28 November 2012

SUKU SEA-SEA


SUKU SEA-SEA

PAPER

Dibuat untuk memenuhi sebagian tugas dari mata kuliah Misiologi yang dibimbing oleh: Adrianus pasasa, S.T, M.A



Oleh
Serli Kidolite
NPM: 20110116






SEKOLAH TINGGI TEOLOGI
STUDI ALKITAB UNTUK PENGEMBANGAN PEDESAAN
 INDONESIA


CIANJUR, NOVEMBER 2012




DAFTAR ISI

DAFTAR ISI                         ..........................................................................................i
BAB I                                     : PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang Masalah.........................................1
 B. Rumusan Masalah....................................................1
                                                 C. Tujuan Penulisan......................................................1
BAB II                                    : KONDISI UMUM MASYARAKAT SUKU SEA-SEA
A. Sumber Daya Alam...................................................2
B. Sumber Daya Manusia.............................................2
C. Kebudayaan Masyarakat Suku Sea-Sea.................3
BAB III                                  : KEBUTUHAN-KEBUTUHAN MASYARAKAT SUKU
                                                   SEA-SEA
A. Kebutuhan Masyarakat di Bidang Jasmani...........5
B. Kebutuhan Masyarakat di Bidang Rohani.............5
BAB IV                                  : UPAYA KONKRIT PENINGKATAN
                                                  KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SUKU
                                                  SEA-SEA MELALUI PELAYANAN SECARA
  HOLISTIK
A. Bidang Jasmani ......................................................7
B. Bidang Kerohanian.................................................7
BAB V                                    : PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................9
B. Saran.........................................................................9
DAFTAR PUSTAKA          ......................................................................................10


