Damai Sejahtera dan Pengamalannya
Selama ini kata "damai" sudah sangat akrab di telinga dan mata kita.
Kita banyak mendengar seruan damai, begitu pula spanduk atau stiker
yang bertuliskan "damai". Atau mungkin pernah juga kita mendengar
lagu-lagu yang mengumandangkan perdamaian. Tetapi, apakah sebenarnya
damai atau damaisejahtera itu menurut iman Kristen?
Kata "damai" atau "damai sejahtera" sering kita temukan dalam Alkitab.
Di dalam Perjanjian Lama kata "damai" atau "dalai sejahtera"
merupakan terjemahan dari kata Ibrani: syalom, dan dari kata Yunani:
eirene di dalam Perjanjian Baru. Kata syalom biasanya digunakan untuk
menyapa, untuk menanyakan kabar (Kej. 43:27; Kel. 18:7), sebagai
ucapan salam perpisahan (Hak. 6:23), dan bahkan untuk menyatakan
meninggalnya seseorang (Yer. 34:5). Kata ini dapat kita bandingkan
dengan sapaan Horas! Di dalam masyarakat Batak; Ya'ahowu! Di dalam
masyarakat Nias. Karena itu, tidak jarang kita dengar kata "syalom"
diucapkan sebagai sapaan salam di antara orang-orang Kristen masa
kini.
Kebanyakan orang memahami damai sebagai keadaan yang tenang atau
situasi yang berlawanan dengan perang, kerusuhan, keonaran, dan
sebagainya. Sesungguhnya damai atau damai sejahtera di dalam Alkitab
mencakup banyak arti.
"Syalom" mengacu pada kesehatan dann kemakmuran, kesuburan negeri,
umur panjang, terhindar dari erbagai bahaya, berhasil di dalam upaya
dan jeripayah, dan hidup rukun dengan orang lain. "Syalom" juga
menunjuk pada hubungan perjanjian dengan Allah (lih. Yes. 32:17-18),
sukacita segala sesuatu yang berlangsung secara aman dan bahagia.
Dengan kata lain, bebas dari persilisihan dan ancaman musuh, ketakutan
dan keteguhan hati untuk percaya pada Tuhan.
Dari setiap pengertian yang dicakup kata "syalom" di atas, kita dapat
menyimpulkan bahwa "syalom" memiliki arti yang sangat luas, suatu
keadaan yang dibangun atas dasa nilai-nilai sentral manusia Kristiani:
Kesabaran, Keadilan, Kebebasan, dan Kasih.
Sayangnya "syalom" dapat hilang atau pudar dari kehidupan manusia,
karena hubungan yang rusak antara manusia dengan Allah, manusi dengan
alam, manusia degan sesamanya, atau bahkan manusia dengan dirinya
sendiri. Oleh karena itu, perkembangan selanjutnya, setelah kedatangan
Kristus kedalam dunia untuk menjadi perantara bagi manusia dengan
Allah (bnd. Gal.3:20), "syalom" juga mendapat pengertian tambahan,
yaitu Penerimaan, Pemulihan, Pengampunan dosa yang membawa pada
Keselamatan dari Allah.
Hanya dengan memahami dan menghayati arti penting dari kata "syalom"
serta mengamalkan Trilogi Damai Sejahtera, yaitu: Damai dengan Allah,
Damai dengan Diri sendiri, dan Damai dengan Sesama, maka "Hidup
Berdampingan Secara Damai Sebagai Pola Apresiasi Terhadap Sesama Umat
Beragama" dapat terwujud di Indonesia.

Daftar Pustaka
1. Alkitab Terjemahan Baru (2005). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
2. Anggaran Dasar Gereja Pantekosta di Indonesia (2012). Jakarta:
Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia.
3. Lutzer, ErwinW (2005). Teologi Kontemporer (terj.). Jakarta: Gandum Mas.
4. Storm, Bons (2004). Apakah Penggembalaan Itu? Petunjuk Praktis
Pelayanan Pastoral. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
5. Verkuyl, J (1995). Aku Percaya. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

MENERAPKAN TRILOGI KERUKUNAN SEBAGAI POLA APRESIASI TERHADAP AGAMA-AGAMA NON KRISTEN | Pdt. Ester Deana Awondatu

MENERAPKAN TRILOGI KERUKUNAN SEBAGAI POLA APRESIASI TERHADAP
AGAMA-AGAMA NON KRISTEN

Menurut Kamus Kata-kata Asing dalam Bahasa Indonesia, pluralisme
berarti keadaan masyarakat yang majemuk berdasarkan sudut pandang
sosial politik. Pengertian sosiologis ini oleh para teolog
dikembangkan ke dalam lingkup agama-agama untuk menjelaskan
kemajemukan agama-agama. Pengertian ini sesuai dengan kondisi
masyarakat beragama di Indonesia yang majemuk. Dalam pluralisme agama
semua agama tidak dianggap sama, tetapi semua penganut agama-agama
harus saling membuka diri terhadap masalah-masalah bersama dari sudut
pandang agama masing-masing. Muara dari keterbukaan ini adalah
pembentukan etika, moral dan spiritualitas masyarakat yang plural itu.
Jadi, pluralisme agama bukan sinkretisme.
Tentang kemajemukan agama, buku Iman Sesamaku dan Imanku menyebut ada
tiga sikap dalam komunitas Kristen:
a. Ekslusif: bahwa kebenaran dan keselamatan hanya ada melalui jalan
Kristus. Di beberapa tempat, orang-orang Kristen merasa terancam dan
oleh karena itu mereka menunjukkan sikap ermusuhan terhadap sesama
mereka yang berkepercayaan lain. Mereka berusaha mempersulit kehidupan
bermasyarakat mereka, mempersulitkelompok-kelompok tertentu membangun
rumah ibadah yang baru atau melaksanakan perayaan-perayaan
keagamaannya. Ada juga sikap orang-orang Kristen yang kelihatannya
toleran, namun sebenarnya acuh tak acuh.
b. Inklusif: meyakini bahwa Kristus juga hadir serta bekerja di
kalangan mereka yang mungkin tidak mengenal Kristus secara pribadi. Di
dalam pandangan ini, orang-orang dari kepercayaan lain, melalui
anugerah Kristus, diikutsertakan di dalam rencana keselamatan Allah.
c. Pluralis: bahwa Allah, atau oleh penganut-penganut agama lain
"Kenyataan", dapat dikenal melalui bermacam-macam jalan. Mereka yang
mengikuti paham ini melihat kegiatan Allah pencipta itu di dalam
kerangka pluralitas dunia ini. Mereka berusaha untuk melihat kegiatan
Roh Kudus bahkan diluar tembok-tembok gereja. Mereka menegaska bahwa
kegiatan penyelamatan Allah itu terjadi di banyak tempat, di dalam
banyak tradisi dan melalui banyak jalan.

Jadi, pluralisme harus dipahami sebagai semangat untuk menghargai
keyakinan agama sendiri dan berbarengan dengan itu menghormati
keyakinan agama lain. Penganut agama lain tidak dilihat sebagai musuh,
lawan, atau saingan. Sebaliknya mereka adalah kawan sekerja, saudara,
sesama yang memiliki tujuan yang sama, yakni kesejahteraan manusia dan
alam ciptaan Allah.

Berdasarkan latar belakang uraian diatas maka pola yang dapat
digunakan untuk memberi apresiasi terhadap agama lain adalah
menerapkan Trilogi Kerukunan Umat Beragama (Roma 15:15), yaitu: (1)
menciptakan kerukunan antar umat seagama, misalnya melakukan ibadah
Paskah Bersama antar sesama umat Kristen dari berbagai denominasi
gereja (GPdI, HKBP, GBI dll), (2) menciptakan pola kerukunan antar
umat beragama, misalnya semua umat beragama baik Kristen, Katolik,
Islam, Hindu dan Budha mengadakan kesepakan bersama mengatasi kegiatan
pelanggaran HAM dan lain sebagainya dan juga (3) menciptakan pola
kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, misalnya umat
beragama bersama menyosialisasikan pilar-pilar keutuhan NKRI, seperti
Pancasila, UUD 1945, Demokrasi, Penegakan Hukum dan HAM dll.

Daftar Pustaka
1. Alkitab Terjemahan Baru (2005). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
2. Anggaran Dasar Gereja Pantekosta di Indonesia (2012). Jakarta:
Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia.
3. Coleman, Daniel (1995). Emotional Intelligence (terj.). Jakarta:
PT. Gramedia.
4. Coles, Robert (2000). Menumbuhkan Kecerdasan Moral pada Anak.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
5. Lutzer, ErwinW (2005). Teologi Kontemporer (terj.). Jakarta: Gandum Mas.
6. Mulyono, Bambang Y (1984). Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja
dan Penanggulangannya. Jogyakarta: Kanisius.
7. Storm, Bons (2004). Apakah Penggembalaan Itu? Petunjuk Praktis
Pelayanan Pastoral. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
8. Sidjabat, BS (2008). Membesarkan Anak dengan Kreatif. Yogyakarta:
Andi Offset.
9. Sutanto, Leo (2008). Kiat Sukses Mengelola & Mengajar Sekolah
Minggu.Yogyakarta: Andi Offset.
10. Verkuyl, J (1995). Aku Percaya. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

13 Maret 2014

Contoh Tesis



TINJAUAN TERHADAP PEMANFAATAN MEDIA INTERNET SEBAGAI  SARANA  DALAM MENGKOMUNIKASIKAN
 INJIL MASA KINI

TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan dan Memenuhi
Tugas Akademik untuk Mencapai Gelar
MAGISTER OF TEOLOGI (M.Th)
Dalam Bidang Misi dan Penginjilan
Oleh:
ADRIANUS
09 21 5763
Description: Description: logo stat                                                



SEKOLAH TINGGI ALKITAB TIRANUS
BANDUNG  2014

DAKWAH NABI ISA





BAB III
PEMAHAMAN ALKITAB TERHADAP PRIBADI
DAN KARYA YESUS KRISTUS

            Bab  ini akan membahas pemahaman Alkitab terhadap pribadi dan karya Yesus Kristus. Siapakah Yesus itu? Apakah Dia sungguh Mesias, Anak Allah, apakah Dia ada sebelum dunia ini dijadikan, dan apakah Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati? Bagaimana dengan kelahiran, kehidupan, pengajaran, mujizat, kematian, kebangkitan dan kenaikan-Nya, serta kedatangan-Nya kembali? Kebenaran kekristenan tergantung sepenuhnya pada kebenaran Yesus Kristus dan keberadaan-Nya yang sebenarnya.
                                                                                                                      
Pribadi Yesus Kristus
Perbedaan antara pribadi dan karya Yesus Kristus tidak dapat dipisahkan karena keduanya berkaitan sangat erat. Dengan mengetahui pribadi-Nya, akan menolong kita untuk memahami betapa pentingnya karya penebusan-Nya, menolong untuk memahami dampak atau hasil karya penebusan-Nya, serta dapat menerima dan mengalami karya penebusan-Nya.
Siapakah Kristus? Pertanyaan ini banyak menarik perhatian dan juga merupakan tema yang banyak menimbulkan kontroversi. Di satu sisi Yesus memiliki pengagum yang luar biasa, tetapi di lain sisi ada juga orang-orang yang membenci Dia. Yesus adalah pribadi yang unik, keunikan inilah yang telah menimbulkan banyak kontroversi, baik dikalangan Kristen maupun kalangan non-Kristen.  Stephen Tong dalam bukunya menulis:
Sejarah telah membuktikan bahwa sejak Kristus berada di dalam dunia ini sampai sekarang tidak kurang dari berjuta-juta orang yang membenci Yesus bukan saja membunuh Dia, tetapi juga merencanakan pemusnahan dari pengaruh yang telah diberikan-Nya serta berusaha menghapuskan semua kesan yang telah diberikan-Nya dari dalam otak manusia. Tetapi sejarah juga telah menunjukkan ada begitu banyak orang yang semula membenci Dia berbalik menjadi orang-orang yang sangat mencintai Dia, dan sebaliknya hanya sedikit, bahkan sangat sedikit orang yang semula mencintai Dia lalu berbalik membenci-Nya (Tong, 1995:VII).