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
            Keberadaan sebuah suku yang terbentuk dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, baik itu masyarakat, peraturan, bahasa, dan kebudayaan-kebudayaan. Begitupun halnya dengan keberadaan suku Sea-sea yang ada di Banggai Kepulauan. Suku Sea-sea atau suku Banggai Pegunungan, berada di daerah pegunungan di kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. Suku ini merupakan salah satu suku dari sekian banyak suku di Indonesia yang telah mendapat perhatian dari pemerintah dan telah cukup berkembang. Tetapi dibalik perkembangan itu, ada begitu banyak tantangan yang dihadapi dalam perkembangan suku ini, baik dalam pertumbuhan dan perkembangan, terutama dalam hal pengabaran injil. Inilah yang masih menjadi pergumulan yang terbesar di suku Sea-sea ini.
B. Rumusan Masalah
            Penulis merumuskan pokok-pokok yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi umum masyarakat suku Sea-sea?
2. Bagaimana tantangan yang dihadapi, baik secara jasmani maupun rohani?
3. Bagaimana upaya konkrit peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan
    holistik?
C. Tujuan Penulisan
            Dilihat dari latarbelakang dan permasalahan yang ada, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1. Menjelaskan kondisi umum masyarakat suku Sea-sea.
2. Menjelaskan tantangan yang dihadapi, baik secara jasmani maupun rohani.
3. Menjelaskan upaya kongkrit peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan holistik.
BAB II
KONDISI UMUM MASYARAKAT SUKU SEA-SEA
A. Sumber Daya Alam
            Suku Sea-sea adalah salah satu suku yang terletak di dataran Pulau Peling, kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah. Suku ini memiliki potensi yang sangat baik dan cukup banyak, baik itu di laut maupun di daratan. Keadaan ini merupakan modal utama bagi masyarakat suku Sea-sea untuk memacu diri dalam mengembangkannya. Wilayah suku Sea-sea memiliki curah hujan yang rendah dengan tekstur tanah yang cukup subur dan tata guna lahan maupun perairan yang tersusun dengan baik. Keadaan yang seperti ini sangat memungkinkan para petani untuk bercocok tanam. Komoditas yang paling banyak ditanam oleh sebagian besar masyarakat suku Sea-sea adalah tanaman umbi-umbian, selain itu masyarakat juga menanam kelapa dan cengkeh.
Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan masyarakat, baik untuk mandi dan memasak adalah sumber air yang berasal dari pegunungan dan danau. Banyak sumber daya alam yang telah dikembangkan oleh masyarakat suku Sea-sea, seperti peternakan ayam, kambing, babi, dan lain sebagainya. Tetapi masih ada juga potensi yang belum dikembangkan oleh masyarakat suku Sea-sea, contohnya peternakan ikan, udang dan masih banyak lagi potensi yang belum dikembangkan.
B. Sumber Daya Manusia
              Pada umumnya, “Ciri-ciri fisik dari penduduk asli suku Sea-sea pada umumnya adalah berambut keriting dan ikal, muka bulat, mata bulat hitam, kulit sawo matang/kehitaman, tinggi badan orang dewasa sekitar 145 -160 cm.  Suku Sea-sea memiliki luas wilayah 2.340 km², dengan jumlah penduduk ± 120.000 jiwa”[1]. Suku ini telah memiliki pendidikan yang cukup, baik itu tingkat TK, SD, SMP, dan SMA, bahkan SMK. Suku ini pun telah memiliki pengetahuan yang cukup di berbagai bidang, hal ini disebabkan karena IPTEK mulai berkembang di suku ini. Dalam hal pendidikan dan sumber daya manusia, suku Sea-sea sudah termasuk suku yang telah maju,tetapi dalam hal kepercayaan kepada Kristus, suku ini masih tergolong suku yang terabaikan. Banyak anak-anak dari suku Sea-sea yang pergi ke kota untuk menafkahi kebutuhan keluarga, tetapi pada umumnya anak-anak di suku ini pergi dari daerah menuju ke Kota untuk melanjutkan studi, terutama ke perguruan tinggi. Dari anak-anak daerah inilah maka suku Sea-sea semakin berkembang, terutama dalam sumber daya manusia.
C. Kebudayaan Masyarakat Suku Sea-Sea
            Suku Sea-sea adalah salah satu suku yang memiliki kebudayaan yang unik diantara semua suku yang ada di Indonesia. Tradisi yang diwarisikan dari para nenek moyang masih berkembang sampai pada saat ini, tetapi ada juga beberapa adat dan tradisi yang telah hilang seiring dengan perkembangan yang terjadi dikalangan para masyarakat suku Sea-sea. “Ada sangat banyak dari tradisi yang melekat dalam masyarakat yang memang sangat menarik, yang di antaranya; batongan, kanjar, libul dan lain sebagainya, juga ada tarian, yang termasuk Onsulen, Balatindak, Ridan dan masih banyak lagi tradisi yang ada di sukuSea-sea ini. Juga cerita rakyat atau legenda yang sangat banyak yang di kenal dengan nama Banunut, lagu atau puisi yaitu Baode, Paupe dan masih banyak lagi kesenian tradisional lainnya. Ada beberapa tradisi ini yang masih dipegang secara menyeluruh dari suku Sea-sea, misalnya pada saat perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad saw, para masyarakat suku Sea-sea akan membuat sejenis kue yang diberi nama Kala-kalas, ada juga yang menyebutnya kaakaras. Kue ini tebuat dari tepung beras yang bentuk jadinya di goreng, dan kue ini sangat unik sekali, bahkan hanya akan di jumpai pada saat perayaan Maulid Nabi saw saja. Selain itu, masih banyak tradisi lainnya. Upacara Adat misalnya, upacara pelantikan Tomundo, upacara pelantikan Basalo, dan lain sebagainya.
         Tradisi-tradisi dalam masyarakat pun bahkan beragam, masyarakat yang tinggal di tepian pantai dengan masyarakat yang tinggal di pedalaman akan memberikan suatu gambaran yang jauh berbeda, kesenian, upacara adat, bahkan kehidupan adat sehari-haripun tidak banyak menunjukan kesamaan, contohnya, ada sebuah upacara adat atau perayaan ketika para nelayan telah menangkap ikan, yang cara menangkapnya di kenal dengan nama sero, sedangkan di pedalaman akan ada penanaman sejenis Umbi yang memang satu-satunya di dunia ini hanya terdapat dan berasal dari suku Sea-sea (Banggai), sehingga di kenal dengan nama Ubi Banggai, ini akan memberikan suatu cerita tersendiri yang sangat menakjubkan, yang di mulai dari proses hingga selesai, akan banyak sisi-sisi kehidupan tradisi yang memberikan gaya artistik yang sangat berharga”[2]. Adat istiadat dan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang sejak zaman para nenek moyang suku Sea-sea sebenarnya sangat banyak, tapi kini adat-istiadat dan budaya tersebut telah banyak yang ditinggalkan atau dilupakan. Suku Sea-sea berkomunikasi pada umumnya mereka menggunakan bahasa Banggai, yang memiliki beberapa dialek yang tersebar di beberapa kecamatan di kabupaten Banggai maupun di kabupaten Banggai Kepulauan. Dalam kehidupan suku Sea-sea, musyawarah adat (Seba Adat) merupakan wadah untuk mempertahankan adat istiadat yang ada pada suku Sea-sea. Masyarakat suku Sea-sea sangat patuh terhadap adat istiadat yang dianut.


BAB III
KEBUTUHAN-KEBUTUHAN MASYARAKAT SUKU SEA-SEA
A. Kebutuhan Masyarakat di Bidang Jasmani
            Masyarakat suku Sea-sea bermatapencarian yang beragam, mulai dari bidang pertanian pada tanaman kopi, coklat, jagung, ubi dan lain-lain. Selain itu mereka juga banyak yang menjadi nelayan. Kegiatan lain adalah berburu (Baasu), yang merupakan salah satu kegiatan yang dari zaman nenek moyang suku Sea-sea. Inilah pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat suku Sea-sea untuk memenuhi kebutuhan jasmani mereka. Ketika masyarakat suku Sea-sea membuat lahan untuk menanam kebutuhan pokok, mereka menggunakan sistem berpindah-pindah, dari satu lahan ke lahan yang satu. Sistem atau pola yang digunakan untuk bercocok tanam adalah, membabat hutan, membakar, menanam. Setelah panen selesai, maka masyarakat akan mencari lahan baru untuk menanam dan meninggalkan lahan yang lama. Pada umumnya masyarakat suku Sea-sea tidak pernah mati karena kelaparan, karena suku ini banyak menghasilkan hasil bumi yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, hanya mereka yang malas bekerja saja yang mati karena kelaparan, tetapi hal ini tidak pernah terjadi.
            Kebutuhan jasmani masyarakat suku Sea-sea sudah cukup terpenuhi, tetapi dalam hal kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi masih kurang[t1] . Hal ini terlihat dari pola menu makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat suku ini tidak bervariasi, sedangkan alam menyediakan bahan makanan yang bervariasi dan banyak mengandung vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tidak hanya itu, masyarakat juga masih kurang dalam hal pemahaman tentang bagaimana cara bercocok tanam dengan baik dan benar.[t2] 
B. Kebutuhan masyarakat di Bidang Rohani
            Sebagaimana yang telah penulis jelaskan pada bab 2, tentang kondisi sumber daya manusia yang ada di suku Sea-sea, bahwa masyarakat suku Sea-sea masih sangat kurang dalam hal pengenalan akan Kristus. [t3] Karena suku Sea-sea pada umumnya adalah penganut agama Islam yang taat dan agama Islam telah mendarah daging di suku ini, itulah sebabnya pengenalan akan Kristus sangat kurang di suku ini. Tidak hanya itu, suku ini juga masih menganut kepercayaan agama suku.[t4]  Kebutuhan rohani di suku Sea-sea ini yang paling mendasar adalah kebutuhan para pekabar injil dan kebutuhan akan berita injil. Kurangnya para pekabar injil sangat mempengaruhi akan perkembangan masyarakat di bidang kerohanian. [t5] Kurangnya para aktifis gereja membuat kurangnya perhatian kepada anggota jemaat, sehingga proses pekabaran injil yang seharusnya dilakukan oleh gereja menjadi terhambat. Hal inilah yang menjadi kebutuhan mendasar di bidang kerohanian di suku Sea-sea.
            Kebutuhan rohani yang mendasar pula yang ada di dalam suku Sea-sea adalah masih sebagian orang yang melakukan ritual-ritual untuk pemujaan kepada nenek moyang dan para leluhur mereka. [t6] Ritual-ritual ini masih sering digunakan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga seringkali masyarakat lebih mempercayai hal tersebut dibandingkan percaya kepada Kristus. Hal ini disebabkan karena masyarakat melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan nenek moyang yang dahulu. Contohnya jika masyarakat tidak melakukan pembersihan makam kepada kaum leluhurnya maka ada salah satu anggota keluarga yang sakit. Tetapi anehnya setelah melakukan pembersihan makam sakitnya berangsur-angsur pulih. Inilah salah satu contoh nyata mengapa masyarakat suku Sea-sea pada umumnya masih mempercayai pemujaan kepada para leluhur yang telah meninggal. Ini adalah salah satu hal yang juga menjadi pergumulan besar bagi masyarakat di suku Sea-sea.


BAB IV
UPAYA KONKRIT PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SUKU SEA-SEA MELALUI PELAYANAN SECARA HOLISTIK
A. Bidang Jasmani
            Sebagaimana kebutuhan jasmani yang dibutuhkan oleh masyarakat suku Sea-sea, maka langkah kongkrit yang akan penulis lakukan jika terjun ke dalam ladang pelayanan ke suku ini adalah, menggunakan pengetahuan yang telah dipelajari selama mengikuti kuliah di kampus. Pertama, penulis akan memulai dari diri sendiri. Setelah itu penulis akan melaksanakan semacam penyuluhan tentang bagaimana cara mengolah lahan yang baik, sampai pada cara menanam, perawatan, dan cara bagaimana menghasilkan hasil yang baik. Setelah melaksanakan penyuluhan maka penulis akan melaksanakan praktik untuk pengaplikasian dari hasil penyuluhan yang telah dilaksanankan. Ini adalah langkah awal yang akan penulis lakukan ketika terjun dalam ladang pelayanan suku Sea-sea dalam hal memenuhi kebutuhan jasmani masyarakat. Setelah itu penulis akan terus membimbing masyarakat sehingga menjadi mandiri dalam hal pemenuhan kebutuhan jasmani yang baik dan benar. Penulis juga akan mengajarkan masyarakat tentang bagaimana menjalankan pola hidup sehat, sehingga masyarakat suku Sea-sea dapat hidup sehat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tidak hanya itu, dengan cara seperti ini masyarakat pun dapat mendapatkan lapangan pekerjaan.
B. Bidang Kerohanian
            Sebagaimana yang telah penulis jelaskan tentang kebutuhan rohani yang dibutuhkan oleh masyarakat suku Sea-sea, maka langkah kongkrit yang akan penulis lakukan jika akan terjun ke ladang pelayanan pada suku Sea-sea adalah, pertama-tama penulis akan melakukan pembinaan terhadap kerohanian jemaat melalui penginjilan pribadi. Penulis akan memulai penginjilan ini pada masyarakat suku Sea-sea yang beragama Kristen. Setelah melakukan penginjilan pribadi, penulis akan melakukan sistem pemuridan terhadap orang-orang yang telah mendapat bimbingan dari penulis, sehingga dengan cara ini dapat menjangkau banyak jiwa terutama bagi mereka yang bukan beragama Kristen.
            Selain cara diatas, penulis juga akan mengadakan jejaring diantara para hamba-hamba Tuhan yang ada di suku ini, sehingga dengan adanya kerjasama ini, para hamba-hamba Tuhan dapat membantu melaksanakan pekabaran injil yang dimulai dalam kehidupan orang-orang Kristen terlebih dahulu. Jika kerjasama ini terlaksana dengan baik, maka secara otomatis terjawablah kebutuhan rohani yang ada di suku Sea-sea tentang kurangnya pekabar injil dan kurangnya pemahaman tentang injil itu sendiri. Penulis juga tidak akan berhenti disitu, penulis akan membentuk tim-tim doa, baik dikalangan anak sekolah minggu, pemuda, bahkan orang dewasa sehingga masyarakat suku ini semakin dewasa di dalam iman.
            Untuk menjawab kebutuhan rohani di suku Sea-sea dalam hal pemujaan kepada para leluhur, maka langkah yang penulis lakukan adalah, pertama, penulis memberikan contoh kepada masyarakat, penulis tidak akan melakukan ritual pembersihan makam,[t7]  dan penulis akan membuktikan bahwa tidak akan terjadi hal-hal yang buruk dalam kehidupan penulis. Setelah itu, penulis akan berusaha untuk menghilangkan budaya ini secara tahap demi tahap, dan penulis akan memulai itu dari kehidupan anak-anak, sehingga generasi yang akan datang tidak akan melakukan hal tersebut. Tetapi penulis akan memilih dan memilah mana adat yang sesuai dengan firman Tuhan dan yang tidak sesuai. Jika adat itu sesuai dengan firman Tuhan, maka penulis akan memotifasi masyarakat untuk terus melakukannya, tetapi jika tidak maka penulis pun akan memotifasi masyarakat untuk meninggalkannya.
            Tentunya dalam perjuangan melawan kebudayaan yang baik dan tidak baik serta telah mendarah daging sangatlah sulit, tetapi akan ada jalan untuk terus mengabarkan injil, apapun bentuknya itu. Penulis meyakini bahwa langkah kongkrit yang akan penulis lakukan akan selalu diberkati Tuhan, karena injil harus diberitakan baik atau tidak baik waktunya.


BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Memenangkan sebuah suku yang memiliki berbagai adat dan istiadat yang telah menjadi pola hidup adalah hal yang sulit, begitupun halnya denga adat dan kebudayaan di suku Sea-sea. Suku yang mayoritas beragama Islam ini banyak memiliki kekurangan baik itu dibidang jasmani maupun rohani, tetapi suku ini memiliki banyak potensi yang bisa digunakan untuk meningkatkan kebutuhan para masyarakat baik jasmani maupun rohani. Jika penulis akan terjun untuk melayani di suku ini, maka penulis akan menerapkan langkah-langkah kongkrit yang telah penulis jelaskan pada bagian-bagian sebelumnya. Penulis rindu agar suku ini dapat seutuhnya mengenal dan percaya kepada Kristus melalui pelayanan secara holistik.
B. Saran
            Suku Sea-sea adalah suku yang masih banyak membutuhkan uluran tangan para hamba-hamba Tuhan yang rindu untuk melayani-Nya, terutama dalam kebutuhan di bidang kerohanian  dalam hal kepercayaan kebudayaan nenek moyang yang bertentangan dengan firman Tuhan. Karena itu penulis menyarankan kepada semua pembaca paper ini untuk membantu pelayanan yang ada di dalam suku ini. Sekalipun tidak dapat secara langsung terjun di dalamnya, tetapi “DOA” bisa sampai kepada mereka.

Catatan:
1.      Puji Tuhan, saya puas dengan penulisan paper ini, dari segi penulisan saya kira sudah cukup baik, sudah terstruktur. Bersyukurlah kepada Tuhan kamu diberi kemampuan demikian, tetapi harus terus diimbangin dengan hati seorang “hamba”.
2.      Terus tingkatkan kemampuan yang kamu miliki, tetap semangat dan tetap focus pada panggilan yang Tuhan telah berikan…
3.      Saya akan publikasikan ke internet sehingga menjadi berkat bagi orang lain…. GBU
4.      Saya memberi nilai: A (95)




DAFTAR PUSTAKA
1. Rafik Hasbi: TRADISI BANGGAI rafikhasbi.blogspot.com/2011/01/tradisi banggai.html30 Jan 2011.
2. Wawancara melalui telpon dengan bapak pdt. Stefanus Tolobi, tanggal 1 Oktober 2012.

              
           



           

           


[1] .Wawancara melalui telpon dengan bapak pdt. Stefanus Tolobi, tanggal 1 Oktober 2012.
[2] Rafik Hasbi: TRADISI BANGGAI rafikhasbi.blogspot.com/2011/01/tradisi-banggai.html30 Jan 2011.



 [t1]Ini persoalan, bagaimana menjawab persoalan tersebut?

 [t2]Ini persoalan?

 [t3]Ini persoalan rohani?

 [t4]Ini persoalan

 [t5]Persaolan?

 [t6]Persoalan?

 [t7]Saya piker memebrsikan makam tidak jadi masalah, yang menjadi masalah adalah pemahaman mereka di balik ritual membersihkan makam. Saya kira ini yang harus dikikis….