Ajaran tentang pribadi dan karya Kristus merupakan inti pengajaran dalam kekristenan. Kita tidak mungkin hanya mengenal karya Yesus tanpa mengenal Pribadi-Nya. Jika kita hanya mengenal Yesus sebagai Juruselamat pribadi berarti kita hanya mengenal Yesus dari sudut karya-Nya saja dan mengabaikan Pribadi-Nya. Jadi pengenalan Yesus yang sempurna semestinya meliputi Pribadi (siapakah Dia) dan karya-Nya (apa yang telah dikerjakan untuk kita).
Dalam memahami pribadi dan karya Yesus Kristus, sangatlah penting untuk melihat bahwa metode atau sistim kristologi manapun tidak akan benar tanpa didasari oleh pandangan Alkitab. Penyelidikan tentang pribadi dan karya Yesus Kristus yang historis maupun fakta-fakta teologi tentang Yesus harus dilihat dan dipahami di bawah terang ajaran Alkitab. Alkitab harus diterima sebagai Firman Allah yang benar dan otoritatif (berkuasa), dengan menerima Alkitab sebagai Firman Tuhan yang benar dan berkuasa, berarti juga menerima keilahian, kelahiran-Nya dari seorang perawan, kehidupan-Nya yang tanpa dosa, kematian-Nya sebagai pengganti orang berdosa, serta kebangkitan-Nya, dan kedatangan-Nya kembali. Tanpa Alkitab, pemahaman akan pribadi dan karya Yesus Kristus akan menimbulkan keraguan dan memunculkan kecenderungan untuk mempersoalkan fakta-fakta mengenai pribadi dan karya Yesus Kristus.
Memahami pribadi dan karya Yesus Kristus, harus berangkat dari  Alkitab secara menyeluruh. Tanpa berdasarkan Alkitab, kita tidak akan pernah memiliki pemahaman yang benar terhadap pribadi dan karya Yesus Kristus. Demikian juga dengan pemahaman yang hanya didasarkan pada apa yang tertulis dalam keempat injil belumlah lengkap tanpa melihat fakta-fakta tentang Yesus Kristus yang tertulis dalam kitab-kitab lainnya, misalnya Kisah Para Rasul, surat-surat kiriman para rasul dan kitab Wahyu. Pemahaman yang benar terhadap pribadi dan karya Yesus Kristus, harus dibangun dan didasarkan pada pendekatan secara Alkitabiah.

Ajaran-Ajaran Yang Menyerang Pribadi Yesus
Ajaran-ajaran sesat yang menyerang pribadi Yesus sudah ada sejak zaman gereja mula-mula. Munculnya kaum Ebionit pada abad kedua dari kaum percaya bangsa Yahudi, golongan ini menyangkali keilahian Yesus Kristus. Golongan Gnostik mengajarkan bahwa Yesus memiliki tubuh yang nyata tetapi menyangkali kenyataan bahwa tubuh itu bersifat fisik atau materi, golongan ini menyangkali kemanusiaan Yesus Kristus. Golongan Arian mengajarkan bahwa Yesus tidak ada sebelumnya, Yesus adalah makluk ciptaan dan dalam keadaan-Nya sebagai ciptaan, Dia disebut logos, Anak, Anak Tunggal dan Awal ciptaan Allah.
Arius mengajarkan bahwa meski Yesus disebut Allah, Dia bukanlah Allah dalam pengertian yang sepenuhnya, tetapi merupakan yang tertinggi dari seluruh makluk ciptaan. Intinya Arian mengajarkan bahwa Yesus adalah makluk ciptaan, keberadaan Yesus Kristus tidak kekal, mereka mengajarkan bahwa Kristus adalah roh pertama yang diciptakan (Walvoord,Tt:16). Apa yang diajarkan oleh golongan Arian bertentangan dengan apa yang diajarkan Alkitab.
Apolinarius seorang uskup terkenal dari Laodikia, ajarannya menyangkali kepenuhan hakikat kemanusiaan Yesus. Nestorius, uskup dari Konstantinopel, ajarannya menyangkali kesatuan nyata dari hakekat ilahi dan manusia di dalam Yesus. Eutisian mengajarkan bahwa Yesus bukan Allah maupun manusia, tetapi pribadi ketiga yang dihasilkan dari percampuran dua hakikat. Monofisit menyangkali dua hakikat dan kehendak di dalam satu pribadi Yesus Kristus.
Gerakan lainnya yang memperdebatkan pribadi dan karya Yesus Kristus adalah gerakan Liberalisme Moderen yang dimotori oleh Ritschl dan Schleirmacher, mereka berpandangan bahwa Alkitab tidak dapat diterima secara serius mengenai isi historis atau faktanya, melainkan isi Alkitab hanya direnungkan sebagai sarana untuk memperoleh pengertian-pengertian rohani. Pandangan ini jelas menimbulkan penolakan terhadap pribadi Yesus yaitu penolakan terhadap kepenuhan keilahian Yesus Kristus. Selain gerakan Liberalisme Modern, gerakan Neo-ortodoks  mencoba untuk membelokkan ajaran Yesus Kristus dalam Alkitab. Gerakan ini mengajarkan bahwa Allah hadir di dunia ini, tetapi tidak lebih besar dari dunia. Para pendukung gerakan Neo-ortodoksi seperti Barth, Brunner, Niebuhr memiliki kecenderungan untuk menekankan Yesus yang bersifat pengalaman dari pada Yesus dalam Alkitab. Alkitab hanya dipandang sebagai suatu saluran wahyu dan bukan catatan obyektif yang nyata. Gerakan yang lebih liberal lagi muncul yaitu gerakan yang dimotori oleh Rudolf Bultmann, Bultmann memiliki kecenderungan untuk melemahkan fakta tentang Yesus yang bersejarah dalam Alkitab dan lebih menekankan pada apa yang dipercayainya dari pada menekankan pada apa yang diajarkan oleh Alkitab yang sebenarnya. Bultmann  memandang Alkitab sudah banyak diubah sehingga tidak dapat lagi diterima nilainya. Para ahli teologi liberal pada umumnya menyangkal sifat otoritas Alkitab (Walvoord, Tt: 9-12).
Kemanusia Yesus Kristus juga mendapat serangan dari bidat Doketisme yang mengajarkan bahwa Yesus hanya “kelihatannya” memiliki suatu tubuh tetapi pada kenyataannya hanya seperti suatu keberadaan yang memakai topeng. Bidat lainnya yang juga melawan kemanusiaan Yesus Kristus adalah bidat Monofisit, bidat ini mengajarkan bahwa sebenarnya Yesus bukan memiliki dua natur tetapi hanya satu natur, natur yang satu ini bukan hanya manusia dan bukan hanya ilahi, tetapi percampuran dari keduannya, memanusiakan yang ilahi dan mengilahikan yang manusia (Sproul, 2000:111).

Yesus ada sebelum dunia dijadikan
            Alkitab menulis bahwa Yesus Kristus sudah ada sebelum Ia dilahirkan ke dalam dunia ini (Yoh 1:1-5; 8:58; 17:5, 24; Kolose 1:13-17; Ibrani 1:2, 8; 2:10). Yesus tidak pernah diciptakan dan Ia selamanya ada, yaitu dari kekal sampai kekal. Keberadaan Yesus dari waktu kekekalan adalah ajaran yang sangat penting dalam kekristenan. Dikatakan demikian karena apabila Yesus tidak berada dalam kekekalan, berarti Yesus adalah ciptaan yang berada dalam waktu, dan ini menyatakan Yesus bukan Allah. Dalam Yohanes 8:58, Yesus berkata: “sebelum Abraham jadi, Aku ada”, pernyataan ini mengisyaratkan bahwa diri-Nya adalah kekal dan karena kekal berarti diri-Nya adalah Allah. Keberadaan Yesus yang sesungguhnya tidak dimulai dari dalam kandungan Maria, tetapi Yesus telah ada sebelum segala zaman ada (Yoh. 8:58; 17:5, 24; 8:23). Ini menunjukkan bahwa Yesus ada sebelum segala sesuatu ada, Ia tidak dibatasi materi, dan segala sesuatu adalah berasal dari pada-Nya. Eksistensi-Nya melampaui manusia dan tidak dibatasi oleh sejarah manusia. Ia adalah awal dari segala sesuatu dan Ia adalah akhir dari segala sesuatu (Wong, 1994:13)
Perjanjian Lama memberikan bukti-bukti tentang kekekalan Yesus, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penampakan diri Yesus pada zaman Perjanjian Lama yang disebut “theophani” juga memberikan bukti tentang keberadaan-Nya dalam kekekalan. Nubuatan tentang diri-Nya (Mesias) dalam Perjanjian Lama dikatakan: “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala” (Mikha 5:1). Ayat ini merupakan salah satu bagian yang berbicara tentang kekekalan-Nya. Semua nubuatan dalam Perjanjian Lama tentang kedatangan Mesias merupakan bukti bagi kekekalan-Nya. Yesaya 9:5, menyatakan bahwa Yesus tidak hanya dinyatakan sebagai Allah Perkasa tetapi juga dinyatakan sebagai Bapa yang kekal. Keberadaan Yesus dalam Perjanjian Lama mendukung bukti tentang kekekalan-Nya.
Kekekalan Yesus Kristus juga dinyatakan di dalam Perjanjian Baru. Pernyataan pada pendahuluan injil Yohanes menguatkan tentang kekekalan Yesus Kristus, “pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah (Yoh. 1:1)”. Kata “pada mulanya” (Yunani, en archei) agaknya menunjuk pada suatu waktu dalam masa kekekalan (Walvoord, Tt: 17). Di dalam surat-surat kiriman Paulus juga terdapat bukti kekekalan Yesus Kristus, seperti dalam Kolose 1:16-17, “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.” Ayat ini memberi pernyataan bahwa Yesus Kristus sudah ada sebelum segala sesuatu diciptakan. Jikalau Yesus Kristus sudah ada sebelum segala sesuatu diciptakan, berarti keberadaan Yesus bukan diciptakan tetapi pribadi yang kekal. Yesus sendiri menyatakan diri-Nya bahwa Dia adalah Alfa dan Omega, yang Awal dan Yang Akhir (Wahyu 1:8,17).