SUKU BANYUMASAN

TUGAS MISIOLOGI | WIWIT | STT SAPPI |

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wilayah Banyumas memiliki luas wilayah keseluruhan 1.329,02 km. Secara
administratif terbagi menjadi 27 Kecamatan dan 331 Desa, wilayah ini
berbatasan langsung dengan Kabupaten Brebes di sebelah utara,
Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen di sebelah timur,
Kabupaten Cilacap disebelah selatan dan barat. Gunung Slamet Gunung
tertinggi di Jawa Tengah terdapat di ujung utara wilayah Kabupaten
ini, Banyumas merupakan bagian wilayah budaya banyumasan dimana budaya
ini berada di bagian barat Jawa Tengah, bahasa yang dituturkan adalah
bahasa Banyumasan yakni salah satu dialek bahasa Jawa yang cukup
berbeda dengan dialek standar bahasa Jawa yang terkenal dengan
ngapaknya. Inilah profil dari keadaan di Banyumas.
Suku Banyumas adalah suku yang masih terabaikan, karena ada begitu
banyak penduduknya tetapi kurang dari 1% penduduknya belum mengenal
Kristus. Banyak diantara mereka yang menganut agama islam, akan tetapi
jika dikatakan islam mereka juga hanya KTP. Tapi yang lebih
memprihatinkan lagi, selain kekristenan di suku ini sangat sedikit,
Kristen mereka juga hanya Kristen-kristenan saja. Hal inilah yang
mendorong penulis menuliskan makalah ini karena penulis melihat
keadaan suku Banyumas terutama kabupaten Banjarnegara yang masih
memprihatinkan.
Allah telah menciptakan manusia begitu indah, berharga, unik dan
istimewa. Akan tetapi banyak orang yang tidak menyadari akan hal ini.
Bahkan bukan tidak menyadari, tapi orang-orang tidak tahu bahwa hidup
mereka sangat berarti di mata Tuhan. Penulis melihat hal inilah yang
terjadi di suku Banyumas, mereka hanya menjalani hari demi hari dan
kurang memaknai akan hidup ini. Berbeda dengan orang yang benar-benar
sudah hidup di dalam Kristus, mereka dapat memaknai hidup dan
merasakan sukacita yang tidak bisa didapatkan selain di dalam Kristus.
Mungkin secara hidup duniawi, mereka merasa bahagia karena banyak
harta, tapi setelah itu mereka kembali merasakan suatu kekhawatira n.
Sehingga kesenangan itu hanya mereka rasakan sesaat dan bahkan mereka
tidak tahu kemana arah mereka setelah Sang Pencipta memanggil mereka.
Hidup dengan banyak harta, banyak berbuat baik, tidak menjamin
seseorang dapat masuk dalam surga jika tidak percaya kepada Tuhan
Yesus yang adalah satu-satunya Penebus. Akan tetapi, banyak juga orang
yang tidak mempunyai relasi atau pengenalan yang dekat dengan Sang
Pencipta. Itu karena mereka tidak mengenal sehingga mereka menjalani
kehidupan dengan biasa-biasa saja. Dalam hal inilah seseorang yang
sudah mengenal akan Tuhan Yesus harus berperan dalam menjalankan misi
Allah. Adakah suatu kerinduan untuk memenangkan orang-orang yang masih
terikat dalam belenggu dosa supaya mereka dilepaskan dari beban itu
setelah mengenal Kristus? Tidak hanya tinggal diam, tapi bagaimana
harus berperan aktif.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan masyarakat di kabupaten Banjarnegara ?
2. Bagaimana kekristenan di kabupaten Banjarnegara ?
3. Apa yang akan dilakukan jika melayani di kabupaten Banjarnegara ?

C. TujuanPenulisan
1. Penulis ingin menjabarkan tentang keadaan masyarakat di suku Banyumas.
2. Penulis ingin menjelaskan bagaimana kekristenan di suku Banyumas.
3. Penulis ingin menggambarkan hal-hal apa yang akan dilakukan, jika
penulis melayani di suku tersebut
BAB II
ANALISA SUKU BANYUMAS

1. Letak Geografis
Wilayah Banyumas terbentang dari sisi barat daya propinsi Jawa Tengah
secara adminitrasi pemerintah, wilayah Banyumas terbagi menjadi empat
kabupaten: Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara. Bagian
tengah merupakan tanah pegunungan kapur yang membujur dari barat ke
timur, yang disebut pegunungan kendeng. Batas bagian pegunungan perahu
dengan puncak tertingginya Gunung Slamet dan Gunung perahu di dataran
tinggi Dieng. Wilayah ini terbelah menjadi beberapa lembah karena
adanya beberapa aliran sungai. Di daerah paling barat mengalir aliran
sungai Citanduy yang menjadi batas dengan wilayah Jawa barat dan
sungai bermuara ke Samudera Hindia.
Kabupaten Banjarnegara, adalah sebuah kabupaten di Propinsi Jawa
Tengah, Indonesia. Ibukotanya namanya juga Banjarnegara. Kabupaten
Banjarnegara terletak di antara 7° 12' - 7° 31' Lintang Selatan dan
109° 29' - 109° 45'50" Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten
Banjarnegara adalah 106.970,997 ha atau 3,10 % dari luas seluruh
Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan
Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang di Utara, Kabupaten Wonosobo
di Timur, Kabupaten Kebumen di Selatan, dan Kabupaten Banyumas dan
Kabupaten Purbalingga di Barat.

2. Keadaan Perekonomian
Pekerjaan penduduk sudah cukup baik dan beraneka ragam. Akan tetapi
bukan berarti semua sama penghasilannya, tapi ada yang memang
berpenghasilan tinggi seperti para pegawai negeri. Tetapi ada juga
masyarakat yang penghasilannya hanya sedang-sedang saja dan hanya
cukup untuk kehidupan sehari-hari. Pada umumnya, mata pencaharian
penduduk adalah petani atau buruh. Terutama masyarakat desa, pada
umumnya pekerjaan mereka adalah bertani, baik di ladang atau di sawah.
Dengan kehidupan bertani seperti ini, maka penghasilan yang didapatkan
hanya untuk mencukupi kehidupan mereka saja. Jika pertanian mereka
berhasil, maka mereka dapat menikmati hasil panen dan jika cuaca tidak
baik dan banyak hama maka petani mengalami kerugian. Walaupun ada
beberapa petani yang sukses, tapi kebanyakan mereka hanya
berpenghasilan sedang-sedang saja.
Berbeda halnya dengan para pegawai negeri, mereka menjadi orang
kantoran dan gaji mereka cukup tinggi. Keadaan ekonomi yang cukup
membuat anak mereka dapat menempuh pendidikan yang tinggi. Pada
umumnya, anak para petani jarang ada yang menempuh pendidikan tinggi,
kecuali yang mendapatkan beasiswa. Keadaan ekonomi seperti inilah yang
membuat penulis merasakan keprihatinan terhadap kabupaten ini.

3. Pendidikan
Pendidikan seharusnya semakin maju seiring zaman yang semakin maju.
Tapi tidak semua pemuda remaja mau untuk melanjutkan pendidikannya.
Jika ada mereka yang melanjutkan pendidikannya sampai tinggi, yaitu
karena mereka mampu secara ekonomi. Ada yang memiliki kerinduan
menempuh pendidikan tinggi, tapi mereka tidak memiliki dana sehingga
mengambil keputusan untuk bekerja. Akan tetapi faktor utama banyak
yang tidak menempuh pendidikan adalah faktor biaya. Karena hal ini
biasa maka menjadi kebiasaan dan pola pikir masyarakat tidak pernah
maju karena tidak mempunyai wawasan. Berbeda dengan orang yang
berpendidikan, mereka mempunyai pola pikir yang lebih maju dan
berpikir untuk jangka panjang.
Hal yang memprihatinkan lagi adalah banyak diantara mereka yang
menikah muda. Entah itu karena terjadi hamil di luar nikah ataupun
karena mereka yang memang keluarganya menyuruhnya untuk nikah usia
muda. Pada umumnya mereka sekolah tidak sampai pada perguruan tinggi,
hanya yang sampai SD saja. Lalu mereka bekerja, dan ketika mereka
mendapatkan pacar lalu mereka menikah. Pola pemikiran mereka
pendidikan tidaklah penting, yang lebih penting adalah harta yang
kelihatan.
Kehidupan seperti ini masih banyak terjadi pada masyarakat pedesaan,
dan seolah-olah mereka hanya hidup dalam lingkaran hidup seperti itu
saja. Seorang anak dilahirkan, lalu besar dan disekolahkan. Setelah
disekolahkan, mereka bekerja dan uangnya untuk membantu orangtua. Jika
mereka sudah ingin menikah dan mempunyai calon, maka mereka menikah.
Mereka tidak berpikir maju ke depan, sehingga beputar seperti itu
terus. Padahal semakin banyak wawasan akan merubah pola pikir
seseorang, sehingga kehidupan mereka dapat lebih maju.