Yesus Mesias, Anak Allah
 Kitab Suci mencatat kedatangan Mesias telah dinubuatkan ratusan tahun sebelum Yesus lahir. Dalam Kejadian sampai Maleaki banyak membicarakan pengharapan akan datangnya Mesias Israel. Perjanjian Lama mengandung 300 rujukan kepada Mesias yang terpenuhi di dalam Yesus Kristus (McDowell, 2007:232). Kata Mesias sendiri berasal dari bahasa Yunani “Messias” yang merupakan perubahan dari bentuk bahasa Aram dari bahasa Ibrani “Mashach”, artinya “mengurapi”. Kata yang searti dalam Perjanjian Baru ialah “Kristos” atau Kristus, artinya “Yang Diurapi”. Jadi Kristus dan Mesias artinya adalah “Yang diurapi”.
Salah satu konsep tentang Mesias adalah Dia akan menjadi Raja, Dia anak Daud yang diurapi, Singa Yehuda yang akan membangun kembali kerajaan Daud yang sudah runtuh. Aspek inilah yang menjadi pengharapan bangsa Israel, pengharapan Israel terletak pada kedatangan Seorang yang diurapi sebagai Raja dan Imam, di mana Israel menaruh pengharapan untuk melepaskan mereka dari dosa dan penindasan. Sejak kecil orang Yahudi telah diajarkan bahwa bila Mesias itu datang, Dia akan menjadi pemimpin politik yang akan memerintah dan mengalahkan segala musuh-Nya. Dia akan membebaskan orang-orang Yahudi dari penjajahan pemerintahan Romawi. Seorang Mesias yang menderita siksaan sama sekali asing bagi konsep Mesias Yahudi. Josh Mc Dowell dalam bukunya mengutip pendapat dari Joseph Klausner, seorang sarjana Yahudi, menulis, “Mesias itu kian lama bukan saja menjadi penguasa politis yang menonjol, melainkan juga orang laki-laki yang memiliki kualitas-kualitas moral yang menonjol.”  Josh juga mengutip apa yang dikatakan oleh Jacob Gartenhaus, “Orang-orang Yahudi menantikan Mesias sebagai orang yang akan membebaskan mereka dari penindasan Romawi, jadi pengharapan Mesianis pada dasarnya adalah demi kebebasan nasional” (McDowell, 2010:65). Jewis Encylopaedia menyatakan bahwa orang-orang Yahudi merindukan pembebasan yang dijanjikan akan datang dari keturunan Daud, yang akan membebaskan mereka dari kuk perampas-perampas asing yang dibenci itu, mengakhiri pemerintahan Romawi yang kafir itu, dan menggantikannya dengan mendirikan pemerintahan-Nya sendiri yang penuh damai dan keadilan (McDowell, 2010:65).
Orang Yahudi telah menaruh segala pengharapan mereka kepada Mesias yang dijanjikan itu. Namun Yesus begitu berbeda dengan apa yang mereka harapkan. Setelah Yesus disalibkan dan mati di Golgota, maka semua pengharapan mereka tentang Yesus sebagai Mesias lenyap. Kebangkitan-Nya telah meyakinkan pengikut-pengikut-Nya bahwa Yesuslah Sang Mesias. Alkitab mencatat bahwa Yesus Kristus sendiri menyatakan diri-Nya sebagai Mesias yang dinanti-nantikan dalam Perjanjian Lama. Dia menyatakan bahwa segenap pekerjaan-Nya adalah penggenapan nubuatan Perjanjian Lama. Mesias digunakan untuk menunjuk peran Yesus sebagai Raja dan Hamba yang menderita, Mesias adalah sebutan yang paling sering digunakan untuk Yesus. Salah satu murid  Yesus mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Yesus bertanya kepada Petrus tentang Diri-Nya, Petrus mengakui bahwa “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup” (Mat. 16:16), Yesus menjawab, “Berbahagialah engkau Simon Bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, tetapi Bapa-Ku yang di sorga” (Mat. 16:17). Seorang sahabat Yesus yaitu Marta juga berkata kepada Yesus, “Ya Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah” (Yoh. 11:27). Natanael juga mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah, ”Kata Natanael kepada-Nya: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!" (Yoh. 1:49). Pengakuan Yesus kepada Imam Besar menjadi bukti yang menegaskan bahwa diri-Nya sebagai Mesias. Imam Besar bertanya kepada Yesus: Apakah Engkau Mesias, Anak dari yang Terpuji? Jawab Yesus, “Akulah Dia”.
            Demikian juga dengan nubuatan tentang Yesus sebagai Mesias dapat dilihat dari beberapa nubuatan yang terpenuhi dalam pribadi Yesus Kristus. Nubuatan tentang kelahiran-Nya dari keturunan seorang perempuan (Kej. 3:15) sudah digenapi melalui kelahiran Yesus dari seorang perempuan yaitu Maria (Galatia 4:4). Ada lusinan nubuatan dalam Perjanjian Lama tentang Mesias. Nubuatan ini ditulis ratusan tahun sebelum Yesus Kristus lahir. Nubuatan-nubuatan itu merujuk pada Yesus sebagai penggenapan nubuat tentang Mesias yang diurapi secara ilahi.

Yesus adalah Allah Sejati
Keilahian Yesus merupakan  esensi dari Injil Kristus dalam Perjanjian Baru.  Keilahian Yesus Kristus terus menjadi isu penting dan terus menerus diperdebatkan dalam gereja. C.S. Lewis dalam bukunya Mere Christianity menulis:
“Saya berusaha mencegah orang dari mengatakan hal-hal yang bodoh yang biasanya orang katakan mengenai Dia [Yesus Kristus]: “Saya siap untuk menerima Dia sebagai seorang pengajar moral yang agung, tapi saya tidak menerima klaim bahwa Dia adalah Allah” (McDowell, 2010:18).    

Konsili Nicea tahun 325 Masehi, gereja menyatakan bahwa “Yesus dilahirkan bukan diciptakan”, dan sifat ilahi-Nya mempunyai esensi yang sama (homo ousios) dengan Bapa (Sproul, 2000:103). Pengakuan Nicea ini menyatakan bahwa Pribadi kedua dari Allah Tritunggal mempunyai esensi yang sama dengan Allah Bapa. Keberadaan Yesus adalah keberadaan Allah, Yesus bukan hanya seperti Allah, tetapi Dia adalah Allah. Pengakuan tentang keilahian Yesus didasarkan pada berbagai pernyataan di dalam Perjanjian Baru.
Beberapa pernyataan Yesus tentang diri-Nya yang ilahi, “Aku dan Bapa adalah satu (Yoh. 10:30), Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku (Yoh. 14:10), barang siapa melihat Aku, ia melihat Dia yang telah mengutus Aku (Yoh.12:25), Akulah jalan kebenaran dan hidup (Yoh.14:6). Yesus juga menegaskan, “Jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga BapaKu” (Yoh. 8:19); “Barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku” (Yoh. 12:45); “Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga BapaKu” (Yoh.15:23); “Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia” (Yoh.5:23). Ayat-ayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa Yesus memandang diri-Nya lebih dari sekedar manusia. Pernyataan Yesus ini memberikan gambaran diri-Nya sebagai Allah dapat diartikan bahwa Yesus bukan hanya sekedar nabi, guru yang baik, atau orang saleh. Pernyataan ini mengacu kepada pribadi Yesus yang menyatakan diri-Nya sebagai yang Ilahi. Demikian juga dengan pernyataan Yesus yang mampu mengampuni dosa (Markus 2:5; Luk. 7:48-50). Bagi orang Yahudi hanya Allah saja yang dapat mengampuni dosa, tak seorangpun  di bumi ini memiliki wewenang atau hak untuk mengampuni dosa, kecuali Allah. Bila Kristus mampu mengampuni dosa, berarti Dia juga menyatakan diri-Nya sebagai Allah.
Selain pernyataan Yesus sendiri, Alkitab memberikan cukup banyak bukti tentang keilahian-Nya, seperti Alkitab secara terang-terangan menyatakan keilahian Yesus (Yoh. 1:1; 20:28; Rom. 9:5; Filipi 2:6; Titus 2:13; 1 Yoh. 5:20,2), Alkitab memberikan nama-nama Ilahi kepada Yesus (Yes. 9:5; 40:3; Yer. 23:5, 6; Yoel 2:32), Alkitab mengenakan sifat-sifat Ilahi kepada Yesus, seperti keberadaan-Nya yang kekal (Yes. 9:5; Yoh. 1:1, 2; Wahyu 1:8; 22:13), berada di mana-mana (Mat.18:20; Yoh. 3:13), maha tahu (Yoh. 2:24, 25; 21:17; wahyu 2:23), maha kuasa (Yes. 9:5; Filipi 3:21; wahyu 1:8), tak berubah (Ibr. 1:10-12; 13:8), Alkitab menyebutkan bahwa Yesus yang mengerjakan karya-karya Ilahi, misalnya penciptaan (Yoh. 1:3,10; Kolose 1:16; Ibr 1:2; 1:10), berdaulat penuh (Luk.10:22; Yoh. 3:35; 17:2; Efs. 1:22; Kolose 1:17; Ibr. 1:3), mengampuni dosa (Mat. 9:2-7; Mark. 2:7-10; Kolose 3:13) (Walvoord, Tt:98). Yesus menerima penyembahan dan penghormatan yang hanya boleh diterima Allah, Yesus menerima penyembahan sebagai Allah (Mat. 14:33; 28:9), dan kadang menuntut supaya disembah sebagai Allah (Yoh. 5:23). Segala kekayaan Allah ada di dalam Yesus, hanya Yesus yang dapat menampung segala kekayaan Allah, sebab Yesus sendiri adalah Allah dan bersatu dengan Allah. Yesus dapat mewujudkan kemuliaan Allah, hikmat, pengetahuan dan kuasa Allah. Ini membuktikan bahwa segala keberadaan Allah ada di dalam Yesus. Jadi jelas bahwa Yesus bukan menyerupai Allah, melainkan Ia adalah Allah sejati.  Yesus menyatakan diri-Nya sebagai hakim atas semua manusia (Mat.25:31; Yoh.5:27), Yesus memiliki kuasa untuk membangkitkan dan menghakimi orang mati (Yoh.5:21). Demikian juga dengan pernyataan Stefanus ketika di rajam, “ia berseru dengan suara nyaring, ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku!’” (KPR. 7:59). Pernyataan Stefanus mengindikasikan bahwa Yesus adalah Allah,  karena roh manusia akan kembali kepada pencipta-Nya yaitu Allah. Stefanus menyerahkan kembali rohnya kepada Tuhan Yesus sebagai Allah penciptanya. Apa yang  telah dipaparkan di atas menjelaskan begitu banyak pernyataan Alkitab mengenai Yesus Kristus sebagai Allah Sejati.