4. Kebudayaan Masyarakat
Suku Banyumas masih sangat kental dengan adat dan budaya sejak dari
zaman nenek moyang mereka. Ada beranekaragam kebudayaan dalam
kehidupan bermasyarakat dan sampai saat ini masih sering dipakai.
Walaupun kehidupan mereka sudah beragama, tetapi kebiasaan mereka
sangat sulit untuk dilepaskan. Adapun seni dan kebudayaan masyarakat
sebagai berikut :
a. Calung yaitu perangkat musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu
wulung mirip dengan gamelan jawa, terdiri atas gambang barung, gambang
penerus, dhendhem, kenong, gong & kendang. Dalam penya-jiannya calung
diiringi vokalis yang lazim disebut sinden.
Dalam kehidupan mereka, calung ini tidak hanya suatu alat musik yang
sekedar disimpan saja. Akan tetapi, pemilik dari alat calung ini harus
memberikan sesajen untuk menjaga keamanan. Mereka mempercayai bahwa di
dalam alat musik tersebut ada isinya, dalam arti ada setannya yang
membuat suara musik menjadi indah. Jadi, pada malam-malam tertentu
pemilik calung harus memberikan sesajen. Hal-hal seperti ini masih
melekat dalam kehidupan masyarakat dan mereka masih suka memakai
benda-benda yang berkaitan dengan okultisme.
b. Ebeg adalah bentuk tari tradisional khas Banyumas dengan Properti
utama berupa ebeg atau kuda kepang. Kesenian ini menggambarkan
kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya dan dibawakan oleh
8 penari pria. Biasanya dalam pertunjukkan ebeg dilengkapi dengan
atraksi barongan, penthul & cepet. Dalam pertunjukkannya ebeg diiringi
oleh gamelan yang lazim disebut bendhe. Ebeg masih tumbuh subur di
seluruh wilayah Kabupaten Banjarnegara. Pada bagian akhir kesenian
ini, ada saat dimana mereka sengaja memanggil setan dan akan merasuk
kepada pemain yang sudah mempunyai pegangan akan hal tersebut.
Biasanya disediakan makanan yang aneh-aneh, seperti dedak,
daun-daunan, bahkan ada yang makan beling (pecahan gelas). Para pemain
ebeg mampu makan makanan yang demikian, karena mereka kerasukan, lalu
setelah itu mereka dilepaskan dan kembali normal.
c. Lengger yaitu jenis tarian tradisional yang tumbuh subur diwilayah
se-baran budaya Banyumas. Kesenian ini umunya disajikan oleh dua orang
wanita atau lebih. Pada pertengahan pertunjukkan hadir seorang penari
pria yang lazim disebut badhud, Lengger disajikan diatas panggung pada
malam hari atau siang hari , dan diiringi olah perangkat musik calung.
Pada saat acara ini berlangsung, para pemain musik diberi makanan dan
biasanya ada minuman yang dicampur dengan bunga-bunga. Pada bagian
akhir, terkadang pemain laki-laki yang disebut badhud juga kesurupan.
Tapi, segala sesuatunya yang menjadi kebutuhan saat ada kesenian ini,
pasti sudah disiapkan oleh tuan rumah. Acara ini ada ketika sebuah
kelurga mengadakan pernikahan.
Ini hanyalah beberapa contoh dari kesenian dan budaya yang ada di suku
Banyumas. Jika masyarakat yang ada di perkotaan, sudah tidak begitu
antusias dengan kebudayaan ini. Tetapi masih sangat melekat kuat pada
kehidupan orang-orang di desa. Pada umumnya orang-orang yang masih
termasuk dalam kelompok seni adalah mereka yang memang memiliki
keluarga seni. Dalam arti, mereka turun temurun dan terus menerus
sampai generasi seterusnya.
Ketika pameran seni ini diadakan, biasanya banyak orang-orang yang
datang dan sengaja menonton. Kesenian ini sudah ada sejak dulu,
sehingga sulit untuk dilepaskan. Akan tetapi, karena keadaan yang
sudah semkin maju para pemuda remaja sekarang sudah sangat jarang yang
bisa memainkan kesenian ini. Bukan berarti mereka tidak mencintai
kebudayaan sendiri, tapi karena mereka sekarang tidak pernah terlibat
dalam kesenian tersebut. Kecuali orang-orang yang memang senang dengan
kesenian tersebut, maka merekalah yang masih bisa memainkan kesenian
itu ataupun keturunan dari para pemain kesenian tersebut yang sudah
senior. Jadi, budaya dan kesenian ini masih melekat pada orang-orang
yang masih suka dan mulai tidak dikenal oleh para pemuda remaja yang
sudah mengikuti dunia modern ini.


5. Kekristenan
Keadaan kekristenan masih sangat kurang di suku ini, yang walaupun
mereka beragama Kristen tapi hanya Kristen KTP. Inilah yang sangat
memprihatinkan, dalam keadaan yang minimum tapi mereka belum semuanya
mengalami kelahiran baru. Pada umumnya, banyak penganut Kristen karena
dari neneknya memang sudah Kristen. Tapi jika dicari orang-orang yang
benar-benar hidup di dalam Kristus, amat susah didapatkan.
Kehidupan orang Kristen dengan orang duniawi sama saja, sehingga
kehidupan mereka belum bisa memberi garam pada lingkungan dimana
mereka tinggal. Seandainya kehidupan mereka sudah menjadi saksi
Krisus, bisa saja mereka membawa orang-orang untuk akhirnya mengenal
Kristus.
Para penganut agama Kristen masih sangat membutuhkan bimbingan yang
lebih lagi tentang kekristenan. Dengan persekutuan yang lbih lagi maka
mereka akan mempunyai doktrin yang kuat. Sehingga mereka tidak hanya
sekedar rajin pergi beribadah tanpa mengenal siapa yang mereka sembah.
Terlebih lagi mereka sibuk denga pekerjaan, seharusnya mereka
dibimbing bagaimana di tengah kesibukan mereka tapi mereka tetap
mempunyai waktu persekutuan. Sehingga mereka terus bertumbuh di dalam
Tuhan, dan hidup mereka dapat menjadi saksi Kristus.