                                               Yesus adalah Manusia Sejati
            Kemanusiaan Yesus Kristus sama penting dengan keilahian-Nya. Pentingnya kemanusiaan Yesus karena  manusia adalah orang yang berdosa, maka yang harus menebus adalah seorang manusia yang dapat mati (Roma 8:3; Ibr. 2:14-17). Jika Yesus hanya Allah saja, maka Dia tidak bisa mati untuk menanggung dosa manusia. Yesus memasuki situasi manusia untuk bertindak sebagai penebus manusia, Dia menjadi pengganti manusia, Dia menanggung dosa manusia dan menderita menggantikan manusia, dan yang layak menjadi pengganti adalah manusia yang tidak berdosa.
Pada tahun 451 Masehi, konsili oikumene besar Chalcedon meneguhkan bahwa Yesus Kristus adalah benar-benar manusia dan benar-benar Allah dan bahwa kedua natur dari Yesus Kristus merupakan suatu kesatuan yang tanpa pencampuran (Sproul, 2000:111). Walaupun bidat-bidat yang menyangkal kemanusiaan Yesus terus merongrong, tetapi fakta-fakta bahwa  membuktikan Yesus Kristus adalah manusia sejati, misalnya dapat dilihat bahwa Ia memiliki tubuh manusia sejati yang terdiri dari daging dan darah. Tubuh-Nya sama dengan manusia, kecuali satu yang berbeda dengan manusia adalah tidak berdosa. Yesus datang sebagai manusia (Yoh. 1:14; 1Tim. 3:16; Fil. 2:7-8; Ibr. 2:14; 1Yoh. 4:2).Yesus memiliki tubuh (Mat. 26:26, 28; Luk. 24:39; Ibr. 2:14) maupun psuche-jiwa/roh (Mat. 26:38; 27:50; Luk. 23:46; Yoh.11:33; 12:27; 13:21; 1Yoh. 3:16).Yesus memiliki pikiran manusia (Mat. 24:36; Luk. 2:40, 52), perasaan manusia (Mat. 8:10; 9:36; 26:37-38; Mar. 3:5; 6:6; Luk. 7:9; Yoh. 11:33, 35; 12:27) dan kehendak manusia (Mat. 26:39). Yesus mengalami pertumbuhan/perkembangan (Luk. 2:40, 52). Yesus mengalami semua pengalaman manusia, seperti: lahir (Luk. 2:7), lapar (Mat. 4:2), haus (Yoh. 4:7; 19:28), letih (Yoh. 4:6), tidur (Mat. 8:24), menderita (Ibr. 2:10, 18; 5:8) dan mati (Yoh. 19:30). Sama seperti manusia, Yesus juga dibatasi oleh ruang dan waktu, Yesus tidak bisa berada lebih dari satu tempat pada saat yang sama. Yesus juga mengalami segala macam emosi manusia, seperti kegembiraan (Luk.10:21), kesedihan (Mat.26:37), kasih (Yoh.11:5), belas kasihan (Mat.9:36), rasa heran (Luk.7:9), marah (Mrk. 3:5) (Milne, 2002:179). Alkitab begitu  banyak memberikan bukti tentang kemanusiaan Yesus Kristus.
Natur manusia Yesus memiliki keterbatasan seperti halnya dengan manusia, kecuali dalam hal ketidakberdosaan-Nya. Yesus tidak hanya mempunyai badan dan jiwa insani, tetapi Ia juga mengambil bagian di dalam sejarah dan kebudayaan bangsa-Nya. Tata pakaian-Nya dan bahasa adalah sama dengan orang Yahudi. Fakta-fakta ini juga membuktikan bahwa Yesus adalah manusia sejati.
Dengan mengambil rupa manusia, Ia menyatakan diri-Nya kepada manusia. Yesus telah merendahkan diri-Nya mengambil rupa seorang hamba, menjadi seorang manusia. Dengan mempunyai rupa manusia yang sejati, barulah Yesus bebas berhubungan dengan manusia. Jika Yesus tidak memiliki sifat kemanusiaan yang sejati, maka Ia tidak mungkin dapat berhubungan dengan manusia, dan manusia pun tidak mungkin dapat mengenal dia. Dengan rupa seorang manusia, ini membuktikan bahwa Ia adalah manusia sejati
                                                                                                          
Yesus adalah Allah Sejati dan Manusia Sejati
            Yesus Kristus memiliki tabiat Ilahi dan tabiat manusiawi, kedua tabiat ini sempurna dalam satu pribadi. Bagaimana kedua pernyataan ini digabungkan dalam satu pribadi, tentu ini akan selalu menjadi misteri. Ini adalah rahasia Allah yang besar (1 Tim. 3:16). Namun tetap harus dipahami bahwa keduanya tidak berdiri sendiri atau terpisah. Kita tidak bisa berkata bahwa Yesus adalah Allah dan manusia, melainkan Ia adalah Allah-Manusia yaitu Allah dan manusia yang dipersatukan.  Tabiat Ilahi dan tabiat manusia-Nya selalu bekerja bersama-sama dan kedua tabiat tersebut tidak pernah bertentangan. Dalam keilahian-Nya Ia menyatakan kemanusiaan-Nya, kuasa ilahi-Nya diekspresikan melalui sifat kemanusiaan-Nya. Dalam kemanusiaan-Nya Ia memiliki sifat keilahian, sehingga dari diri-Nya manusia dapat mengenal Allah. Yesus memiliki sifat Ilahi, maka Ia pun mulia dan berkuasa sama dengan Allah Bapa. Ia memiliki sifat kemanusiaan, maka Ia dapat bersimpati kepada manusia, dan dapat menyelami kesusahan manusia. Yohanes 1:14 mencatat bahwa Firman itu telah menjadi manusia, Yohanes menekankan bahwa Firman itu benar-benar termasuk umat manusia.  Kristus, Allah yang kekal itu menjadi manusia (Filipi 2:5-9). Kemanusiaan dan keilahian berpadu di dalam diri-Nya. Dengan merendahkan diri-Nya Ia memasuki hidup kemanusiaan dengan segala keterbatasan dari pengalaman manusia.
Pada zaman purba sudah muncul pandangan-pandangan yang berbeda, seperti: Ebonisme, cabang Kristen Yahudi ini menghapuskan sama sekali keilahian Yesus. Mereka menganggap Yesus hanya manusia meskipun diangkat oleh Allah sebagai Mesias (Milne, 2002:201). Gerakan Doketisme yang hanya mengakui keilahian Yesus dan menghilangkan kemanusian-Nya. Mereka berpandangan bahwa Yesus hanya menyerupai manusia (2002:201). Gerakan Gnostisisme, gerakan ini mengakui Yesus bukan Allah sejati atau pun manusia sejati. Gerakan Arianisme yang menolak keilahian Yesus Kristus. Gerakan Apolinarianisme yang menyangkal kemanusian Yesus Kristus. Gerakan Nestorianisme yang memisahkan kedua kodrat Yesus Kristus (2002:2003).
            Pada tahun 451 diadakan suatu konsili di Chalcedon guna menyelesaikan perdebatan-perdebatan terhadap kedua kodrat pribadi Yesus Kristus.Walaupun konsili ini tidak memuaskan semua pihak, tetapi telah menghasilkan dasar perumusan ortodoks mengenai pribadi Yesus. Pasal utamanya menegaskan, “kita harus mengakui bahwa Tuhan kita Yesus Kristus adalah anak tunggal yang sama…sempurna dalam keilahian…sempurna dalam kemanusiaan…sehakikat (homoousios) dengan Bapa dalam keilahian, sehakekat (homoousios) dengan kita dalam kemanusiaan…diperkenalkan kepada kita dalam dua kodrat (fuseis), tanpa pembauran, tanpa perubahan, tanpa pembagian, tanpa pemisahan…sifat-sifat kedua kodrat tetap terpelihara dan berada sekaligus dalam satu pribadi (prosopon) dan satu hakikat (hupostasis).” (2002:204)
            Kedua kodrat yaitu kodrat manusia sepenuhnya dan kodrat ilahi sepenunya menyatu dalam satu pribadi, tanpa pembauran, tanpa perubahan, tanpa pembagian, dan tanpa pemisahan.Walaupun dalam satu kesatuan, tetapi masing-masing mempertahankan sifat-sifat hakikatnya. Kedua kodrat ini sama-sama bekerja dalam tiap-tiap pikiran, perkataan, perbuatan-Nya, dan kedua kodrat ini bekerja dalam satu pribadi. Lebih jauh, Kevin J. Conner dalam bukunya menulis, “Dalam satu pribadi Yesus Kristus, ada dua hakikat, manusia dan ilahi, yang bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan (Conner, 2004:365).
           
Karya Penebusan Yesus
            Karya Yesus Kristus berhubungan dengan apa yang telah Dia kerjakan. Karya Kristus berhubungan khususnya dengan penyaliban, kebangkitan, kenaikan, dan kedatangan-Nya yang kedua kali. Karya penebusan Yesus Kristus terjadi karena didorong oleh kasih Allah, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh.3:16). Yesus Kristus telah ditentukan oleh Allah untuk menjadi jalan pendamaian antara Allah dengan manusia yang telah jatuh dalam dosa, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Kor. 5:21). Yesus diberi tugas untuk melakukan karya penebusan. Semua yang Yesus lakukan adalah karya Bapa-Nya. Karya-Nya adalah untuk memenuhi kehendak Bapa-Nya, dan lewat karya-Nya manusia berdosa didamaikan dengan Bapa-Nya.
Jadi  karya Yesus Kristus berkaitan dengan pekerjaan-Nya untuk mendamaikan manusia yang berdosa dengan Allah (penebusan) melalui penderitaan-Nya dan kematian-Nya. Inilah karya terbesar yang dilakukan oleh Yesus Kristus, namun karya-Nya tidak terlepas juga dari mujizat yang dilakukan-Nya sebagai tanda kedatangan Kerajaan Allah, kebangkitan-Nya sebagai tanda kemenangan atas kematian, kenaikan-Nya sebagai tanda penobatan-Nya sebagai Raja, dan kedatangan-Nya kembali sebagai tanda kedatangan kerajaan-Nya.
Alkitab khususnya Perjanjian Baru merupakan satu-satunya informasi yang penting dari abad pertama yang menceritakan kehidupan Yesus Kristus. Keempat kitab Injil  memberikan gambaran tentang pribadi dan perbuatan Yesus Kristus. Keempat Injil memberikan penekanan yang berbeda, tetapi tidak ada pertentangan dari keempat Injil tersebut. Jika keempat Injil ini digabung maka akan didapatkan gambar yang lengkap tentang Yesus Kristus.
Kronologi kehidupan Yesus Kristus dapat dilihat dalam Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Injil Matius mencatat penyingkiran ke Mesir dan kembalinya ke Nazaret, setelah itu langsung masuk ke dalam pelayanan Yohanes pembaptis yang memperkenalkan Tuhan Yesus. Demikian juga dengan Injil Lukas menyajikan kejadian Yesus di bait Allah pada usia 12 tahun. Alkitab mencatat bahwa Yesus Kristus memulai pelayanan-Nya kira-kira umur 30 tahun, segera setelah Ia selesai dibaptis (Luk. 3:1-2). Injil Yohanes mencatat pelayanan Yesus yang mula-mula di Yudea (Yoh. 2:13-25), selanjutnya pelayanan Yesus di Galilea dicatat di dalam Injil Matius 4:12-18:35; Markus 1:14-9:50; Lukas 4:14-9:50; Yohanes 4:43-8:59. Yesus Kristus memulai pelayanan-Nya yang luas di Galilea. Pelayanan di Galilea meliputi jangka waktu satu tahun dan sembilan bulan. Akhir pelayanan-Nya di Galilea ditandai dengan kunjungan-Nya ke Yerusalem pada waktu hari raya Pondok Daun (Yoh. 7:1-52).
Pekerjaan Yesus dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: pekerjaan sebagai nabi, pekerjaan sebagai imam, dan pekerjaan sebagai raja (Brill, 1999:109). Pekerjaan Yesus sebagai nabi sudah dinubuatkan dalam Ulangan 18:18. Tugas sebagai nabi yaitu menyatakan kebenaran dan kehendak Allah dan bernubuat yaitu memberitahukan apa-apa yang akan terjadi. Seorang nabi menggenapkan pekerjaannya dengan tiga cara yaitu dengan mengajar, bernubuat, dan mujizat atau menyembuhkan orang. Yesus telah melakukan semua itu, Yesus telah menggenapkan pekerjaan-Nya sebagai nabi.
Pekerjaan Yesus sebagai Imam telah dinubuatkan di dalam Mazmur 110:4, Yesus Kristus adalah seorang Imam, tetapi bukan dari keturunan Harun, melainkan Ia adalah Imam “menurut peraturan Melkisedek”. Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja kebenaran, dan juga raja Salem, yaitu raja damai sejahtera. Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya (Ibr. 7:1-3). Ini berarti bahwa pekerjaan imamat-Nya bukan dikerjakan di atas bumi saja, tetapi juga di dalam surga, pekerjaan-Nya tidak berubah, tetapi bersifat kekal. Pekerjaan-Nya sebagai Imam sudah dimulai pada waktu Ia menyerahkan diri-Nya di kayu salib sebagai korban karena dosa manusia. Dalam Perjanjian Lama ada tiga macam tugas Imam, yaitu mempersembahkan korban karena dosa dihadapan orang banyak, memasuki tempat kudus serta mendoakan orang banyak, keluar dari tempat kudus dan memberkati orang banyak. Sebagai Imam Besar Yesus telah melakukan ketiga tugas tersebut. Korban karena dosa telah dipersembahkan Yesus pada waktu Ia datang ke dunia ini dan menyerahkan diri-Nya di atas kayu salib sebagai korban karena dosa. Mendoakan orang-orang, sampai sekarang Ia masih mendoakan kita. Yesus akan memberi berkat ketika Ia kembali ke dunia ini.
Pekerjaan Yesus Kristus sebagai Raja. Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa Mesias itu akan menjadi raja yang terbesar dari keturunan Daud yang akan memerintah Israel dan segala bangsa, serta membawa masuk ke zaman kebenaran, damai dan kemakmuran. (Yes 11:1-10; Mzm 72). Di hadapan Pilatus, Yesus berkata bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini (Yoh 18:36, 37).

Makna Kematian Yesus Kristus di Kayu Salib
Di dalam Perjanjian Baru, kematian Tuhan Yesus Kristus disebutkan sebanyak ± 170 kali. Hal ini menyatakan betapa pentingnya kematian Yesus, karena melalui kematian-Nya karya penebusan dosa digenapi-Nya. Kalau Kristus tidak mati, maka problema dosa manusia tidak ada penyelesaiannya untuk selama-lamanya. Yesus sepatutnya tidak mati, namun telah mati. Yesus bukan mati untuk diri-Nya, tetapi Ia mati untuk menebus manusia yang telah jatuh dalam dosa, supaya keluar dari perbudakan dosa.
Kebenaran kematian Yesus Kristus di kayu salib telah dibantah oleh mereka yang menolak pernyataan Kitab Suci. Kaum Liberal percaya bahwa Yesus mati, tetapi tidak benar-benar bangkit dari antara orang mati. Sebagian lagi berpendapat bahwa Yesus tidak sungguh-sungguh mati melainkan masih bertahan hidup (Walvoord, Tt:142). Al-Quran berkata bahwa Yesus hanya pura-pura mati (Surah IV:157), orang skeptic berkata bahwa Ia kelihatannya mati, mungkin karena dibius, tetapi bangkit kembali sementara berada dalam kuburan (Geisler, 2010:138).
Dalam artikel “On the Physical death of Jesus Christ” Journal of American Medical Society (1986), yang dikutip oleh Norman Geisler menyimpulkan:
“Jelas, bobot bukti historis dan medis menunjukkan bahwa Yesus sudah mati sebelum luka pada rusuk-Nya ditimbulkan dan mendukung pandangan tradisionil bahwa tombak, yang ditancapkan di antara rusuk kanan-Nya, mungkin melobangi bukan hanya paru-paru kanan-Nya melainkan juga selaput dada dan jantung dan karena itu memastikan kematian-Nya. Sesuai dengan itu, penafsiran yang didasarkan pada asumsi bahwa Yesus tidak mati di kayu salib tanpaknya hanya merupakan kemungkinan kecil berdasarkan ilmu pengetahuan medis moderen.” (h.142)

Sepanjang masa tidak ada peristiwa yang lebih penting dari pada kematian Yesus Kristus di kayu salib. Penyaliban Yesus Kristus adalah hal yang sangat penting dalam kekristenan. Tanpa kematian Yesus Kristus tidak akan ada korban bagi dosa, tidak ada keselamatan, tidak ada kebangkitan. Kematian Yesus Kristus secara lengkap telah disajikan oleh Alkitab baik dari segi nubuatan maupun sejarah. Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru terdapat banyak nas yang meramalkan kematian Kristus, seperti Mazmur 22, Yesaya 53, Markus 8:31, Lukas 9:22. Orang yang menerima kesaksian Alkitab akan menerima fakta tentang kematian Yesus Kristus.
Perjanjian Baru mengungkapkan kematian Yesus berdasarkan pada fakta-fakta sejarah dan pernyataan Yesus sendiri tentang diri-Nya bahwa kematian-Nya dalam rencana Allah bagi umat manusia. Kematian Yesus Kristus harus dipahami sepenuhnya sebagai bagian dari rencana Allah (Luk.19:10). Generasi Kristen pertama dan sesudahnya, yakin bahwa kematian Yesus di kayu salib mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi hidup mereka. Mereka menyatakan bahwa hidup mereka menjadi bermakna secara baru oleh karena apa yang telah dilakukan Yesus di kayu salib. Hal ini mereka ungkapkan dalam berbagai cara yang berbeda-beda, ada yang menyatakan dosanya sudah diampuni, telah mendapatkan kedamaian hati, telah didamaikan dengan Allah. Mereka yakin bahwa semua yang mereka alami sebagai akibat dari kematian Yesus Kristus (Drane, 2005:93).
Kitab-kitab Injil melihat kematian Yesus sebagai suatu pertempuran melawan kuasa-kuasa kegelapan (iblis), Yesus melihat seluruh hidupnya sebagai usaha untuk mencapai kemenangan atas kuasa-kuasa jahat yang menguasai dunia (Luk. 11:14-22). Paulus juga melihat salib sebagai perjuangan yang terakhir dan yang menentukan melawan kuasa-kuasa jahat. Meskipun kelihatannya seakan-akan Yesus kalah, tetapi perjuangan-Nya menghasilkan kemenangan sempurna atas dosa dan maut di dalam peristiwa kebangkitan-Nya (Kol. 2:8-15) (Drame, 2005:95). Yesus berkata, “Sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan keluar” (Yoh. 12:31).
Kematian Yesus dapat dilihat sebagai suatu teladan. Yesus memberi teladan yang baik, di mana Dia seorang yang tak bersalah tetapi mau mati bagi suatu tujuan untuk keselamatan umat manusia yang berdosa. Kematian Yesus di atas kayu salib mengungkapkan kasih-Nya bagi orang berdosa. Dengan kematian-Nya, maka kasih Allah secara sempurna dinyatakan kepada manusia. Yesus telah meninggalkan teladan bagi kita, supaya kita pun dapat mengikuti jejak-Nya (1Ptr. 2:21). Dia yang tidak bersalah diperlakukan secara tidak adil, tetapi tidak membalasnya dengan tidak bersikap adil. Dia dihina tetapi tidak membalas dengan hinaan. Kita pun dapat mengikuti teladan yang telah diperbuat Yesus, dengan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi harus memercayakan diri kita kepada Allah. Kematian-Nya bertujuan untuk membawa kita datang kepada Allah. Dia menderita, bahkan mati di kayu salib, semuanya Dia lakukan supaya rencana agung Allah tergenapi, yaitu membawa kita kepada Allah
Kematian Yesus di salib telah membawa pendamaian, dengan salib Allah mendamaikan Yahudi dengan non-Yahudi dengan merobohkan tembok pemisah, yakni hukum taurat dengan segala perintah dan ketentuannya (Ef. 2:14-16). Dengan salib, Allah telah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya (Kol. 1:20). Alkitab mencatat bahwa dasar pendamaian manusia dengan Allah ada tiga yaitu: melalui kematian Anak Allah, melalui salib-Nya, dan melalui darah-Nya yang tercurah di kayu salib. Kematian-Nya telah memulihkan hubungan kita dengan Allah menjadi suatu persekutuan erat dengan-Nya.
Alkitab menuliskan bahwa, Yesus Kristus “telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah” (Efesus 5:2). Yesus Kristus telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai korban yang tak bercacat (Ibrani 9:14). Kita perlu ditebus karena telah berdosa melawan Allah dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Dosa kita telah dibebankan kepada Yesus sehingga di dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (2 Korintus 5:21). Allah telah menimpakan segala dosa manusia di atas diri-Nya, Allah telah menetapkan Yesus yang tidak berdosa menjadi dosa karena kita. Yesus mati di kayu salib menanggung dosa kita. Karya ini digenapi tanpa perasaan terpaksa, melainkan dengan sukarela (Yoh. 10:17-18).
Alkitab menuliskan, ketika Yesus Kristus menjadi tebusan bagi kita, kita dibebaskan dari hukuman Allah. Jadi tidak ada penghukuman bagi mereka  yang hidup di dalam Yesus Kristus (Roma 8:1). Harga tebusan supaya bisa diselamatkan dari hukuman Allah adalah nyawa Yesus Kristus. Yesus telah menyerahkan diri-Nya menjadi tebusan bagi semua manusia (1 Timotius 2:5-6). Kematian Yesus merupakan puncak dari ketaatan-Nya. Oleh ketaatan-Nya semua orang dibenarkan (Roma 5:19). Penderitaan dan ketaatan-Nya menjadi dasar dari pembenaran kita. Dengan kematian-Nya Yesus menyatakan bahwa Dia menjadi tebusan, Yesus menjadi korban pendamaian, Yesus telah menggantikan kita. Semuanya itu menyatakan kasih Allah secara sempurna bagi kita.