BAB III
PENERAPAN

Jika penulis melayani di suku Banyumas tepatnya di kabupaten
Banjarnegara, penulis rindu melakukan hal-hal berikut :
1. Membuat suatu usaha
Pembuatan usaha ini bukan bertujuan untuk berbisnis atau mencari
keuntungan buat pribadi. Tapi, melalui usaha yang dibuat bertujuan
untuk mendapatkan karyawan dari masyarakat. Masyarakat yang menganggur
diberi lapangan pekerjaan melalui usaha tadi, dan ketika mereka sedang
bekerja dapat dipakai juga dengan bercerita-cerita. Ketika sudah
saling mengenal, maka sedikit demi sedikit Injil mulai diberitakan.
Selain itu, hasil usaha dapat dipakai untuk mensejahterakan
masyarakat. Misalnya uang tersebut dapat dipakai untuk membeli
kebutuhan makanan atau gizi dalam masyarakat. Maka masyarakat
mendapatkan gizi yang baik, dan membuat mereka dapat bekerja dengan
baik terlebih untuk anak-anak yang masih sangat membutuhkan kecukupan
gizi. Selain itu dana tidak untuk kesehatan masyarakat dapat juga
dipakai untuk membeli perlengkapan sekolah untuk anak-anak yang masih
dalam bangku pendidikan.
Dengan pendidikan yang baik, maka pola pikir seseorang dapat menjadi
lebih baik. Mereka akan mampu untuk berpikir jangka panjang dan dengan
demikian maka pernikahan di usia muda dapat berkurang. Karena mereka
mempunyai pengalaman dan mendorong mereka untuk menjadi orang yang
lebih maju.



2. Membimbing dalam hal Kerohanian
Supaya orang percaya semakin bertumbuh maka mereka harus benar-benar
mempunyai relasi dengan Tuhan dan mengenal siapa Allahnya. Tidak hanya
cukup mereka bersekutu di gereja, tapi perlu ada bimbingan atau
kelompok yang lebih kecil untuk mereka bertumbuh. Dalam kelompok kecil
ini, dapat saling terbuka sehingga dapat mengenal setiap pribadi cukup
dalam.
Dalam setiap pribadi seseorang pasti mempunyai pergumulan terlebih
dalam masa lalu mereka. Melalui kelompok kecil ini, dapat juga dipakai
untuk saling menolong dan membimbing mereka melepaskan luka batin
mereka. Dengan demikian, mereka bisa sepenuhnya hidup di dalam Kristus
karena sudah membereskan pribadi mereka. Dengan demikian mereka dapat
terus bertumbuh dan menjadi peribadi-pribadi yang sungguh-sungguh
cinta Tuhan. Sangat dirindukan jika mereka memiliki kerinduan untuk
melayani Tuhan.
Lain halnya dengan anak-anak ataupun mereka yang masih pemuda remaja.
Bagi anak-anak dibimbing dengan firman Tuhan, maka mereka sejak kecil
sudah dibimbing dengan firman Tuhan. Mereka dibimbing benar-benar
melalui sekolah minggu. Begitu juga dengan pemuda-pemudi yang ada,
selain mereka belajar saat sekolah minggu mereka harus terus dibimbing
terlebih dalam hal pergulan mereka. Mereka juga harus dibimbing supaya
benar-benar mempunyai relasi dengan Tuhan dan kuat di dalam Tuhan.
Mereka harus diberi pandangan yang benar tentang adat dan budaya,
supaya mereka tidak masuk dalam adat budaya yang banyak mengandung
hal-hal okultisme. Dalam arti, mereka dapat memilah-milah mana yang
baik dan yang Tuhan kehendaki. Melalui bimbingan yang lebih kepada
pemuda-pemudi inilah dapat membuat mereka kuat di dalam Tuhan.
Sehingga unsur-unsur kebudayaan atau adat yang berbau okultisme tidak
melekat dalam diri mereka.



BAB IV
PENUTUP

A. Saran
Dimanapun Tuhan utus, maka Tuhan punya rencana bagi kita untuk kita
disana dapat bertumbuh dan membawa kabar baik itu. Selama Tuhan masih
memberikan kita kesempatan untuk melayani, maka pakailah waktu yang
ada. Lakukanlah setiap pekerjaan dengan sukacita, walaupun menurut
kita sangat berat ketika memulainya. Tapi, Tuhan yang menyertai dan
pasti menjamin segala sesuatunya . Karena itu, tetap bergantung kepada
Tuhan dan terus hidup sungguh-sungguh di dalam Dia.

B. Kesimpulan
Lakukan segala sesuatu dengan baik dan berikan yang terbaik bagi
Tuhan. Tetap setia melayani Tuhan dimanapun Tuhan akan tempatkan.

Catatan:
1. Setelah saya membaca paper anda, anda sudah bagus dalam menggali
setiap persoalan yang ada di suku banyumasan, hanya saja tidak semua
persoalan yang anda munculkan terjawab dalam bab penerapan.
Kelihatannya anda kurang terstruktur dalam pembuatan pepar ini,
sehingga terkesan kurang sistematis. Jadi yang membacanya juga kurang
menikmati..
2. Karena kurang terstruktur, maka anda juga kurang dalam menganalisa
setiap persoalan…walaupun demikian saya tetap menghargai usaha anda.
3. Tetap semangat, maju terus dalam panggilan Tuhan. Saya memberi nilai: 80 (B)
Seseorang di segani dan di hormati bukan karena apa yang di perolehnya, Melainkan apa yang telah di berikannya. Tak berhasil bukan karena gagal tapi hanya menunggu waktu yang tepat untuk mencoba lagi menjadi suatu keberhasilan hanya orang gagal yang merasa dirinya selalu berhasil dan tak mau belajar dari kegagalan

BERITA TERKINI

« »
« »
« »
Get this widget

My Blog List

Komentar