Bukti-Bukti Kematian Yesus
            Bagaimana membuktikan bahwa Yesus benar-benar telah mati di kayu salib?  Alkitab mencatat beberapa peristiwa  disekitar penyaliban yang membuktikan bahwa Yesus telah mati. Para prajurit Romawi tidak mematahkan kaki Yesus karena mereka melihat bahwa "Ia telah mati" (Yohanes 19:33). Para prajurit menikam lambung Yesus dengan tombak dan dari dalam lambungnya keluar air dan darah (Yohanes 19:34). Yusuf dari Arimatea meminta tubuh Kristus sehingga ia dan Nikodemus dapat mengubur-Nya, Pontius Pilatus memerintahkan seorang kepala pasukan untuk membuktikan bahwa Yesus telah mati (Markus 15:43-45). Gubernur Romawi tidak akan memberikan tubuh itu kepada Yusuf sebelum kepala pasukan itu yakin bahwa sudah tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada tubuh Yesus.  Ketika penjaga-penjaga memeriksa kedua penjahat yang disalibkan dengan Yesus, mereka masih hidup sehingga kedua kakinya harus dipatahkan. Sedangkan Yesus sudah mati sehingga kaki-Nya tidak dipatahkan, untuk lebih meyakinkan bahwa Yesus telah mati, tentara Romawi menombak lambung-Nya. Saat ditombak Yesus sama sekali tidak bereaksi, jadi sangat jelas bahwa Yesus sudah mati saat itu. Pilatus mendapat laporan dari penjaga-penjaga tentara Romawi bahwa Yesus telah mati sehingga ia mengizinkan Jusuf Arimatea menguburkan mayat Yesus (Yoh.19:38).
Yusuf dan Nikodemus mempersiapkan penguburan bagi jasad tersebut secara adat Yahudi, termasuk mengafani-Nya dengan "kain lenan yang putih bersih" (Matius 15:46), mengurapi Tubuh itu dengan "campuran minyak mur dengan minyak gaharu" (Yohanes 19:39), dan membaringkan-Nya "di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu" (Markus 15:46). Mereka tentu saja tidak akan menguburkan Yesus yang masih hidup. Menurut peraturan Yahudi, saat memasuki jam enam, tidak boleh ada mayat yang tergantung di salib. Bagi orang Yahudi penyaliban adalah suatu kutuk, jadi memasuki hari Sabat tidak boleh ada mayat, kalau pun ada harus segera di kuburkan pada hari itu juga. Kalau orang yang disalibkan masih hidup, maka harus di bunuh dengan cara dipatahkan tulang pahanya.
            Rasul-rasul dan murid-murid Tuhan Yesus meyakinkan bahwa Yesus benar-benar mati di atas kayu salib. Demikian juga dengan pengakuan kepala pasukan, prajurit-prajurit dan Pilatus, membuktikan bahwa Yesus benar-benar mati (Mark. 15:44-45; Yoh. 19:33). Metherell seorang mantan ilmuwan riset yang mengajar di The University of California mendeskripsikan detil-detil kematian Yesus. Dalam penjelasannya ia mengatakan bahwa keguncangan hipovolemik akan menyebabkan jantung berdebar kencang terus-menerus yang akan mengakibatkan kegagalan jantung, menyebabkan terkumpulnya cairan dalam membran-membran di sekitar jantung, yang disebut pericardial effusion, dan juga disekitar paru-paru, yang disebut pleural effusion. Apa yang dilakukan serdadu Roma dengan menusukkan sebuah tombak dan keluar sejumlah cairan pericardial effusion dan pleural effusion (Strobel,2002:257), ini membuktikan bahwa Yesus telah mati. Apa yang Yesus katakan, “Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, selama-lamanya” (Wahyu 1:18) benar-benar terjadi.
Bukti lain di luar Alkitab yaitu dari sejarawan Yahudi akhir abad pertama, Josephus, ia menulis dalam bukunya Antiquities: "Pada kira-kira waktu ini, hiduplah Yesus, seorang yang bijaksana, jika memang seseorang seharusnya menyebut dia seorang manusia. Karena ia adalah seseorang yang mengadakan hal-hal yang mengejutkan dan adalah seorang guru bagi orang-orang yang menerima kebenaran dengan senang hati. Ia memenangkan banyak orang Yahudi dan banyak orang Yunani. Ia adalah Sang Kristus. Ketika Pilatus, karena mendengar bahwa ia dikenai tuduhan oleh orang-orang dengan jabatan tertinggi di antara kami, telah menjatuhkan hukuman salib kepadanya, mereka yang dari mulanya sudah mengasihi dia tidak melepaskan kasih sayang mereka kepadanya. Pada hari ketiga ia menampakkan diri kepada mereka dalam keadaan kembali hidup, karena nabi-nabi Tuhan telah menubuatkan hal-hal ini dan tak terhitung banyaknya hal-hal menakjubkan lainnya mengenai dia. Dan suku Kristen, demikian mereka disebutkan menurut namanya, sampai saat ini masih ada." Walaupun sebagian para ahli meragukan apakah kalimat itu benar-benar dari Josephus sendiri ataukah hasil interpolasi penyalin Kristen. Namun, tidak diragukan bahwa Josephus menyebutkan fakta bahwa Pilatus telah menghukum Yesus di kayu salib .

Hakekat Kematian Yesus Kristus
Kematian Yesus Kristus sebagai korban untuk dosa manusia telah dituliskan dalam Alkitab, “Kristus telah mati untuk dosa-dosa kita…” (1 Korintus 15:3). Jika Yesus Kristus tidak mati di atas kayu salib, maka tidak seorangpun yang akan selamat. Semua orang telah berdosa dan upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Kematian Yesus di kayu salib merupakan persembahan kurban karena dosa. Perjanjian Lama melukiskan upacara pengorbanan sebagai  yang memungkinkan orang berdosa dapat dipulihkan hubungannya dengan Allah yang telah rusak akibat pelanggaran terhadap perintah Allah. Perjanjian Baru melukiskan kematian Yesus sebagai “pengorbanan”. Kematian Yesus adalah penggenapan sejati dari apa yang dilambangkan dalam Perjanjian Lama tentang pengorbanan. Kematian Yesus telah membebaskan manusia dari dosa dan membawa manusia yang telah ditebus menjadi milik Allah. Jadi orang-orang yang sudah ditebus melalui kematian Yesus sudah menjadi milik Allah, mereka telah ditebus dari cara hidup yang sia-sia (1 Ptr. 1:18).
Paulus mengingatkan orang-orang yang sudah ditebus supaya menyadari bahwa dirinya adalah milik Allah, “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu” (1 Kor. 6:19-20). Allah telah menjadikan Anak-Nya sebagai korban untuk mendamaikan manusia yang telah jatuh dalam dosa dengan diri-Nya. Yesus telah mati menggantikan manusia yang berdosa, Yesus telah melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh manusia. Yesus telah memikul dosa manusia di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya setiap orang, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran (1 Ptr. 2:24). Ia datang untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mrk. 10:45). Kematian-Nya sebagai pengganti orang berdosa di kayu salib. Penghapusan dosa terjadi ketika semua perbuatan jahat manusia dipakukan di kayu salib (Kolose 2:14). Yesus Kristuslah yang telah menanggung segala akibat perbuatan buruk manusia, Dia menanggung hukumannya. “Di dalam Dia dan oleh darah-Nya manusia berdosa memperoleh penebusan, yaitu pengampunan dosa” (Efesus 1:7).
Kematian Yesus Kristus telah menarik semua orang kepada Allah (Yoh. 12:32,33). Kematian-Nya telah membuka jalan pengampunan dosa kepada semua orang. Oleh Kematian-Nya maka semua orang akan dibangkitkan dari kematian (Roma 5:18; 1 Kor. 15:21-22). Oleh kematian-Nya Dia telah membebaskan kita dari kutuk hukum Taurat. Oleh kematian-Nya tembok pemisah antara orang Israel dan bangsa asing telah dirobohkan (Ef. 2:14-16). Kematian-Nya telah mendamaikan segala sesuatu, baik yang ada di bumi maupun yang ada di surga (Kolose 1:19-20; 2 Petrus 3:13).

Kebangkitan Yesus Kristus
            Kebangkitan adalah langkah pertama pemuliaan Yesus Kristus dan merupakan penggenapan dari nubuatan dalam Mazmur 16:10 maupun ramalan Kristus sendiri tentang kebangkitan-Nya (Mat. 16:21; 20:19; 26:32; Mark. 9:9; 14:28; Yoh. 2:19). Paulus menalar jelas kebangkitan Yesus sangat penting, Alkitab menuliskan bahwa “Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan tentang Yesus Kristus dan sia-sialah juga kepercayaan kepada Yesus Kristus” (1 Korintus 15:14). Jika Yesus Kristus tidak benar bangkit, maka tidak ada pembenaran dihadapan Allah, tidak ada pengampunan atas dosa. Jadi realitas kebangkitan Yesus mempunyai makna yang sangat dalam. Demikian juga dengan keselamatan orang percaya sangat erat hubungannya dengan kebangkitan, tanpa kebangkitan tidak akan ada keselamatan orang percaya, atau dengan kata lain keselamatan orang percaya bukanlah sesuatu yang terlepas dari kebangkitan Yesus Kristus.
Orang-orang Kristen pertama meyakini sepenuhnya bahwa kebangkitan merupakan suatu kejadian yang nyata dan historis (Drane, 2005:111). Perjanjian Lama juga meramalkan kebangkitan Yesus, dapat dilihat dari perikop-perikop khusus yang dikutip para rasul, seperti Mazmur 16:8-11, dikutip dalam Kis. 2:25-31. Perikop ini juga yang digunakan  Paulus untuk  menunjukkan kepada orang Yahudi bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati (Kis.1:2-3). Apa yang dilukiskan dalam 1 Korintus 15:3-7, tentang kesaksian penting kepercayaan umat Kristen pertama, menyatakan bahwa Yesus telah bangkit dari kematian dan telah menampakkan diri kepada banyak pengikut-Nya.
            Yesus sendiri menubuatkan tentang kebangkitan-Nya, misalnya Ia berkata, “Rombak bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” (Yoh.2:19). Dalam Matius 12:40, Ia berkata, “Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam”. Yesus juga mengajarkan bahwa Anak Manusia akan menanggung banyak penderitaan…lalu di bunuh dan bangkit sesudah tiga hari” (Mrk. 8:31). Yesus juga mengajar bahwa Ia akan membangkitkan Diri-Nya sendiri dari kematian, Yesus mengatakan “Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali” (Yoh. 10:18). Ini memperlihatkan bahwa Yesus Kristus berdaulat dan berkuasa atas keadaan. Kebangkitan Yesus sangat penting, karena mempertaruhkan kejujuran Yesus didalamnya.
Kebangkitan membuktikan kalau kematian Yesus cukup untuk membayar segalanya. Jika Yesus tidak dibangkitkan dari kematian, maka kematian-Nya merupakan sebuah kegagalan. Paulus berkata: ”Jika Kristus tidak bangkit, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah kepercayaan kamu” (1 Kor. 15:44).

Bukti-Bukti Kebangkitan Yesus
            Alkitab Perjanjian Baru menjelaskan bahwa Kristus disalibkan, mati, dan dikuburkan, pada hari yang ketiga bangkit dari kuburnya. Murid-murid adalah saksi kebangkitan Yesus Kristus. Lukas, mencatat dalam Kisah Para Rasul 1:3, "Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah."
Seringkali muncul sangkalan bahwa Yesus Kristus tidak pernah bangkit. Ada yang mendalihkan bahwa murid-murid-Nya pergi kekuburan yang salah, di mana seorang muda berpakaian putih berkata, “Ia tidak ada di sini,” yang berarti Ia ada di kuburan yang lain. Demikian juga dengan anggapan bahwa para murid-Nya yang telah menyingkirkan tubuh Yesus. Jika ada anggapan bahwa mayat Yesus diambil oleh para murid-Nya, maka hal ini tidak mungkin, karena tidak ada pikiran tentang kebangkitan dalam benak para murid-Nya saat itu. Justru pada saat itu mereka tak berpengharapan dan putus asa, kalah, bersembunyi karena ketakutan terhadap orang-orang Yahudi. Lagi pula, Matius menceritakan bahwa penjaga ditempatkan diseberang kuburan Yesus, sehingga tidak mungkin mereka mencuri mayat Yesus (Douglas, 2008:14).
Namun sangkalan itu tidak pernah bertahan terhadap bukti-bukti berupa fakta-fakta nyata tentang kebangkitan Yesus Kristus. Menurut J.R.W Stott ada empat hal yang membuktikan bahwa Yesus telah bangkit yaitu pertama, kubur yang kosong. Sekiranya Yesus Kristus tidak dibangkitkan, maka dimanakah tubuh-Nya? Para pengikut-Nya telah melihat kubur-Nya telah kosong dan malaikat-malaikat mengisyaratkan bahwa Yesus telah bangkit dari kematian seperti yang dikatakan-Nya (Mat.28:5-7). Kedua, kain kafan yang masih utuh dan tidak berantakan, hanya didalamnya sudah tidak ada tubuh Yesus karena sudah bangkit. Ketiga, penampakan Yesus kepada murid-murid-Nya. Kitab Injil mencatat Yesus menampakkan diri-Nya kepada banyak orang diberbagai tempat dalam situasi yang berlainan setelah Ia bangkit dari kematian. Penampakan ini dapat dilihat antara lain: penampakan diri-Nya kepada Maria Magdalena (Yoh.20:11-18; Mrk.16:9-11), kepada perempuan-perempuan ketika mereka pulang dari kuburan (Mat.28:9-10), pada Petrus (Luk.24:34; 1 Kor.15:5), dua murid yang berjalan ke Emaus (Mrk. 16:12-13; Luk.24:13-35), sepuluh murid (Mrk.16:14), kesebelas murid (Yoh.20:26-29), tujuh murid di danau Galilea (Yoh.21:1-23), lima ratus orang (1 Kor.15:6), Yakobus saudara tiri Yesus (1 Kor.15:7), sebelas murid di bukit Galilea (Mat.28:16-20; Mrk.16:15-18), kepada murud-murid-Nya pada saat Ia naik ke surga (Luk.24:36-53; Kis.1:1-9), Stefanus ketika ia dirajam batu (KPR.7:55-56), Paulus pada jalan ke Damaskus (KPR. 9:3-6; 22:6-11; 26:13-18), Paulus di tanah Arab (KPR. 20:24; 26:17, Gal. 1:17), Paulus di Yerusalem (KPR.22:17-21), Paulus di penjara sebelum ke Kaisarea (KPR.23:11), Yohanes di pulau Patmos (Wahyu 1:12-20). Perkataan Yesus ketika berjumpa dengan murid-Nya, “Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendiri ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku” (Luk.24:39; Yoh.20:20), dan perkataan Yesus kepada Thomas,”Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah” (Yoh.20:27). Penampakan-penampakan ini merupakan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa Yesus benar-benar telah bangkit.
           
Hakekat Kebangkitan Yesus
            Kebangkitan Yesus menegaskan bahwa apa yang pernah Yesus katakan kepada orang Yahudi dan murid-murid-Nya benar-benar terjadi. Kepada orang Yahudi Yesus mengatakan, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali (Yoh 2:18-19), dan kepada murid-murid-Nya, Yesus berkata Ia akan dibangkitkan pada hari yang ketiga (Mat. 16:21; Luk.9:22). Kebangkitan membenarkan jalan yang telah Yesus tempuh, sekalipun salib mula-mula tanpak sebagai kegagalan Yesus serta misi-Nya, tetapi kebangkitan-Nya telah mengubahkan semua persepsi itu. Kebangkitan telah mengubahkan para murid-Nya, mereka menjadi rasul yang percaya diri dan berani menyaksikan berita Injil kepada dunia, mereka bersedia mati martir dan bersukacita sebagai utusan Yesus Kristus.
            Essensi kebangkitan Yesus Kristus merupakan fakta kemenangan dari kuasa terbesar yaitu kematian. Paulus menyatakan, “Hai maut dimanakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah sengatmu?" (1 Kor.15:55). Kebangkitan Yesus Kristus merupakan kemenangan atas kematian, kemenangan atas jerat atau belenggu dosa. Kebangkitan-Nya telah mengalahkan kuasa dosa, sengat dosa yang menakutkan sudah dihancurkan. Kebangkitan Yesus telah memberikan pengharapan yang bersifat mutlak. Melalui kebangkitan-Nya kita memperoleh kepastian dan jaminan keselamatan. Pengharapan Kristen didasarkan di atas kemenangan Kristus yang bangkit dari kematian. Kebangkitan-Nya telah memberikan pengharapan yang pasti.
            Kebangkitan Yesus membuktikan Pribadi-Nya adalah Tuhan. Kebangkitan-Nya adalah bukti utama akan keilahian-Nya dan ketuhanan-Nya. Kebangkitan-Nya sangat perlu bagi pekerjaan-Nya dalam kematian, karena tanpa kebangkitan-Nya, kematian-Nya akan menjadi tidak ada artinya. Jika Yesus tidak bangkit dari antara orang mati, berarti Dia bukanlah Anak Allah, akibatnya kematian-Nya di kayu salib merupakan kematian orang biasa dan tidak mempunyai nilai apa-apa bagi orang lain. Sebaliknya bila Yesus benar-benar bangkit dari antara orang mati, maka Ia tidak hanya menunjukkan bahwa apa yang dikatakan benar terjadi dan apa yang dikemukakan di dalam Alkitab benar adanya yaitu Yesus sebagai korban pengganti bagi dosa seluruh dunia. Melalui kebangkitan-Nya, pernyataan Yesus tentang diri-Nya sebagai anak Allah terbukti benar. Petrus mengatakan pada hari Pentakosta bahwa kebangkitan merupakan bukti jelas, “Allah telah membuat Yesus yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” (Kis.2:36). Kebangkitan Yesus merupakan karya Allah dalam membentuk hidup yang baru. Paulus menekankan kebangkitan Yesus Kristus membawa kepada hidup yang baru, “Bagiku hidup adalah Kristus” (Filipi 1:21). Kebangkitan Yesus akan berimplikasi bagi orang yang percaya kepada-Nya. Kebangkitan Yesus adalah jaminan dan janji kepada pengikut-pengikut-Nya mengenai hidup abadi setelah kematian.
            Kebangkitan Yesus membuat orang yang percaya kepada-Nya diterima serta dibenarkan oleh Allah (Roma 4:25). Orang berdosa yang bertobat serta percaya kepada Yesus Kristus akan dibenarkan di hadapan Allah. Kebangkitan-Nya mengesahkan pekerjaan-Nya selaku Imam Besar. Sebagai iman Besar Yesus duduk disebelah kanan Allah Bapa dan menjadi pembela bagi kita orang percaya (Roma 8:34). Kebangkitan Yesus Kristus merupakan alasan bagi persekutuan rohani yang baru, persekutuan di dalam jemaat Kristus yaitu tubuh-Nya sendiri. Pada hari kebangkitan-Nya Yesus Kristus menjadi anak sulung di antara banyak saudara (Roma 8:29), orang yang percaya kepada-Nya akan diangkat menjadi anak-Nya (Efesus 1:5).
            Kebangkitan-Nya membawa orang yang percaya mendapat kuasa yang cukup untuk hidup dan bekerja. Kuasa  kebangkitan Yesus Kristus memberikan kepada kita hidup yang baru dan kuasa untuk mengeluarkan buah-buah bagi Allah. Kebangkitan-Nya telah memberikan suatu hidup yang penuh dengan pengharapan. Kebangkitan-Nya telah memberikan kepastian bagi kebangkitan semua manusia. Kebangkitan-Nya memberi kepastian bahwa orang-orang berdosa juga akan dibangkitkan (1 Korintus 15:22) untuk menerima hukuman.

Kenaikan Yesus Kristus
            Kenaikan Yesus ke surga adalah langkah penting berikutnya dalam pelayanan penebusan-Nya. Kenaikan merupakan hasil terakhir dari pelayanan-Nya di bumi. Kenaikan Yesus Kristus menegaskan akan fakta kebangkitan-Nya. Kenaikan-Nya satu rangkaian dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Kenaikan Yesus membuktikan bahwa Yesus yang mati itu benar-benar telah bangkit, karena hanya orang yang sudah bangkit yang dapat naik ke surga. Tanpa kebangkitan tak akan pernah ada kenaikan.
            Kenaikan Yesus ke surga telah dinubuatkan oleh nabi-nabi (Mzm. 68:18; Mzm. 110:1). Yesus sendiri beberapa kali memberitahukan tentang kenaikan-Nya (Yoh. 16:27-28; 20:17; 6:61-62). Demikian juga Perjanjian Baru kurang lebih menyebut 33 kali tentang kenaikan Yesus Kristus (Brill, 1999:138). Beberapa ayat yang menjelaskan bahwa Yesus telah kembali ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah, seperti: kenaikan Kristus dicatat dengan jelas di dalam Kisah Para Rasul 1:6-11, Markus 16:19; Lukas 24:51; Yohanes 3:13; Kisah Para Rasul 1:9-11; Efesus 4:8-10; Ibrani 10:12. Stefanus diberi penglihatan tentang Kristus dalam kemuliaan-Nya, ia melihat Anak Manusia berdiri disebelah kanan Allah (Kis. :55-56).
            Kenaikan-Nya untuk melanjutkan dan menggenapkan pekerjaan tebusan-Nya. Pekerjaan-Nya belum selesai pada saat kebangkitan-Nya. Ia harus kembali ke surga dan duduk disebelah kanan Allah, dari situlah Yesus akan mencurahkan karunia-karunia kepada orang percaya. Kenaikan-Nya ke surga  untuk dipermuliakan supaya dapat melaksanakan pekerjaan-Nya yaitu mendoakan umat-Nya. Kenaikan-Nya menjadi perintis bagi kita (Ibrani 6:20). Yesus naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi jemaat yang dikuduskan. Yesus pergi untuk menyediakan segala keperluan mempelai-Nya, yakni jemaat-Nya. Yesus mendahului kita ke surga supaya kita yang percaya pasti akan mengikut Dia ke Surga, karena di mana Yesus berada disanalah kita akan berada. Kenaikan-Nya memberi kepastian bahwa Ia akan mengutus Roh Kudus kepada umat tebusan-Nya.
           
Kedatangan Kembali Yesus Kristus
            Kedatangan Yesus yang kedua kali merupakan pengharapan semua orang percaya. Kedatangan-Nya kembali penting karena untuk  menggenapi nubuatan-nubuatan yang belum digenapi dan pasti digenapi yaitu tentang pekerjaan-Nya. Ada lima nubuatan tentang Yesus Kristus yaitu tentang kelahiran-Nya, Penderitaan-Nya, Kebangkitan-Nya, Kenaikann-Nya dan Kedatangan-Nya kembali. Kelahiran hingga kenaikan-Nya merupakan nubuat yang telah digenapi Allah sesuai dengan waktunya. Oleh sebab itu, nubuatan tentang kedatangan-Nya kembali pasti akan digenapi. Jika tidak, maka berkuranglah satu mata rantai dari seluruh nubuatan tentang Kristus. Hanya dengan adanya penggenapan kedatangan Kristus kembali, maka sempurnalah segala nubuatan tentang Kristus dalam Alkitab.
Tentang kedatangan-Nya kembali, Yesus sendiri berjanji bahwa Ia akan datang kembali (Yoh. 14:3; Mat. 24:27,36; Mark. 13:26; Luk.21:27; Wahyu 22:7,20). Perjanjian Lama menubuatkan tentang kedatangan Yesus kembali, misalnya Daniel telah menubuatkan (Daniel 7:13,14), Zakaria (Zakaria 14:4), Yesaya dan Yehezkiel telah menubuatkan (Yes. 45:23; Yeh. 21:25-27). Demikian juga dengan Perjanjian Baru menyebutkan kedatangan Yesus yang kedua kali sebanyak 318 kali, diantaranya, Ibrani 9:28; Filipi 3:20, 21; 1 Tesalonika 4:16,17.
Bagaimana sifat kedatangan-Nya? ada tiga sifat kedatangan Kristus yaitu: kedatangan-Nya bersifat rohani segenap umat manusia akan melihat kedatangan-Nya, artinya melihat-Nya secara rohani (Why.1:7; Mat.24:30-31; Kis. 1:11). Kedatangan-Nya bersifat universal dan pada waktu yang bersamaan, seperti kilat memancar dari ujung langit, yang satu ke ujung langit yang lain (Luk. 17:24). Kristus akan datang kembali dengan cara yang sama seperti pada waktu Ia naik ke sorga (Kis. 1:11; Mat. 24:30-36; 26:64; Mark. 13:26-27; 16:62; Luk. 21:27-28; 1 Tes. 4:13-18).
Kedatangan-Nya kembali pasti akan terjadi, hal ini mutlak. Kapan waktunya, tidak seorangpun  yang tahu, hanya Allah Bapa yang mengetahui (Mat.24:36), pada saat yang tidak terduga Kristus datang (Mat. 24:44). Pada saatnya Yesus akan datang menemui orang-orang yang setia beriman kepada-Nya.

Panggilan Yesus Kristus
            Apa yang Yesus maksudkan ketika Ia berkata “ikutlah Aku”?  dalam Lukas 9:23, Yesus mengatakan bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Yesus. Di dalam pemberitaan Injil kita sudah puas ketika mendengar orang yang diinjili berdoa memohon dengan kata-kata seperti: “menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat Pribadi, meminta Yesus masuk ke dalam hatinya, mengundang Yesus masuk ke dalam hidupnya, membuat keputusan mengikuti Yesus”. Apakah hal seperti ini yang diinginkan oleh Yesus?  Yesus memproklamirkan Injil-Nya yaitu panggilan untuk menjadi murid, panggilan tunduk dalam ketaatan, bukan hanya sekedar pengakuan atau permohonan untuk  mengikut Yesus. Setiap orang yang mengaku mengikut Yesus, atau beriman kepada Yesus, perilakunya harus menunjukkan sebagai bukti dari komitmennya bahwa ia adalah seorang pengikut Yesus Kristus.
            Dalam gereja terdapat orang yang mengaku percaya kepada Yesus dan sudah dilahirkan kembali, tetapi hidupnya tidak mencerminkan hidup orang yang sudah percaya (2 Tim 3:5).  Orang Kristen tidak seharusnya hidup seperti orang yang belum diselamatkan.  Saat ini lebih mudah menemukan orang yang mengatakan percaya kepada Yesus, dari pada menemukan orang yang  benar-benar menjadi mengikut Yesus. Pada awalnya mereka antusias untuk memperoleh keselamatan dari Yesus, tetapi tidak pernah benar-benar mengikut Yesus.
Pelayanan Yesus dimulai dengan berkotbah dan berkata, “bertobatlah, sebab kerajaan Allah sudah dekat (Matius 4:17)”. Pertobatan adalah tema utama pelayanan Yesus dengan memanggil orang-orang berdosa. Yesus tidak hanya memanggil orang berdosa, tetapi lebih dari itu memanggil untuk berbalik dari dosa dan mengikut Dia. Yesus memakai pertobatan sebagai panggilan untuk meninggalkan hidup yang lama dan berbalik kepada hidup yang baru di dalam Yesus untuk memperoleh keselamatan. Pertobatan sejati akan mengakibatkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku itu sendiri bukanlah pertobatan, tetapi itu adalah buah pertobatan. Pertobatan yang nyata adalah pertobatan yang mengubah seluruh karakter manusia. Pertobatan bukanlah tindakan satu kali, tetapi pertobatan terjadi secara progresif seumur hidup (1 Yoh 1:9).
Seseorang yang sudah benar-benar bertobat akan berhenti berbuat dosa dan mulai hidup sesuai dengan tuntutan firman Allah. Seiring dengan perubahan pikiran dan sikap, pertobatan sejati akan mulai menghasilkan perubahan dalam perilaku. Rasul Paulus adalah bukti pertobatan yang terjadi secara radikal. Orang percaya sejati akan menunjukkan pertobatan mereka dengan perilaku baik.  Yesus memberi gambaran dua jenis orang beragama: orang-orang yang berpura-pura taat, tetapi sebenarnya pemberontak, dan yang mulai sebagai pemberontak, tetapi bertobat.
Banyak orang Kristen mengatakan percaya kepada Yesus, tetapi menolak untuk mematuhi-Nya. Pengakuan iman mereka adalah hampa. Yesus memberi perumpamaan dalam Matius 21:31, Yesus mengatakan bahwa pemungut cukai dan pelacur akan lebih mudah masuk ke dalam Kerajaan daripada orang Farisi, karena mereka lebih cenderung untuk mengakui dosa mereka dan bertobat. Banyak yang mendengar kebenaran Yesus dan segera meresponi, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh percaya. Banyak yang memalingkan muka mereka pada dosa, ketidakpercayaan, dan ketidaktaatan. Iman sejati hanya akan nyata di dalam ketaatan.
Orang muda yang kaya adalah seorang Farisi yang percaya dan melakukan seluruh Hukum Taurat, tetapi Yesus berkata kepada murid-murud-Nya, sulit bagi orang kaya ini masuk ke dalam Kerajaan Surga (Mat.19:23). Keselamatan adalah sangat pribadi, tidaklah cukup dilahirkan di dalam keluarga Kristen. Menjadi Kristen tidak hanya soal percaya, banyak orang Kristen yang “bertobat” berada dijalan yang salah, karena mereka mengambil cara yang mudah melalui gerbang yang salah. Keselamatan tidak mudah, melalui “pintu gerbang kecil”…dan sedikit orang yang menemukannya (Mat. 7:14). Dalam Yeremia 29:13, Tuhan berkata, apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu mencari Aku dengan segenap hati. Kerajaan Surga bukan untuk orang yang hanya ingin Yesus tanpa perubahan apapun dalam hidup mereka. Kerajaan hanya untuk mereka yang mencari Yesus dengan segenap hati.
Banyak orang yang mendekati gerbang berpaling ketika mereka menemukan begitu sempitnya gerbang itu. Orang muda yang kaya mudah menemukan gerbang, tetapi ketika ia melihat, memasuki berarti dia harus meninggalkan harta yang disayanginya. Siapapun kita dan apapun yang kita miliki, ketika kita mencapai gerbang kecil, kita berharap dapat menjatuhkan segala sesuatu yang dapat menjadi penghalang untuk memasuki gerbang kecil itu. Menerima Yesus tidak berarti hanya menambahkan Yesus ke dalam hidup kita, hanya mengaku percaya, tetapi sungguh-sungguh menjadi ciptaan baru. Keselamatan adalah transformasi total, artinya jika seseorang berada di dalam Yesus, ia adalah ciptaan baru, hal-hal yang lama berlalu, sesungguhnya hal-hal baru telah datang (2 Kor. 5:17).
Seseorang yang mengaku percaya kepada Yesus tetapi tidak benar-benar mengenal Dia, Yesus mengumpamakan mereka sebagai cabang yang sia-sia yang hanya dangkal melekat pada pokok anggur. Mereka seperti tampak hidup di dalam Yesus, tetapi tidak benar-benar tinggal di dalam Dia. Hubungan mereka dengan Yesus sepenuhnya dangkal. Mereka tidak memiliki hidup-Nya mengalir dalam hidup mereka, sehingga mereka tidak dapat menghasilkan buah-buah rohani. Cabang sia-sia merupakan murid-murid palsu, mereka tidak tinggal di dalam Yesus, tidak benar-benar bersatu dengan-Nya. Mereka mungkin menjadi anggota gereja terkemuka, mereka mungkin telah banyak mendapat pengetahuan spiritual, mereka mungkin guru doktrin, bahkan sarjana, mereka mungkin telah mengikuti semua kegiatan di dalam gereja. tetapi mereka tidak bernar-benar beriman kepada Yesus, komitmennya dangkal kepada Yesus.
Orang percaya sejati akan terus bertahan, orang yang berbalik melawan Tuhan hanya membuktikan bahwa mereka tidak pernah benar-benar diselamatkan. Rasul Yohanes menulis: “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita” (1 Yoh. 2:19). Tidak peduli seberapa meyakinkan kesaksian seseorang, tetapi sekali orang menjadi murtad hal ini akan menunjukkan bahwa kesaksian itu adalah palsu. Yudas adalah contoh utama orang yang mengaku percaya tetapi jatuh dalam kemurtadan. Selama tiga tahun ia mengikut Yesus bersama dengan murid-murid yang lain, mungkin Yudas mengangap dirinya seorang percaya, dia mungkin percaya bahwa Yesus adalah Mesias, dia telah meninggalkan segalanya untuk mengikut Tuhan. Dalam terminologi modern, dia telah menerima Yesus. Selama tiga tahun hidup bersama Yesus, melihat mujizat, mendengar kata-kata-Nya, bahkan berpartisipasi dalam pelayanan-Nya. Tidak ada yang mempertanyakan imannya, statusnya sama dengan murid-murid yang lain. Hanya Yesus yang mengetahui hati Yudas (Yoh.13:10-11).
Tanda murid sejati  bukanlah bahwa dia tidak pernah melakukan dosa, tetapi ketika dia melakukan dosa sadar untuk kembali kepada Tuhan untuk menerima pengampunan. Tidak seperti seorang murid palsu, murid sejati tidak akan pernah berpaling sepenuhnya, dia kadang-kadang bisa berubah kembali. Yudas menggambarkan murid yang palsu. Pertama ia mencintai kekayaan kekal, tetapi dia ingin kemuliaan, ia ingin sukses, ia ingin harta duniawi. Akhirnya dia kecewa karena Yesus tidak memenuhi semua harapan politiknya. Murid palsu pura-pura mengasihi Tuhan, percaya kepada Yesus supaya menolong bisnis, mereka berpikir bahwa percaya kepada Yesus akan membawa kesehatan, kekayaan, atau kemakmuran. Namun pada akhirnya mereka menjual Yesus, seperti Esau menjual hak kesulungannya (Kej. 25:32-34). Seperti Yudas yang mencintai dunia dan mencintai kegelapan. Tidak menutup kemungkinan gereja juga dipenuhi oleh orang yang seperti Yudas, mereka ramah kepada Yesus, mereka melihat dan berbicara seperti murid, tetapi mereka tidak berkomitmen kepada Yesus.  Seorang murid sejati tidak akan pernah berubah komitmennya terhadap Yesus, seorang murid sejati tidak akan pernah menjual Yesus, murid sejati ketika jatuh ke dalam dosa mereka akan memohon pengampunan, iman mereka tidak rapuh atau bersifat sementara, tetapi iman mereka adalah dinamis dan terus bertumbuh berkomitmen kepada Yesus.
Banyak orang Kristen yang mengaku percaya dan diselamatkan, tetapi hidup mereka benar-benar tandus dan tidak menghasilkan buah yang dikehendaki oleh Yesus. Yesus memberi peringatan serius:  “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Mat.7:21-23). Jangan sampai orang seperti ini yang saat ini sedang mengisi bangku-bangku di gereja.
Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar